Ayunan ranjang gantung di kamar villa sewaan William bergoyang pelan membuat nyaman dan mengantuk pasangan pengantin baru itu. Emmy merasa tubuhnya melayang-layang nyaris pingsan setelah melayani hasrat William yang bergelora. "Baby, kamu capek ya?" gumam William di tepi telinga istrinya yang bergeming dalam dekapannya."Hu-um, Kakak terlalu strong deh. Emmy tepar deh jadinya!" jawab wanita muda yang berusia 15 tahun lebih muda dari William itu dengan mata terpejam.William terkekeh dengan sebersit rasa bersalah, dia jadi terkesan lebay karena terobsesi dengan kemolekan tubuh istri kecilnya itu. "Maaf ya, berikutnya nggak lagi deh. Ya sudah, besok kita nggak usah jalan kaki ke pasar. Kuajakin ke Athena saja ya naik mobil rental sama sopir biar nggak nyasar, gimana?" nego pria itu dengan cerdik."Okay, sekarang Emmy mau bobo dulu ya. Hoamph!" Tak lama setelah menjawab, Emmy pun terlelap dengan napas teratur.William memandangi wajah yang damai itu dan membelai lembut pipi Emmy. Tak la
Malam romantis terakhir di Yunani masih dihabiskan oleh pasangan William dan Emmy di villa sewaan yang berlokasi di Thira, Santorini. Mereka begitu menikmati pemandangan dari kolam renang pribadi yang menampakkan Laut Aegea dan landscape bangunan berderet dan bertingkat-tingkat yang teratur menghadap ke arah teluk. William mendekap tubuh Emmy dari belakang sembari menyusuri leher istrinya dengan bibir yang tak puas-puas mencecap rasa manis beraroma lembut itu. Diam-diam Emmy juga menikmati setiap sentuhan yang menggetarkan sukmanya itu."Baby, kita mau lanjut ke mana nih besok? Aku belum pesan tiket pesawat karena masih bingung destinasi honeymoon kita berikutnya ke mana?" tanya William seraya menatap wajah cantik istrinya."Aku sebenarnya sangat suka Aurora Borealis sejak dulu, Kak. Cuma lihat videonya di postingan internet sih, tapi kalau secara langsung belum pernah karena memang tempatnya khusus di Eropa Utara, terutama Norway!" jawab Emmy tak yakin apa suaminya mau mewujudkan im
"Woohoo!" seru Emmy sambil mengangkat kedua tangannya ke udara. Mobil Lamborghini yang dipinjamkan oleh Adrian Svetzbalt itu dibuka atapnya sementara William menunjukkan kebolehannya mengemudi mobil sport.Angin dingin nan sejuk menerpa tubuh Emmy yang mengenakan midi dress sutra warna pink rose tanpa lengan pagi jelang siang itu. "Ternyata menyenangkan sekali berkeliling Norway, Hubby!" ujar Emmy ceria sembari mengedarkan pandangannya dari balik kaca mata Rayband berlensa kuningnya."Iya, pemandangan alam di negara dingin ini memang istimewa. Posisinya yang dikelilingi fyord dan pegunungan membuat wisatawan kagum. Ada beberapa air terjun juga yang indah, aku ingin mengajakmu ke Air Terjun Vinnufossen!" jawab William penuh semangat."Air Terjun Vinnufossen ini katanya tinggi banget deh, tingginya sampai 860 meter, Kak. Jadi penasaran juga seperti apa penampakan pemandangannya!" sahut Emmy. Tak lama setelahnya dia melihat dari kejauhan sebuah air terjun yang nampak berupa air berwarna
Denting alat makan diselingi perbincangan seru mewarnai malam terakhir kunjungan bulan madu William dan Emmy di Norwegia. Teman lama sekampus William ketika berkuliah arsitektur di Cambridge dulu berharap mereka bisa bertemu lagi di lain kesempatan."Apa yang membuatmu bersedia dijadikan istri Will, Young Lady?" tanya Adrian penasaran. Usia sobat lamanya dengan Emmy berjarak 15 tahun. Mantan istrinya yang hanya berbeda tiga tahun lebih muda dari Adrian saja merasa tidak bisa sepemikiran, tentunya agak mengejutkan age gap William dan Emmy.Sebelum istrinya menjawab, William menyahut terlebih dahulu, "Dia nyaman denganku, wajahku juga seperti foto model kata Emmy!" "Shut up, Will. Let her answer!" tukas Adrian Svetzbalt tak mempercayai omongan sobatnya dan menatap serius kepada Emmy.Akhirnya Emmy pun membeberkan alasannya jatuh cinta kepada suaminya, "Kak William sangat baik, perhatian, dan mencintaiku. Selain itu aku suka penampilan fisiknya yang menggetarkan hati sebagai wanita norm
Malam cerah di musim semi itu begitu menyenangkan bagi pasangan William dan Emmy. Sengaja seusai makan malam di restoran masakan Italia yang terkenal di kota Milan, mereka mencari taksi untuk mengunjungi Air Mancur Trevi. Sebuah janji pernah mereka ucapkan bersama sekitar dua tahun yang lalu ketika malam Natal. Kini mereka telah menjadi suami istri yang terikat janji suci pernikahan, mereka datang kembali ke tempat bersejarah itu.Sopir taksi itu sepertinya fans berat Ed Sheeran karena sepanjang perjalanan dari Milan ke Trevi Fountain yang ada di kota Roma dia tak henti-hentinya memutar lagu penyanyi terkenal itu. Untungnya William dan Emmy juga menyukai karya Ed Sheeran.Akhirnya setelah sekitar sejam perjalanan mereka sampai di Air Mancur Trevi. Sekalipun sudah malam, pengunjung masih saja ramai di sana, kebanyakan pasangan kekasih atau suami istri bersama anak-anak yang antusias melempar koin ke dalam kolam. Emmy pun tertawa karena teringat kenangan mereka dulu yang juga melempar k
Liburan honeymoon William dan Emmy sudah nyaris di penghujung, mereka diantar oleh sopir mobil rental ke Amalfi Coast, tepatnya di Kota Furore. Garis pantai tersebut memang memanjang sejauh kira-kira 50 kilometer menghadap Laut Mediterania. Mobil itu melintasi jalan raya yang rata dan berlekuk-lekuk di antara dinding pegunungan dengan sisi kanan berupa tebing curam yang langsung menyatu dasarnya dengan lautan."Busett deh mirip sama setting film-film hollywood ya tempatnya, Hubby!" seru Emmy sembari berdecak kagum melihat panorama dari jendela mobil yang terbuka. Angin kencang dari lautan menerbangkan rambut panjang hitamnya hingga berkibar bak bendera."Iya, memang beberapa film hollywood syuting di daerah Pantai Amalfi sih. Kita ntar syuting BF berdua mau nggak, Sayang?" goda William seraya tertawa renyah.Emmy melirik gemas ke wajah suaminya lalu bergelanyut di leher William. "Kalau dibikin film adegan honeymoon kita sudah jadi serial BF puluhan tuh, Kakak Sayang. Satu seri dua jam
Pesawat Emirates Airlines yang ditumpangi Eilliam dan Emmy mengangkasa dengan mulus selama berjam-jam semenjak lepas landas dari Bandara Milan Malpensa, Italia. Akhir dari rangkaian perjalanan bulan madu mereka yang penuh romantisme dan kegairahan di Furore begitu mengesankan. Rasanya dua hari saja masih kurang bagi pasangan pengantin baru itu.Ketika di bandara tadi menunggu boarding, William membaca email dari ayahnya tentang pesta soft opening komplek industri sahabat Mr. Garreth MacRay yang desainnya dikerjakan William tahun lalu. Mereka diundang hadir ke acara tersebut sepulang dari Eropa."Emmy, kita harus hadir di sebuah pesta di Jakarta nanti malam. Kuharap kamu bisa mendampingiku!" pinta William seraya menatap wajah istrinya yang baru bangun tidur di kabin pesawat."Okay, aku akan menemani Kak Willy ke pesta. Aku harus pakai baju yang seperti apa?" sahut Emmy yang menangkap kesan bahwa ini adalah acara resmi dan penting bagi William.William menghela napas lega karena tak har
"Kakak Sayang, gaunnya mana yang paling cocok? Semua pilihan si Momo bagus kok, aku suka!" Emmy berdiri di hadapan rak gantung dress keluaran butik internasional dalam balutan handuk putih setengah basah sehabis mandi.William yang melihat istrinya nyaris polos itu sulit berkonsentrasi. Dia menelan air liurnya dengan tatapan mendamba. Sedangkan, Emmy yang tak mendapat sepatah kata jawaban dari suaminya segera menoleh. "Kok bengong sih, Hubby?" tegurnya mencebik karena merasa diabaikan. "Ehh ... a—aku nggak bengong kok!" kelit William, dia lalu kembali fokus memilihkan pakaian pesta untuk Emmy. Pilihannya jatuh kepada sebuah gaun maxi Givenchy warna hitam dari bahan beledru halus. "Ini coba kamu pakai, menurutku anggun sekaligus sexy berkelas!" ujar William mengambil sebuah gaun dari rak gantung.Emmy juga tadi memilih gaun yang sama, hanya saja karena warnanya hitam dia jadi ragu. "Okay, nanti bantuin pasang resleting punggungnya ya, Kak Willy!" ucapnya sebelum melangkah keluar dari
"Kids, apa kalian sudah siap?!" seru William dari dasar tangga rumahnya. Emmy bergelanyut manja di sisinya menunggu ketiga anak mereka menuruni tangga dari lantai dua diikuti baby sitter mereka yang membawakan koper pakaian masing-masing."Ayo berangkat sekarang, Daddy, Mommy!" seru ketiga bocah itu kompak sambil melonjak-lonjak bersemangat. Emmy merangkul Josephine, sedangkan kedua putranya digandeng oleh si daddy di kanan kiri pria bertubuh jangkung itu Mereka naik ke mobil MPV yang dikemudikan oleh Mang Ali menuju ke Bandara Soekarno-Hatta. Di kursi samping pengemudi, Haikal duduk tenang sambil bertanya kepada bosnya, "Pak Willy pergi ke California berapa lama rencananya?""Mungkin seminggu aja sih, kami cuma pengin jalan-jalan ke Disneyland buat ngisi liburan kenaikan kelas anak-anak. Jaga rumah baik-baik ya, Mo!" jawab William dari bangku tengah mobil bersebelahan dengan Emmy dan Josephine. Kedua anak laki-laki mereka duduk di bangku belakang bersama seorang baby sitter. Isaac
Rak pajang kayu Eboni dekoratif di ruang keluarga Willems telah dipenuhi berderet foto dari masa ke masa semenjak pasangan William dan Emmy menikah, beberapa foto prewedding yang menyimpan kenangan indah, foto bersama Isaac yang berusia beberapa hari hingga mulai bertumbuh menjadi bayi yang bisa merangkak, berjalan, hingga berlari-lari bersama mommy cantiknya di halaman belakang rumah yang tertata apik. Daddy Will nampak selalu tertawa riang di setiap moment yang berkesan itu.Disusul deretan kenangan indah adiknya Isaac yang bernama Jacob Samsons Willems dan si bungsu yang cantik Josephine Emily Willems. Keluarga kecil dengan tiga putra-putri mereka yang menggemaskan itu sangat kompak mengukir setiap bingkai memori yang terpajang di sana Jacob hadir di usia pernikahan orang tuanya yang ketiga dan Josephine agak cepat menyusul kakak keduanya ketika delapan bulan usia Jacob dan masih disusui oleh Emmy. Memang William sengaja melakukan kekhilafan itu agar usianya ketika memiliki anak p
"Kuliah kita siang ini cukup sekian dulu ya, Rekan-rekan Mahasiswa!" ucap Emmy menyudahi perkuliahan yang dia bawakan untuk kelas semester enam. Sedikit tak nyaman karena perutnya mengalami kontraksi hebat, tetapi dia berusaha menahan dan bersikap segalanya baik-baik saja hingga air hangat itu mengalir dari bagian paha dalamnya. "Ohh ... tidak, aku pecah ketuban di kampus!" cicit Emmy panik.Reynaldi yang lewat di depan meja dosen pun mendengar perkataan wanita yang pernah disukainya itu. Dia membatalkan niatnya ke kantin kampus untuk makan siang alih-alih memilih menolong Emmy. "Gimana, Bu Emmy? Apa butuh bantuan untuk dianterin ke rumah sakit?" tawarnya dengan perhatian.Dengan terpaksa Emmy mengangguk setuju. "Iya, sebaiknya begitu. Aku pecah ketuban, Rey. Tolong ya!" balasnya seraya bangkit dari kursi dosen."Valdo, Revan, bantuin sini dong! Lo pada bawain tasnya Bu Emmy deh. Gue papah dia ke depan, ntar jagain sampe gue dateng dari parkiran mobil!" pesan Reynaldi yang segera dim
"Okay, saya tunggu kedatangannya di kantor baru yang di Bandung, Pak Anton. Lokasinya saya kirim via shareloc. Terima kasih!" ujar William di telepon saat dia mengantar Emmy ke kampus.Aktivitas rutin paginya itu telah berjalan selama berbulan-bulan semenjak mereka pindah tinggal ke Bandung. Istrinya yang hamil semakin buncit saja perutnya. "Nanti sore kita jalan ke mall yuk buat beli keperluan baby Isaac, sudah dekat juga waktu melahirkan kamu. Biar semua kebutuhannya siap dan nggak ada yang terlewat, gimana?" ajak William sambil memeluk dan mengecup puncak kepala Emmy."Boleh, sepulang dari kampus aja kali ya biar nggak bolak-balik keluarin mobil, Kak?" usul Emmy yang disetujui oleh William.Mang Ali menghentikan mobil di pintu masuk lobi kampus tempat Emmy mengajar. Dia menunggu pasangan mesra itu saling berpamitan seperti biasanya. "Byebye, Kakak Sayang. Sampai nanti sore ya ... muuaaachh!" Emmy melambaikan tangan lalu meniupkan kissbye ke arah William yang melongokkan kepala di
Sore itu sepulang kerja, Emmy dibawa ke rumah baru yang dibeli William di Bandung. Kedua matanya ditutup dengan selembar kain hitam oleh sang suami. "Kita sudah sampai, Sayang. Yuk turun!" ajak William sembari menuntun istrinya melangkah keluar dari bangku penumpang mobil yang terparkir di depan teras rumah bergaya Bali tradisional itu.Emmy menurut saja dengan bimbingan tangan William lalu dia berhenti melangkah dan mulai dibuka kain penutup matanya. Dia mengedarkan pandangan yang sedikit berkunang-kunang akibat ditutup kain gelap ke sekeliling ruangan. "Wow ... keren banget deh, ini rumah kita, Kak?" desah kagum Emmy seraya melangkah berkeliling ruang tengah yang mulai terisi furniture dan tertata elegan."Kamu suka 'kan sama rumah ini, Baby?" tanya William dari samping Emmy."Iya. Siapa yang jadi penata artistik interior rumah ini, Hubby?" balas Emmy sambil senyum-senyum.William terkekeh, dia pun menyahut, "Kalau yang pilih furniture sih aku. Cuma yang ngatur posisinya si Momo. A
"Tiiinn tiiinn!" Suara klakson mobil sedan hitam itu membuat Emmy tersenyum lalu berlari-lari kecil menghampirinya. Dari dalam mobil, suaminya membukakan pintu dan Emmy pun duduk di samping William. Hari pertama dia mengajar kuliah kembali agak melelahkan karena ada tiga mata kuliah yang dibawakannya tadi. "Oya, Kak Willy mau ajakin aku ke mana nih? Bingung juga mau menginap di mana kita malam ini, apa mau di rumah kakek nenek saja dulu sementara belum ada tempat tinggal di Bandung?" tanya Emmy dengan pemikiran yang sederhana.William pun menjawab, "Malam ini kita tidur di rumah Kakek Hasan boleh juga. Besok ya baru pindahan!" "Hahh?! Pindah ke mana tuh, Kak?" Emmy terkejut sekaligus bingung. Bagaimana bisa suaminya mendapatkan rumah secepat itu?"Surprise pokoknya besok. Malam ini aku mau menginap di pondok indah mertua aja deh sekali-sekali!" ujar William mencandai istrinya."Nggakpapa kok, Kakek Hasan dan Nenek Dahlia pasti senang kalau cucu menantu mereka mau tidur di rumah kec
"Ohh ... jadi kamu berani mengancamku ya? Aku lupa kamu 'kan memang barbar karena berasal dari kelas sosial strata bawah!" Vanessa membalas teguran Emmy sambil masih mendekap erat William dari belakang erat-erat.Para tamu pesta berkerumun mengelilingi ketiga orang yang berseteru dengan rasa penasaran. Beberapa mengenali siapa Vanessa Tobias dan William Samsons MacRay yang sempat bertunangan. Namun, mereka baru melihat Emmy kali ini karena berbeda lingkup pergaulan. Wanita-wanita tua muda berbisik-bisik heboh menantikan pertengkaran bak drama sinetron atau opera sabun TV itu.William melepaskan kedua lengan Vanessa yang meliliti badannya seperti tali tambang. "Hey, miliki sedikit harga diri, Vanessa. Jangan jadi pelakor setelah pertunangan kita dulu kandas!" tegur pria itu bernada tajam. Dia tak ingin Emmy salah paham dan terluka perasaannya karena keagresifan Vanessa Tobias."Will, pertunangan kita kandas karena wanita penggoda itu!" tunjuk Vanessa memfitnah Emmy yang terkesiap mende
"Kakak Sayang, gaunnya mana yang paling cocok? Semua pilihan si Momo bagus kok, aku suka!" Emmy berdiri di hadapan rak gantung dress keluaran butik internasional dalam balutan handuk putih setengah basah sehabis mandi.William yang melihat istrinya nyaris polos itu sulit berkonsentrasi. Dia menelan air liurnya dengan tatapan mendamba. Sedangkan, Emmy yang tak mendapat sepatah kata jawaban dari suaminya segera menoleh. "Kok bengong sih, Hubby?" tegurnya mencebik karena merasa diabaikan. "Ehh ... a—aku nggak bengong kok!" kelit William, dia lalu kembali fokus memilihkan pakaian pesta untuk Emmy. Pilihannya jatuh kepada sebuah gaun maxi Givenchy warna hitam dari bahan beledru halus. "Ini coba kamu pakai, menurutku anggun sekaligus sexy berkelas!" ujar William mengambil sebuah gaun dari rak gantung.Emmy juga tadi memilih gaun yang sama, hanya saja karena warnanya hitam dia jadi ragu. "Okay, nanti bantuin pasang resleting punggungnya ya, Kak Willy!" ucapnya sebelum melangkah keluar dari
Pesawat Emirates Airlines yang ditumpangi Eilliam dan Emmy mengangkasa dengan mulus selama berjam-jam semenjak lepas landas dari Bandara Milan Malpensa, Italia. Akhir dari rangkaian perjalanan bulan madu mereka yang penuh romantisme dan kegairahan di Furore begitu mengesankan. Rasanya dua hari saja masih kurang bagi pasangan pengantin baru itu.Ketika di bandara tadi menunggu boarding, William membaca email dari ayahnya tentang pesta soft opening komplek industri sahabat Mr. Garreth MacRay yang desainnya dikerjakan William tahun lalu. Mereka diundang hadir ke acara tersebut sepulang dari Eropa."Emmy, kita harus hadir di sebuah pesta di Jakarta nanti malam. Kuharap kamu bisa mendampingiku!" pinta William seraya menatap wajah istrinya yang baru bangun tidur di kabin pesawat."Okay, aku akan menemani Kak Willy ke pesta. Aku harus pakai baju yang seperti apa?" sahut Emmy yang menangkap kesan bahwa ini adalah acara resmi dan penting bagi William.William menghela napas lega karena tak har