Sejak Alif mempertegas tentang perasaannya terhadap Kamea yang hanya menganggap gadis itu seperti adik baginya. Gadis belia itu memutuskan untuk menjaga jarak dari Alif.
Kamea masih bersikap sama seperti biasanya, cerewet dan petakilan. Ya, walau dalam mode biasa saja. Tak lagi mencuri cium atau pun mengucapkan kata-kata yang menjurus mengutarakan perasaannya kepada lelaki itu.
Ia harus bisa menata hati agar suatu hari, bila Alif benar-benar akan berpisah dengannya, Kamea sudah siap. Setidaknya hati gadis itu tidak akan terlalu terluka karena sudah banyak berharap.
Meski pada kenyataannya, tak semudah itu ia menekan perasaannya sendiri agar bisa menjauh dari Alif. Cintanya sudah melekat di hati sejak gadis itu masih kecil. Jadi, butuh waktu panjang untuk bisa menetralkan kembali perasaannya.
Apa lagi status mereka saat ini masih "suami-istri
"Om, balikin ponsel aku. Kebiasaan banget deh!" gerutu Kamea. Ya, bukan hanya kali ini saja Alif mengambil paksa ponselnya setiap ia menerima pesan atau panggilan masuk dari temannya. Lelaki itu akan lebih agresif jika yang menghubunginya adalah Abimanyu. Entah apa maksudnya? Kamea pun tak mengerti. Yang jelas, ia sangat-sangat geram dengan tingkah lelaki berkulit putih itu. Egois. Kamea tidak dibiarkan berdekatan dengan lelaki manapun termasuk Abimanyu. Sementara Kamea sendiri tidak tahu apapun tentang Alif. Apakah lelaki itu selalu dekat dengan wanita lain atau tidak. Atau bahkan mungkin ia telah kembali bersama kekasihnya. Entahlah. Memikirkan semua itu hanya akan membuat hatinya berdesir ngilu dan ingin menangis saja. "Katakan pada saya, apa kamu memiliki hubungan spesial dengan leleki itu?" tanya Alif. Iris mata cokelat
"Woah, jadi ini loh Bali yang biceritain teman-temanku?" tutur Kamea sambil mengedarkan pandangannya ke luar melalui kaca mobil.Ya, saat ini mereka sudah tiba di Bali dan sedang dalam perjalanan menuju ke hotel. Mama Anita sudah mempersiapkan semuanya, bahkan membayar seseorang untuk mengantar jemput mereka ke manapun mereka akan pergi berlibur selama di sana.Alif menoleh dan mengernyitkan alisnya. "Kamu belum pernah ke bali?" tanyanya penasaran.Belia itu berbalik menatap Alif. Polos gadis itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Entahlah, aku lupa."Belia itu menyeringai polos memperlihatkan sederet gigi putihnya. Sedangkan Alif, lelaki itu terkekeh pelan sambil menggeleng-geleng kepala."Pantas saja hari itu kamu bersemangat ingin pergi," ledek Alif.Kamea mendelikkan matanya. "Kalau mau ke sini, lalu kenapa kemarin minta dibatalkan?" tanya Alif.
"Om, kita pergi ke sana, ya. Di sana pemandangannya lebih bagus," ajak Kamea.Gadis itu menarik paksa tangan Alif untuk mengikuti ke arah yang ditunjuknya. Lelaki berkaus putih dengan kacamata hitam menutupi matanya itu hanya menurut saja tanpa bantahan sedikit pun.Saat ini mereka sedang ada di pantai menikmati pemandangan sore hari. Awalnya Alif akan membawa Kamea pergi ke pantai besok, karena hari ini masih merasa lelah setelah perjalanan.Tapi gadis belia itu tak berhenti membujuknya. Karena tidak tahan lagi melihat Kamea cemberut mendiamkannya, akhirnya Alif mengalah. Seusai makan makan siang, mereka pun pergi ke pantai."Om, tolong ambil gambarku yang banyak, ya. Fotoinnya yang bagus, jangan asal," ucap Kamea. Dia memberikan ponselnya kepada Alif.Gadis itu berpose dengan berbagai macam gaya sementara Alif terus mengambil gambar gadis itu dengan kamera ponsel.
Alif sudah tidak sabar menunggu Kamea selesai besiap. Mereka akan makan malam di restoran hotel. Lelaki berwajah datar itu melenggang menemui Kamea yang masih betah di depan cermin."Kamu sedang apa? Kenapa lama sekali?" gerutu Alif tak sabar.Gadis itu beranjak dari duduknya berbalik menghadap ke arah Alif. Ia memang sudah siap memoles tipis wajahnya agar tidak terlalu kelihatan pucat."Uda siap, kok. Yuk, berangkat," ajak Kamea seraya meraih tas kecil miliknya dan melenggang menghampiri Alif yang terpaku di tempatnya."Mas? Ayo," tegur Kamea karena lelaki itu malah bergeming sambil menatapnya tak berkedip."Kamu mau ke mana?" tanyanya.Gadis itu mengernyitkan kedua alisnya. Ia menggaruk pelipis yang tak gatal karena bingung. Bukankah mereka sudah sepakat akan pergi makan malam? Lalu mengapa Alif bertanya seolah ia tidak tahu Kamea akan pergi ke mana?
Setelah menunggu beberapa saat akhirnya seorang pelayan datang membawakan makanan yang dipesannya.Alif melihat ke arah Kamea yang sedari tadi sedang memainkan ponsel sambil rebahan."Makanannya sudah datang, ayo kita makan dulu," ajak Alif.Kamea masih tak memalingkan wajahnya dari layar ponsel. Entah apa yang sedang gadis itu lihat di sana hingga ia sama sekali tidak tertarik untuk melihat Alif walau hanya sekilas."Dia masih marah," gumam Alif pelan.Lelaki itu mendecakan lidah, lalu kemudian menghela napas panjang. Sebenarnya ia ingin bersikap tak peduli. Tetapi hati kecilnya ingin membujuk gadis itu agar tidak lagi marah padanya.Dengan mengenyampingkan ego, Alif melangkah mendekati Kamea. Lelaki yang masih mengenakan kemeja berwarna biru gelap itu duduk di samping tepi tempat tidur."Sanee," panggilnya. Gadis itu hanya merespons den
Alif panik ketika melihat gadis di hadapannya menangis. Apa sikapnya keterlaluan? Tapi, bukankah legal baginya untuk menyentuh gadis itu? Apa mungkin dia mencintai lelaki lain?Otak Alif dipenuhi pertanyaan-pertanyaan tentang perasaan Kamea saat ini. Kecewa saat ia memikirkan alasan gadis itu menangis karena gadis itu mulai mencintai laki-laki lain selain dirinya. Dia mendesah kasar, kedua tangannya mengepal erat."Enggak. Aku gak memiliki utang apapun sama, Mas. Pokoknya aku gak akan izinin Mas mencium bibirku lagi. Kecuali ... kecuali kalau Mas sudah benar-benar mencintaiku," ucap Kamea dengan menekankan kalimat terakhirnya.Gadis itu beranjak dan pergi menuju ke kamar mandi. Ia menutup mulutnya agar Alif tidak mendengar tangisnya.Bukan tentang mencium bibirnya yang menjadi permasalahan bagi Kamea. Tetapi tentang sikap Alif yang melakukan hal itu tanpa memiliki sedikitpun perasaan untuknya. Gadis
Cahaya sinar matahari pagi menyeruak masuk melalui celah kaca jendela menyilaukan mata lelaki yang masih bergelung dalam selimutnya. Dia mengerjapkan mata, menyesuaikan dengan cahaya itu.Hal pertama yang ia lihat saat membuka mata, adalah gadis belia yang masih terlelap. Wajah polos nan cantik itu meneduhkan hati. Entah mulai sejak kapan wajah itu mulai menjadi candu, yang membuatnya selalu ingin terus memandangi wajah itu.Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas menampakkan sebuah senyum. Iris berwarna cokelatnya berdinar terus memandangi wajah itu. Ia mengusap anak rambut yang menghalangi kecantikannya, menyelipkan ke belakang telinga dengan lembut dan hati-hati agar tidak mengganggu tidur belia itu.Senyum itu pudar ketika melihat Kamea mengerjap, merasa terusik dengan sentuhan tangan Alif. Kesadaran gadis itu belum sepenuhnya terkumpul ketika iris hitamnya mendapati Alif yang tengah memandanginya.
"Kenapa tiba-tiba kita harus pulang sekarang, bukannya lusa? Apa ada masalah?"Jujur saja Kamea merasa bingung dengan sikap Alif yang tiba-tiba saja mengajaknya pulang hari sore itu juga setelah menerima sebuah pesan dari seseorang. Padahal sebelumnya Alif berjanji akan memanfaatkan waktu liburan agar semakin menyenangkan. Gadis itu membereskan semua pakaiannya dan juga Alif ke dalam koper.Alif menghela napas panjang. Sebegitu senangnya mendapat kabar tentang Felysia hingga melupakan saat ini ada gadis yang seharusnya ia prioritaskan. Lelaki itu tak langsung menjawab, ia menatap lamat punggung mungil yang sedang duduk sambil memebereskan barang-barangnya."Sanee," panggilnya.Belia itu memutar kepala untuk melihat ke arah Alif. "Ya?"Alif melangkah mendekati belia itu. Dia mendudukkan tubuhnya di samping Kamea. Iris matanya lamat menatap lekat netra berbinar gadis itu.&n
"Mi, selamat, ya. Aku turut bahagia atas pernikahan kamu, semoga kalian bahagia." Abimanyu bersalaman dengan Kamea. Pemuda itu menatap lamat wajah gadis yang pernah dicintainya. Senyumnya masih sama, terlihat manis seperti senyum yang nampak saat pertama kali mereka bertemu. "Makasih, Bi. Semoga kamu juga cepat menyusul, ya." Abimanyu tersenyum kecut mendengar kalimat yang diucapkan oleh Kamea. Lantas kemudian pemuda itu menghela napas panjang. "Doakan saja, semoga bisa secepatnya," sahutnya lirih. "Hei, dilarang berlama-lama menatap istriku seperti itu!" Abimanyu langsung menoleh ke arah laki-laki yang ada di samping Kamea. Seperti biasanya suami dari sahabatnya itu akan selalu memasang wajah waspada setiap kali ia dekat dengan istrinya. "Ya, ya, ya! Aku tahu dan aku tidak akan merebutnya," sahut Abimanyu sambil tersenyum miring. Kemudian dia mel
Malam ini suasana di kediaman Pradana terlihat sangat ramai. Rumah megah dan mewah itu didekor dengan sedemikian rupa sehingga terlihat gemerlap indah. Tamu-tamu penting mulai berdatangan satu persatu untuk menemui tuan rumah.Di dalam sebuah ruangan berukuran cukup luas seorang gadis sudah siap dengan gaun cantik berwarna putih tulang. Paras cantik itu semakin terlihat anggun dengan mengenakan sedikit polesan make up dari perias handal yang disewa oleh keluarga Pradama secara khusus.Gadis itu berbalik melihat ke arah pintu ketika tiba-iba seseorang membukanya dari luar. Kedua sudut bibir tipis itu tertarik ke atas membentuk senyum yang sangat manis menyapa sosok laki-laki yang sangat dicintainya sejak lama."Sayang, kenapa masih di sini? Ayok kita ke bawah. Para tamu sudah menunggu," ujar Alif kepada sang istri tercinta.Dia berjalan mendekati gadisnya dengan pandangan yang terpusat pada wajah sang
"Alif, kenapa kamu ada di sini? Kamea sama siapa?" Mama Anita yang baru saja tiba di rumah sakit tak sengaja berpapasan dengan putranya yang juga baru saja kembali dari luar sehabis membelikan makanan untuk Kamea. "Ma, aku habis membelikan makanan untuk Sanee. Tadi dia bersama Fely," sahut Alif sambil mengangkat kantung kresek di tangannya. Kedua bola mata Mama Anita membulat. Tak percaya dengan yang baru saja ia dengar. Putranya dengan mudah meninggalkan menantu kesayangannya berdua dengan Felysia, wanita yang sudah menyebabkan Kamea seperti sekarang ini. "Apa?! Kenapa kamu membiarkan wanita itu bersama menantuku? Gimana kalau dia menyakiti Kamea?" Mama Anita menggerutu geram atas kecerobohan putranya. Biar bagaimanapun Felysia adalah wanita yang sedang terobsesi cinta putra semata wayangnya yang saat ini sudah menikah dengan Kamea. Bila ia bisa nekad memaksa Alif untu
Alif pergi ke luar untuk membelikan makanan untuk Kamea. Sebenarnya dia enggan pergi meninggalkan istrinya itu sendirian ditemani oleh Felysia. Tetapi belia itu memaksa, Alif terpaksa tetap pergi. Namun sebelum itu, ia terlebih dulu memperingatkan kepada Felysia untuk tidak berbuat macam-macam kepada istrinya.Suasana di dalam ruangan menjadi hening untuk beberapa saat setelah Alif pergi. Dua wanita berbeda usia itu terdiam mengumpulkan kata-kata yang hendak mereka bicarakan. Felysia berjalan mendekat dan duduk di kursi yang ada di samping ranjang Kamea."Gimana kedaaan kamu sekarang?" Setelah beberapa saat terdiam, Felysia membuka percakapan dengan menanyakan kabar Kamea."Sudah lebih baik," sahut Kamea singkat.Setelah itu suasana kembali menjadi hening untuk beberapa detik hingga Felysia kembali membuka percakapan untuk mengurai rasa canggung yang sedang melingkupi ruangan."U
"Kamu gak ada yang mau ditanyakan sama, Mas?"Belia itu tak langsung menjawab. Dia memikirkan pertanyaan apa yang harus ia tanyakan kepada suaminya itu. Beberapa detik kemudian, Kamea menggelengkan pelan kepalanya sehingga menimbulkan gesekan di dada bidang Alif.Kedua sudut bibir tebal itu tertarik ke atas mengulas sebuah senyum. Lalu laki-laki berkulit putih itu mendesahkan napas di udara. Lembut tangan kekarnya mengusap kepala sang istri. Bersyukur dia tidak jadi kehilangan gadisnya.Entah, mungkin saja ia akan menjadi gila andai gadisnya itu pergi meninggalkannya. Memikirkan semua itu, Alif mengeratkan dekapannya. Dia benar-benar takut kehilangan Kamea. Beberapa saat kemudian, Alif merenggangkan tubuhnya dari tubuh Kamea."Kalau begitu, Mas yang ingin bertanya sama kamu. Boleh?"Kamea menatap dalam manik mata suaminya. Kedua alisnya saling bertautan hingga membentuk garis hal
Seorang laki-laki berparas tampan mengintip dari kaca pintu. Melihat sang istri tertawa lepas barsama sahabatnya. Manis, cantik dan ... menggemaskan.Dia menghela napas panjang. Kemudian, tawa itu seolah menular padanya. Kedua sudut bibir laki-laki itu tertarik ke atas membentuk senyum."Kau, mau sampai kapan berdiri di sini?"Alif terlonjak kaget mendapati Doni sudah ada di hadapannya. Entah sejak kapan sahabatnya itu sudah ada di sana. Seingatnya, baru saja laki-laki berkaca mata itu masih tertawa ria di dalam bersama Kamea."Temui istrimu dan selesaikan semuanya sekarang. Kamu benar-benar tidak ingin kehilangannya, bukan?" ujar Doni lagi.Kedua bola mata berlensa cokelat itu membulat. Tentu saja dia tidak ingin kehilangan gadisnya.Alif menghela napas panjang dan menghembusiannya secara perlahan. Iris matanya menoleh ke arah gadis yang saat ini sedang bersandar di tempat tidur sambil memainkan ponselnya.Kemudi
Alif menatap sendu dari kejauhan melihat Kamea sedang berada di taman rumah sakit di temani Abimanyu. Gadis itu terlihat tersenyum mendengarkan Abimanyu bercerita.Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Yang jelas sesuatu di sini sedang meremas-remas hati Alif. Kedua tangannya mengepal erat dan rahangnya mengeras setiap kali melihat gadis itu tertawa riang."Bagaimana rasanya, melihat orang yang kita cintai tersenyum bersama orang lain?" tanya Doni.Dia baru saja datang, sengaja ingin menjenguk istri dari sahabatnya itu. Dia terpaku selama beberapa detik melihat Alif yang sedari tadi tidak mengalihkan pandangannya. Doni penasaran.Ia pun mengikuti arah pandangan Alif. Laki-laki berkacamata itu menyunggingkan senyum miring. Kemudian menepuk sebelah pundak Alif."Yang kamu rasakan saat ini, begitulah yang dia rasakan saat melihatmu bersama Felysia," ucap Doni lagi.Alif menghela napas panjang. Dia menoleh ke arah Doni yang s
"Abi ...."Abimanyu langsung menunduk melihat gadis yang baru saja memanggil namanya."Aku ada di mana?" gumamnya pelan. Seingatnya terakhir kali ia bangun masih ada di rumah Abimanyu."Ami, kamu sudah bangun? Syukurlah. Aku sangat senang akhirnya kamu bangun juga, Mi," ucap Abimanyu. "Sekarang kamu sedang dirawat di rumah sakit," sambungnya lagi.Dia tersenyum bahagia karena akhirnya Kamea mau membuka matanya. Terlebih, gadis itu langsung memanggil namanya."Sayang, kamu sudah bangun? Apa yang kamu rasakan sekarang? Apa kamu ingin minum?"Mengetahui Kamea sadar, Alif langsung menghampiri belia itu. Ia menggenggam erat telapak tangan Kamea dan menciuminya beberapa kali.Dia menatap lamat wajah Kamea dengan iris berkaca-kaca. Sementara belia itu hanya diam dengan pandangan kosong."Sayang, syukurlah akhirnya kamu bangun." Mama Anita langsung menghampiri Kamea.Abimanyu menggeser tubuhny
Abimanyu berjalan melangkahkan kakinya mendekat. Dia ingin menjenguk Kamea yang sudah seminggu ini masih belum juga sadarkan diri. Dia mendekat ke arah Alif yang sedang duduk di samping tepi tempat tidur Kamea."Sabar saja, dia pasti akan segera bangun," ucapnya kepada Alif.Laki-laki beralis tebal itu tersenyum tipis kemudian mengangguk pelan.Abimanyu berjalan ke sisi lain ranjang Kamea. Dia menatap wajah tenang gadis yang sedang menutup matanya cukup lama.'Bangun Mi, aku kangen sama kamu. Jangan seperti ini, Mi. Aku yakin kamu gadis yang kuat. Kamu pasti bisa melewati masa tersulit dalam hidupmu. Sudah cukup tidurnya, Mi. Coba bukalah mata kamu, lihatlah banyak orang yang menyayangimu, termasuk aku.'"Jangan berlama-lama menatapnya seperti itu. Apa kau mau aku mencolongkel matamu?!" tegur Alif ketus.Abimanyu menghela napas panjang. Dia mendelikkan matany