"Mbak Maya, tengok ke sini dong!" seru wartawan yang mengambil foto gadis cantik itu.
Maya Angelita melemparkan senyum ramahnya sembari melambaikan tangan ke arah kerumunan wartawan yang meliput konferensi pers pertunangannya dengan Andre Cornelius Wijaya.Mereka berdua merupakan publik figur terkenal di ibu kota. Maya, seorang model top dengan bayaran tertinggi saat ini, sedangkan Andre, aktor layar lebar yang sedang laris manis membintangi deretan film bertema remaja di bioskop. Di mata penggemarnya, mereka adalah couple goals, cantik dan tampan."Ndre, kita cabut aja yuk. Acaranya sudah kelar 'kan?" ajak Maya yang duduk di sebelah Andre di atas panggung acara konferensi pers itu."Boleh, May. Ayo kuanter pulang ya," jawab Andre sembari tersenyum manis dengan lesung pipit di kanan kiri pipinya.Mereka berdua pun berpamitan dengan panitia acara beserta manager mereka. Maya dan Andre berjalan berangkulan mesra menuju ke parkiran gedung stasiun TV Metro1.Andre membukakan pintu mobilnya untuk Maya lalu berlari ke sisi kursi pengemudi untuk menyetir. Seperti biasa lalu lintas kota Jakarta selalu macet, mereka berbincang dan tertawa bersama membahas mengenai rencana pernikahan mereka bulan depan di dalam mobil yang melaju perlahan."Oya, May ... ntar aku mampir ke satu tempat ya sebelum mengantar kamu pulang," ujar Andre membelokkan mobilnya menuju ke Jalan Kertanegara."Boleh, Ndre. Aku nggak buru-buru kok," jawab Maya sambil mengutak-atik radio di mobil Mini Cooper Andre mencari siaran radio yang asik untuk didengarkan.Akhirnya, mobil Andre menepi ke trotoar lalu dia keluar dari mobilnya ke sebuah florist. Dia ingin membelikan karangan bunga untuk Maya. Gadis itu sangat menyukai mawar pink dan putih serta anggrek. Andre sudah hapal apa saja kesukaan pacarnya itu karena mereka sudah berpacaran backstreet dari publik selama 3 tahun.Di seberang jalan ada sebuah mobil Kijang lama yang mogok. Sebuah keluarga kecil yang memiliki mobil itu. Sang istri menemani suaminya yang mengecek mesin mobilnya. Mereka lupa anaknya yang berusia 6 tahun dia tinggalkan sendiri di dalam mobil tanpa dikunci.Si anak perempuan itu membuka pintu mobil lalu turun ke jalan untuk memungut bola mainannya yang mental keluar dari mobil.Maya yang sedari tadi mengamati keluarga kecil itu pun melihat dari arah utara sebuah mobil melaju cepat ke arah anak perempuan itu. Dia reflek turun dari mobil lalu berlari untuk menyelamatkan anak perempuan itu."AWAS!" teriaknya seraya mendorong anak perempuan itu ke trotoar agar tidak tertabrak mobil Avanza yang melaju kencang di jalan sepi itu.BRUKKKK!Tubuh Maya tertabrak mobil Avanza itu dengan keras hingga mental sejauh 8 meter ke depan. Gadis itu jatuh terpental dengan kondisi berdarah-darah dan tak sadarkan diri. Gaun cantik merah muda semata kaki yang dikenakan oleh Maya sudah rusak dan berubah menjadi merah ternoda darah di beberapa bagian.Andre melemparkan karangan bunga di tangannya ke jalan lalu berlari seperti orang kesetanan mendekati tubuh Maya yang berdarah-darah terbaring di atas aspal. "MAYAAAA!" raungnya berurai air mata sembari memeluk tubuh yang tergolek tak berdaya itu.Orang-orang yang berada di sekitar lokasi kecelakaan itu pun mengerumuni mereka. Beruntung ada yang berinisiatif memanggil ambulans dari rumah sakit terdekat.Polisi pun datang ke TKP kecelakaan itu, pengemudi Avanza itu digelandang ke kantor polisi untuk dimintai pertanggungan jawab atas kecelakaan itu. Dia berkata tidak sempat mengerem mobilnya karena kejadiannya begitu mendadak.Tak lama kemudian petugas rumah sakit segera mengangkat tubuh Maya ke dalam ambulans. Andre mengikuti ambulans itu dari belakang dengan mobil Mini Coopernya.Sepanjang perjalanan, air mata Andre tak henti-hentinya menetes di pipinya. Dia begitu sedih karena bulan depan mereka akan menikah setelah berpacaran selama 3 tahun."Maya ... kumohon Tuhan, selamatkan nyawa Maya!" ucap Andre berdoa sepanjang perjalanan ke rumah sakit. Dia tidak rela kehilangan kekasih yang dia cintai itu.Sesampainya di lobi depan IGD, paramedis segera membantu menurunkan tubuh Maya ke ranjang dorong untuk dibawa ke ruang IGD sebelum penanganan yang lebih serius dari dokter yang berwenang.Andre diminta mengisi formulir data diri pasien, diapun mengisi kertas itu sebisanya lalu menyerahkannya pada suster jaga IGD itu.Dokter IGD menghampiri Andre untuk memberitahukan hasil diagnosanya."Dengan siapa saya berbicara?" tanya dokter itu."Saya Andre, tunangan Maya. Gimana Dok?" jawab Andre cemas."Saya Dokter Jonathan Prawira, kondisi Maya tidak baik, Mas. Saya butuh secepatnya pemeriksaan MRI untuk melihat cedera tubuh pasien secara keseluruhan. Tabrakan itu sangat keras dan kemungkinan akan menyebabkan cacat kaki secara permanen," ujar Dokter Jonathan pada Andre.Andre jatuh berlutut di lantai seraya menangis meraung-raung mendengar diagnosa sementara dari Dokter Jonathan. Dia tak sanggup membayangkan karier Maya sebagai top model akan hancur karena kakinya lumpuh seumur hidup.Keluarga Maya dan mama Andre pun sampai di rumah sakit lalu menuju ke ruang IGD."Ndre, gimana Maya?" tanya Nyonya Melita, mama Maya."Tante, Maya sedang dibawa untuk menjalani test MRI ...," jawab Andre masih sesenggukan berdiri di hadapan calon mertuanya. Diapun menyampaikan diagnosa Dokter Jonathan tadi mengenai Maya yang akan cacat kaki permanen.Kini giliran mama Maya yang syok berat mendengar diagnosa mengenai kondisi Maya itu. Suaminya menangkap tubuhnya sebelum terjatuh. Nyonya Melita pingsan di pelukan suaminya. Perawat segera membantu untuk membaringkan Melita ke bed pasien di ruang IGD.Maya adalah puteri sulung kesayangan Melita, baginya Maya itu sosok yang sangat sempurna sebagai seorang anak sekaligus sebagai seorang wanita.Dokter Jonathan menghampiri kerumunan keluarga itu seraya berbicara, "Maaf, saya butuh tanda tangan keluarga untuk melakukan operasi fraktur kaki bilateral. Hasil MRI pasien sangat buruk, tulang pahanya patah kanan kiri dan juga ada kerusakan saraf di bagian kaki. Saya mohon pihak keluarga akan kuat menghadapi kondisi ini. Pasien akan sangat membutuhkan dukungan keluarga untuk melewati masa-masa sulit ini."Roy Prayoga, papa Maya berusaha untuk tabah mendengar informasi dari dokter itu. Istrinya masih pingsan di ruang IGD. Bila Melita mengetahuinya, pasti dia akan histeris, pikir Roy.Dia menyelesaikan semua prosedur pendaftaran yang dibutuhkan untuk pasien operasi di bagian administrasi rumah sakit."Ndre, bagaimana kejadiannya? Kok Maya bisa ketabrak mobil?" tanya Roy pada calon menantunya itu sambil duduk di ruang tunggu depan ruang operasi.Andre menghela napas dalam-dalam, dia merasa bersalah seharusnya dia tidak usah mampir ke florist untuk membeli bunga, lebih baik langsung mengantar Maya pulang ke rumahnya."Maya menolong anak kecil yang nyaris tertabrak mobil Avanza yang mengebut di jalan sepi. Aku sedang membeli bunga di florist untuk Maya, Om. Dia memang gadis yang sangat baik ... huhuhu," jawab Andre lalu menangis lagi. Dia merasa sangat sedih karena kondisi Maya saat ini.Roy menepuk-nepuk punggung Andre untuk menenangkannya. Dia paham seperti apa perasaan Andre karena bulan depan rencananya pemuda itu akan menikahi puterinya."Yang tabah ya, Ndre. Aku tahu ini pasti akan sulit bagimu," ucap Roy lagi.Dari arah IGD, mama Andre berjalan menghampiri mereka. Diapun berkata, "Ndre tolong antar Mama pulang dulu, hari sudah malam. Besok kita kemari lagi."Nyonya Astrid lalu mengulurkan tangannya ke papa Maya sembari berkata, "Saya turut prihatin dengan kondisi Maya, Pak Roy. Semoga dokter bisa mengusahakan yang terbaik untuk Maya. Saya pamit dulu ya, Pak.""Terima kasih, Bu Astrid. Silakan duluan, saya akan menunggu operasi Maya selesai," balas Roy dengan ramah. Dia tidak menahan besannya itu untuk tetap berada di rumah sakit."Om, saya antar mama pulang dulu ya," pamit Andre sambil memeluk calon papa mertuanya itu."Oke, Ndre. Hati-hati di jalan, jangan ngebut sudah malam," pesan Roy menepuk-nepuk punggung Andre.Ibu dan anak itupun berjalan keluar dari komplek rumah sakit menuju ke parkiran mobil.Sesampainya di dalam mobil, Nyonya Astrid pun angkat bicara sementara puteranya menyetir ke arah pulang ke rumah mereka. "Ndre, dengarkan Mama kamu. Batalkan rencana pernikahan kalian, kamu dengar sendiri dari dokter bahwa Maya akan cacat kaki permanen. Masa depanmu masih panjang, tidak ada gunanya menyusahkan dirimu dengan gadis cacat," nasihat Nyonya Astrid."Astaga, Ma! Mama kok bisa bilang begini sih? Apa Mama nggak kasihan sama Maya?" balas Andre dengan perasaan terkejut mendengar nasihat mamanya itu."Percaya sama Mama, dia hanya akan menyusahkanmu nanti. Apa kamu sudah tidak ingin meneruskan kariermu sebagai selebriti? Maya jelas tidak bisa lagi menjadi seorang model, Ndre. Dia selamanya akan duduk di kursi roda." Nyonya Astrid duduk bersidekap memandang lurus ke lalu lintas yang macet di depannya. Dia tidak mempedulikan keterkejutan puteranya.Andre mendengkus dengan emosi bercampur aduk di hatinya melirik ke arah mamanya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya."Ma, kalau Andre memutuskan hubungan dengan Maya sepihak, pikirkan juga pendapat fans-fans kami. Mereka menganggap kami sebagai couple goals," sanggah Andre.Sebuah sepeda motor memotong jalan di depan mobil Andre secara mendadak. Untungnya tidak tertabrak, tetapi Andre terkejut lalu memukul klakson mobilnya dengan kesal sembari mengumpat pada pengendara sepeda motor itu.Nyonya Astrid berdecak kesal. Dia tidak bisa menerima kondisi Maya yang cacat itu. "Pokoknya kamu besok tidak perlu membesuk Maya. Hindari saja dulu beberapa hari. Mama rasa papa mama Maya pasti akan mengerti bila kamu membatalkan rencana pernikahan kalian bulan depan. Puteri mereka itu tidak bisa lagi menjadi pendamping yang sempurna buat kamu, seorang aktor top ibu kota. Karier Maya sudah tamat, Ndre!" desak Nyonya Astrid.Andre hanya bisa terdiam membisu. Dia tidak ingin gegabah memutuskan apapun. Apa yang dikatakan oleh mamanya itu ada benarnya. Karier Maya sebagai seorang model catwalk sudah berakhir karena harus duduk di kursi roda selamanya, tetapi hati Andre tak tega memutuskan hubungan mereka. Hal ini pasti akan menjadi pukulan berat bagi Maya di tengah penderitaannya karena kehilangan kemampuan kakinya untuk berjalan.Tubuh Maya rasanya sakit semua, tidak hanya itu, tetapi kakinya pun seolah mati rasa. Dia mencoba membuka matanya perlahan, kepalanya masih pusing dan terasa seperti berputar-putar. "May, kamu sudah sadar, Nak?" ucap Nyonya Melita bangkit dari kursi di sisi ranjang puterinya.Dia menggenggam tangan Maya sembari menitikkan air mata. Dia tak sanggup menjelaskan bahwa Maya akan cacat kakinya seumur hidup. "Pa, panggil Dokter Jonathan. Maya sudah sadar ...," seru Nyonya Melita pada suaminya yang tertidur di sofa.Pria berusia 50 tahunan itu bangun dari sofa lalu keluar kamar perawatan puterinya untuk mencari dokter yang merawat Maya.Tak lama kemudian, Roy kembali ke kamar perawatan Maya bersama perawat dan juga Dokter Jonathan. Dokter itu memeriksa kondisi fisik Maya dengan cermat. Dia pun bertanya, "Yang dirasakan apa, Mbak Maya?""Sakit, Dok. Kaki saya ... mati rasa ... seperti tidak punya kaki saja," jawab Maya dengan suara lemah menatap dokter muda itu.Dokter Jonathan mengangguk-
Pagi itu seperti biasa Ananda Kusuma berangkat ke kantornya yang terletak di lantai teratas gedung Mall Cakrawala Indonesia diikuti oleh asisten sekaligus sekretaris pribadinya. Namun, langkah cepatnya itu mendadak terhenti. Dia memandangi poster model iklan mall dan jaringan hotel miliknya yang dipajang di dinding sebelum pintu masuk kantor top managemen."Aji, ini kemana poster model cantik yang biasanya? Kok diganti nggak bilang ke saya?" cecar Ananda bernada kesal.Sedikit syok karena bosnya peduli dengan 'sebuah poster iklan', Aji pun terbata-bata menjawab, "Ma—maaf Pak Nanda. Ehh ... jujur saya kurang tahu kenapa posternya diganti. Mungkin untuk perubahan suasana saja atau alasan lainnya—"Wajah bosnya tampak mendung di pagi hari yang cerah, itu membuat Aji Prasetyo mendadak berkeringat dingin di sekujur tubuhnya. Dia menunggu instruksi berikutnya seperti apa. CEO Kusuma Mulia Grup memang sulit ditebak karena sifatnya yang introvert dan sedikit moody.Suara maskulin itu berdentu
"Permisi, Bu. Saya mau mengirim undangan, apa benar ini alamat Maya Angelita?" Seorang pemuda kurir yang sepertinya masih remaja itu mengulurkan sepucuk surat undangan tebal berwarna merah hati dengan nama tujuan dan alamat yang benar kepada Nyonya Melita Wahyuni."Ohh iya, memang benar ini rumah Maya, dia puteri saya. Oke, saya terima ya undangannya, Mas!" jawab Nyonya Melita seraya tersenyum ramah. Kurir pengantar undangan itu pun pamit meninggalkan depan pintu teras. Dia menstarter sepeda motornya yang tadi dia parkir di depan pintu gerbang yang terbuka itu.Kemudian Nyonya Melita menutup pintu teras depan rumahnya dan membaca surat undangan acara pertunangan dengan inisial A dan S. Sebelum menyerahkan surat undangan itu kepada puterinya, ia memutuskan untuk membacanya terlebih dahulu. Decakan kesal meluncur dari mulut wanita paruh baya itu, dia berpikir bahwa yang mengirim undangan pertunangan itu pastilah mantan calon besannya, Nyonya Astrid Wijaya. Janda beranak satu itu adala
Sebenarnya niat Maya datang ke acara pertunangan Andre dan Sherrin hanya untuk memberi ucapan selamat lalu pulang. Dia telah menerima kenyataan bahwa sang mantan terindah sudah bisa move on dengan cepat darinya. Tiga bulan saja cukup untuk berganti tunangan bagi Andre.Blitz kamera wartawan menyerbu sosoknya di atas kursi roda. Mamanya menemaninya dengan mendorongnya dari belakang. "Mbak Maya, apa Mbak sakit hati mengetahui Mas Andre sudah bertunangan lagi?!""Mbak Maya, kapan bisa kembali jadi model lagi?!""Apa Mbak Maya ingin menggagalkan acara pertunangan Andre dan Sherrin malam ini?!"Rentetan pertanyaan yang tumpang tindih dilontarkan oleh mulut-mulut usil wartawan majalah gosip dan infotainment terus dilontarkan kepada Maya Angelita. Namun, gadis di atas kursi roda itu hanya bungkam tanpa satu jawaban pun meluncur dari mulutnya."Ma, bawa Maya ke pelaminan saja ya. Kita kasih Kak Andre selamat lalu pulang!" ujar Maya setengah berteriak melawan suara berisik di sekelilingnya.
Diam-diam Ananda Kusuma menatap kepergian mobil milik hotelnya yang mengantarkan gadis lumpuh yang tadi tercebur di kolam renang dan juga ibundanya pulang ke rumah. Sungguh pertemuan tak terduga baginya karena tadi ia sebenarnya hanya memeriksa event akbar pertunangan artis yang menyewa tempat di hotelnya. Langkahnya terhenti saat hendak meninggalkan venue acara yang tiba-tiba heboh dengan teriakan histeris minta tolong. Namun, herannya tak ada satu orang pun yang tergerak menolong sosok yang tenggelam di kolam renang hotelnya. Ananda sempat merutuk karyawannya yang seharusnya bertanggung jawab di area kolam renang, mereka tidak stand by di posisi tugas seharusnya.Alhasil dia sendiri yang berlari melompat ke dalam air karena cemas dengan kasus tenggelam di kolam renang hotelnya yang bisa mencoreng reputasi hotel bintang 5 miliknya. Namun, ketika melihat sosok gadis yang tenggelam di dasar kolam sedalam 2.5 meter itu, jantung Ananda serasa terpukul. Seraut wajah cantik yang tak akan
Ketika Ananda Kusuma melangkahkan kakinya menuju ke ruang makan, dari kejauhan dia sudah mendengar adik perempuan semata wayangnya sedang merayu putera tunggalnya untuk makan pagi. Dia pun tertawa kecil sembari duduk di samping keponakannya."Kalau rewel sarapannya, janji kita semalam batal aja deh!" ancam Ananda dengan efektif kepada bocah laki-laki 8 tahun itu.Edward mengerutkan alisnya dengan sengit lalu duduk bersedekap menoleh ke pamannya. "Om Nanda curang kalau begitu! Janji adalah janji," protesnya.Namun, Ananda hanya menanggapinya santai sambil mengambil satu porsi sandwich daging asap keju ke piringnya. "Kalau begitu selesaikan sarapanmu cepat. Om selalu makan tanpa harus dipaksa sejak kecil. Sarapan itu penting untuk mengisi energi sebelum beraktivitas!" ujar Nanda ringan sembari memberikan wejangannya untuk keponakan kesayangannya.Sebuah helaan napas terpaksa lalu Edward membiarkan maminya menyuapinya dengan menu nasi kuning yang sebetulnya lezat. Dia hanya terlalu malas
"Halo ... namanya siapa ini?" Maya menyapa bocah laki-laki tampan yang ditemani oleh pria yang tadi membetulkan posisi mikrofon untuknya.Edward menyeringai lebar tertular senyuman seterang lampu LED 100 watt itu. Dia pun menyahut, "Namaku Edward, Kak. Ohh ... iya, kenalkan juga pamanku, ini Om Nanda!" Dia menyikut paha pamannya yang jangkung itu dengan agak keras."Ehh ... Ananda," ucap Nanda mengulurkan tangan kanannya kepada Maya. Dia sedikit terkejut karena tak menyangka akan dikenalkan kepada gadis itu oleh keponakannya yang getol menjodohkannya dengan penulis idolanya."Maya—" Gadis itu menatap lurus wajah Nanda yang sama-sama merona seperti dirinya dan agak salah tingkah.Namun, ia pun teringat antrean yang mengular dibelakang Ananda dan Edward. Lalu ia pun menanda tangani buku dongeng milik bocah itu sembari berkata, "Apa mau foto bareng aku juga?""Mau dong, Kak Maya! Ayo Om, buruan banyak yang antre tuh. Pake ponsel Om Nanda aja ya?" Edward segera berpindah posisi ke samping
"Mbak Maya, selamat ya—Anda terpilih menjadi model ambassador produk Flexi Wheel Chair. Kalau pengambilan fotonya siang ini pukul 12.00 WIB apa bisa?" tutur manager bagian promosi perusahaan kursi roda impor asal Jerman di sambungan telepon.Maya yang memang sempat dihubungi sebelumnya oleh Bu Monica Berliana, manager yang sedang meneleponnya saat ini pun merasa gembira. Dia memang sudah tak bisa lagi berjalan melenggak-lenggok di atas sepatu high heels, tetapi dia masih bisa duduk dan berpose dengan menarik di depan lensa kamera. Ada rasa rindu di hatinya menjadi seorang model seperti dulu."Ohh ... siap, Bu Monic. Dimana lokasi pemotretannya ya?" balas Maya dengan sopan."Di Studio Ice-Xpression, Jakarta Selatan. Tahu 'kan, Mbak Maya?" jawab Bu Monica Berliana. Maya pun mengonfirmasi pertanyaan Bu Monica dan mengatakan akan datang ke pemotretan tepat waktu sebelum mengakhiri sambungan telepon mereka. Setelah itu Maya mencoba untuk berpindah dari atas ranjangnya ke kursi roda sendir
Beberapa bulan kemudian sesuai janji Maya kepada Dokter Joyo Baskara, usai kelahiran anak kembar laki-laki dan perempuannya berselang masa nifasnya. Dia mengunjungi TPU Tanah Kusir bersama suaminya kali ini. Mereka hanya berdua saja dan ketiga anak mereka dititipkan di rumah kakek neneknya.Langit pagi itu biru cerah dengan gumpalan awan putih di angkasa. Musim kemarau baru berjalan tak lama di Indonesia waktu itu. Angin di taman pemakaman yang asri dan tenang itu bertiup sepoi-sepoi menerbangkan rambut panjang Maya yang tergerai. Suara serangga tongeret terdengar nyaring mengisi kesunyian tempat dimana ratusan jasad terkubur di bawah tanah berlapis rumput hijau yang terpangkas rapi.Ananda berjalan sembari menggenggam tangan kanan Maya dengan tangan satunya membawakan keranjang bunga mawar tabur untuk makam mendiang Andre dan mamanya.Dari kejauhan mereka dapat mengenali nisan putih bertuliskan nama sepasang ibu dan anak yang telah tiada tak lama berselang itu. Mereka berdua melangka
"Maafkan kami, Bu Maya. Kondisi fisik Nyonya Astrid semakin hari semakin melemah. Secara kejiwaan dan juga pikiran memang terapi psikologisnya berhasil membawa akal sehatnya kembali normal. Hanya saja—semangat hidupnya telah sirna, di situlah letak kesulitannya," terang Dokter Joyo Baskara yang merawat mama Andre selama berbulan-bulan terakhir ini.Maya pun menanggapi perkataan Dokter Joyo melalui sambungan telepon antar negara itu, "Baik, Dok. Kalau boleh saya tahu apakah Tante Astrid masih mau makan teratur setiap hari?""Masih, hanya terlalu sedikit. Dia juga lebih banyak tidur dibanding beraktivitas. Jarang berkomunikasi dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Saya yang paling sering berbicara dengan beliau untuk menjalani konseling kejiwaan," ujar Dokter Joyo berusaha menjelaskan situasi sulit yang dihadapinya terkait pasien yang ditanganinya.Setelah berpikir sejenak, Maya pun bertanya, "Seandainya saya datang ke sana, apa beliau mau berbicara dengan tenang?""Nyonya Astrid me
Ketika Ananda sarapan pagi bersama Maya dan Bayu, di sekeliling meja makan juga ada Aji dan Marcella yang sudah dianggap seperti anggota keluarga kecil mereka."Ji, bikinin janji ke rumah sakit sepulang kerja nanti buat Maya ya. Kami mau periksa kehamilan," ujar Ananda santai sambil menikmati menu sarapan paginya.Mendengar perintah bosnya, Aji dan Marcella saling bertukar pandang kikuk. Mereka lalu diam-diam tersenyum satu sama lain. Aji pun menjawab, "Siap, Pak Nanda. Nanti saya buatkan janji ke dokter Obsgyn. Oya, kalau nanti kami nebeng berangkat ke rumah sakit apa boleh, Pak?"Kali ini Maya dan Ananda yang heran lalu Maya yang bereaksi terlebih dahulu, "Siapa yang sakit nih?""Cella juga mau periksa kehamilan sore ini, Bu Maya!" jawab Aji yang membuat seisi meja makan tertawa.Ananda pun menanggapi, "Kok bisa barengan nih jadinya. Padahal bikinnya nggak janjian 'kan?" Mendengar candaan suaminya, Maya mencubit pinggang pria itu hingga mengaduh-aduh. "Mas Nanda ini bisa-bisanya—"
"Hai, Hubby ... apa kamu capek?" sambut Marcella Wrigley saat bayi besarnya memeluknya erat-erat di balik pintu kamar tidur mereka sepulang kerja.Dengan manja Aji menyurukkan wajahnya di lekuk leher istrinya yang menguarkan aroma parfum feminin nan lembut. Dia menyesap kulit putih terang itu, tetapi Marcella membiarkannya begitu sekalipun akan membekas tanda kepemilikan berwarna merah tua nantinya yang tentu saja bertahan cukup lama."Baby Cella, Sayangku ...," gumam Aji sembari meraup tubuh istrinya menuju ke tempat tidur mereka.Wanita berambut pirang dengan sepasang mata biru itu melingkarkan kedua lengannya di leher Aji sambil menatap wajah pemuda berondong menggemaskan yang sedang menggendongnya. "Ji ... aku punya kabar mengejutkan untukmu," ujar Marcella hati-hati saat tubuhnya dibaringkan di atas ranjang. "Apa tuh, Cella?" sahut Aji santai seolah yakin dia tak akan terkejut mendengar pemberitahuan istrinya. Mereka sudah menikah berbulan-bulan dan kipernya telalu ahli menjaga
"Terdakwa penculikan putera dari CEO Grup Kusuma Mulia yaitu pasangan ibu dan anak Hartadinata telah menerima vonis bersalah dari pengadilan dan dijatuhi hukuman kurungan selama 5 tahun. Demikian laporan Desti Triana dan cameraman Rizky Setiadi dari depan ruang sidang. Kembali ke studio 5 Surya TV!" Berita siaran petang itu menjadi tayangan yang menyita perhatian Pak Alan dan Nyonya Belina. Mereka saling bertukar pandang prihatin. Kemudian Nyonya Belina berkata, "Kasihan sebenarnya, Pa. Sekeluarga kok bisa masuk bui semua. Mas Arifian juga masih 14 tahun penjara hukumannya."Pak Alan mendesah lelah, dia pun menanggapi, "Itu keluarga kacau balau, Ma. Kita telah salah mengenali di awal berteman dengan mereka. Tadinya konglomerat, sekarang malah sudah jatuh miskin masih harus tinggal di hotel prodeo. Malunya berlipat-lipat kalau dulu kita jadi berbesan sama mereka, tingkah mereka aneh-aneh begini!""Benar, Pa. Memang Mama dulu salah menilai, justru keluarganya Maya yang baik-baik saja m
Selang 24 jam pasca menghilangnya Bayu dari kediaman Kusuma Mulia. Pihak kepolisian dan juga Ananda Kusuma ditemani oleh sekretarisnya mendatangi Royal Heir Dharmawangsa apartment."TING TONG." Bunyi bel apartment milik Nyonya Shinta terdengar mengejutkan dia dan puterinya yang memang sengaja tidak keluar kemana pun dari apartment itu sejak kemarin malam."Ehh—siapa tuh, Ma?" tanya Deana cemas bertukar pandang dengan mamanya di sofa.Kemudian Nyonya Shinta berjalan ke pintu keluar unit apartmentnya dan mengintip siapa tamunya dari lubang intip. Ketika dia melihat petugas polisi berseragam, makin paniklah dia. "Dea ... Dea, ada polisi di depan!" serunya berlari menuju ke sofa.Namun, gedoran di pintu terdengar bersama suara amarah Ananda. "Buka pintunya atau perlu didobrak?!" teriaknya mengancam dari balik pintu. "Waduh Ma, gimana nih? Kok Mas Nanda tahu kita ada di sini?" Deana mencicit panik.Sementara Bayu yang tadinya diam mulai menjerit-jerit, "PAAPAA ... PAAAPAAA ...."Setelah m
Suara tangisan dan rengekan bayi terdengar memenuhi mobil Alphard putih yang tengah melaju di jalanan ibu kota yang padat oleh kendaraan bermotor petang itu. Sang sopir melirik curiga melalui spion tengah mobil yang dia kemudikan. 'Perasaan tadi nyonya besar dan nyonya muda berangkat nggak bawa bocah. Lha ini ... lantas anak siapa? Jangan-jangan mereka nyulik anak orang!' batin Pak Suryo gelisah sembari berjibaku dengan lalu lintas yang begitu ramai."Rewel banget sih nih bocah!" keluh Deana yang memangku putera Maya. Dia memang tidak suka anak kecil. "Sabar, Dea. Sebentar lagi juga sampai di apartment," bujuk Nyonya Shinta melirik puterinya dan Bayu yang menangis tak henti-hentinya. Memang mereka berdua tidak mengerti kalau bocah laki-laki itu kelaparan, tadi Suster Sisca pergi ke dapur untuk membuatkan susu untuk Bayu dan Nyonya Shinta membawa pergi bocah itu diam-diam.Mobil Alphard putih itu membelok ke apartment Royal Heir Dharmawangsa yang mewah. Pasca hotel milik keluarga Ha
Sore itu kediaman Keluarga Kusuma Mulia ramai dikunjungi oleh serombongan nyonya-nyonya sosialita. Ada arisan elite bulanan yang digelar di sana. Tempat acara bergengsi itu berpindah-pindah sesuai giliran dan kebetulan kali ini jatuh di rumah mama Ananda.Maya pun diundang bersama putera tunggalnya untuk diperkenalkan ke teman-teman arisan Nyonya Belina. Sekalipun Maya sebenarnya tidak terbiasa mengikuti acara semacam itu, mau tak mau demi menghormati mama suaminya dia pun hadir."Jeng-jeng, kenalkan ini Maya Angelita, menantu saya. Mungkin sebagian sudah kenal ya karena dia ini penulis dongeng anak terkenal lho, nggak cuma di Indonesia ... sampai luar negeri juga bukunya dijual. Dan yang ini cucu saya, namanya Bayu. Lucu ya?!" tutur Nyonya Belina berdiri bersama Maya dan Bayu yang digendong mamanya di hadapan teman-teman arisan yang tajir melintir itu.Apa pun yang bisa disombongkan harus ditonjolkan, itulah prinsip anggota arisan elite yang diikuti Nyonya Belina. Para wanita itu pun
Pagi dengan gerimis rintik-rintik sisa hujan besar semalam masih mengguyur kota Jakarta. Wanita cantik dengan gaun hitam selutut itu menguatkan tekadnya untuk mengunjungi TPU Tanah Kusir, tempat dimana mendiang Andre dimakamkan. Mungkin sedikit terlambat, tetapi dia memang baru mengetahui berita duka cita itu belakangan.Payung hitam yang dia bawa untuk menaungi tubuhnya meneteskan air di ujung-ujung rusuk benda itu. Angin dingin yang menerpanya serasa menusuk tulang, pipinya basah oleh air mata yang mengalir di balik kaca mata hitam yang menutupi sebagian wajahnya.Selangkah demi selangkah Maya menuju ke sebuah gundukan tanah merah yang masih baru dibuat. Ada sebentuk nisan yang tertancap bertuliskan nama familiar seorang pemuda yang pernah begitu berarti dalam hidupnya.Keranjang bunga mawar tabur terayun pelan di tangan kanannya. Semakin dekat ia melangkah, dadanya terasa semakin sesak. Maya mungkin telah memiliki cinta baru yang indah bersama Ananda. Namun, kenangan manis masa pac