Sudah pukul delapan malam. Sejak sore tadi Alif menemani Felysia di apartemennya. Ya, sore tadi wanita itu sudah diizinkan ke luar dari rumah sakit. Dia meminta Alif untuk membantunya mengantar pulang.
Meski enggan tapi Alif akhirnya memutuskan untuk pergi menemui Felysia. Walau karena keputusannya itu dia terpaksa harus membatalkan menjemput Kamea dan meminta Doni untuk menggantikannya.
Felysia tak berhenti mengembangkan senyumnya. Dia bergelayut manja memeluk lengan tangan Alif. Meski laki-laki barkulit putih itu terus saja menghindar berusaha menolak perlakuannya.
"Fely, ini sudah malam. Aku harus segera pulang sekarang. Istriku pasti sudah menunggu di rumah," ujar Alif sembari melepaskan tangan Felysia dari merangkul tangannya.
Wanita itu memberenggut kesal. Dia cemburu karena Alif selalu saja mengkhawatirkan istrinya dibanding dirinya. Meski raga laki-laki beralis tebal itu ada di sini, tetapi p
Kamea mengernyitkan kedua alisnya ketika sederet angka terpampang di layar ponelnya. Sebuah nomor tidak dikenal dua kali mencoba menghubungi gadis itu. Dia menghela napas panjang, ragu untuk menerima panggilan itu karena dia tidak mengenal pemilik nomor itu."Ya, halo? Siapa ini?"Hening. Seseorang dari sebrang sana tidak langsung menyahuti sapaan Kamea. Gadis itu mengernyitkan alisnya. Dia mencoba melihat layar ponselnya untuk melihat apakan masih tersambung atau tidak. Tapi panggilan itu masih berjalan."Siapa ini?" tanyanya lgi.'Halo. Maaf mengganggu. Aku menghubungimu karna ponsel Reval tidak bisa dihubungi. Apa dia sudah sampai rumah dengan selamat?'Kamea terdiam mendengar suara wanita dari sebrang sana. Dia sedikit merasa heran, dari mana Felysia mendapatkan kontak nomornya?Belia itu melirik pintu kamar mandi yang masih tertutup. Belum ada tanda-tand
Pagi hari yang cerah, Kamea menyiapkan segala perlengkapan untuk suaminya bekerja. Mulai dari menyiapkan kemeja dan dasi, tas kerja dan juga sepatu serta kaus kaki. Walau Alif bisa melakukan semuanya sendiri, tapi Kamea ingin melakukannya agar mirip seperti para istri yang selalu diceritakan dalam tokoh sebuah novel yang sering ia baca."Hari ini gak ke kampus?" tanya Alif sambil mengenakan kemejanya. Dia melihat pantulan tubuh Kamea dari cermin di hadapannya."Enggak," jawabnya singkat. Kamea sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan kain handuk."Kepala kamu masih sakit? Kalau masih, kita periksa ke dokter," ujar Alif. Dia berjalan mendekati Kamea dan mendekap tubuh gadis itu dari belakang.Dia membenamkan wajahnya pada ceruk leher Kamea menghirup aroma wangi sampo yang gadis itu pakai. Sangat menyegarkan indera penciumannya."Udah mendingan kok," jawabnya.
Kamea tidak terlalu suka shoping seperti para gadis lainnya. Dia memang berasal dari keluarga berada tetapi tidak suka menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak terlalu penting. Kamea lebih suka menabung uang jajannya karena ia pikir dengan menabung dia tidak akan terlalu kesulitan nantinya jika memiliki keperluan yang mendesak.Mama Anita terus mengajak Kamea berkeliling dari toko satu ke toko lainnya. Wanita paruh baya itu memborong hampir semua produk yang sedang diskon. Dia bahkan memaksa menantunya untuk ikut berbelanja."Nah, ini cocok buat kamu, sayang."Mama Anita memberikan baju dress yang cocok untuk dikenakan oleh Kamea. Tanpa menunggu persetujuan dari menantu kesayangannya mama Anita langsung menyodorkan baju itu kepada pramuniaga."Ma, udahan belanjanya. Ini Mama udah borong banyak, loh," ujar Kamea sambil mengangkan tas-tas belanjaan yang ada di tangannya menunjukan kepada mama
Gadis itu bergeming dengan mulutnya yang sedikit terbuka. Dia syok atas pemandangan yang saat ini sedang ia lihat. Semua itu berhasil membuat napasnya terasa tercekat di kerongkongan.Dia memundurkan tubuh kecilnya hinggat tak sengaja menabrak sesuatu yang ada di belakang. Lalu dengan enggan gadis itu mendongak untuk melihatnya. Teduh iris mata berwarna hitam itu sudah berkaca-kaca."Maaf," ucap gadis itu lirih.Kemudian dia kembali tertunduk bersamaan dengan lolosnya setetes cairan bening saat gadis itu mengedipkan matanya. Dia menelan saliva yang terasa memahit. Sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi dari ruangan yang membuatnya sesak bagai kehilangan oksigen."Tasanee ...."Alif memanggil nama gadis yang sudah berlari ke luar dalam kondisi menangis. Dia hendak berlari mengejar Kamea, tapi niatnya tertahan karena Mama Anita tiba-tiba saja menarik tangannya de
Kamea berlari sambil menangis. Dia tidak memedulikan bisikan-bisikan orang-orang yang melihatnya. Dia terus berlari mengikuti ke manapun langkah kakinya membawa hingga tubuhnya terasa lelah.Dia tidak tahu sedang berada di mana saat ini. Yang jelas gadis itu ingin pergi sejauh mungkin. Menghilang dari kehidupan yang menyakitkan ini.Kamea menepuk-tepuk dadanya yang sesak. Bayangan tentang Alif berputar di otaknya. Setiap kenangan yang pernah ia lewati bersama laki-laki itu baik cerita manis bahkan yang membuatnya menangis. Hingga bayangan saat ia melihat suaminya itu sedang bercumbu dengan wanita lain.Bukan hanya hati bahkan saat ini kepalanya pun terasa sangat sakit hingga terasa seperti akan pecah. Setelah menepuk dadanya, tangan kurus itu beralih menjambak rambut. Berharap bisa mengurangi sedikit rasa sakitnya."Kenapa sakit sekali, Tuhan? Apa Kau akan mencabut nyawaku sekarang?"
Bukannya mendapatkan informasi tentang keberadaan Kamea ketika ia memasuki rumah besar kediaman orang tuanya itu. Tapi yang di dapat adalah tamparan yang keras secara tiba-tiba sehingga telinganya berdengung selama beberapa detik."Anak kurang ajar! Beraninya kau mengkhianati istrimu sendiri, bermain api di belakangnya!"Papa Pradana sudah mendengar ceritanya dari Mama Anita. Dan lelaki paruh baya itu terulut emosi atas tingkah putranya yang telah menyakiti hati Kamea. Iris mata tua itu menyipit tajam berapi-api.Rahangnya mengeras mengeluarkan suara gemeletup dari sela-sela giginya. "Papa gak pernah mengajarkan kamu untuk menyakiti seorang wanita! Apa kau lupa, kau juga terlahir dari rahim seoirang wanita. Seharusnya kau berpikir dahulu sebelum menyakiti hati istrimu sendiri! Papa benar-benar kecewa sama kamu!"Alif meringis merasakan perih pada wajahnya akibat tamparan keras dari papanya. Iris berw
"Dia mengalami stress itu sebabnya pingsan," jelas seorang dokter kepada wanita paruh baya. "Maaf, apa pasien suka mengkonsumsi obat penenang?" tanya dokter itu lagi.Wanita paruh baya itu mengernyitkan kedua alisnya. Kemudian dia menggelengkan pelan kepalanya, tidak tahu. "Saya menemukannya pingsan di jalan. Saya tidak tahu sama sekali tentang gadis ini," jawabnya.Ya, gadis yang sedang dibicarakan oleh dokter dan wanita paruh baya itu tak lain ialah Kamea. Maya -nama wanita paruh baya yang membawa Kamea- tidak membawa Kamea ke rumah sakit, melainkan ke kediamannya. Dan sekarang belia itu sedang terbaring masih tak sadarkan diri di dalam kamar tamu.Dokter keluarga Maya menghela napas panjang. "Jika dugaan saya benar gadis itu pengguna obat penenang, keluarganya harus diberitahu karena efeknya sangat buruk untuk kelanjutan hidup gadis ini. Memang pada awalnya, obat penenag bisa membantu agar kita tidak kesulitan tidur s
"Kenapa istriku bisa bersamamu? Dan apa yang sudah terjadi padanya?" tanya Alif kepada Abimanyu.Dia menatap sendu wajah sang istri yang sedang tertidur cukup lama. Kemudian beralih menatap Abimanyu yang berdiri di belakangnya.Pemuda itu menghela napas panjang. Sebenarnya dia tidak bermaksud untuk memberitahukan Alif tentang keadaan Kamea saat ini yang sedang tinggal di rumah orang tuanya. Tetapi, melihat gadis itu kembali tak sadarkan diri setelah beberapa waktu yang lalu terbangun dan sempat berbicara dengannya sebentar, hatinya menjadi terketuk. Apa lagi sejak semalaman belia itu bergumam. Dia menangis dan terus menggumamkan nama Alif."Saya tidak tahu. Kemarin Mama menemukan dia pingsan dan hampir tertabrak mobil itu sebabnya mama saya membawa Ami ke sini," ujar Abimanyu tanpa dilebih-lebihkan ataupun dikurang-kurangkan."Tadi dia sempat bangun sebentar dan berbicara denganku. Tapi kemudian, set
"Mi, selamat, ya. Aku turut bahagia atas pernikahan kamu, semoga kalian bahagia." Abimanyu bersalaman dengan Kamea. Pemuda itu menatap lamat wajah gadis yang pernah dicintainya. Senyumnya masih sama, terlihat manis seperti senyum yang nampak saat pertama kali mereka bertemu. "Makasih, Bi. Semoga kamu juga cepat menyusul, ya." Abimanyu tersenyum kecut mendengar kalimat yang diucapkan oleh Kamea. Lantas kemudian pemuda itu menghela napas panjang. "Doakan saja, semoga bisa secepatnya," sahutnya lirih. "Hei, dilarang berlama-lama menatap istriku seperti itu!" Abimanyu langsung menoleh ke arah laki-laki yang ada di samping Kamea. Seperti biasanya suami dari sahabatnya itu akan selalu memasang wajah waspada setiap kali ia dekat dengan istrinya. "Ya, ya, ya! Aku tahu dan aku tidak akan merebutnya," sahut Abimanyu sambil tersenyum miring. Kemudian dia mel
Malam ini suasana di kediaman Pradana terlihat sangat ramai. Rumah megah dan mewah itu didekor dengan sedemikian rupa sehingga terlihat gemerlap indah. Tamu-tamu penting mulai berdatangan satu persatu untuk menemui tuan rumah.Di dalam sebuah ruangan berukuran cukup luas seorang gadis sudah siap dengan gaun cantik berwarna putih tulang. Paras cantik itu semakin terlihat anggun dengan mengenakan sedikit polesan make up dari perias handal yang disewa oleh keluarga Pradama secara khusus.Gadis itu berbalik melihat ke arah pintu ketika tiba-iba seseorang membukanya dari luar. Kedua sudut bibir tipis itu tertarik ke atas membentuk senyum yang sangat manis menyapa sosok laki-laki yang sangat dicintainya sejak lama."Sayang, kenapa masih di sini? Ayok kita ke bawah. Para tamu sudah menunggu," ujar Alif kepada sang istri tercinta.Dia berjalan mendekati gadisnya dengan pandangan yang terpusat pada wajah sang
"Alif, kenapa kamu ada di sini? Kamea sama siapa?" Mama Anita yang baru saja tiba di rumah sakit tak sengaja berpapasan dengan putranya yang juga baru saja kembali dari luar sehabis membelikan makanan untuk Kamea. "Ma, aku habis membelikan makanan untuk Sanee. Tadi dia bersama Fely," sahut Alif sambil mengangkat kantung kresek di tangannya. Kedua bola mata Mama Anita membulat. Tak percaya dengan yang baru saja ia dengar. Putranya dengan mudah meninggalkan menantu kesayangannya berdua dengan Felysia, wanita yang sudah menyebabkan Kamea seperti sekarang ini. "Apa?! Kenapa kamu membiarkan wanita itu bersama menantuku? Gimana kalau dia menyakiti Kamea?" Mama Anita menggerutu geram atas kecerobohan putranya. Biar bagaimanapun Felysia adalah wanita yang sedang terobsesi cinta putra semata wayangnya yang saat ini sudah menikah dengan Kamea. Bila ia bisa nekad memaksa Alif untu
Alif pergi ke luar untuk membelikan makanan untuk Kamea. Sebenarnya dia enggan pergi meninggalkan istrinya itu sendirian ditemani oleh Felysia. Tetapi belia itu memaksa, Alif terpaksa tetap pergi. Namun sebelum itu, ia terlebih dulu memperingatkan kepada Felysia untuk tidak berbuat macam-macam kepada istrinya.Suasana di dalam ruangan menjadi hening untuk beberapa saat setelah Alif pergi. Dua wanita berbeda usia itu terdiam mengumpulkan kata-kata yang hendak mereka bicarakan. Felysia berjalan mendekat dan duduk di kursi yang ada di samping ranjang Kamea."Gimana kedaaan kamu sekarang?" Setelah beberapa saat terdiam, Felysia membuka percakapan dengan menanyakan kabar Kamea."Sudah lebih baik," sahut Kamea singkat.Setelah itu suasana kembali menjadi hening untuk beberapa detik hingga Felysia kembali membuka percakapan untuk mengurai rasa canggung yang sedang melingkupi ruangan."U
"Kamu gak ada yang mau ditanyakan sama, Mas?"Belia itu tak langsung menjawab. Dia memikirkan pertanyaan apa yang harus ia tanyakan kepada suaminya itu. Beberapa detik kemudian, Kamea menggelengkan pelan kepalanya sehingga menimbulkan gesekan di dada bidang Alif.Kedua sudut bibir tebal itu tertarik ke atas mengulas sebuah senyum. Lalu laki-laki berkulit putih itu mendesahkan napas di udara. Lembut tangan kekarnya mengusap kepala sang istri. Bersyukur dia tidak jadi kehilangan gadisnya.Entah, mungkin saja ia akan menjadi gila andai gadisnya itu pergi meninggalkannya. Memikirkan semua itu, Alif mengeratkan dekapannya. Dia benar-benar takut kehilangan Kamea. Beberapa saat kemudian, Alif merenggangkan tubuhnya dari tubuh Kamea."Kalau begitu, Mas yang ingin bertanya sama kamu. Boleh?"Kamea menatap dalam manik mata suaminya. Kedua alisnya saling bertautan hingga membentuk garis hal
Seorang laki-laki berparas tampan mengintip dari kaca pintu. Melihat sang istri tertawa lepas barsama sahabatnya. Manis, cantik dan ... menggemaskan.Dia menghela napas panjang. Kemudian, tawa itu seolah menular padanya. Kedua sudut bibir laki-laki itu tertarik ke atas membentuk senyum."Kau, mau sampai kapan berdiri di sini?"Alif terlonjak kaget mendapati Doni sudah ada di hadapannya. Entah sejak kapan sahabatnya itu sudah ada di sana. Seingatnya, baru saja laki-laki berkaca mata itu masih tertawa ria di dalam bersama Kamea."Temui istrimu dan selesaikan semuanya sekarang. Kamu benar-benar tidak ingin kehilangannya, bukan?" ujar Doni lagi.Kedua bola mata berlensa cokelat itu membulat. Tentu saja dia tidak ingin kehilangan gadisnya.Alif menghela napas panjang dan menghembusiannya secara perlahan. Iris matanya menoleh ke arah gadis yang saat ini sedang bersandar di tempat tidur sambil memainkan ponselnya.Kemudi
Alif menatap sendu dari kejauhan melihat Kamea sedang berada di taman rumah sakit di temani Abimanyu. Gadis itu terlihat tersenyum mendengarkan Abimanyu bercerita.Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Yang jelas sesuatu di sini sedang meremas-remas hati Alif. Kedua tangannya mengepal erat dan rahangnya mengeras setiap kali melihat gadis itu tertawa riang."Bagaimana rasanya, melihat orang yang kita cintai tersenyum bersama orang lain?" tanya Doni.Dia baru saja datang, sengaja ingin menjenguk istri dari sahabatnya itu. Dia terpaku selama beberapa detik melihat Alif yang sedari tadi tidak mengalihkan pandangannya. Doni penasaran.Ia pun mengikuti arah pandangan Alif. Laki-laki berkacamata itu menyunggingkan senyum miring. Kemudian menepuk sebelah pundak Alif."Yang kamu rasakan saat ini, begitulah yang dia rasakan saat melihatmu bersama Felysia," ucap Doni lagi.Alif menghela napas panjang. Dia menoleh ke arah Doni yang s
"Abi ...."Abimanyu langsung menunduk melihat gadis yang baru saja memanggil namanya."Aku ada di mana?" gumamnya pelan. Seingatnya terakhir kali ia bangun masih ada di rumah Abimanyu."Ami, kamu sudah bangun? Syukurlah. Aku sangat senang akhirnya kamu bangun juga, Mi," ucap Abimanyu. "Sekarang kamu sedang dirawat di rumah sakit," sambungnya lagi.Dia tersenyum bahagia karena akhirnya Kamea mau membuka matanya. Terlebih, gadis itu langsung memanggil namanya."Sayang, kamu sudah bangun? Apa yang kamu rasakan sekarang? Apa kamu ingin minum?"Mengetahui Kamea sadar, Alif langsung menghampiri belia itu. Ia menggenggam erat telapak tangan Kamea dan menciuminya beberapa kali.Dia menatap lamat wajah Kamea dengan iris berkaca-kaca. Sementara belia itu hanya diam dengan pandangan kosong."Sayang, syukurlah akhirnya kamu bangun." Mama Anita langsung menghampiri Kamea.Abimanyu menggeser tubuhny
Abimanyu berjalan melangkahkan kakinya mendekat. Dia ingin menjenguk Kamea yang sudah seminggu ini masih belum juga sadarkan diri. Dia mendekat ke arah Alif yang sedang duduk di samping tepi tempat tidur Kamea."Sabar saja, dia pasti akan segera bangun," ucapnya kepada Alif.Laki-laki beralis tebal itu tersenyum tipis kemudian mengangguk pelan.Abimanyu berjalan ke sisi lain ranjang Kamea. Dia menatap wajah tenang gadis yang sedang menutup matanya cukup lama.'Bangun Mi, aku kangen sama kamu. Jangan seperti ini, Mi. Aku yakin kamu gadis yang kuat. Kamu pasti bisa melewati masa tersulit dalam hidupmu. Sudah cukup tidurnya, Mi. Coba bukalah mata kamu, lihatlah banyak orang yang menyayangimu, termasuk aku.'"Jangan berlama-lama menatapnya seperti itu. Apa kau mau aku mencolongkel matamu?!" tegur Alif ketus.Abimanyu menghela napas panjang. Dia mendelikkan matany