"Huhuhu ... gue sungguh menyesal. Seandainya gue gak mendorong Altha, dia pasti gak akan seperti sekarang." Olivia menutup wajahnya dengan ke dua tangannya, dari sela-sela jarinya menetes air mata. Olivia terus menangis dari sejak Altha pingsan di kantin sekolah sampai di rumah sakit, terus merasa bersalah sebab telah membuat Altha terluka, padahal kejadian itu tidaklah dia sengaja.
"Kamu gak salah, kamu kan gak sengaja, tenang aja. Dokter juga udah bilang dia baik-baik saja, dia pingsan karena fobia sama darah." Seorang pemuda menyetuh pundak Olivia, spontan Olivia menatap ke arahnya."Makasih, Kak. Kalo gak ada Kakak, aku gak tahu harus berbuat apa." Olivia menatap lemah pemuda itu yang tidak lain adalah Kakaknya, Gabriel Alexandre. Gabriel tersenyum tipis sambil membelai rambut sang Adik, berusaha menenangkan kesedihan Adiknya. Baru kali ini dia melihat Adiknya menangis selama ini.Sebenarnya dia juga sempat kaget melihat Altha pingsan di kantin dengan luka lumayan parah di tangan kanannya. Lebih panik lagi ketika dia tahu pelaku yang membuat Altha pingsan ialah Adiknya. Sebagai seorang Kakak sudah sepatutnya dia melindungi dan bertanggung jawab atas perbuatan Adiknya, sebab itulah kenapa Gabriel ada di rumah sakit menemani Olivia. Sebenarnya dia sudah meminta Adiknya itu kembali ke sekolah biar dia saja yang menjaga Altha, namun Olivia menolak, dia merasa semakin bersalah jika tidak menemani Altha sampai sadar."Kak, Olivia mau ke WC dulu, Kakak jagain Altha ya." Gabriel mengangguk pelan membalasnya."Iya, hati-hati, jangan nangis mulu, tuh wajahmu dah jelek kayak kecebong di comberan." Niatnya mau mencairkan rasa sedih sang Adik, namun gak sadar kalau perkataannya itu justru membuat mood Adiknya semakin anjlok.Gabriel membalas mereka dengan senyuman canggung, merasa perkataannya mungkin mengganggu ketenangan pasien lain.
"Salah lagi, salah lagi, kenapa sih gue selalu dikatain gak pekaan? Kurang peka apa coba gue?" gerutu Gabriel pelan, kesal juga dikatakan gak peka padahal dia sendiri sudah berusaha peka dengan sekitarnya, terutama pada Adiknya itu. Dia kan tadi niatnya mau menghibur, kok dikatakan gak pekaan? Di mana letak gak pekanya?
Gabriel duduk di kursi yang sebelumnya Olivia duduki, sejenak dia menatap Altha yang masih belum sadarkan diri. Gabriel mengenal Altha karena pertemuannya tadi pagi, di mana Altha menyerempet motornya dan terjadilah kecelakan bak di nopel-nopel, sangat kebetulan Altha terjatuh tepat di atas Gabriel. Jika mengingat kejadian tadi pagi dia menjadi merasa sedikit kesal, bagaimana tidak? Altha dengan santuy-nya pergi begitu saja tanpa bertanggung jawab atas perbuatannya. Paling tidak seharusnya Altha menanyakan keadaannya meski nanti bakal ditanggapi dingin.'Gadis bego,' gerutu Gabriel dalam hatinya.Pandangan Gabriel turun pada tangan kanan Altha yang sudah diperban kain putih, hampir seluruh tangan kanannya itu mendapat perban. Awalnya Gabriel berpikir Altha pingsan karena syok atau karena lukanya yang cukup parah, ternyata Dokter mengatakan Altha memiliki penyakit fobia terhadap darahnya sendiri, apalagi pada darah yang cukup banyak, sebab itulah Altha langsung pingsan pas melihat tangannya terluka.Ting!Suara pesan chat masuk, Gabriel langsung menyalakan ponselnya dan melihat pesan W******p yang masuk. Pesan itu dari Adiknya, Olivia.[Kak, aku keluar mau beli buah untuk Altha. Tolong jagain Altha, jangan pulang! Awas aku balik Kakak gak ada!] Gabriel mendengus kasar, sebuah pesan chat ancaman dari Adiknya yang tidak bisa dia tolak. Karena dia tahu, jika dia menolak, sang Adik bakal melapor pada Nyonya besar alias Mama mereka. Gabriel sudah hapal sifat mengancam Adiknya itu.[Oke]Gabriel membalas pesan chat Olivia singkat. Sekejap saja pesan itu langsung ceklis biru pertanda pesan telah dibaca.Ting![Makaciw Kakakku yang tampan 😜]Gabriel tertawa kecil membaca pesan chat balasan dari Adiknya. Dia mematikan layar ponselnya lalu memasukkan ke saku jaketnya, tidak berniat membalas pesan chat Olivia lagi. Pandangannya kembali menatap Altha, namun masih belum ada tanda-tanda gadis itu akan sadar. Gabriel melirik jam tangan di pergelangan kirinya, waktu sudah menunjukkan pukul 11:00 siang, sudah 2 jam lebih Altha pingsan namun tak kunjung juga sadarkan diri. Dari pada bosen duduk menunggu si Altha sadar, lebih baik dia keluar sebenar sekadar mengisi waktu bosannya.Gabriel beranjak bangun, siap meninggalkan kamar rawat, namun kejadian di nopel terjadi lagi. Sebuah mukjizat si Altha langsung memegang tangan Gabriel, menghentikan pemuda itu pergi."Jangan pergi," lirih Altha yang masih dalam keadaan tertidur. Gabriel sempat tercengang karena perbuatan yang tak disadari si Altha."Lo ngigo ya?" balas Gabriel namun tidak ditanggapi. Melihat Altha tak membalas dia yakin kalau gadis itu beneran ngigo. Gabriel melepaskan tangan Altha darinya, namun belum lama terlepas, tangan Altha menyambar lagi kayak buaya. Gabriel sempat terkejut.
"Lo ngigo apa bohongan?""Jangan pergi pisang.""Apa? Lo bilang apa tadi?""Jangan pergi pisang.""Apa?""Pisang Altha jangan pergi!!!" Entah sebuah kesengajaan atau tidak, Altha tampaknya kesal ditanya mulu dan akhirnya ngegas ngomongnya membuat pasien lain menatap mereka lagi. Dengan cepat Gabriel langsung membekap mulut si Altha agar gadis itu berhenti berteriak."Sssttt!! Jangan ribut." Salah satu pengunjung pasien memberi isyarat pada Gabriel untuk tidak ribut. Padahal yang berteriak seseorang yang lagi tertidur, namun karena meraka waras tidak mungkin mereka menuduh si Altha yang lagi pingsan.Gabriel tersenyum lebar pada tamu itu sambil memberi isyarat kalau dia meminta maaf atas keributan yang telah terjadi. Tamu itu kembali menutup tirai setelah menegur Gabriel.Gabriel menghela nafas lega, kemudian dia melepaskan bekapannya terhadap mulut si Altha. Terlihat Altha menarik nafas panjang setelah bekapan dari mulutnya terlepas, seakan dia baru saja kehilangan oksigen untuk beberapa detik."Gila lo ya? Lo pingsan tapi masih bisa teriak? Spesies langka banget." Gabriel memuji yang sebenarnya terdengar sedang menghina, dia yakin gak ada manusia seunik Altha, dalam keadaan pingsan masih bisa berteriak, aneh dan unik kan?"Pisang, Altha mau pisang." Altha kembali ngigo, namun kali ini suaranya lebih kecil dari sebelumnya, terdengar seperti berbisik."Pisang?" Gabriel melirik ke segala arah mencari pisang yang mungkin ada di kamar rawat ini. Tapi sialnya pisang itu gak ada. "Gak ada pisang," balas Gabriel kepada Altha. Sekarang kelihatan juga begonya si Gabriel, masa orang pingsan diajak ngomong? Tapi emang si Althanya aja yang unik, pingsan masih bisa bicara."Altha mau pisang.""Gak ada pisang di sini.""Pisang!""Gak ada bego!""Pisang!""Lo-"Mata hitam pekat itu membulat sempurna, sangat terkejut atas apa yang dilakukan Altha padanya. Sekali lagi! Entah ini sebuah kesengajaan atau tidak, Gabriel tetap terkejut. Pasalnya si Altha tiba-tiba saja menariknya dan langsung menciumnya. Gila tapi nyata, udah kayak di nopel-nopel! Gabriel bisa merasakan bibir hangat Altha menyetuh pipinya. Gabriel terlalu panik sehingga tidak bisa berpikir jernih, dia bahkan tidak berpikir untuk melepaskan ciuman itu. Sedangkan si Altha tampak senang mencium Gabriel karena di dalam mimpinya dia sedang memakan ice cream pisang terenak yang pernah dia beli.Tanpa disadari, seorang wanita paruh baya terkejut melihat Gabriel dicium si Altha untuk waktu yang cukup lama. Saking terkejutnya, keranjang buah pisang yang dia pegang jatuh ke lantai menimpa kakinya, alhasil si wanita itu pun berteriak kesakitan sambil memegang kakinya."Aduh! Aduh! Aduh! Sakit! Aaww!! Sakit!"Dan Gabriel langsung tersadar, dia pun segera menjauhkan diri dari Altha. Panik melihat seorang wanita paruh baya datang tanpa dia sadari. Wanita itu juga sedang menatap ke arah Gabriel, tatapan mereka berdua pun bertemu.​Bego, itulah julukan Altha Naomi di sekolah, di rumah maupun di tempat umum. Tidak ada seorang pun yang mengenalnya tidak memanggilnya dengan sebutan bego, menurut mereka justru mereka yang bego kalau tidak memanggil Altha si bego yang gak ketolongan.Altha cantik, manis dan kaya. Tapi sayang karena kebegoannya menutupi semua citra baiknya. Bahkan ada yang merasa cukup ngenes melihat Altha terlahir cantik dan kaya namun berotak dengkul. Bagonya gak jauh beda seperti bagong. Saking begonya, Mamanya sendiri malu ngakuin memiliki anak sepertinya. Terkadang Mamanya berpikir, apa mungkin Tuhan salah ngirim anak karena yang lahir bukan anak manusia normal. Tapi sebego-begonya anaknya itu, tetap saja wajah dan gen mereka gak jauh beda, persis seperti ibu dan anak."Selamat pagi, Ma." Altha menuruni anak tangga, sudah siap dengan seragam sekolah dan tasnya. Mamanya mengernyit melihat putrinya, tidak biasanya Altha bangun sepagi ini, biasanya tuh anak ba
"Luis! Lo kok lambat banget sih bawa motornya?!" Altha mulai menggerutu, capek dan bosan terus duduk di motor. Bahkan perbekalan pisang yang dia bawa sudah habis dia makan di motor gegara saking lamanya menunggu Luis membawa motor Vespanya. Sekarang Altha jadi haus, dia ingin meminum sesuatu."Sengaja Tha! Soalnya Tante Elena berpesan jangan ngebut bawa motor. Entar jatuh!" sahut Luis setengah berteriak tanpa mengalihkan konsentrasinya dalam berkendara."Ya, tapi apa gak terlambat kalo lo bawa motor sepelan ini?!" Altha melirik ke kiri dan kanan, merasakan bahwa motor Vespa ini bergerak cukup pelan, bahkan Altha rasa dia mungkin bisa menang balapan lari dengan motor ini kalau Luis yang bawa, terlalu lambat."Insya Allah enggak, Tha! Ya udah gue naikin kecepatannya! pegangan, Tha! Entar jatuh!" Altha mengikuti perintah Luis, memegang tas pria itu agar tidak jatuh. Padahal Luis berharap Altha memeluknya, tapi Altha mana konek soal kod
"Gab, lo gak papa?" Dua cogan datang menghampiri pria itu. Pria yang ditanya hanya menggeleng pelan menjawab pertanyaan mereka."Gabriel sayang!!! Lo gak papa?! Mana Lo yang sakit!? Besar gak lukanya!" Seorang cewek yang entah datang dari alam mana tiba-tiba nyelonong masuk menyenggol Altha. Melihat cowok yang dia khawatirin mendapat luka di siku kirinya, cewek itu berbalik lalu mendorong bahu Altha cukup kuat."Eh, lo bego ya! Lihat nih Gabriel jadi terluka gara-gara lo!""Apaan sih, gue kan gak sengaja. Lagi pula siapa suruh dia mau balapan sama gue!" Altha yang tak terima didorong, dia pun balas mendorong, lebih kuat sehingga cewek cantik itu terjatuh ke belakang. Sebenarnya gak juga sampe harus jatuh, tapi si cewek itu aja yang sengaja ngejatuhin dirinya supaya jatuh ke dalam pelukan pria di belakangnya. Tapi sayangnya, khayalannya tidak sesuai ekspestasinya, si cowok itu
Altha menggaruk kepalanya sambil menyeruput segelas jus pisang yang dia genggam. Bersamaan dengan itu Olivia menatap ke arahnya. Ada banyak hal yang ingin Olivia pertanyakan, namun rasanya pertanyaannya ini sedikit kurang sopan jika dia ajukan. Tapi rasa penasarannya juga tidak bisa menunggu, maaf gaes Olivia emang manusia super kepo, sukanya ngais kehidupan orang."Tha, gue boleh nanya gak?"Altha menengok ke kiri menatap Olivia. "Tanya apa?""Hem, kenapa lo suka banget sama pisang?" Inilah pertanyaan yang sejak tadi memang ingin Olivia ingin pertanyakan. Pasalnya si Altha udah buat dia penasaran setengah mati, gegara si Altha senang banget melihat Mamang Ujang jualan gorengan di sekolah. Saking senangnya, si Altha sampe sujud syukur sambil berlinang air mata, udah kayak mendapat berkah paling terindah sedunia. Olivia aja sampe gak tahu harus bereaksi seperti apa, sebab dia s
"Huhuhu ... gue sungguh menyesal. Seandainya gue gak mendorong Altha, dia pasti gak akan seperti sekarang." Olivia menutup wajahnya dengan ke dua tangannya, dari sela-sela jarinya menetes air mata. Olivia terus menangis dari sejak Altha pingsan di kantin sekolah sampai di rumah sakit, terus merasa bersalah sebab telah membuat Altha terluka, padahal kejadian itu tidaklah dia sengaja."Kamu gak salah, kamu kan gak sengaja, tenang aja. Dokter juga udah bilang dia baik-baik saja, dia pingsan karena fobia sama darah." Seorang pemuda menyetuh pundak Olivia, spontan Olivia menatap ke arahnya."Makasih, Kak. Kalo gak ada Kakak, aku gak tahu harus berbuat apa." Olivia menatap lemah pemuda itu yang tidak lain adalah Kakaknya, Gabriel Alexandre. Gabriel tersenyum tipis sambil membelai rambut sang Adik, berusaha menenangkan kesedihan Adiknya. Baru kali ini dia melihat Adiknya menangis selama ini.Sebenarnya dia juga sempat kaget melihat Altha pingsan di kantin deng
Altha menggaruk kepalanya sambil menyeruput segelas jus pisang yang dia genggam. Bersamaan dengan itu Olivia menatap ke arahnya. Ada banyak hal yang ingin Olivia pertanyakan, namun rasanya pertanyaannya ini sedikit kurang sopan jika dia ajukan. Tapi rasa penasarannya juga tidak bisa menunggu, maaf gaes Olivia emang manusia super kepo, sukanya ngais kehidupan orang."Tha, gue boleh nanya gak?"Altha menengok ke kiri menatap Olivia. "Tanya apa?""Hem, kenapa lo suka banget sama pisang?" Inilah pertanyaan yang sejak tadi memang ingin Olivia ingin pertanyakan. Pasalnya si Altha udah buat dia penasaran setengah mati, gegara si Altha senang banget melihat Mamang Ujang jualan gorengan di sekolah. Saking senangnya, si Altha sampe sujud syukur sambil berlinang air mata, udah kayak mendapat berkah paling terindah sedunia. Olivia aja sampe gak tahu harus bereaksi seperti apa, sebab dia s
"Gab, lo gak papa?" Dua cogan datang menghampiri pria itu. Pria yang ditanya hanya menggeleng pelan menjawab pertanyaan mereka."Gabriel sayang!!! Lo gak papa?! Mana Lo yang sakit!? Besar gak lukanya!" Seorang cewek yang entah datang dari alam mana tiba-tiba nyelonong masuk menyenggol Altha. Melihat cowok yang dia khawatirin mendapat luka di siku kirinya, cewek itu berbalik lalu mendorong bahu Altha cukup kuat."Eh, lo bego ya! Lihat nih Gabriel jadi terluka gara-gara lo!""Apaan sih, gue kan gak sengaja. Lagi pula siapa suruh dia mau balapan sama gue!" Altha yang tak terima didorong, dia pun balas mendorong, lebih kuat sehingga cewek cantik itu terjatuh ke belakang. Sebenarnya gak juga sampe harus jatuh, tapi si cewek itu aja yang sengaja ngejatuhin dirinya supaya jatuh ke dalam pelukan pria di belakangnya. Tapi sayangnya, khayalannya tidak sesuai ekspestasinya, si cowok itu
"Luis! Lo kok lambat banget sih bawa motornya?!" Altha mulai menggerutu, capek dan bosan terus duduk di motor. Bahkan perbekalan pisang yang dia bawa sudah habis dia makan di motor gegara saking lamanya menunggu Luis membawa motor Vespanya. Sekarang Altha jadi haus, dia ingin meminum sesuatu."Sengaja Tha! Soalnya Tante Elena berpesan jangan ngebut bawa motor. Entar jatuh!" sahut Luis setengah berteriak tanpa mengalihkan konsentrasinya dalam berkendara."Ya, tapi apa gak terlambat kalo lo bawa motor sepelan ini?!" Altha melirik ke kiri dan kanan, merasakan bahwa motor Vespa ini bergerak cukup pelan, bahkan Altha rasa dia mungkin bisa menang balapan lari dengan motor ini kalau Luis yang bawa, terlalu lambat."Insya Allah enggak, Tha! Ya udah gue naikin kecepatannya! pegangan, Tha! Entar jatuh!" Altha mengikuti perintah Luis, memegang tas pria itu agar tidak jatuh. Padahal Luis berharap Altha memeluknya, tapi Altha mana konek soal kod
Bego, itulah julukan Altha Naomi di sekolah, di rumah maupun di tempat umum. Tidak ada seorang pun yang mengenalnya tidak memanggilnya dengan sebutan bego, menurut mereka justru mereka yang bego kalau tidak memanggil Altha si bego yang gak ketolongan.Altha cantik, manis dan kaya. Tapi sayang karena kebegoannya menutupi semua citra baiknya. Bahkan ada yang merasa cukup ngenes melihat Altha terlahir cantik dan kaya namun berotak dengkul. Bagonya gak jauh beda seperti bagong. Saking begonya, Mamanya sendiri malu ngakuin memiliki anak sepertinya. Terkadang Mamanya berpikir, apa mungkin Tuhan salah ngirim anak karena yang lahir bukan anak manusia normal. Tapi sebego-begonya anaknya itu, tetap saja wajah dan gen mereka gak jauh beda, persis seperti ibu dan anak."Selamat pagi, Ma." Altha menuruni anak tangga, sudah siap dengan seragam sekolah dan tasnya. Mamanya mengernyit melihat putrinya, tidak biasanya Altha bangun sepagi ini, biasanya tuh anak ba