Jawaban mengambang dan ambigu Hana yang sebenarnya tanpa sadar menjawab iya akhirnya ia tutup dengan pamit secara sopan dan riuh tepuk tangan kawan- kawannya. Hal yang membuat Christian menahan senyumannya karena sempat melihat kedua tangan Hana yang ia sembunyikan di balik pinggangnya dan ujung jemarinya saling bertautan pertanda kegugupannya.Hingga akhirnya satu persatu nama mahasiswa yang akan wisuda hari ini disebut dan mulai menaiki anak tangga dan menyalami satu per satu para petinggi kampus dan yayasan yang menyelamati mereka. Dan tentu saja, Christian berada diantara salah satunya dan berdiri pada posisi paling akhir.Beberapa mahasiswa terlihat antusias ketika sampai pada Christian dan bahkan tanpa segan mengajaknya untuk berfoto sambil berjabat tangan. Dan tidak seperti biasanya, pria tersebut malah memasang wajah ramah dengan senyuman manis pada semua orang yang berada di sekitarnya saat ini.Hingga tiba akhirnya kini Hana berdiri di hadapannya dan dengan senyuman yang me
Hana POVMalam ini Christian memperlakukanku sangat manis. Mulai dari menyentuhku dengan lembut dan penuh pemujaan akan setiap inchi kulitku yang ia sentuh, membiarkanku menuntaskan hasrat berkali- kali, memandikanku bak seorang pengasuh, mengeringkan dan menyisir rambutku dengan telaten, bahkan memasak pasta carbonara kesukaanku. “Terima kasih, sayang…” ucapku sambil merangkak dan berbaring di atas tubuhnya. Mengecup pipinya dengan lembut lalu bersandar di dada bidangnya. Ia pun langsung meletakkan ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menelepon Leon ke atas nakas. “Kok makasih…” ujarnya sambil mengulurkan tangan memeluk tubuhku dan menarik selimut dengan kakinya agar menutupi kakiku yang hanya mengenakan nightgown pendek berwarna merah marun.“Ya makasih karena kamu udah baik banget seharian ini. Mulai dari pagi- pagi banget, kamu ternyata udah nyiapin baju dan make up artist. Kamu juga ternyata temanin aku wisuda. Udah gitu kamu nikahin aku, kasih aku malam pengantin yang manis
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 6 jam lamanya, akhirnya pasangan suami istri tersebut sampai pada sebuah rumah gubuk sederhana yang menjadi tujuan mereka. Waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari saat Hana turun dari mobil SUV mewah yang Christian minta untuk disiapkan sebelum berangkat tadi.Christian berjalan mendekati Hana sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket yang ia kenakan karena cuaca yang cukup dingin saat ini. Ia kemudian menarik jemari sang istri untuk kembali ia masukkan ke dalam saku jaketnya.“Kamu nggak kedinginan?” tanya Christian sambil mengecup puncak kepala sang istri yang hanya tersenyum. Ia tahu betul ada rasa sendu dibalik senyuman getir tersebut.“Katanya bule… Masa dingin gini aja udah bilang kedinginan…” goda Hana.“Are you okay, baby?” tanya Christian yang kini melingkarkan lengannya di pundak Hana yang hanya mengangguk.“Masuk yuk… Tadi sebelum jalan, aku udah minta tolong sama anak ibu Suti untuk sedikit beresin rumah ini. Rumah mer
Kedua mata Christian nampak terbelalak ketika ia baru saja membuka pintu kayu ruangan yang Hana sebut kamar mandi tersebut. Bukan karena apa, melainkan semua yang ia dapati dalam ruangan kecil berbatu tersebut sungguh jauh dari batas titik paham kesederhanaannya.“Chris… Air panasnya bel—“ ucap Hana yang malah terkejut karena pria tinggi yang terlihat sedikit membungkuk tersebut malah hanya berdiri di depan kamar mandi dengan kedua tangan yang memegangi sisi kiri kanan jalan masuknya.“Kenapa?” tanya Hana dengan heran.“Sayang, no offense… Tapi… Apa… Nggak ada kamar mandi lainnya?” tanya Christian dengan menoleh pada Hana yang kini berdiri tepat di samping kanannya dan ikut menengok ke dalam kamar mandi.“Kenapa emangnya?”“Sayang, aku… Aku nggak pernah melihat tipe kamar mandi seperti ini. Maksud aku… Apa nggak ada toilet yang lain? Aku nggak tahu harus gimana pakainya,” jawab Christian dengan polosnya dan membuat Hana tertawa dalam hati. “Oh… Itu… Gini deh cara pakainya kamu buka c
Hana POV“Jadi dia yang kamu maksud dari kampung sebelah?” tanya Christian yang membuatku heran. Ia nampak menyetir dengan perlahan namun namun sedikit terlihat serius. Sejak menurunkan Lisa di rumah pamannya, ia memang tidak seperti biasanya.“Kampung sebelah? Maksudnya?” ucapku balik bertanya karena tidak paham akan apa yang ia tanyakan.“Tadi kan kamu bilang nggak nyangka akan punya suami aku. Tadinya impian kamu hanya sebatas orang kampung sebelah udah paling bagus banget… Jadi maksud kamu si Wara wiri itu…” jawabnya yang lebih terdengar seperti sedang meledekku.“Wira, Chris… Namanya Abang Wira,” imbuhku yang membuatnya mendelik kesal.“Kemarin panggil orang dengan sebutan Mas, sekarang Abang. Dan kamu malah panggil aku Christian atau Mr Smith. Aneh banget…” protes Christian yang membuatku mengulum senyuman.“Ya kan tapi kalau kamu aku manggilnya sayang. Dan itu panggilan yang nggak aku kasih ke orang lain. Kalau kamu mau aku panggil kamu mas, abang, aa, bli, daeng, uda, atau apa
Hana POVAku hanya bisa tersenyum melihat Christian dengan bangganya menyalakan kipas angin setelah kami menikmati makan malam sederhana kami. Setelah tadi siang ia terpaksa menghabiskan nasi dan lauk khas warteg kampung karena sudah terlalu kelaparan, akhirnya malam ini ia meminta dengan sopan untuk dibuatkan sepiring nasi goreng buatanku seperti biasanya. Meski awal penyesuaian kami hidup bersama dulu ia sering protes karena terlalu sering mengkonsumsi nasi, namun kini ia mulai terbiasa dengan pola makanku. “Gimana, enak kan kalau pakai kipas angin?” tanyanya sambil duduk di sampingku dengan kedua lengan yang ia bentangkan di sandaran kursi.“Iya… Enak,” jawabku dengan tersenyum.“Emang kenapa nggak mau pakai AC aja? Kan enak lebih sejuk,” “AC nya mau di tempelin kemana, Chris? Yang ada malah roboh semua dinding rumah ini,” candaku. Namun itu mengandung kebenaran. Lagipula, siapa yang membutuhkan AC dan kipas angin saat tinggal di desa sesejuk ini?“Itu kamu lagi baca apaan?” tany
Hana POVAku mendekati Christian yang nampak sedang santai sambil membuka ponsel yang sejak kemarin tidak ia sentuh tersebut. Satu tangannya kemudian menarikku untuk merebahkan kepalaku di atas pahanya dan membelai lembut rambut panjangku.“Kamu kenapa belum tidur?” tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sedikit terlihat serius.“Dikit lagi, sayang. Aku lagi periksa beberapa pesan dari Maya dulu,” jawabnya lalu mendaratkan satu kecupan manis di keningku.“Lapar nggak?” tanyaku.“Nggak juga sih… Emangnya kamu lapar? Mau makan apa?” ucapnya balik bertanya lalu menatapku dengan senyuman lembutnya. Entah mengapa di awal pertemuan kami, ia selalu memasang wajah tegang, masam dan dingin sedangkan sebenarnya ia bisa semanis dan selembut ini.“Aku mau masak mie instant. Kamu mau?” tawarku.“Mie instant? Nggak mau yang lain? Gimana kalau pesan aja, sayang? Mie instant kan nggak bagus,”“Tapi aku pengennya itu aja, Chris… Sekali ini aja. Sejak kamu datang, aku nggak pernah makan itu lagi. Bole
Christian POVAku duduk di kursi kerjaku sambil memandang pemandangan ibukota yang jalanannya seolah tak pernah sepi. Kesibukan bahkan membuat mereka jarang berada di rumah. Sama sepertiku sebelum menikah dengan Hana. Semuanya begitu membosankan dan aku tidak pernah betah tinggal di rumah besar keluargaku ataupun sendirian di dalam apartemen milikku. Sepi, monoton, membosankan dan hanya aku isi dengan pekerjaan dan berkencan sesekali. Kekasih? Aku tidak punya dan tidak tertarik. Mereka akan meminta banyak waktuku dan aku belum menemukan wanita yang membuatku rela meninggalkan pekerjaanku hanya untuk menngobrol dengannya.Aku memang cukup mapan. Perusahaan, aset dan harta milik mendiang kedua orang tuaku yang mereka wariskan kepadaku sebagai satu- satunya anak kandung mereka. Tentu Max tidak terhitung karena dia adalah anak papa bersama tante Brenda, yang tidak lain adalah sekertarisnya sendiri. Dengan kata lain, papa dan tante Brenda mengkhianati mama. Tapi jujur, tanpa kehadiran tant
“Sayang, kamu dimana?” tanya Christian pada Hana sambil membuka laptop milikku. Kami sedang dalam perjalanan menuju lokasi pembangunan.“Aku udah di jalan, sayang. Mau ke kantor teman yang aku ceritain. Doain aku diterima ya…”“Maaf ya, aku nggak bisa anterin. Tadi di kantor lagi banyak tamu. Aku nggak sempat pulang.” “Nggak apa- apa. Kamu udah makan?”“Belum, sayang… Nanti aja. Tanggung.” “Aku juga belum… Tadi aku takut telat jadinya buru- buru,” jawab Hana terdengar sendu.“Kok gitu sih… Ya udah… Kalau misalnya nanti waktunya dapat, aku jemput kamu makan siang ya… Semoga kamu bisa lowong,”“Gimana sih, sayang… Masa iya aku hari pertama kerja, belum tentu keterima juga, aku langsung ijin makan siang di jam yang udah lewat makan siang. Lagian aku tadi beli onigiri kok di supermarket,” jelas Hana.“Mana kenyang sih makan gituan… Ya udah, nanti aku lihat kalau misalnya sempat, aku semperin kamu.”“Jauh, Chris…”Tok TokChristian langsung menoleh pada arah datangnya suara yang langsung
Christian POVAku duduk di kursi kerjaku sambil memandang pemandangan ibukota yang jalanannya seolah tak pernah sepi. Kesibukan bahkan membuat mereka jarang berada di rumah. Sama sepertiku sebelum menikah dengan Hana. Semuanya begitu membosankan dan aku tidak pernah betah tinggal di rumah besar keluargaku ataupun sendirian di dalam apartemen milikku. Sepi, monoton, membosankan dan hanya aku isi dengan pekerjaan dan berkencan sesekali. Kekasih? Aku tidak punya dan tidak tertarik. Mereka akan meminta banyak waktuku dan aku belum menemukan wanita yang membuatku rela meninggalkan pekerjaanku hanya untuk menngobrol dengannya.Aku memang cukup mapan. Perusahaan, aset dan harta milik mendiang kedua orang tuaku yang mereka wariskan kepadaku sebagai satu- satunya anak kandung mereka. Tentu Max tidak terhitung karena dia adalah anak papa bersama tante Brenda, yang tidak lain adalah sekertarisnya sendiri. Dengan kata lain, papa dan tante Brenda mengkhianati mama. Tapi jujur, tanpa kehadiran tant
Hana POVAku mendekati Christian yang nampak sedang santai sambil membuka ponsel yang sejak kemarin tidak ia sentuh tersebut. Satu tangannya kemudian menarikku untuk merebahkan kepalaku di atas pahanya dan membelai lembut rambut panjangku.“Kamu kenapa belum tidur?” tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sedikit terlihat serius.“Dikit lagi, sayang. Aku lagi periksa beberapa pesan dari Maya dulu,” jawabnya lalu mendaratkan satu kecupan manis di keningku.“Lapar nggak?” tanyaku.“Nggak juga sih… Emangnya kamu lapar? Mau makan apa?” ucapnya balik bertanya lalu menatapku dengan senyuman lembutnya. Entah mengapa di awal pertemuan kami, ia selalu memasang wajah tegang, masam dan dingin sedangkan sebenarnya ia bisa semanis dan selembut ini.“Aku mau masak mie instant. Kamu mau?” tawarku.“Mie instant? Nggak mau yang lain? Gimana kalau pesan aja, sayang? Mie instant kan nggak bagus,”“Tapi aku pengennya itu aja, Chris… Sekali ini aja. Sejak kamu datang, aku nggak pernah makan itu lagi. Bole
Hana POVAku hanya bisa tersenyum melihat Christian dengan bangganya menyalakan kipas angin setelah kami menikmati makan malam sederhana kami. Setelah tadi siang ia terpaksa menghabiskan nasi dan lauk khas warteg kampung karena sudah terlalu kelaparan, akhirnya malam ini ia meminta dengan sopan untuk dibuatkan sepiring nasi goreng buatanku seperti biasanya. Meski awal penyesuaian kami hidup bersama dulu ia sering protes karena terlalu sering mengkonsumsi nasi, namun kini ia mulai terbiasa dengan pola makanku. “Gimana, enak kan kalau pakai kipas angin?” tanyanya sambil duduk di sampingku dengan kedua lengan yang ia bentangkan di sandaran kursi.“Iya… Enak,” jawabku dengan tersenyum.“Emang kenapa nggak mau pakai AC aja? Kan enak lebih sejuk,” “AC nya mau di tempelin kemana, Chris? Yang ada malah roboh semua dinding rumah ini,” candaku. Namun itu mengandung kebenaran. Lagipula, siapa yang membutuhkan AC dan kipas angin saat tinggal di desa sesejuk ini?“Itu kamu lagi baca apaan?” tany
Hana POV“Jadi dia yang kamu maksud dari kampung sebelah?” tanya Christian yang membuatku heran. Ia nampak menyetir dengan perlahan namun namun sedikit terlihat serius. Sejak menurunkan Lisa di rumah pamannya, ia memang tidak seperti biasanya.“Kampung sebelah? Maksudnya?” ucapku balik bertanya karena tidak paham akan apa yang ia tanyakan.“Tadi kan kamu bilang nggak nyangka akan punya suami aku. Tadinya impian kamu hanya sebatas orang kampung sebelah udah paling bagus banget… Jadi maksud kamu si Wara wiri itu…” jawabnya yang lebih terdengar seperti sedang meledekku.“Wira, Chris… Namanya Abang Wira,” imbuhku yang membuatnya mendelik kesal.“Kemarin panggil orang dengan sebutan Mas, sekarang Abang. Dan kamu malah panggil aku Christian atau Mr Smith. Aneh banget…” protes Christian yang membuatku mengulum senyuman.“Ya kan tapi kalau kamu aku manggilnya sayang. Dan itu panggilan yang nggak aku kasih ke orang lain. Kalau kamu mau aku panggil kamu mas, abang, aa, bli, daeng, uda, atau apa
Kedua mata Christian nampak terbelalak ketika ia baru saja membuka pintu kayu ruangan yang Hana sebut kamar mandi tersebut. Bukan karena apa, melainkan semua yang ia dapati dalam ruangan kecil berbatu tersebut sungguh jauh dari batas titik paham kesederhanaannya.“Chris… Air panasnya bel—“ ucap Hana yang malah terkejut karena pria tinggi yang terlihat sedikit membungkuk tersebut malah hanya berdiri di depan kamar mandi dengan kedua tangan yang memegangi sisi kiri kanan jalan masuknya.“Kenapa?” tanya Hana dengan heran.“Sayang, no offense… Tapi… Apa… Nggak ada kamar mandi lainnya?” tanya Christian dengan menoleh pada Hana yang kini berdiri tepat di samping kanannya dan ikut menengok ke dalam kamar mandi.“Kenapa emangnya?”“Sayang, aku… Aku nggak pernah melihat tipe kamar mandi seperti ini. Maksud aku… Apa nggak ada toilet yang lain? Aku nggak tahu harus gimana pakainya,” jawab Christian dengan polosnya dan membuat Hana tertawa dalam hati. “Oh… Itu… Gini deh cara pakainya kamu buka c
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 6 jam lamanya, akhirnya pasangan suami istri tersebut sampai pada sebuah rumah gubuk sederhana yang menjadi tujuan mereka. Waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari saat Hana turun dari mobil SUV mewah yang Christian minta untuk disiapkan sebelum berangkat tadi.Christian berjalan mendekati Hana sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket yang ia kenakan karena cuaca yang cukup dingin saat ini. Ia kemudian menarik jemari sang istri untuk kembali ia masukkan ke dalam saku jaketnya.“Kamu nggak kedinginan?” tanya Christian sambil mengecup puncak kepala sang istri yang hanya tersenyum. Ia tahu betul ada rasa sendu dibalik senyuman getir tersebut.“Katanya bule… Masa dingin gini aja udah bilang kedinginan…” goda Hana.“Are you okay, baby?” tanya Christian yang kini melingkarkan lengannya di pundak Hana yang hanya mengangguk.“Masuk yuk… Tadi sebelum jalan, aku udah minta tolong sama anak ibu Suti untuk sedikit beresin rumah ini. Rumah mer
Hana POVMalam ini Christian memperlakukanku sangat manis. Mulai dari menyentuhku dengan lembut dan penuh pemujaan akan setiap inchi kulitku yang ia sentuh, membiarkanku menuntaskan hasrat berkali- kali, memandikanku bak seorang pengasuh, mengeringkan dan menyisir rambutku dengan telaten, bahkan memasak pasta carbonara kesukaanku. “Terima kasih, sayang…” ucapku sambil merangkak dan berbaring di atas tubuhnya. Mengecup pipinya dengan lembut lalu bersandar di dada bidangnya. Ia pun langsung meletakkan ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menelepon Leon ke atas nakas. “Kok makasih…” ujarnya sambil mengulurkan tangan memeluk tubuhku dan menarik selimut dengan kakinya agar menutupi kakiku yang hanya mengenakan nightgown pendek berwarna merah marun.“Ya makasih karena kamu udah baik banget seharian ini. Mulai dari pagi- pagi banget, kamu ternyata udah nyiapin baju dan make up artist. Kamu juga ternyata temanin aku wisuda. Udah gitu kamu nikahin aku, kasih aku malam pengantin yang manis
Jawaban mengambang dan ambigu Hana yang sebenarnya tanpa sadar menjawab iya akhirnya ia tutup dengan pamit secara sopan dan riuh tepuk tangan kawan- kawannya. Hal yang membuat Christian menahan senyumannya karena sempat melihat kedua tangan Hana yang ia sembunyikan di balik pinggangnya dan ujung jemarinya saling bertautan pertanda kegugupannya.Hingga akhirnya satu persatu nama mahasiswa yang akan wisuda hari ini disebut dan mulai menaiki anak tangga dan menyalami satu per satu para petinggi kampus dan yayasan yang menyelamati mereka. Dan tentu saja, Christian berada diantara salah satunya dan berdiri pada posisi paling akhir.Beberapa mahasiswa terlihat antusias ketika sampai pada Christian dan bahkan tanpa segan mengajaknya untuk berfoto sambil berjabat tangan. Dan tidak seperti biasanya, pria tersebut malah memasang wajah ramah dengan senyuman manis pada semua orang yang berada di sekitarnya saat ini.Hingga tiba akhirnya kini Hana berdiri di hadapannya dan dengan senyuman yang me