Malam ini Akiko kembali bertemu dengan Vian. Sejak malam berpapasan dengan Glen, Akiko jadi mengurung diri karena takut. Siapa tau, dia bertemu dengan Glen lagi di taman itu. Tapi, karena tidak mau membuat Vian khawatir akhirnya dia menyetujui untuk datang ke taman lagi malam ini. Mereka makan ice cream bersama lalu membicarakan soal kesehatan Akiko. "Kira-kira, berapa lama lagi obatmu bertahan? aku bingung, kenapa kau tidak meminta obat lagi akhir-akhir ini? apa kau minum dengan rutin?" tanya Vian berturut-turut. Dia khawatir saja, karena obat yang sudah berjalan selama satu bulan itu tidak juga habis. Padahal, biasa untuk kapasitas satu minggu saja. "Aku minum waktu rasa sakitku terasa luar biasa, jika tidak begitu terasa maka tidak aku minum," jelas Akiko seadanya. "Minum saja secara rutin seperti yang aku tuliskan di resep. Sudah berkali-kali aku katakan, jangan khawatir soal biaya apapun, Akiko. Aku bisa membantumu berobat, jadi jangan takut kehabisan obat," ujar Vian. "Terima
Udara dingin yang menusuk, membuat seorang gadis terbatuk beberapa kali sambil memakai jaketnya. Dengan sisa tenaga, dia mencoba bangkit dari sofa dan berjalan keluar rumah. Akiko kini sedang menatap kosong ke langit. Sudah beberapa hari ini dia mengurung diri di kamar, hanya bertahan dengan air putih dan roti saja. Bahkan, Vian yang datang pun tidak dibukakan pintu. Jadi, pria itu pikir Akiko sudah pindah. Jika tau kalau ujungnya akan asing seperti ini, dia tidak akan mengungkapkan perasaan pada Akiko. Biar saja perasaannya terkubur asal mereka masih punya hubungan baik. "Dingin," gumamnya. Dengan kondisi yang memburuk, Akiko justru tidak pernah minum obat atau pergi ke dokter. Dia hanya berbaring sepanjang waktu, berharap kematian cepat menjemputnya. Namun, hari ini Akiko berniat pergi ke panti asuhan tempat Ethan tinggal. Anak laki-laki yang pernah Akiko rawat itu pasti sudah menunggunya, entah bagaimana kabarnya sekarang. Yang pasti, Akiko akan datang sambil mengucapkan selamat
"Tuan, saya rasa mobil tidak akan masuk ke dalam sana," ucap Hans melihat Akiko yang turun dari mobil, berjalan masuk menuju area hutan. "Aneh sekali, untuk apa dia datang ke tempat seperti ini?" bingung Glen sambil turun dari mobil. Di udara dingin begini, dia merasa aneh pada tujuan Akiko. Gadis itu masih belum sadar, bahwa ada yang mengikutinya sejak tadi. Sedangkan Akiko menatap salju yang perlahan turun, tangannya terulur menyambut butiran salju di awal bulan ini."Aku tidak akan bisa melihat salju lagi setelah ini," gumamnya. Glen menatap dari posisinya, saat ini cahaya bulan membuat Akiko bertambah cantik dengan kulit seputih saljunya. Tanpa sadar, senyuman tercipta di wajah tampan itu. "Suka salju?" tanya Glen tiba-tiba, membuat gadis di hadapannya sontak kaget sambil memundurkan diri."Glen…," lirihnya, tidak menyangka bertemu lagi dengan Glen. Sebenarnya, tujuan Akiko datang ke hutan ini adalah untuk mengakhiri hidup. Dia tidak ingin berhubungan dengan siapapun, bahkan saat
Suara berisik dari dapur, membuat Akiko membuka matanya perlahan. Tubuhnya terasa sangat berat, ternyata Glen menumpuk banyak sekali selimut agar tubuhnya tetap hangat selama tidur. Gadis itu juga baru sadar kalau dia tidur di kasur, artinya Glen memindahnya semalam. Akhirnya, Akiko memutuskan untuk bangkit dari ranjang. Penasaran, ke mana Glen pergi pagi-pagi buta seperti ini. Dia pikir, pria itu sudah pulang. Ternyata, dia sedang menyiapkan makanan di dapur setelah memesannya secara online. "Bangun juga kau akhirnya," gumam Glen, melihat Akiko yang berdiri bersandar pada tembok untuk menopang tubuh lemahnya. "Kau tidak tidur?" tanya Akiko, melihat wajah lelah Glen."Aku tidak suka tempat ini," jawaban itu membuatnya langsung paham. Pria kaya seperti Glen tidak akan betah tinggal di tempat sederhana ini. Pasti, dia tidak bisa tidur dengan nyenyak semalaman. "Ayo, sarapan. Kita akan segera pergi dari sini, aku sudah tidak tahan," ujar Glen meletakkan bubur hangat di meja. Akiko ter
Setelah melewati perjalanan panjang, akhirnya mereka sampai di apartemen Glen. Ini masih pukul 7 pagi, jadi udara dingin masih sangat menusuk. Bahkan, banyak orang yang enggan keluar dari tempat tidur mereka. "Tuan, ada kiriman dari Nyonya Harley," Hans memberikan bingkisan pada Tuannya. Mendengar nama Harley, perhatian Akiko jadi teralihkan. "Mommy-nya Glen?" bingungnya dalam hati. "Buang saja, aku tidak menginginkannya," tegas Glen. "Tapi, pesan ini terlihat sangat penting," bujuk Hans lagi. "Berikan pada Aiko, aku tidak ingin menyentuh barang apapun dari wanita itu," titah Glen, sehingga Hans memberikan bingkisan itu pada Akiko. Kemudian, keduanya masuk ke dalam apartemen. "Apa boleh aku buka?" tanya Akiko. Disambut dengan anggukan setuju dari Glen yang sedang melepaskan jaket tebalnya karena berniat ingin mandi sebelum berangkat kerja. "Hadiah ulang tahun? kau ulang tahun hari ini?" tanya Akiko lagi. "Iya, mungkin," sahut Glen ragu, karena pria itu juga tidak peduli soal ha
Seharian Glen bekerja di kantor dengan pikiran gusar, rasanya masih tidak nyaman karena meninggalkan Akiko di gudang gelap itu sendirian tanpa makan atau minum. Tapi, sifat egoisnya membuat rasa kasihan jadi terhalang tembok tinggi. "Tuan Glen, apakah nona Akiko belum datang juga sampai hari ini?" tanya seorang karyawan yang sedang menyerahkan tugas pada Glen. Dia merasa bingung karena sudah satu bulan lebih Akiko tidak datang ke kantor, padahal dia pikir Akiko punya hubungan spesial dengan Glen. Pria itu menatap tajam, sehingga lawan bicaranya langsung menunduk takut. "Untuk apa kau membicarakan Aiko?" tanya Glen balik. "Ti—tidak, Tuan. Saya hanya rindu saja, nona Akiko sangat baik dan manis. Dia suka sekali memberikan makan siangnya pada kami," jelasnya. Membuat Glen menatap bingung, sambil berdiri dari duduknya. "Jadi, menurutmu Aiko punya sifat manis seperti itu?" hardik Glen."Iya, dia suka melihat orang yang makan dengan lahap. Jadi dia sering memberikan makanannya," jelas ka
"Aiko, apa kau benci keluargamu?" pertanyaan tiba-tiba dari Glen membuat gadis itu terdiam ketika sedang menyelesaikan masakan. Dia mengambil masakan yang baru matang, kemudian meletakkannya di meja. "Kenapa kau bertanya seperti itu?" bingung Akiko. "Ketika kau dijemput oleh kakakmu, kau justru tidak mau pergi bersamanya dan mengatakan hal-hal kejam. Padahal, kau bisa lepas dariku jika memanfaatkan kesempatan," hardik Glen sambil terus menatap gadisnya itu. "Kalau aku pergi, aku yakin kau tidak akan membiarkan keluargaku hidup tenang. Lagi pula, tidak semua keluarga bisa jadi tempat ternyaman. Aku lebih memilih berhadapan langsung denganmu, daripada menerima luka dari keluargaku sendiri," papar Akiko sembari mengambil makanan untuk Glen. "Kau lebih memilih disiksa olehku, dari pada keluargamu?" ulang Glen memastikan. "Rasanya jauh lebih sakit jika disiksa oleh keluargaku sendiri. Sedangkan bersama denganmu, aku sudah menyiapkan diri kapanpun kau marah atau ingin membunuhku," penje
Di area parkir apartemen, kini Glen sedang menunggu Akiko dan Hans untuk berangkat ke kantor. Berhubung mobil miliknya keluaran terbaru, jadi dia lebih leluasa melakukan apa pun di mobil tanpa harus diperhatikan oleh Hans yang menyetir sebab ada partisi, alias sekat bagian mobil. Apalagi, pria itu suka sekali menggoda Akiko atau menciumnya sembarang. Sehingga Akiko sering merasa canggung karena ada Hans, walau pria itu tidak pernah protes dan menjalankan tugas dengan baik. "Aku ingin ikut!" suara Daisy mengalihkan perhatian Akiko yang baru saja ingin masuk ke mobil. "Kenapa kalian meninggalkan aku, sih!" protes gadis itu, sembari menata tas dan juga rambutnya agar terlihat lebih rapi. "Aku sudah mengizinkanmu tinggal di apartemenku, jadi jangan mengganggu waktuku saat bekerja," geram Glen. "Aku tau, Kak. Tapi rasanya pasti bosan jika ada di apartemen sendirian, apalagi ruanganku belum terisi. Bukankah lebih baik aku ikut dan mengamati kantormu? siapa tau … aku bisa jadi pebisnis h
"Kakaaaak!" teriakan seorang anak kecil, membuat Keinara langsung memeriksa ke ruangan sebelah. "Ada apa, Sayang? Bukanlah kau dan Kakakmu sedang bermain petak umpet?" tanya Keinara. "Aku tidak suka permainan ini, Mommy. Aku ingin Kakak," jawabnya dengan polos. Anak itu bernama Keikko Eloise, anak dari Keinara dan Vian. Walau memakai marga Eloise, Vian tidak mempermasalahkan apapun. Benar, Vian bisa bertahan dengan sifat Keinara selama 5 bulan lebih sehingga mereka memutuskan untuk menikah. 2 tahun kemudian, lahirlah putri kecil mereka yang kini sudah berumur 5 tahun. Keikko, gabungan antara nama Keinara dan Akiko. Sampai kapanpun, Keinara akan tetap meletakkan nama adiknya di hati. Sementara Ethan, sudah resmi menjadi anak angkat Keinara dan Vian. Kini namanya berubah menjadi Ethan Eloise, dia menjadi remaja yang pintar dan sangat menyayangi keluarga barunya. "Kalau begitu temukan dia, sudah menjadi tanggung jawabmu dalam permainan ini," ujar Keinara sambil merapikan rambutnya ka
"Keinara?" panggil Vian ketika berpapasan dengan gadis yang tengah membawa banyak barang. Sontak, dia langsung membantu Keinara membawa barang-barang itu. "Oh, terimakasih. Aku akan mengadakan acara ulang tahun, ingin datang?" ajak Keinara, sehingga Vian menatap bingung. "Ulang tahun siapa?" tanya Vian. "Akiko, kau lupa?" mendengar jawaban itu, Vian langsung menepuk kepalanya pelan. Dia lupa kalau tanggal 15 Mei adalah hari ulang tahun Akiko. Sudah 2 bulan berlalu sejak kepergian Akiko, yaitu pada akhir musim dingin tanggal 25 Februari. Kini, hubungan Vian dan Keinara semakin dekat. Mereka sering bertemu, mengobrol, dan membantu satu sama lain. "Maaf, aku lupa. Ayo aku bantu," ujar Vian. "Kau tidak sibuk hari ini?" tanya Keinara penasaran. "Tidak begitu, bagaimana denganmu? kau juga pasti sibuk mengurus perusahaan papamu," tanya Vian balik. Dia tau, kalau Keinara sudah menjadi ahli waris dan menggantikan posisi papanya di perusahaan. Bahkan, gadis itu kini terkenal dengan sifat t
Suasana pemakaman begitu sunyi, deru angin membuat suasana semakin menyedihkan. Hanya ada beberapa orang penting yang datang, termasuk keluarga Glen yaitu Harley, Freya dan Marlen. Mereka tidak menyangka Akiko akan pergi secepat ini, apalagi mereka tahu Glen dan Akiko sudah sangat dekat. Sedangkan Glen, entah kemana pria itu sampai tidak datang ke tempat peristirahatan terakhir Akiko. "Maafkan Papa, Akiko. Kau pasti sangat menderita selama ini," ucap Mr. Eloise sambil terus memeluk foto Akiko. Benar kata Keinara, papanya adalah orang yang paling menyesal saat Akiko pergi. Dia tau permintaan maafnya tidak akan pernah cukup, dia bahkan belum mengucapkan selamat tinggal. Bahkan jika digantikan oleh nyawa, penyesalannya tidak akan pernah hilang. "Keinara," panggil Vian saat gadis itu tengah melamun sambil duduk di samping makam Akiko. Vian terlihat kelelahan, dia membantu Keinara terus-menerus sampai detik ini. "Akiko menitipkan ini. Dia ingin aku memberikan ini padamu saat dia meningga
Di sebuah ruangan yang dingin, Glen tengah duduk di kursi sambil terus mengamati Akiko. Keadaannya semakin buruk, padahal untuk kanker stadium 3 sebenarnya masih ada kesempatan untuk sembuh. Hanya saja, tubuh Akiko tidak merespon apapun seolah menyerah begitu saja. Alat-alat medis dan selang oksigen yang menempel di hidung Akiko, membuat Glen mengepalkan tangan emosi. Kenapa? padahal dia sudah berusaha sebaik mungkin untuk menjaga Akiko. Dia sudah berjanji akan memberikan yang terbaik agar gadis itu bisa sembuh. Pria itu sampai tidak tidur 2 hari saking khawatirnya. Benar kata Akiko, dia tidak akan bisa bicara dan bergerak jika keadaannya memburuk. "Terimakasih, kau sudah menjaga adikku dengan baik," ucap Keinara pada Glen. Gadis itu sudah tau semuanya tentang Akiko, walau tadinya dia marah besar karena yang memberitahukan segalanya bukan Akiko langsung, melainkan Vian. Dokter itu merasa tidak tega karena Keinara masih terus mencari keberadaan Akiko. "Tidak, aku tidak menjaganya
Gadis itu tertidur lelap, tangannya yang dingin terus gemetaran walau Glen sudah menyelimuti seluruh tubuhnya. Sesekali ia terbatuk sambil merintih kesakitan, nafasnya begitu pelan bahkan sampai Glen sering memeriksanya karena khawatir. "Suhu tubuhnya naik," bingung Glen. Akiko kedinginan, tapi kepalanya panas sampai berkeringat. Glen terus mengusap kepala gadis itu, berusaha memberikan ketenangan agar bisa tidur dengan nyenyak. Tapi beberapa saat kemudian, Akiko terbangun dari tidurnya karena terbatuk hebat. "Minumlah," ujar Glen sembari memberikan sebotol air. Saat meminumnya, tenggorokan Akiko terasa benar-benar sakit. "Kita akan ke rumah sakit nanti," ucap Glen sambil merapikan rambut pendek Akiko. Tapi tangannya langsung terhenti, ketika melihat banyaknya rambut rontok di sela-sela jarinya. "Jangan sentuh rambutku, tanganmu bisa kotor," ucap Akiko sambil membersihkan tangan Glen. Gadis itu masih terlihat sangat tenang walau mati-matian menahan sakit. "Maaf," ucap Glen seh
"Kau yakin bisa menyetir?" tanya Akiko memastikan saat mereka ingin pergi ke panti asuhan. Dia khawatir Glen memaksakan diri hanya untuk mengantarnya. "Yang sakit itu kepalaku, Aiko. Kaki dan tanganku baik-baik saja," jawab Glen sambil memasangkan sabuk pengaman pada gadis di sebelahnya. Lalu, tanpa basa-basi mencium pipinya singkat. Kemudian ia mulai menyetir sambil sesekali menggenggam tangan Akiko yang dingin. Mereka baru saja pulang dari rumah Mommy-nya Glen. Pria itu sudah membeli mobil baru dengan mudahnya, karena tentu mobil lamanya sudah rusak akibat kecelakaan. Rencananya, mereka akan pulang ke apartemen malam ini setelah dari panti asuhan karena Akiko harus minum obat. Tapi sebelum pergi, mereka sempat membeli barang dan makanan untuk dibagikan ke anak panti asuhan. "Kenapa kau sangat peduli pada anak itu? bukankah dia hanya anak yang bertemu denganmu di jalan?" bingung Glen. "Nasibnya kami sama, orang tuanya benar-benar jahat. Jika tidak ada aku, dia sudah mati di tangan
"Aiko … Aiko…," lirih Glen sambil membuka mata. Tangannya bergerak ke sekitar, mencari keberadaan gadisnya yang entah di mana. "Glen," suara lembut itu membangunkannya. Dengan cepat dia duduk, tapi dia langsung terdiam melihat padang rumput yang sangat luas. Di hadapannya ada Akiko yang tersenyum manis dengan memakai dress warna putih, membuat gadis itu terlihat lebih cantik dengan tiupan angin yang membelai rambut pendeknya. "Kau baik-baik saja?" tanya Glen sambil mengusap wajah Akiko yang dingin. "Tempat ini sangat indah, ya?" ucap Akiko. Membuat Glen segera mengalihkan pandangan pada luasnya padang rumput dan hamparan bunga-bunga kecil. "Tapi sayang sekali, kita tidak bisa menghabiskan waktu bersama di sini," lanjut Akiko sambil berdiri sehingga Glen mengikutinya. "Kenapa? aku bisa di sini bersamamu sampai kapanpun," sahut Glen. "Tidak bisa, kau harus pulang sekarang," ujar Akiko melepaskan genggaman tangan Glen. Pria itu menggeleng cepat, kemudian hendak menyusul Akiko. Sayan
"Glen, sudah berhari-hari kau tidak bekerja dengan baik. Kau tidak perlu mengorbankan banyak waktu untukku," ucap Akiko karena Glen sering kali tidak masuk kantor dan memilih mengajaknya jalan-jalan atau istirahat di rumah. Bahkan, pria itu nampak kerepotan sendiri karena banyaknya pekerjaan bertumpuk.Pria dengan tubuh kekar itu menarik Akiko ke dalam pelukannya sambil tersenyum. "Justru, aku akan kehilangan banyak hal jika tidak bersamamu. Kau sudah minum obat pagi ini?" Akiko mengangguk berbohong, dia sering memuntahkan obatnya jika Glen tidak mengawasi. Dia benar-benar tidak ingin berusaha sedikitpun. "Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat lagi, tapi sebaiknya kau istirahat sepenuhnya siang ini karena malam nanti bisa memakan banyak tenaga," ujar Glen. "Kau mau mengajakku ke mana?" tanya Akiko. "Taman bermain, aku tebak kau pasti belum pernah ke sana," kata Glen sambil terkekeh pelan. Pria itu sudah mencari tau di internet tentang hal-hal yang disukai seorang gadis. Ternyata ada
Glen terbangun dari tidurnya karena suara alarm, tiba-tiba dia panik karena mimpi buruk soal kematian Akiko yang terus membuatnya khawatir. Gadis itu tidak ada di tempat tidur lagi sehingga Glen buru-buru mencari. Ternyata, Akiko sedang memilih pakaian kotor untuk dimasukkan ke dalam mesin cuci. "Aiko, apa yang kau lakukan sepagi ini?" tanya Glen sambil mengusap wajah gusar. "Aku selalu bangun di jam yang sama," sahut Akiko seadanya. Dia sudah hafal pekerjaan membersihkan apartemen, sehingga tau jam berapa dia harus bangun. "Tinggalkan semua itu, mulai sekarang kau tidak perlu mengerjakan apapun. Aku sudah memanggil pembantu untuk menggantikanmu," ujar Glen sambil menarik tangan Akiko agar berdiri. Gadis itu nampak bingung, tapi dia hanya mengikuti Glen sampai suara bel terdengar. "Masuklah," titah Glen pada seorang wanita tua. Dia sudah membawa koper karena akan tinggal di apartemen itu agar bisa menemani Akiko jika Glen sedang bepergian. "Seperti yang sudah aku jelaskan, tugasmu