Malam di pelabuhan telah berlalu, tapi suasana tegang itu belum memudar dari benak Mahen. Perburuan mereka terhadap Alexander hanya memberikan sepotong kecil dari teka-teki besar yang belum terselesaikan. Meski pria itu telah ditangkap, perasaan bahwa ada kekuatan yang lebih besar masih bersembunyi di balik kegelapan terus menghantui Mahen. Ganesha Corporation masih di luar sana, merancang sesuatu yang lebih berbahaya.Pagi itu, Mahen duduk di ruang kerjanya, memandangi catatan yang berserakan di mejanya. Tumpukan dokumen, laporan, dan catatan dari polisi seolah menatapnya dengan ancaman yang tak tersuarakan. Di tengah lautan informasi itu, ada satu nama yang kini menghantui setiap langkah penyelidikannya, Indra Jaya Trading. Perusahaan cangkang itu mungkin tampak kecil, tapi dibalik dindingnya tersembunyi kekuatan yang lebih besar dari yang bisa dibayangkan.Mahen meraih secangkir kopi yang sudah mendingin di meja, menghela nafas panjang. Malam yang tidak tenang dan pikiran yang t
Mobil Mahen melaju kencang di bawah langit malam yang kelam, meninggalkan jejak di jalanan sepi. Di belakangnya, bahaya yang tak terlihat terus membayangi. Bas, yang duduk di kursi pengemudi, sesekali melirik spion, memantau jalan di belakang mereka dengan kecemasan yang tak tersuarakan. Arleta, yang duduk di kursi belakang, menggenggam erat tangannya di atas perutnya. Ada ketegangan di setiap sudut mobil itu. Namun dibalik ketakutan yang menyelimuti mereka, ada sesuatu yang lain yang mulai tumbuh dalam hati Arleta, sebuah kehidupan yang baru.Mahen tahu bahwa ini lebih dari sekadar melarikan diri. Di balik setiap rencana jahat Ganesha, ada sesuatu yang lebih besar yang harus Mahen lindungi sekarang, keluarganya. Ancaman yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya kini tidak hanya menyasar dirinya atau bisnisnya, tapi orang-orang yang dia cintai.Bas menoleh ke arah Mahen, memecah keheningan yang menyesakkan. "Tuan, kita harus mencari tempat yang aman untuk sementara waktu. Ganesha m
Matahari pagi menyembul di antara kabut tipis, menyinari rumah kecil yang kini menjadi tempat perlindungan Mahen dan keluarganya.Cahaya itu membawa sedikit kehangatan, namun ketegangan yang menggantung di udara masih belum hilang. Mahen duduk di meja kayu kecil di ruang tamu, matanya terfokus pada peta yang terbentang di depannya. Pria itu sedang mempelajari setiap sudut jalan, setiap celah yang mungkin bisa mereka manfaatkan untuk melarikan diri atau bersembunyi lebih baik. Namun di kepalanya, Mahen tahu bahwa lari bukanlah solusi selamanya.Bas muncul dari dapur, membawa dua cangkir kopi. "Saya sudah berbicara dengan kontak kita tadi malam," katanya sambil meletakkan cangkir di depan Mahen. "Mereka setuju untuk membantu kita, tapi kita harus bergerak cepat. Ganesha semakin kuat."Mahen mendengarkan dengan seksama, namun pikirannya terus berputar. Di satu sisi, Mahen tahu bahwa musuh mereka semakin mendekat. Di sisi lain, pikirannya kembali pada Arleta dan kabar kehamilan yang ba
Malam itu, udara terasa lebih dingin dari biasanya. Mahen duduk di depan komputer, jari-jarinya mengetik dengan cepat, mencoba menggali informasi lebih dalam tentang Alexander dan koneksinya dengan Ganesha Corporation. Di layar, nama Alexander terus muncul, melibatkan pria itu dalam berbagai transaksi gelap yang melibatkan pengiriman barang ilegal, suap politikus, hingga proyek yang tampak bersih di permukaan namun penuh dengan korupsi di dalamnya.Bas berdiri di belakang Mahen, menatap layar dengan sorot mata tajam. "Ini lebih besar dari yang kita kira," katanya sambil melipat tangannya di dada. "Ganesha dan Alexander tidak hanya menyerang bisnis kita. Mereka menguasai segalanya, politik, hukum, bahkan aparat keamanan. Kalau kita salah langkah, kita bisa lenyap tanpa jejak."Mahen tidak menjawab, matanya masih tertuju pada layar, mencoba menemukan pola di balik semua transaksi ini. Satu hal yang jelas baginya adalah Alexander bukan sekadar musuh bisnis. Ini adalah serangan pribadi
Ketika Mahen keluar dari ruang pertemuan, udara terasa menyesakkan. Pembicaraan dengan Alexander tidak berjalan seperti yang dia harapkan. Pria itu bukan sekadar musuh, melainkan cerminan dari segala kekuasaan gelap yang siap menelan siapa pun yang berani menentangnya. Mahen tahu, semakin dia menggali lebih dalam, semakin berbahaya posisinya. Alexander bukan sekadar lawan yang bisa dia kalahkan dengan cara biasa, pria itu adalah monster yang siap melahap seluruh hidup Mahen dan keluarganya.Bas menunggu di dekat mobil, wajahnya menampakkan kekhawatiran. "Bagaimana, Tuan?" tanyanya pelan ketika Mahen mendekat.Mahen menarik napas panjang, membiarkan udara mengisi paru-parunya sebelum berbicara. "Alexander tidak akan menyerah begitu saja. Dia tahu apa yang kita lakukan. Tapi kita berhasil mengguncangnya. Dia tahu kita punya bukti."Bas mengangguk, meskipun matanya tetap waspada. "Itu kabar baik, tapi saya rasa kita harus lebih hati-hati sekarang. Alexander punya sumber daya yang sa
Ketika malam mulai menyelimuti kota, Mahen duduk di ruang kerjanya, memandangi berkas-berkas yang berserakan di atas meja. Di balik dokumen itu, ada kenyataan yang semakin terang, seiring dengan ancaman yang semakin membayang. Alexander, Ganesha Corporation, Aditya. Semuanya terhubung dalam jaringan yang rumit, dan Mahen tahu, langkah berikutnya akan menentukan segalanya. Di satu sisi, ada keluarganya, terutama Arleta, yang kini sedang mengandung. Di sisi lain, perang ini menuntut lebih banyak pengorbanan.Namun, di tengah ketegangan itu, kabar baik tetap datang. Arleta masuk ke ruang kerja, senyumnya yang menenangkan langsung membuat suasana berubah. Perutnya semakin membesar, tanda bahwa bayi mereka tumbuh sehat. Ada keajaiban dalam kehadirannya, meski bayang-bayang ketakutan terus mengepung mereka."Apa kamu baik-baik saja?" tanya Arleta sambil mendekat, merasakan kelelahan yang tak bisa disembunyikan dari wajah suaminya.Mahen tersenyum, meskipun lelah. "Ada banyak yang harus
Pagi itu, matahari bersinar terang, seakan memberi pertanda baik setelah malam penuh ketegangan yang Mahen dan Bas lalui. Di dalam kantor polisi, Mahen duduk bersama Inspektur Raka dan Bas, di depan mereka terbentang dokumen-dokumen penting.Bukti yang selama ini mereka kejar untuk menghancurkan Ganesha Corporation dan Alexander.Mahen menghela napas dalam, mengingat peristiwa di apartemen Sandi. Meskipun mereka lolos dari cengkeraman anak buah Alexander, rasa gentar tidak sepenuhnya hilang. Waktu semakin sempit, dan mereka harus bergerak cepat sebelum Ganesha melakukan langkah besar untuk menutup mulut mereka.“Kita punya semuanya di sini,” ujar Inspektur Raka, membuka pembicaraan dengan nada penuh keyakinan. “Bukti bahwa Ganesha Corporation tidak hanya terlibat dalam kebakaran bisnis kamu, Mahen, tapi juga dalam jaringan kejahatan terorganisir yang lebih luas. Uang gelap, penyuapan pejabat, dan perdagangan ilegal. Semuanya terhubung melalui berbagai perusahaan cangkang, dan Alexa
Matahari terbenam dengan indah di cakrawala, memberikan cahaya keemasan yang menyejukkan. Di tengah kota yang sebelumnya dilanda ketegangan, kini terhampar suasana harapan dan kebahagiaan. Mahen berdiri di balkon rumahnya, mengamati langit yang berubah warna, merasakan damai yang telah lama ditunggu. Setelah berbulan-bulan berjuang melawan Ganesha Corporation dan para anteknya, kini semua itu telah berakhir.Kabar penangkapan Alexander dan seluruh jaringan kejahatan Ganesha Corporation menyebar cepat. Media melaporkan detail demi detail tentang bagaimana bukti yang mereka kumpulkan akhirnya membawa keadilan bagi semua korban. Mahen dan Bas, bersama dengan Inspektur Raka, telah bekerja tanpa lelah untuk memastikan bahwa semua yang terlibat dibawa ke pengadilan.Kini, dengan kasus yang hampir sepenuhnya terpecahkan, Mahen merasakan beban yang selama ini menggelayuti pundaknya perlahan-lahan sirna. Dia tidak hanya merasa lega, tetapi juga bersyukur. Dalam kekacauan yang telah mengha
Saat cahaya perlahan memudar, Mahen dan Arleta mendapati diri mereka berada di tengah-tengah sebuah padang hijau yang begitu luas. Langitnya berwarna ungu lembut dengan bintang-bintang yang bersinar terang, jauh lebih banyak daripada yang pernah mereka lihat di dunia nyata.Di sekeliling mereka, anak-anak bermain riang, tertawa, dan berlari-lari tanpa beban. Di antara mereka, Mahesa berdiri bersama Reza, tampak bahagia seperti tak ada yang salah.“Mahesa!” panggil Arleta dengan suara penuh kerinduan. Wanita itu berlari ke arah putranya, memeluk tubuh kecil itu dengan erat.Mahesa memeluk ibunya dengan senyuman. “Bunda, aku kangen. Tapi Bunda nggak usah khawatir. Aku baik-baik saja di sini.”Mahen menyusul mereka dengan langkah cepat. “Apa yang terjadi di sini, Mahesa? Dimana kita? Dan siapa mereka semua?”Reza maju selangkah, wajahnya serius meskipun masih dihiasi senyuman ramah. “Kalian berada di dunia antara, tempat kami tinggal sejak panti asuhan kami terbakar bertahun-tahun lalu
Malam itu, rumah Mahen dan Arleta diselimuti keheningan yang mencekam. Setelah membawa Mahesa ke rumah sakit, mereka berdua duduk di ruang tunggu, menatap kosong ke arah pintu ruang perawatan. Tidak ada kabar pasti dari dokter selain bahwa Mahesa berada dalam kondisi koma. Tidak ada penjelasan medis yang memadai, seolah-olah tubuh kecilnya telah menyerah tanpa alasan yang jelas.Arleta menunduk, air mata jatuh tanpa henti. “Mahen, kenapa semua ini terjadi pada Mahesa? Apa yang sebenarnya terjadi di taman itu?”Mahen memeluk Arleta erat, mencoba menenangkan istrinya meskipun dirinya pun dipenuhi kegelisahan. “Aku nggak tahu, Leta. Tapi aku janji, kita akan menemukan jawabannya. Mahesa pasti kembali pada kita.”Namun, di dalam hatinya, Mahen tahu bahwa janji itu mungkin sulit ditepati. Surat yang ditemukan di bantal Mahesa terus mengganggu pikirannya. Apa maksud Mahesa akan kembali setelah membantu mereka? Siapa mereka? Dan mengapa semua petunjuk selalu berpusat pada pohon besar di
Taman di belakang rumah Mahen dan Arleta kini menjadi tempat favorit keluarga mereka. Pohon besar itu tidak hanya menjadi saksi tumbuh kembang Mahesa, tetapi juga menyimpan misteri yang seolah tak habis digali. Layang-layang yang terbang tinggi sering menjadi simbol kebebasan bagi Mahesa, namun juga mengingatkan Mahen dan Arleta pada kehadiran Reza, sosok misterius yang menjadi bagian dari cerita keluarga mereka.Namun, kehidupan yang tampaknya tenang ini mulai terusik kembali saat kejadian aneh terjadi.Suatu pagi, Mahesa yang baru selesai bermain di taman berlari masuk ke rumah dengan wajah ceria. Dia membawa sesuatu di tangannya, selembar surat yang tampak usang, ditemukan di dekat akar pohon besar.“Ayah, Bunda! Lihat ini, aku nemu surat lagi!”Mahen segera mengambil surat itu dan membukanya. Tulisan tangan di surat itu sama seperti yang ditemukan sebelumnya di dalam kotak kayu, membuat mereka merasa merinding."Untuk Mahen dan Arleta,Jangan takut pada apa yang belum kalian p
Hari-hari berlalu setelah peristiwa di bawah pohon besar terasa lebih tenang. Meski rasa penasaran tetap ada, Mahen dan Arleta memutuskan untuk fokus pada keluarga mereka, terutama Mahesa. Namun, ada sesuatu yang berubah dalam kehidupan mereka, seolah-olah kehadiran Reza membawa pesan terselubung yang belum sepenuhnya mereka pahami.Mahesa kini tumbuh semakin besar. Semakin hari, kecerdasan dan rasa ingin tahunya semakin terlihat. Dia sering bertanya hal-hal yang sulit dijawab, seperti tentang bintang di langit atau kenapa hujan turun. Namun, pertanyaan yang paling sering Mahesa ajukan belakangan ini membuat Mahen dan Arleta terdiam.“Ayah, Bunda, nanti kalau aku besar, aku akan seperti apa?”Mahen tertawa kecil, mencoba menyembunyikan kebingungannya. “Kamu akan jadi anak yang hebat, Sayang, seperti sekarang.”“Tapi aku mau tahu,” desak Mahesa. “Reza bilang setiap anak punya jalannya sendiri.”Mahen dan Arleta terkejut. Sudah berbulan-bulan sejak mereka terakhir mendengar Mahesa
Hari-hari berlalu dengan tenang setelah Reza "mengucapkan selamat tinggal." Mahesa tampak kembali seperti anak kecil pada umumnya, yang ceria, penuh rasa ingin tahu, dan sibuk dengan aktivitasnya. Namun, Mahen dan Arleta belum bisa sepenuhnya melupakan apa yang terjadi. Gambar terakhir yang ditinggalkan Mahesa, dengan tulisan "Sampai jumpa lagi, Mahesa," tetap tersimpan rapi di ruang kerja mereka, seolah menjadi pengingat bahwa kisah ini belum benar-benar selesai.Entah, seperti masih ada yang mengganjal di hati Mahen maupun Arleta. Suatu malam, Mahen terbangun dengan nafas tersengal. Mimpi aneh menghantuinya. Mahen melihat dirinya berjalan di tengah sawah yang luas, dikelilingi oleh layangan-layangan yang berterbangan di langit jingga. Di kejauhan, Mahen melihat seorang anak laki-laki berdiri membelakanginya.“Reza?” panggil Mahen dalam mimpi.Anak itu menoleh, tersenyum, lalu berlari menjauh sambil membawa layangan. Mahen mencoba mengejarnya, tetapi langkahnya terasa berat,
Setelah peristiwa di taman belakang, Mahen dan Arleta merasa ada sesuatu yang belum selesai.Perasaan aneh terus menghinggapi mereka setiap kali mengingat cerita Mahesa tentang Reza, terutama ketika mereka melihat gambar-gambar yang dibuat Mahesa. Gambar itu bukan sekadar ilustrasi seorang anak bermain, melainkan potongan cerita yang terasa hidup.Namun, mereka memutuskan untuk tidak membahasnya terlalu jauh di depan Mahesa. Anak itu tampak bahagia, dan bagi mereka, itu yang paling penting.Suatu pagi, saat membersihkan gudang, Arleta menemukan sebuah kotak kayu tua yang tertutup debu tebal.Arleta tidak ingat pernah menyimpan kotak itu sebelumnya. Dengan rasa penasaran, wanita itu membuka kotak tersebut dan menemukan beberapa barang usang di dalamnya. Sebuah foto hitam putih seorang anak laki-laki memegang layangan, sebuah catatan kecil, dan mainan kayu yang sudah lapuk.Di belakang foto itu, tertulis dengan tinta yang mulai memudar. "Reza, di hari pertama layangan barunya terbang
Mahesa yang baru berumur enam tahun mulai menunjukkan kemampuan yang luar biasa. Dia sering kali berbicara dengan kalimat yang tampak terlalu dewasa untuk anak seusianya.“Ayah, kenapa langit bisa biru?” tanyanya suatu sore saat mereka duduk di halaman belakang.Mahen terkekeh, merasa bingung harus menjelaskan dengan bahasa sederhana. “Karena cahaya dari matahari itu terpecah oleh atmosfer bumi, Sayang.”“Oh, jadi itu seperti warna pelangi, ya? Tapi cuma yang biru yang terlihat?” tanyanya lagi.Mahen tertegun. Anak seusia Mahesa sudah bisa memahami konsep seperti itu? Mahen menatap Arleta, yang hanya mengangkat bahu sambil tersenyum bangga.Tidak hanya itu, Mahesa juga sering menghabiskan waktu dengan membaca buku cerita yang lebih sulit daripada teman-teman sebayanya. Saat Mahesa berhasil menyelesaikan salah satu buku yang diberikan Arleta, Mahesa berkata, “Bunda, aku suka buku ini. Tapi aku mau tahu, kenapa tokohnya harus meninggalkan keluarganya di akhir cerita?”Pertanyaan itu
Hari-hari di rumah Mahen dan Arleta selalu hidup dengan tawa Mahesa. Kini, di usia lima tahun, Mahesa telah menunjukkan banyak hal yang membuat kedua orang tuanya bangga. Di setiap langkah pertumbuhannya, Mahen dan Arleta berusaha memberikan pengalaman-pengalaman yang mendidik, namun tetap menyenangkan, demi membentuk pribadi Mahesa yang ceria dan penuh kasih. Pada ulang tahunnya yang kelima, Mahesa menerima hadiah istimewa dari Mahen dan Arleta, sebuah sepeda kecil berwarna biru, lengkap dengan roda tambahan di sampingnya. “Ini sepeda untuk anak yang sudah besar seperti kamu,” kata Mahen sambil tersenyum, menyerahkan sepeda tersebut. Mata Mahesa berbinar. “Aku bisa naik sepeda, Ayah?” tanyanya dengan polos serta antusias. “Tentu bisa, tapi Ayah akan ajari dulu,” jawab Mahen, penuh semangat. Keesokan harinya, Mahen membawa Mahesa ke halaman depan rumah. Dengan sabar, Mahen mengajarkan cara mengayuh dan keseimbangan. Awalnya, Mahesa terlihat ragu-ragu, tapi dengan du
Masa kanak-kanak Mahesa adalah babak penuh warna dalam kehidupan Mahen dan Arleta. Dalam setiap senyum, tawa, dan tangis Mahesa, mereka menemukan arti baru dari cinta dan kebahagiaan, setiap momen yang mereka lewati, menjadikan kisah yang tidak dapat diulang dua kali.Ketika Mahesa baru belajar berjalan, hari itu menjadi momen yang tidak terlupakan bagi Arleta dan Mahen. Waktu itu, Mahen sedang menyusun laporan di ruang kerja, sementara Arleta sibuk menyiapkan makan malam di dapur. Tiba-tiba, terdengar suara tawa kecil Mahesa dari ruang tamu.Mahen yang penasaran melongok dan melihat Mahesa berdiri dengan susah payah di dekat meja kopi. “Arleta! Cepat kesini!” panggil Mahen penuh antusias.Arleta segera berlari ke ruang tamu, mendengar panggilan dari suaminya, tidak lupa wanita itu menyeka tangannya yang basah. Saat itu, Mahesa mulai melangkahkan kaki kecilnya, perlahan namun pasti, menuju Mahen.“Lihat dia, Arleta!” Mahen berseru, matanya berbinar.Arleta menahan napas, melihat Ma