Bab 27
Selalu Ada Alasan
Sekretaris Pete menarik nafas panjang, dia harus memupuk kesabarannya dengan begitu berlimpah. Tugasnya cukup berat hari ini, jika boleh memilih dia akan lebih suka mengerjakan berbagai pekerjaan kantor dibanding menjadi pelantara pencarian jodoh, apalagi kriteria yang dicari begitu sulit, ini benar benar sulit.
Sekretaris Pete menyiapkan gadis ke tiga, yaitu Vira. Sekretaris Pete berusaha mendekat, mencium aroma tubuhnya dengan sembunyi, dia harus memastikan tidak ada bau tidak sedap yang akan membuatnya terkena kemarahan, lalu dia berusaha menyapa gadis cantik itu dengan begitu dekat, memastikan tidak ada bau mulut yang nantinya akan membuat tuan muda Reynold kembali dalam masalah.
Sesak itu muncul lagiMobil Reynold berhenti di sebuah kedai kopi ternama, dia membuka pintu mobil, turun lalu berjalan masuk ke dalam sebuah kedai kopi. Pikirannya mulai lelah, seperti biasanya ini adalah kedai kopi langganannya yang dia datangi ketika mulai kalut dan penat."Selamat siang tuan muda Reynold, lama tidak melihat anda," ucap salah satu pelayan yang sepertinya sudah sangat mengenalnya."Selamat siang, bisakah berikan aku secangkir kopi panas seperti biasanya," pinta Reynold."Tentu saja, satu sendok kopi luwak dengan satu setengah sendok gula dan cream secukupnya," ucap pelayan yang sudah begitu hafal dengan kopi yang diinginkan pelangganannya itu.
Sulit lepas dari kehidupan kelam"Silahkan duduk tuan, saya akan menyampaikan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan" ucap seorang dokter yang sudah membawa selembar kertas di tangan kirinya."Baiklah dokter, ada masalah apa dengan jantung saya?" tanya Reynold penasaran. "Setelah kami lakukan pemeriksaan yang serius dan sungguh sungguh, dapat kami simpulkan bahwa tidak ada masalah dengan jantung tuan muda Reynold. Jantung tuan sehat, kuat dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ucap dokter yang disambut kelegaan oleh sekretaris Pete."Kau tidak salah dokter, rasanya sangat sakit sekali," ucap Reynold seraya menekan dadanya."Bisa saya simpulkan sepertinya tuan muda kelelahan, tuan muda bisa menjadwalkan waktu untuk berl
SenyumMobil Reynold sudah terparkir di luar apartemen. Aldo mengambil mobil tuan mudanya dari kedai kopi dan langsung menuju ke tempat Monalisa. Dia dengan setia menunggu tuan mudanya turun. Ini sudah menjadi kebiasaan Aldo, menunggu dan menunggu. Reynold terlihat keluar dari lobby apartemen mewah itu, sudah rapi dengan setelan jas hitam dan kaca mata hitamnya. Berjalan menuju ke arah mobil. Melihat tuan mudanya Aldo segera mempersiapkan diri, turun dan membuka pintu mobil untuk tuan mudanya tersebut."Aldo, kita pulang," ucap Reynold setelah berada di dalam mobil. "Baik tuan muda," u
Pesona MonalisaMonalisa menginjakkan kaki di dealer milik Romani yang merupakan rekan kerja Reynold. Langkahnya begitu ringan dengan senyum mengembang sempurna. Hari ini mimpinya akan terwujud, dia bebas memilih mobil yang diinginkannya, begitu mudah mendapatkan apa yang diinginkan, selama Monalisa masih menjadi yang diinginkan Reynold maka tidak ada yang sulit."Mbak, bisakah saya bertemu dengan tuan Romani," ucap Monalisa pada seorang SPG cantik yang berdiri disebelah mobil mewah, menunggu pelanggan yang ingin melihat barang yang ditawarkannya, sekedar melihat atau bahkan membeli dan diapun mendapat tips yang besar atas usahanya."Sudah ada janji?" tanya SPG tersebut."Oh belum, bilang saja ada nona Monalisa," ucap Monalisa yakin.
Menjadi Orang Biasa Reynold terlihat rapi dengan setelan baju olah raga berwarna hitam dengan garis kuning, sederhana namun begitu pantas melekat di tubuhnya. Reynold merapikan rambutnya ke belakang, lalu mengacak acaknya lagi, beberapa kali menyisir dari kiri ke kanan, dilihatnya, lalu diulangi lagi dari kanan ke kiri, diamati, sepertinya kurang bagus, lalu disisir ke belakang, lalu berbagai posisi, dan akhirnya kembali ke posisi semula, menarik rambutnya ke belakang dengan gel rambut yang membuat rambut itu tidak bergerak. Reynold terlihat melangkahkan kaki ke arah meja makan, hatinya cukup berbunga bunga pagi ini, begitu cerah, secerah matahari terbit yang menyinari bumi.
Menjadi orang biasa part 2 Reynold memarkir mobilnya sedikit jauh dari taman Lavender, diujung jalan, bahkan tak terlihat. Dia keluar dari mobil, beberapa kali memperhatikan penampilannya. Tubuhnya memang dibalut dengan pakaian biasa bukan dari brand ternama langganannya, begitu juga dengan sepatu yang melekat di kakinya, namun semua itu tidak mengubur ketampanan dan bentuk tubuhnya yang nyaris sempurna. Wajahnya begitu putih bersih, dengan sedikit rambut yang menghiasi rahangnya, bersinar seolah dialah pria paling tampan di sana. Dia melihat ke arah belt packnya, mengamati dengan seksama, lalu dia ingat belt pack itu keluaran terbatas yang harganya mungkin seharga mobil yang orang umum banyak membelinya. Dia beberapa saat mengamati, sedikit ragu."Harusnya
Kecurigaan MonalisaMonalisa terlihat menghantam vas bunga cantik yang berdiri di atas meja, dia begitu kesal dengan apa yang baru saja di sampaikan Nori kepadanya. Bernarkah Reynold bertemu dengan seorang wanita? Apakah dia sudah menemukan gadis perawan yang akan menjadi calon istrinya? Segala pertanyaan aneh dan menyesakkan dada mulai terlintas di pikirannya.Monalisa tidak akan membiarkan posisinya terancam, dia tidak mungkin melepaskan ladang emas yang dengan susah payah dia dapatkan. Kehidupannya akan berubah bahkan semakin terperosok, jika dia tidak mampu mempertahankan Reynold. Matanya memerah, lelehan air mata mulai keluar dari matanya, air mata kebencian dan tekat kuat untuk berbuat segalanya demi mempertahankan orang yang menghidupinya.
Seperti BintangMalam itu, di sebuah gudang penyimpanan barang, Valentino dan timnya terlihat begitu sibuk, order barang yang masuk sangatlah banyak, nyaris kuwalahan. Mereka kebanjiran order yang seperti turun dari langit, sangat tiba tiba."Ini order ke 2000 bos dan kita sudah kehabisan stock," ucap salah seorang kariawan yang berlari ke arah Valentino. "Baiklah, kita tutup order untuk hari ini," ucapnya. Valentino masih berpikir, mencari alasan, dari mana datangnya semua order yang tiba tiba dan bahkan nyaris bersamaan. "Bos, sepertinya saya tau dari mana semua ini berasal," ucap salah seorang kariawannya yang lain, dia terlihat mengamati ponsel pintarnya. "Lihatlah bos," ucapnya seraya menyodorkan ponselnya yang su
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa