Langit mendung masih menggantung ketika Mahen meninggalkan gudang, petunjuk yang dia dapatkan pagi itu terasa seperti pintu kecil yang terbuka ke dalam labirin yang jauh lebih besar dan gelap. Langkahnya cepat dan mantap. Namun, dibalik ketenangannya, pikirannya berputar seperti badai. Nota pembayaran misterius yang tercatat atas nama Aditya, tapi berhubungan dengan Ganesha Corporation, semakin mengukuhkan dugaannya bahwa kebakaran dan penghancuran bisnisnya bukan sekadar dendam pribadi. Ini adalah pertempuran dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari Aditya sendiri.Mahen mengemudi menuju rumah dengan keheningan yang membebani, pandangannya lurus ke jalan yang berkelok. Sesekali tatapannya beralih ke cermin spion, mengamati jalanan di belakangnya dengan cemas, perasaan bahwa ia sedang diawasi semakin nyata. Namun, tidak ada mobil yang mencurigakan. Hanya ketenangan kota yang tampak sepi di pagi itu. Namun bagi Mahen, ketenangan itu penuh dengan ancaman yang tak terlihat.Sesampa
Mahen meninggalkan kantor polisi dengan Bas di sisinya, langkah-langkah mereka bergema di koridor yang sepi. Pikirannya terpusat pada satu nama, Alexander. Setiap kali nama itu terlintas, perasaan marah dan dendam menggelegak di dadanya. Bukan hanya soal bisnis yang dihancurkan atau kebakaran yang direncanakan, tapi ini lebih dalam. Alexander tidak hanya mencoba menghancurkan Mahen secara finansial, dia ingin menghancurkan hidupnya, mengambil apa yang paling penting dalam hidup Mahen, keluarganya."Alexander adalah kuncinya," kata Bas, suara berat pria itu mengusik keheningan. “Kita sudah punya titik terang, Tuan Mahen. Tapi, langkah selanjutnya akan sangat berbahaya. Dia tahu kita sedang memburu jejaknya."Mahen mendesah pelan, memijit pelipisnya yang berdenyut. "Aku tahu, Bas. Dan itu yang membuatku semakin yakin. Kita sudah terlalu jauh untuk mundur. Kita tidak punya pilihan lain selain terus maju."Bas mengangguk, tak ada keraguan di wajahnya. Sejak awal, dia adalah orang yang
Malam di pelabuhan telah berlalu, tapi suasana tegang itu belum memudar dari benak Mahen. Perburuan mereka terhadap Alexander hanya memberikan sepotong kecil dari teka-teki besar yang belum terselesaikan. Meski pria itu telah ditangkap, perasaan bahwa ada kekuatan yang lebih besar masih bersembunyi di balik kegelapan terus menghantui Mahen. Ganesha Corporation masih di luar sana, merancang sesuatu yang lebih berbahaya.Pagi itu, Mahen duduk di ruang kerjanya, memandangi catatan yang berserakan di mejanya. Tumpukan dokumen, laporan, dan catatan dari polisi seolah menatapnya dengan ancaman yang tak tersuarakan. Di tengah lautan informasi itu, ada satu nama yang kini menghantui setiap langkah penyelidikannya, Indra Jaya Trading. Perusahaan cangkang itu mungkin tampak kecil, tapi dibalik dindingnya tersembunyi kekuatan yang lebih besar dari yang bisa dibayangkan.Mahen meraih secangkir kopi yang sudah mendingin di meja, menghela nafas panjang. Malam yang tidak tenang dan pikiran yang t
Mobil Mahen melaju kencang di bawah langit malam yang kelam, meninggalkan jejak di jalanan sepi. Di belakangnya, bahaya yang tak terlihat terus membayangi. Bas, yang duduk di kursi pengemudi, sesekali melirik spion, memantau jalan di belakang mereka dengan kecemasan yang tak tersuarakan. Arleta, yang duduk di kursi belakang, menggenggam erat tangannya di atas perutnya. Ada ketegangan di setiap sudut mobil itu. Namun dibalik ketakutan yang menyelimuti mereka, ada sesuatu yang lain yang mulai tumbuh dalam hati Arleta, sebuah kehidupan yang baru.Mahen tahu bahwa ini lebih dari sekadar melarikan diri. Di balik setiap rencana jahat Ganesha, ada sesuatu yang lebih besar yang harus Mahen lindungi sekarang, keluarganya. Ancaman yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya kini tidak hanya menyasar dirinya atau bisnisnya, tapi orang-orang yang dia cintai.Bas menoleh ke arah Mahen, memecah keheningan yang menyesakkan. "Tuan, kita harus mencari tempat yang aman untuk sementara waktu. Ganesha m
Matahari pagi menyembul di antara kabut tipis, menyinari rumah kecil yang kini menjadi tempat perlindungan Mahen dan keluarganya.Cahaya itu membawa sedikit kehangatan, namun ketegangan yang menggantung di udara masih belum hilang. Mahen duduk di meja kayu kecil di ruang tamu, matanya terfokus pada peta yang terbentang di depannya. Pria itu sedang mempelajari setiap sudut jalan, setiap celah yang mungkin bisa mereka manfaatkan untuk melarikan diri atau bersembunyi lebih baik. Namun di kepalanya, Mahen tahu bahwa lari bukanlah solusi selamanya.Bas muncul dari dapur, membawa dua cangkir kopi. "Saya sudah berbicara dengan kontak kita tadi malam," katanya sambil meletakkan cangkir di depan Mahen. "Mereka setuju untuk membantu kita, tapi kita harus bergerak cepat. Ganesha semakin kuat."Mahen mendengarkan dengan seksama, namun pikirannya terus berputar. Di satu sisi, Mahen tahu bahwa musuh mereka semakin mendekat. Di sisi lain, pikirannya kembali pada Arleta dan kabar kehamilan yang ba
Malam itu, udara terasa lebih dingin dari biasanya. Mahen duduk di depan komputer, jari-jarinya mengetik dengan cepat, mencoba menggali informasi lebih dalam tentang Alexander dan koneksinya dengan Ganesha Corporation. Di layar, nama Alexander terus muncul, melibatkan pria itu dalam berbagai transaksi gelap yang melibatkan pengiriman barang ilegal, suap politikus, hingga proyek yang tampak bersih di permukaan namun penuh dengan korupsi di dalamnya.Bas berdiri di belakang Mahen, menatap layar dengan sorot mata tajam. "Ini lebih besar dari yang kita kira," katanya sambil melipat tangannya di dada. "Ganesha dan Alexander tidak hanya menyerang bisnis kita. Mereka menguasai segalanya, politik, hukum, bahkan aparat keamanan. Kalau kita salah langkah, kita bisa lenyap tanpa jejak."Mahen tidak menjawab, matanya masih tertuju pada layar, mencoba menemukan pola di balik semua transaksi ini. Satu hal yang jelas baginya adalah Alexander bukan sekadar musuh bisnis. Ini adalah serangan pribadi
Ketika Mahen keluar dari ruang pertemuan, udara terasa menyesakkan. Pembicaraan dengan Alexander tidak berjalan seperti yang dia harapkan. Pria itu bukan sekadar musuh, melainkan cerminan dari segala kekuasaan gelap yang siap menelan siapa pun yang berani menentangnya. Mahen tahu, semakin dia menggali lebih dalam, semakin berbahaya posisinya. Alexander bukan sekadar lawan yang bisa dia kalahkan dengan cara biasa, pria itu adalah monster yang siap melahap seluruh hidup Mahen dan keluarganya.Bas menunggu di dekat mobil, wajahnya menampakkan kekhawatiran. "Bagaimana, Tuan?" tanyanya pelan ketika Mahen mendekat.Mahen menarik napas panjang, membiarkan udara mengisi paru-parunya sebelum berbicara. "Alexander tidak akan menyerah begitu saja. Dia tahu apa yang kita lakukan. Tapi kita berhasil mengguncangnya. Dia tahu kita punya bukti."Bas mengangguk, meskipun matanya tetap waspada. "Itu kabar baik, tapi saya rasa kita harus lebih hati-hati sekarang. Alexander punya sumber daya yang sa
Ketika malam mulai menyelimuti kota, Mahen duduk di ruang kerjanya, memandangi berkas-berkas yang berserakan di atas meja. Di balik dokumen itu, ada kenyataan yang semakin terang, seiring dengan ancaman yang semakin membayang. Alexander, Ganesha Corporation, Aditya. Semuanya terhubung dalam jaringan yang rumit, dan Mahen tahu, langkah berikutnya akan menentukan segalanya. Di satu sisi, ada keluarganya, terutama Arleta, yang kini sedang mengandung. Di sisi lain, perang ini menuntut lebih banyak pengorbanan.Namun, di tengah ketegangan itu, kabar baik tetap datang. Arleta masuk ke ruang kerja, senyumnya yang menenangkan langsung membuat suasana berubah. Perutnya semakin membesar, tanda bahwa bayi mereka tumbuh sehat. Ada keajaiban dalam kehadirannya, meski bayang-bayang ketakutan terus mengepung mereka."Apa kamu baik-baik saja?" tanya Arleta sambil mendekat, merasakan kelelahan yang tak bisa disembunyikan dari wajah suaminya.Mahen tersenyum, meskipun lelah. "Ada banyak yang harus
Mahesa berdiri di pinggir jurang, memandang ke kejauhan, ke arah dunia yang terbentang luas. Dunia yang telah dia selamatkan, namun kini terasa jauh berbeda, seolah-olah seberkas cahaya dan bayangan bercampur dalam dirinya. Kekuatan Pohon Kehidupan yang telah mengalir di tubuhnya selama ini berpadu dengan kekuatan Bayangan Abadi, warisan dari leluhur yang terpendam jauh di dalam dirinya. Dia merasakan dua sisi yang bertarung dalam dirinya, cahaya yang membawa kehidupan dan bayangan yang membawa kegelapan. Seiring dengan berjalannya waktu, Mahesa menyadari bahwa dirinya kini bukan hanya seorang manusia biasa, tetapi juga penjaga antara dua dunia: dunia yang terang dan dunia yang gelap. Pohon Kehidupan, yang telah lama menjadi pusat keseimbangan di dunia ini, kini memiliki tugas baru, menjaga keseimbangan antara keduanya. Namun, tidak ada yang pernah mempersiapkan Mahesa untuk peran yang lebih besar daripada yang dia bayangkan. Kekuatan yang ada padanya bukan hanya milik dirinya, tet
Langit di atas Pohon Kehidupan mulai berubah, berlapis warna keemasan yang memancar seperti aurora. Namun, ada ketegangan yang merayap di udara, menciptakan rasa genting yang tidak bisa dijelaskan. Arleta dan Mahen berdiri di depan pohon itu, memandangi sesuatu yang baru saja mereka temukan—sebuah artefak kuno berbentuk orb kristal yang bersinar lembut.Nyai Sekar, yang berdiri di belakang mereka, tampak gelisah. “Ini adalah Artefak Kebangkitan,” katanya dengan nada berat. “Ia memiliki kekuatan untuk membawa kembali roh yang terikat dengan Pohon Kehidupan ke dunia nyata. Tetapi ada harga yang harus dibayar.”Arleta menatap artefak itu dengan campuran harapan dan ketakutan. “Apa harganya, Nyai?”Nyai Sekar menggeleng perlahan. “Membawa kembali satu jiwa akan mengganggu keseimbangan dunia. Kegelapan akan mendapat jalan untuk merasuki dunia ini, lebih kuat dari sebelumnya.”Mahen mengepalkan tangan, menatap artefak itu dengan mata penuh tekad. “Dia adalah anak kami. Jika ada kesempatan u
Pohon Kehidupan berdiri megah di tengah hutan lebat, cabang-cabangnya menjulang tinggi ke langit, dan daunnya bersinar lembut, memancarkan kehangatan yang menenangkan. Namun, sejak pengorbanan Mahesa untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran Bayangan Abadi, ada perubahan yang sulit diabaikan. Pohon itu tampak lebih hidup dari sebelumnya, dan bunga-bunga liar bermekaran di sekitar akarnya dengan warna-warna cerah yang tidak biasa.Arleta duduk di akar pohon, tangannya memegang kelopak bunga biru yang baru saja ia petik. “Mahen,” panggilnya, suaranya lembut tapi penuh kerinduan. “Aku merasa seperti dia masih di sini.”Mahen, yang berdiri tidak jauh darinya, memandang istrinya dengan mata yang penuh kesedihan dan cinta. “Aku juga merasakannya,” jawabnya. “Semua ini... keanehan yang terjadi sejak Mahesa pergi, seolah-olah dia masih berusaha berbicara kepada kita.”Malam itu, saat mereka tidur di rumah sederhana yang mereka bangun tak jauh dari Pohon Kehidupan, Arleta bermimpi. Dalam mimpi
Langit masih dihiasi semburat jingga saat Mahesa membuka matanya perlahan. Tubuhnya terasa ringan, namun hati dan pikirannya penuh dengan beban keputusan yang harus diambil. Pohon Kehidupan berdiri di depannya, memancarkan cahaya lembut, seperti sebuah lentera yang tetap menyala di tengah malam tergelap.Suara lembut Nyai Sekar memecah keheningan. "Mahesa, kau telah menunjukkan keberanian yang luar biasa. Namun, perjalanan ini belum selesai."Mahesa menatap Nyai Sekar dengan mata penuh tekad. "Aku akan melakukan apa saja untuk melindungi dunia ini, meskipun itu berarti aku harus kehilangan segalanya."Nyai Sekar tersenyum tipis, tetapi kesedihan tampak di matanya. "Terkadang, melindungi berarti memilih untuk hidup dan bertahan, bukan mengorbankan segalanya. Kau harus belajar bahwa harapan tidak hanya berasal dari pengorbanan, tapi juga dari keberlanjutan perjuangan."Mahesa terdiam, hatinya bimbang. Ia tahu betul bahwa Bayangan Abadi masih menunggu untuk dihancurkan, namun pertanyaan
Arleta dan Mahen berdiri di tengah reruntuhan jembatan yang baru saja mereka lewati. Suasana sunyi, hanya suara napas mereka yang terdengar di antara kepulan debu dan kilauan cahaya samar dari Pohon Kehidupan yang kini mulai meredup. “Aku tidak bisa kehilangan dia lagi, Mahen,” kata Arleta, suaranya pecah di tengah isak tertahan. “Mahesa adalah alasan kita ada di sini.” Mahen menggenggam tangan Arleta erat, matanya menatap jauh ke arah tempat Mahesa dan Lirya menghilang. “Kita akan menemukannya. Aku janji. Tapi kita harus tetap fokus. Lirya semakin kuat, dan waktu kita tidak banyak.” Di depan mereka, sebuah jalan setapak yang penuh dengan akar bercahaya mulai terbuka, seolah Pohon Kehidupan memberi mereka petunjuk. Tanpa ragu, mereka melangkah maju, meski tubuh mereka masih terasa lemah akibat serangan terakhir Lirya. Semakin jauh mereka berjalan, suasana berubah semakin mencekam. Cahaya yang sebelumnya lembut kini berubah menjadi redup, hampir seperti nyala lilin yang hampir p
Mahen dan Arleta berdiri di depan gerbang besar yang bercahaya redup. Angin dingin menerpa wajah mereka, membawa bisikan halus seperti suara ribuan jiwa yang terperangkap di dalam. Di balik pintu itu adalah dunia yang tidak mereka kenal, namun takdir telah membawa mereka ke sini.Arleta menggenggam tangan Mahen erat, tatapannya penuh dengan keteguhan meskipun hatinya berdebar hebat. “Kita harus lakukan ini bersama. Aku tidak akan membiarkanmu melakukannya sendirian.”Mahen menatap istrinya, mencium keningnya lembut. “Apa pun yang terjadi, kita akan melawan bersama.”Panji berdiri di belakang mereka, wajahnya serius. “Gerbang ini akan membawa kalian ke inti Pohon Kehidupan. Tapi ingat, ujian yang menanti di dalamnya akan menguji cinta, kepercayaan, dan keberanian kalian. Jangan pernah terpisah, karena itulah kelemahan terbesar kalian.”Keduanya mengangguk, lalu melangkah masuk ke gerbang.Begitu mereka melewati gerbang, dunia di sekitar mereka berubah drastis. Cahaya lembut berwarna em
“Mahesa...” bisik Arleta, langkahnya terhenti saat menatap putranya. Air mata mengalir deras di wajahnya. Wajah Mahesa, yang dulu ceria dan penuh cinta, kini tampak dingin dan tak berjiwa.Namun, apa yang lebih menusuk hatinya adalah tatapan kosong itu, tatapan yang tak lagi mengenalinya.“Pergi,” suara Mahesa dingin dan berat, seperti bukan berasal dari dirinya. “Kalian tidak diinginkan di sini.”Mahen mencoba melangkah maju meski tubuhnya lunglai. “Mahesa, ini ayahmu. Ini ibumu yang selalu mencintaimu. Kami melakukan segalanya untuk membawamu kembali.”Mahesa tidak bergeming. Tangannya terangkat, dan seketika gelombang energi menghantam Mahen hingga terhempas ke tanah.“Mahen!” jerit Arleta, berlari ke arah suaminya. Ia berlutut, memeluk tubuh Mahen yang terguncang akibat serangan itu.Mahen menatap Arleta, mencoba berbicara meski suaranya serak. “Dia... dia bukan lagi anak kita. Ada sesuatu yang menguasainya.”Tawa sinis menggema di ruangan itu. Lirya muncul dari balik bayangan, me
Hari-hari setelah serangan Lirya berlalu dengan perlahan. Pohon Kehidupan masih berdiri tegak, meskipun aura yang dipancarkannya mulai melemah. Mahen dan Arleta semakin waspada, menyadari bahwa kekuatan gelap bisa menyerang kapan saja.Namun, sesuatu yang aneh mulai terjadi. Mahesa tidak lagi memberikan tanda. Cahaya pohon itu semakin redup, seolah-olah terhubung dengan sesuatu yang semakin jauh.“Sekar, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Mahen suatu malam, ketika mereka duduk di ruang kerja.Sekar menghela napas panjang. “Aku takut... Mahesa mungkin tidak lagi berada di dunia antara. Jika itu benar, maka dia mungkin sudah ditarik ke inti Pohon Kehidupan. Itu adalah tempat di mana roh-roh dipersiapkan untuk dilahirkan kembali.”“Lahir kembali?” bisik Arleta, hatinya mencelos.Sekar mengangguk. “Ya, itu berarti dia akan dilahirkan di dunia yang berbeda, tanpa ingatan tentang kalian. Kalian hanya memiliki sedikit waktu untuk menyelamatkannya sebelum itu terjadi.”Di tengah kebingungan
Keluarga Mahen kembali ke rumah mereka dengan hati yang berat. Kehilangan Mahesa seperti luka yang terus menganga, meskipun harapan dari Pohon Kehidupan mereka genggam erat.Arleta duduk di ruang tamu, memandangi foto Mahesa yang tergantung di dinding. Wajah kecil itu, dengan senyum polosnya, kini menjadi kenangan yang menghantui. Air mata jatuh perlahan di pipinya, namun ia tetap diam.Mahen berdiri di dekat jendela, menatap gelapnya malam. Angin dingin menyapu wajahnya, seolah dunia luar tak peduli pada rasa sakit yang kini melanda keluarganya.“Mahen,” suara Arleta bergetar, memecah keheningan. “Kau yakin... dia akan kembali?”Mahen menoleh, matanya merah oleh kelelahan dan emosi yang tertahan. Pria itu berjalan mendekati istrinya, duduk di sampingnya, dan menggenggam tangan Arleta.“Kita harus percaya, Arleta. Mahesa berkata dia akan kembali, dan aku yakin dia akan menepati janjinya,” katanya dengan suara tegas, meski di baliknya ada ketakutan yang tak terucap.Namun, kepercayaa