Setelah mengobati tangannya yang terluka, mereka kembali ke apartemen. Lampu-lampu di lorong berkedip lembut, menciptakan bayangan di dinding yang membuat suasana terasa lebih tegang. Christian berjalan di depan, sesekali menoleh untuk memastikan Moon baik-baik saja.
"Christian, apakah kamu tahu siapa pria itu, kenapa dia ingin menabrak kita?" tanya Moon, suaranya penuh kebingungan dan kekhawatiran, sementara dia melangkah masuk ke ruangan bersama Christian.
Christian melepaskan jaketnya dan meletakkannya di sofa. Dia menatap Moon, berusaha menenangkan hatinya yang jelas masih terguncang. "Aku akan menyelidikinya," jawab Christian dengan senyum yang mencoba menghilangkan kecemasan di wajahnya. "Dia telah ditahan oleh anak buahku."
Moon mengangguk, meski perasaannya masih tak tenang. Pikirannya kembali ke insiden itu, mengingat ekspresi dingin pria yang mencoba menabrak mereka. "Apakah...ada hubungan dengan kakakmu?" tanya Moon tiba-tiba, suaranya leb
"Papa tidak bisa mengirimku begitu saja. Aku juga belum menerima tugas yang Papa berikan," jawab Christian, suaranya sarat dengan ketidakpuasan. Dia menatap ayahnya dengan sorot mata penuh ketegasan, tidak berniat mundur.Victor menghela napas panjang, menyandarkan tubuhnya pada kursi sambil menatap putranya. "Christian, keputusan ini memang mendadak. Tapi kita tidak punya banyak waktu. Kamu harus selesaikan proyek itu!" kata Victor dengan nada yang tidak memberi ruang untuk bantahan. Matanya menyipit, menegaskan bahwa perintah ini tidak untuk didiskusikan.Christian mengerutkan kening, merasa ada yang tidak beres. "Apa alasannya, mengirimku pergi tanpa berunding denganku?" tanyanya dengan nada penuh kecurigaan.Victor menegakkan tubuhnya, menatap Christian dengan tajam. "Mengirim seorang wakil perusahaan, apakah butuh alasan?" tanyanya, suaranya dingin seperti es. "Pergi, siap-siap, dan berangkat malam ini!""Aku menolak!" kata Christian dengan tegas. Di
Christian langsung menuju ke panti asuhan Home for Children yang dia dengar dari pembicaraan ayahnya dengan Luwis. Sepanjang perjalanan, pikirannya penuh dengan kecurigaan dan kebingungan. Kenapa ayahnya dan Luwis merahasiakan sesuatu yang berhubungan dengan Moon? Apa yang begitu penting hingga mereka merasa perlu menyembunyikannya dari dirinya?Sesampainya di depan panti asuhan, Christian memarkir mobilnya dan mengamati bangunan di depannya. Panti itu terlihat tua dan sederhana, jauh dari kesan mewah seperti panti asuhan yang biasa dilihatnya di kota besar. Dinding-dindingnya yang kusam dan pintu kayunya yang sedikit berderit seolah menyimpan banyak cerita."Papa dan paman Luwis menyembunyikan sesuatu dariku," gumam Christian dengan nada penasaran yang bercampur kekhawatiran. "Kenapa aku tidak boleh tahu siapa Moon sebenarnya? Apakah mereka bermusuhan dengan keluarga Moon?" Batin Christian semakin gelisah. Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalanya, membuatnya semakin terd
Christian merasa dadanya bergemuruh saat meninggalkan panti asuhan itu. Pikirannya kacau. Kata-kata wanita tadi terus bergema di telinganya seperti dentuman palu yang tak henti-henti menghantam benaknya."Putri? Tidak mungkin, ini gila!" gumamnya lagi, lebih keras kali ini. Mobilnya berhenti mendadak di tepi jalan, lalu ia menghantam setir dengan marah. Ada rasa takut yang menyelinap di antara kemarahannya.“Papa dan Moon tidak mungkin ada hubungan darah,” katanya dengan nada putus asa, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Namun, ketidakpastian itu menghantuinya seperti bayangan gelap yang menolak pergi.Setibanya di mansion keluarga Kim, Christian melangkah dengan hati-hati. Rumah besar itu, yang selama ini menjadi tempat perlindungannya, kini terasa seperti sangkar emas yang mengekangnya. Setiap langkahnya menuju kamar Victor terasa berat. Suara langkah kakinya menggema di sepanjang koridor yang sepi, menambah kesan dingin dan misterius.Di dalam kamar, Victor terlelap tanpa menyadari
Keesokan harinya, Christian duduk di kursi kerjanya dengan pandangan kosong dan wajah yang tampak suram. Di dalam kantor yang sunyi itu, hanya terdengar suara detik jam yang monoton, seakan menggambarkan suasana hatinya yang kacau. Mike dan Jhon berdiri di dekatnya, memperhatikan ekspresi sang tuan muda yang berbeda dari biasanya. Raut wajahnya penuh dengan kegelisahan, seolah memikirkan sesuatu yang berat. Mike, yang merasa khawatir, memberanikan diri untuk bertanya, "Tuan muda, Anda baik-baik saja?" suaranya lembut, namun penuh dengan kekhawatiran.Christian tidak segera menjawab. Dia menarik napas dalam-dalam, tampak berusaha mengumpulkan pikirannya yang berserakan. Matanya yang tajam tertuju ke kejauhan, seolah sedang mencari jawaban di tengah kekalutan pikirannya.Jhon, yang penasaran dengan suasana hati Christian, ikut bertanya, "Apakah terjadi sesuatu?"Christian menghela napas panjang, mengalihkan pandangannya ke arah mereka dengan tatapan penuh makna. "Selidiki ada berapa wa
Sebuah desa yang terletak di tengah pegunungan hijau dengan udara segar dan pemandangan yang memukau, penuh dengan kehangatan dan keramahan. Penduduknya saling mengenal dengan baik, menciptakan ikatan kekeluargaan yang erat. Mereka menjalani kehidupan yang sederhana, bercocok tanam, dan berdagang di pasar kecil di pusat desa. Di sinilah Moon, seorang gadis muda yang dikenal karena kecantikannya yang alami dan sifatnya yang ceria, hidup bersama neneknya. Moon, dengan rambut panjangnya yang berkibar terkena angin, mengayuh sepeda dengan penuh semangat menuju pasar desa. Senyumnya yang manis dengan lesung pipi yang menghiasi wajah bulatnya membuatnya selalu terlihat ceria. Setibanya di pasar, dia berhenti di depan kios sayuran milik seorang wanita paruh baya. "Bibi, sayur yang aku pesan, apakah sudah tersedia?" tanya Moon dengan senyum ramah.Wanita paruh baya itu, yang sudah mengenal Moon sejak kecil, tersenyum kembali. "Moon, Bibi sudah simpan untukmu," katanya sambil mengeluarkan be
Pria itu menatap Moon dengan senyum lembut, tapi ada kilatan misterius di matanya. "Siapa namamu, Gadis kecil?" tanyanya, suaranya tenang namun penuh dengan ancaman tersembunyi.Moon menegakkan tubuhnya, menatap balik tanpa gentar. "Namaku adalah Moon. Tolong hentikan semua ini. Jangan menyakiti warga-warga sini," katanya dengan tegas, berusaha menunjukkan keberaniannya meskipun di dalam hatinya bergejolak kekhawatiran.Pria yang memperkenalkan dirinya sebagai Pengurus, tersenyum lebih lebar, mengangguk perlahan. "Moon, nama yang bagus. Bulan yang indah. Aku menyukainya," ujarnya, nada suaranya kini lebih lunak namun tetap penuh teka-teki. "Ingin kami mengalah? Mungkin kau harus bisa mengabulkan permintaanku," lanjutnya, kali ini dengan tatapan tajam yang membuat Moon merasakan desiran dingin di tulang punggungnya.Moon menelan ludah, mencoba untuk tetap tenang. "Apa yang kamu inginkan?" tanyanya, suaranya terdengar lebih tenang daripada yang ia rasakan.Pria itu mendekat, menundukkan
Christian berdiri tegak di tengah padang rumput yang sunyi, hanya diiringi suara angin yang berbisik melalui daun-daun pohon tinggi. Di sekelilingnya, beberapa anak buahnya berdiri dengan waspada, memperhatikan setiap gerak-geriknya. Di tanah, seorang pria terbaring tak berdaya, wajahnya penuh luka, salah satunya dari sayatan pisau yang kini digenggam erat oleh Christian.Pria itu, yang matanya terbuka lebar dengan ketakutan, adalah orang yang menabrak Moon dan meninggalkannya tanpa rasa bersalah. Wajahnya kini penuh luka dan darah, mencerminkan nasib buruk yang menantinya. Christian melangkah mendekati pria itu dengan tenang, mengayunkan pisaunya dengan santai. "Kau tahu," katanya, suaranya tenang tapi penuh ancaman, "di dunia ini, orang seperti kau seharusnya bertanggung jawab atas kesalahan sendri, bukan lari seperti pengecut. Terutama ketika korbannya adalah gadis itu." Christian berhenti sejenak, mengarahkan ujung pisaunya ke dada pria itu. "Kau tahu kau membuatku marah, kan?"P
Moon yang baru keluar dari kamar mandi, merasa panik saat melihat Christian duduk di kursi dekat jendela, menatapnya dengan senyum dingin. Ia berteriak ketakutan, "Kenapa kau ada di rumahku? Pergi sekarang juga!" Christian hanya tersenyum lebih lebar, matanya memancarkan kilatan yang membuat Moon merasa semakin terpojok."Jangan cemas! Saat ini hanya ada kita berdua. Bukankah seharusnya kita habiskan malam yang penuh cinta," jawab Christian dengan nada yang membuat Moon merasa semakin terancam."Kalau kau masih tidak keluar, aku akan berteriak!" kecam Moon.Christian tampak tidak terganggu. "Lakukan saja! Mereka semua sedang bersenang-senang, mendengar musik dan menari. Tidak ada yang bisa mendengar teriakanmu," jawabnya dengan tenang.Dengan perasaan takut yang semakin besar, Moon mencoba melarikan diri ke pintu. Namun, saat ia mencoba membukanya, pintu tersebut sudah terkunci. "Buka pintunya! Buka pintunya!" teriaknya sambil menggedor-gedor pintu dengan putus asa.Christian bangkit