Begitu nikmatnya
Reynold sudah sampai di kediamannya, jam menunjukkan pukul 21.00.
Sekotak croissant masih berada di atas meja ruang tengah, jumlahnya masih sama, belum disentuh sedikitpun.
Reynold harus menyeleseikan ritualnya terlebih dulu, mandi yang biasanya membutuhkan waktu hampir tiga puluh menit. Dengan teliti dia membersihkan setiap jengkal tubuhnya, dia tidak menyukai bagian tubuhnya kotor atau bahkan berbau kurang sedap, lalu setelahnya mengoles cream khusus di sekujur tubuhnya. Dia adalah pria yang begitu merawat diri, tidak pernah sedikitpun lalai terhadap penampilannya, dia orang yang sangat berhati hati dalam menjaga setiap bagian tubuhnya.
Reynold terlihat berjalan ke
Rasa penasaran"Sekretaris Pete, bisakah aku membeli croissant seperti yang kau berikan kepadaku kemarin?" tanya Reynold ketika sudah berada di dalam mobil yang disupiri oleh Aldo. Seperti biasa ada tiga orang di dalam mobil itu, supir Aldo, sekretaris Pete dan tuan muda Reynold."Maaf tuan muda, croissant itu dibuat oleh adik ipar saya, tidak di jual, apakah tuan muda menyukainya?" tanya sekretaris Pete. Reynold terlihat menghela nafas panjang. "Kau tanya kepadaku? Seharusnya kau menanyakan itu kepada kakek," ucap Reynold yang dibalas dengan tawa kecil namun berusaha untuk ditutupi oleh Aldo dan sekretaris Pete. Mobil melaju dengan lamban, membelah jalanan ibu kota yang penuh sesak. Tidak ada habis habisnya semua mobil dan motor ini sa
Trend Baru Reynold sudah berada di gedung tempat dilaksanakannya meeteng penting, bersama dengan beberapa kolega pentingnya yang merupakan pengusaha sukses di Jakarta. Jam menunjukkan sisa waktu sekitar lima menit sebelum meeting penting itu di mulai. Di depan gedung Reynold terlihat hanya berdiam diri, dia mengamati kemeja biru mudanya yang tidak lagi rapi, ada beberapa lipatan dan bekas keringat. Baunyapun sudah mulai tidak karuan, bercampur baur, atara bau asap kenalpot, debu jalanan dan entah apa lagi yang mulai tercium abstrak. Dia tidak menyangka aksi nekatnya berjalan dengan niat mengejar waktu akan berakhir dengan berubahnya penampilan yang tadinya begitu rapi dan wangi. Reynold menghe nafas panjang, berusaha melonggarkan kerah bajunya, berhara
Reynold masuk ke dalam kantornya, dia melihat ada seorang wanita tengah merebahkan tubuh di sofa, kakinya dia angkat ke atas penyangga punggung, membuat roknya semakin turun ke arah perut. Matanya terpejam namun sepertinya itu hanya kepura puraan.Wanita itu menggunakan rok mini tanpa lengan, rok berwarna putih dengan renda biru muda di beberapa sisi, tipis dan nyaris transparan. Sesuai naluri alami seorang pria yang seharusnya, Reynold tidak berhenti memusatkan pandangan. Beberapa detik setelahnya wanita itu menoleh lalu tersenyum genit dengan sedikit memonyongkan bibirnya, seolah ingin mengecup dengan bibir terpoles pewarna bibir merah cerah."Monalisa," bisik Reynold."Rey, kenapa lama sekali, aku sudah lama menunggumu," ucap Monalisa manja. Dia menjentikkan jari ke arah Reynold, memberi isyarat untuk didatangi. Reynold berjalan ke arah Monalisa, duduk tepat di sebelah kakinya."Kau tidak merindukanku?" tanya Monalisa manja."Kau begitu seksi Re
Sang ratuMonalisa menenteng beberapa belanjaan, melebihi perkiraan dan itu sudah seperti biasanya, bukan hanya tas seharga delapan puluh juta, tetapi juga sepatu, baju, alat make up dan berbagai hal, mungkin total harganya setara mobil keluaran terbaru. Reynold sudah sangat tau dengan hal itu dan dia tidak pernah marah, hartanya terlampau banyak dan menurutnya itu hanya sebagian kecil, selama Monalisa masih menjadi kesukaannya, itu bukanlah hal besar.Monalisa tertawa sepuas puasnya, mana kala mendapati tangannya penuh dengan tas belanjaan, seperti seorang ratu yang tidak memikirkan berapa harga dari produk yang dibelinya, dia bisa membeli apapun yang diinginkannya. Menyenangkan dan ini adalah bagian yang paling ditunggu olehnya.
GetaranReynold turun dari mobil, terlihat melirik ke arah jam tangannya yang menunjukkan pukul 17.00. Masih cukup sore, tidak biasanya dia sudah berada di rumah di jam sore seperti ini. Reynold melangkahkan kaki menuju ke rumah mewah yang merupakan kediamannya, rumah bertingkat tiga dengan halaman luas yang dipenuhi pepohonan cantik yang terawat.Reynold berjalan dengan santai, namun tetap tegap, tidak menoleh ke mana mana, dia hanya melihat ke arah depan, ke tujuannya. Beberapa tukang kebun yang melihatnya mulai berhenti melakukan aktifitas dan menunduk hormat. Tiba tiba Reynold menghentikan langkahnya, tepat satu meter sebelum kakinya menginjak pintu rumah dari bahan kayu yang lebar itu.
Tak ada getaranMonalisa berdiri di pinggir jendela apartemen, melihat gemerlap cahaya lampu yang menyala terang di malam hari. Kemudian tangannya meraih sebatang rokok yang tergeletak di atas meja, dia bakar dan hisap dalam dalam. Pikirannya terbang mengingat dan memahami apa yang tadi Tania sampaikan, mengenai pencarian jodoh untuk Reynold. Sebenarnya dia sudah mengetahui hal itu, namun dia berusaha untuk tidak mempercayainya. Dalam dirinya dia masih memiliki keyakinan jika Reynold begitu menginginkannya dan akan tetap mempertahankannya. Dia tidak ingin kembali pada kehidupan lamanya, kembali ke club yang mengharuskan dia bekerja begitu keras. Itu begitu menyakitkan, pekerjaan itu membuatnya ingin menangis setiap hari. Tidak jarang dia harus menahan perih di pipinya karena perlakuan kasar dari tamu yan
PersainganReynold masuk ke dalam mobil, dengan suasana hati yang entah dia sendiripun tidak bisa menamainya."Aldo, coba hubungi sekretaris Pete apakah dia sudah di kantor," pinta Reynold pada supir pribadinya. "Baik tuan muda," ucap Aldo yang segera menghubungi sekretaris Pete untuk menanyakan keberadaannya."Iya tuan, sekretaris Pete sudah berada di kantor," ucap Aldo setelah menelephon."Baiklah, kita ke kantor sekarang," ucap Reynold yang dijawab dengan anggukan oleh Aldo. Mobil melaju meninggalkan parkiran luas di kediaman keluarga Hamzah. Melaju mulus tanpa suara ke arah kantor tuan muda ReynoldSepanjang jalan Reyno
Tawa KeherananRenata berdiri di depan pintu ruang kerja Reynold, mengenakan dress sepanjang lutut berwarna coklat muda. Rambutnya terurai panjang dibawah bahu, lurus, hitam pekat, dihiasi bando hitam bercorak emas. Wajahnya cantik, hidung sedikit mancung, mata sipit, dengan bibir tipis yang dipoles pewarna merah jambu. Renata merapikan kerah bajunya, bersiap masuk menemui pria tampan yang sempat diimpikannya, sewaktu melihat poster hebatnya sebagai CEO muda ternama, pernah diimpikannya seandainya bisa menjadi kekasih bahkan pendamping hidup, sekarang ini kesempatannya untuk mewujudkan mimpi. Renata menarik nafas panjang lalu melangkah masuk. Jantungnya berdegup kencang seolah hendak meloncat keluar dari da
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa