Seperti biasa setelah selesai memberikan fisioterapi untuk kaki Maya, CEO yang menyamar menjadi perawat pasien kelumpuhan itu kembali bekerja di kantornya. Dia baru saja keluar dari lift khusus untuk direksi perusahaan dan disambut oleh sekretaris sekaligus asprinya, Aji Prasetyo."Selamat siang, Pak Nanda," ucap Aji sambil berdiri di balik meja kerjanya. Namun, dia tidak hanya bermaksud menyapa Ananda karena ada hal lain yang di luar kebiasaan. Dia bergegas mengikuti bosnya sembari berkata, "Pak, Anda ada tamu di ruang CEO—"Ananda pun sontak membalikkan badannya hingga Aji spontan mengerem karena nyaris menubruk badan bosnya. Dia terdiam dengan ekspresi cemas menatap Ananda. "Siapa?!" tanya Ananda bernada galak mengenai identitas tamunya. Dia tak biasa mendapat tamu dadakan dan sekretarisnya memberi izin orang tersebut menunggu di ruangan kerjanya.Setelah menelan air liurnya, Aji menjawab polos, "Katanya calon tunangan, Bapak. Mbak Dea, gitu namanya."Mendengar jawaban Aji, dia pu
"Aku selain nggak suka cewek agresif juga nggak suka cewek yang kasar kelakuannya! Kamu kenapa main tampar pipi orang?!" sembur Ananda dengan emosional menatap tajam ke arah Deana yang mulai menangis tersedu-sedu."Mas Nanda yang mulai duluan tadi, omongannya nyinyir. Aku masih perawan TING-TING! Seenaknya nge-judge aku macam-macam pas kuliah dulu di Oxford!" balas Deana tak kalah sengit dengan Ananda.Mereka berdiri berhadapan saling melotot satu sama lain. Dalam hati Ananda dia sangat tidak menyukai Deana setelah kunjungannya siang ini ke kantor. Kemudian Ananda pun berkata, "EGP, sudah kamu mendingan pulang aja ke hotelmu. Aku sibuk banget dan malas bicara sama kamu, Dea. Sudah ya!""Ckkk ... aku akan lapor ke papa mamaku kalau kamu kasar sama aku, Mas!" ancam Deana lalu ia bergegas mengambil tas tangannya di kursi sebelum melangkah cepat di atas sepatu berhak 12 centimeter yang mengetuk-ngetuk lantai marmer kantor Ananda menuju ke pintu keluar ruang CEO yang kemudian dibanting hin
Sore itu bel pintu rumah Maya berbunyi, kebetulan papa mamanya sedang pergi berbelanja ke supermarket karena banyak persediaan barang kebutuhan sehari-hari yang habis di rumah. Virna juga belum pulang dari kerja magangnya di Hotel Cakrawala Indonesia. Akhirnya Maya sendiri yang keluar dari kamar tidurnya dengan kursi rodanya untuk melihat siapa tamu yang datang berkunjung.Pintu teras terbuka dan sepasang pria wanita paruh baya berpakaian rapi yang nampak berkelas berdiri di hadapan Maya yang duduk di kursi roda. "Selamat sore. Cari siapa ya?" sapa Maya biasa saja karena tidak mengenali kedua orang asing itu.Wajah wanita dan pria itu mengernyit seolah jijik melihat Maya, tentu saja perasaan gadis itu sedikit terluka, tak enak hati. Kemudian sang wanita berkata, "Apa kamu mengenal Ananda Kusuma?"Sebersit keterkejutan bercampur kebingungan melintas di raut wajah Maya. Dia heran apa hubungan mereka dengan kekasihnya. Namun, Maya berusaha menjaga sopan santun seraya menjawab, "Iya, ken
Ketika Virna mengunjungi Maya di kamar tidur sepupunya itu, dia sedang berbaring di atas ranjangnya dengan bahu terguncang-guncang membelakangi pintu."May, kamu lagi nangis kah?" tanya Virna kepo seperti biasa. Dia lalu melanjutkan ucapannya, "apa kamu putus sama Mas Nanda?"Setelah berdecak dan membersit hidungnya, Maya duduk bersandar di kepala ranjang bertelekan bantal. "Kamu mau ngapain ke kamarku, Vir? Aku lagi males ngobrol!" balas Maya galak karena memang dia tidak suka dengan kebiasaan buruk sepupunya yang doyan nyinyir.Virna duduk di tepi ranjang sepupunya sembari mengamati sepasang mata cantik yang sembab dan merah itu. Dia yakin pasti ada yang tidak beres dengan hubungan pacaran Maya dan Ananda. Setelah mendesah lelah ia pun berkata, "Aku 'kan sudah bilang tempo hari kalau Mas Nanda itu bukan sekadar perawat biasa melainkan juga CEO di tempat magangku. Kamu sih nggak percaya! Kalau dianya gampang move on sama cewek lain ... wajar dong!"Mendengar perkataan nyinyir sepupun
"May, buruan kamu ke Hotel Cakrawala Indonesia. Mas Nanda pagi ini nongol di lobi, aku udah lihat!" ucap Virna di telepon kepada sepupunya di pojok ruangan lobi agar tidak kedengaran rekan-rekan kerjanya.Memang tepat pukul 08.00 WIB pria ganteng bersetelan jas hitam necis itu melenggang melintasi lantai lobi yang luas menuju ke lift khusus direksi diikuti oleh sekretarisnya dan beberapa orang yang Virna tak kenal. Kehadiran Ananda selalu menjadi pusat perhatian para karyawati hotel yang diam-diam mengaguminya dan sebagian juga berandai-andai bisa menjadi kekasihnya. Namun, mereka tak berani coba-coba mendekati Ananda karena bos mereka itu terkenal galak dan dingin.Menurut kabar burung yang beredar di kalangan karyawan karyawati hotel dan mall jaringan Grup Kusuma Mulia, pernah ada beberapa karyawati yang nekad menyampaikan kekaguman dan perasaan istimewa mereka kepada Ananda. Sayangnya ... itu justru jadi bumerang yang merugikan mereka karena Ananda langsung memecat orang-orang nek
Seperti biasanya setiap dua hari sekali Ananda memberikan fisioterapi untuk kaki Maya. Sudah banyak kemajuan yang didapat berkat kombinasi obat dari Mr. Claudio serta terapi Ananda, kaki yang tadinya mati rasa itu mulai bisa bergerak sedikit-sedikit meskipun lemah dan belum bisa menyangga tubuh Maya tanpa alat bantu."May, mungkin ada baiknya kalau aku belikan walker 4 kaki untuk alat bantu jalan. Kamu bisa latihan di rumah juga lebih sering, gimana?" tanya Ananda sambil mengurut kaki Maya dengan krim pelancar sirkulasi darah dan saraf. "Boleh juga, Mas Nanda. Nanti Maya coba pelan-pelan buat belajar jalan-jalan di dalam rumah sini sendiri," jawab Maya antusias.Kemudian Ananda pun mengambil ponsel di tas selempangnya untuk melihat penjual yang menjual walker 4 kaki itu di toko online terdekat. Dia lalu menghubungi nomor kontak yang tertera dan melakukan pemesanan yang akan dikirim hari itu juga."Mas Nanda semangat banget sih! Langsung dipesenin alatnya—makasih ya!" Maya sedikit tak
"Mas Nanda, aku ke mari karena ortu kita ngajakin buat acara makan siang bareng di restoran Nyiur Melambai yang ada di hotel ini juga 'kan?" ucap Deana Isyana Hartadinata membujuk Ananda agar mau menghabiskan waktu bersamanya. Kebetulan kedua orang tua mereka memang mendukung pendekatannya ke Ananda.Dengan enggan Ananda menjawab ajakan gadis sombong itu, "Maaf, kamu aja yang makan siang. Saya masih kenyang, tadi sudah makan siang di luar.""Jangan nolak, Mas. Sebentar kutelepon Tante Belina aja deh biar beliau tahu sendiri kalau anaknya itu yang nggak mau diajak makan siang bareng!" ancam Deana dengan sengaja. Dia tidak senang bila tawarannya ditolak seenak jidat pria itu."Mesti banget sih begitu? Pekerjaan kantorku ini nggak akan selesai kalau sering diganggu dengan acara ramah tamah nggak penting yang memakan waktu di jam kantor. Ini tuh sudah jam 1 siang, semua karyawan juga pastinya mulai bekerja lagi," protes Ananda masih menghadap layar laptopnya. Ada banyak email baru di inbo
"Masakan chef di restoran hotel ini lezat sekali, Jeng Belina," puji Nyonya Shinta Hartadinata berbasa-basi. "Ohh—pastinya, Jeng Shinta. Chef Rudy Sudarmaji ini termasuk chef bintang Michelin lho, kami menggaji beliau tinggi sekali!" jawab Nyonya Belina Kusuma dengan kesombongan yang tersirat. Kemudian karena melihat makan siang sudah berakhir, Ananda pun berniat untuk pamit kembali ke kantornya dari pada menunggu basa-basi membosankan orang tuanya dan orang tua Deana. Dia pun berdehem lalu berkata, "Ehm, maaf. Saya ingin berpamitan kembali ke kantor, Semuanya—""Tunggu, Nanda!" sergah papanya menghentikan Ananda yang sudah siap berdiri, "duduklah dahulu, kami ingin menyampaikan sesuatu yang penting!"Kening Ananda berkerut, dia tak sabar menghadapi basa-basi bertele-tele yang tidak penting, apa yang akan dikatakan oleh papanya? Dia pun duduk kembali dan bersedekap menunjukkan gestur tak sabar sekalipun tiada kata terucap dari bibirnya."Siapa yang mau bicara, Mas Arifian?" tanya pa