VOTE YA
"Itu hanya masalah status hukum yang sebenarnya tidak ada bedanya bagiku." Sunan kembali meraih tangan Nabila untuk dia genggam. "Aku mencintaimu Nabila, sangat mencintaimu hingga tidak bisa kubayangkan aku bakal kembali memiliki perasaan seperti ini lagi pada seorang wanita. Kita tetap bisa bersama tanpa semua itu.""Aku tidak bisa Mas."Nabila masih menggeleng, meredupkan tatapan Sunan yang semakin pedih karena dia juga sudah benar-benar jatuh cinta pada Nabila dan tiba-tiba wanita itu tidak dapat dia genggam, hatinya seolah menjauh untuk bisa dia gapai."Aku tidak bisa memberikan apapun lagi ke pada mendiang istriku kecuali itu. Tapi kau bisa memilikiku Nabila, miliki aku!" Sebuah permohonan yang berat untuk ditolak karena Nabila tahu pria itu memang mencintainya dengan tulus."Maaf Mas, aku tidak bisa."Apa yang selama ini Sunan takutkan ternyata benar-benar sedang terjadi, Nabila tidak akan menerimanya jika tanpa apa-apa. Dirinya saja tidak akan cukup, cintanya saja tidak akan cuk
[Apa kita sudah bisa bicara, Nabila?] pesan yang sudah Sunan kirim berulang kali dalam satu minggu terakhir dan seringnya cuma Nabila baca tanpa dibalas.Nabila baru kembali memasukkan ponsel ke dalam kantong tasnya di bawah meja ketika Moy yang baru tiba langsung menghampirinya."Di mana Bagas?" Moy celingukan sambil membawa kotak biskuit."Bagas lagi ikut istrinya Bang Togar ke acara arisan keluarga.""Padahal aku sudah bawain biskuit kesukaan dia, nanti kamu bawa pulang aja." Moy meletakkannya di atas meja."Kenapa kulihat Sunan jarang jemputin kamu?""Mungkin Mas Sunan sibuk." Bohong Nabila karena tidak mau Moy tahu masalahnya dengan Sunan.Untung Moy juga segera sibuk membalas pesan yang baru masuk di ponselnya jadi tidak fokus."Dapat teman kencan baru lagi?" tanya Nabila dengan nada agak iseng karena melihat Moy terus tersenyum sendiri sambil mengetik."Masih yang terakhir waktu itu, rencananya bulan depan dia akan datang ke Indonesia."Selera Moy memang bertaraf internasional,
Kamarnya cukup luas dengan sofa yang sangat nyaman meski Nabila tetap sama sekali tidak nyaman ketika hanya berduaan dengan seorang pria di dalam kamar hotel. Apun bisa tiba-tiba mereka lakukan jika sedikit saja lalai. Sunan juga tidak munafik, pikiran kotor itu pasti ada karena mereka sudah sama-sama dewasa."Kau mau minum apa?" Sunan menawarkan beberapa jenis minuman yang baru dia ambil dari lemari pendingin kecil di samping sofa'"Tidak Mas." Nabila menolak karena dia cuma ingin cepat menyelesaikan masalah mereka."Maaf aku harus mengajakmu kemari, karena aku takut tidak bisa menyampaikannya dengan benar." Sunan ikut duduk tepat di depan Nabila, menghela napas berat kemudian menghembuskannya lagi."Aku ingin menikahimu secara agama bukan untuk mengurangi rasa hormatku pada keluargamu atau rasa cintaku padamu." Setiap kali Sunan akan meraih tangan Nabila untuk dia genggam. "Aku mencintaimu Nabila, bukan main-main."Nabila masih pilih mendengarkan belum ikut bicara meski jantungnya m
"Sunan ngajakin kamu nikah siri!" kaget Moy setelah mendengar semua cerita Nabila. Elice cuma bisa ikut pasang muka syok mendengar Nabila baru ditawari nikah siri oleh Sunan Praja Syarif yang notabenenya juga sudah dia kenal baik sampai ke akar-akar keluarganya. "Kenapa sejak awal dia gak bilang cuma mau cari istri buat dia nikahi siri! kalau tahu begitu mending kemarin kukenalkan saja dia sama janda gatel yang doyan duit!" Moy yang jadi paling geram karena dia yang telah memperkenalkan Sunan pada Nabila."Tapi tenang saja Nabila, lupakan Sunan! kau berhak dapat yang lebih baik, pria yang tidak mempermasalahkan apapun statusmu!" "Kau fokus bekerja saja dulu untuk Bagas, aku akan coba carikan posisi untukmu di perusahaan papaku." Elice ikut mendukung. Elice lebih mengenal keluarga Sunan, dia bisa paham bagaimana lingkungan keluarga kaya. Jika memang masalah kesenjangan status sosial Nabila yang jadi masalah, Elice pikir Nabila memang harus jadi wanita mandiri. "Aku tidak apa-apa kal
Nabila sudah mau berbaring ketika sebuah pesan masuk dari Sunan. Nabila tidak berani membukanya karena dia sudah bertekad untuk berhenti, meski mungkin belum lupa dan belum hilang.Sebagai seorang janda dan ibu dari seorang anak laki-laki satu setengah tahun, sebenarnya Nabila sudah tidak memerlukan roman dalam hidupnya. Jika pun Nabila menikah lagi, dia hanya ingin laki-laki yang bisa menerima apa adanya, tidak perlu kaya asal bertanggungjawab. Kesenjangan status sosial nyatanya pasti akan tetap menimbulkan masalah. Seandainya Sunan dari keluarga biasa mungkin dia juga tidak harus sesulit sekarang menanggung tanggung jawab.Hari masih pagi ketika Moy sudah mengirim beberapa foto profile pria dan biodatanya untuk Nabila pilih.[Ini pemenang lelang kemarin setelah aku seleksi dengan jeli semua kulitas serta latarbelakangnya. Kau boleh pilih yang mana saja][Moy aku benar-benar belum ingin, aku masih mau bekerja untuk Bagas dulu][Kau harus move-on Nabila!][Aku baik-baik saja][Jangan m
Jika kemarin Nabila tidak sengaja bertemu dengan Novie di supermarket, hari ini Nabila kembali tidak sengaja bertemu Riko dan Novie di acara pernikahan anak salah satu mantan tetangga mereka. Riko dan Nabila sama-sama mengenal baik keluarga mempelai perempuan jadi tidak enak kalau sampai tidak datang. Acaranya diadakan di hotel berbintang dengan ribuan tamu undangan, Nabila tidak menyangka jika bakal bertemu Riko di antara banyaknya tamu yang sedang ramai.Nabila terlihat datang seorang diri bahkan tidak membawa Bagas karena Nabila ingin buru-buru dan menitipkan Bagas di rumah kakak iparnya."Tuh! kan Mas, aku bilang juga apa, pasti laki-laki yang Nabila pamer-pamerin kemarin sudah bosan dan ninggalin dia!" sindir Novie dengan suara cukup kencang untuk ikut didengar Nabila."Jadi benar laki-laki yang kau pamerkan ke kemarin sudah meninggalkanmu?" Riko benar-benar menyuarakan omongan Novie begitu Nabila melintas di depan mereka."Sama sekali bukan urusan Mas Riko!" kesal Nabila berharap
Ternyata bukan cuma Sunan yang bisa jadi pengecut, tapi Nabila juga. Karena setelah cukup berani menanggapi chat dari Sunan ternyata Nabila tidak berani untuk mengangkat panggilannya. Nabila justru menyelipkan ponselnya ke bawah bantal agar suara getarnya tidak terdengar oleh Bagas yang sudah tidur.[Kenapa?] pesan yang dikirim Sunan setelah dua kali panggilannya tidak juga diangkat.Sebuah file foto ikut dikirim oleh Sunan dan langsung terbuka di layar ponsel Nabila yang masih membaca pesan.Sunan terlihat sedang berbaring setengah bersandar di kepala ranjang sambil memeluk putranya yang sepertinya belum juga tidur.[Azil belum bisa tidur karena jarang menginap di rumah, tadi kupikir Bagas juga sedang bangun]Jika tadi ponsel Nabila yang dia selipkan ke bawah bantal kali ini justru kepala Nabila sendiri yang ingi ia selipkan ke bawah bantal karena malu luar biasa dengan pikirannya sendiri.'Semua gara-gara Moy!'*****"Bagaimana kencanmu dengan Raka?" tanya Moy begitu menghampiri Nab
"Laki-laki itu sama saja, siapa yang berani dia dapat banyak gak perduli umur!" ketus Moy pas Elice menggeleng saat dia menunjuk foto profile pria yang nampak lebih muda. "Aku tidak mau yang terlalu muda!" Dari dulu Elice memang paling anti dengan berondong. "Gimana kalau yang ini?" Moy menunjuk pria berkaca mata dengan lesung pipi dan kumis tipis. Elice tetap menggeleng. "Terlalu kurus." "Kau tetap mau yang badan sixpack, dewasa dan berpekerjaan mapan?" Moy mendesah lemas. "Pria sixpack biasanya agak pengangguran, atau kalau tidak dia cuma model, karena pria dewasa berpekerjaan mapan biasanya cukup sibuk untuk terlalu mengurusi otot perut yang harus selalu kotak-kotak!" Moy sampai ingin menggaruk kepalanya karena repotnya kriteria yang diminta Elice. "Atau kau cari saja anak sultan yang bisa liburan kesana-kemari dengan berbagai hobi, tidak perlu bekerja tapi warisannya tujuh turunan gak bakal habis!" "Aku tidak mau jadi harem!" "Coba lihat kalau anak sultannya kayak dia!" Mo
Ketika Sunan masuk, dia syok melihat kehebohan tangis dua bayi sekaligus. Sunan malihat Elice sudah menggendong bayinya demikian pulan dengan Marko. Elice melahirkan di atas ranjang dan Nabila melahirkan di sofa."Apa yang terjadi?""Nabila ikut melahirkan karena stres melihat kondisi Elice." Moy yang menjawab sementara Marko masih gemetaran menggendong bayinya."Oh Tuhan!""Dia sehat." Elice tersenyum menunjukkan bayinya dan ternyata Sunan menangis meski tanpa suara isakan.Sunan segera memeluk Elice serta bayinya yang masih kemerahan."Biarkan Nabila yang memberi Nama.""Ya." Sunan terus mengangguk karena tidak perduli dengan apapun asal istrinya selamat."Bagaiman ini?" Marko bingung melihat bayinya menangis masih dengan tali plasenta yang membuat dia takut."Berikan padaku!" Moy meminta bayinya untuk dibawa pada bidan.Setelah memberikan bayinya pada Moy, Marko segera memeluk Nabila dan menciuminya sejadi-jadinya. Rasanya masih sulit dipercaya jika dia sendiri yang baru membantu pe
Nabila sedang melakukan panggilan video dengan Moy dan bayinya yang sekarang sudah berumur tiga bulan. Bayi cantik yang Elice beri nama Moza itu sudah pintar tersenyum dan membalas suara orang dewasa dengan dengungan. Nabila benar-benar gemas hingga tidak sabar menunggu kelahiran bayinya sendiri."OH ... anak perempuan memang mengemaskan!" Nabila melayangkan kecupan pada bayi montok yang menyeringaikan tawa di layar ponselnya."Tapi sepertinya ini laki-laki." Marko meraba perut Nabila yang kebetulan ada di sampingnya."Ini anak perempuan, aku bisa merasakannya!" Nabila ngotot.Setelah memiliki Bagas, sangat wajar jika Nabila sedang sangat menginginkan anak perempuan meski sampai sekarang Nabila sengaja belum mau mengetahui jenis kelamin bayinya."Apa Moza sudah bisa tengkurap?" Nabila melanjutkan obrolannya dengan Moy walaupun Marko terus mengganggu."Baru miring belum bisa terbalik.""Lihat Marko dia tersenyum padamu!" Nabila menghadapkan kameranya ke arah Marko yang sedang memangku l
"Kau tidak akan percaya jika sebenarnya sudah sejak lama aku menatapmu!"Elice berhenti mengunyah makanannya untuk balas menatap Sunan."Aku hanya tidak pernah berani berpikir kau akan mau menikah dengan pria sepertiku, mengandung darah dagingku, dan menghabiskan sarapan bersamaku."Dari dulu Sunan hanya standar, tidak sejenius Clavin yang dapat menahlukkan Elice."Kenapa kau berpikir seperti itu?" Elice juga masih kaget."Aku merasa bukan tipemu.""Siapa yang perduli!" tegas Elice persis seperti gayanya dari dulu.Elice memang tidak akan bertele-tele seperti kebanyakan wanita yang suka main perasaan. Tapi bukan berarti hati Elice tidak tersentuh dengan perhatian tulus yang selama ini diberikan Sunan. Elice hanya tidak pernah membahasnya.Mereka masih saling menatap sampai kemudian Elice kembali bicara lebih dulu."Boleh aku minta brokolimu?" Elice menunjuk potongan brokoli di piring Sunan yang belum dimakan."Kemari, biar kusuapkan." Sunan tersenyum sambil menepuk pahanya agar Elice d
Kehamilan Moy sudah memasuki bulan ke sembilan dengan perut bulat besar dan buah dada makin memadat kencang. Kehamilan anak perempuan ternyata justru membuat wanita terlihat semakin cantik. Moy sedang berbaring lembut di atas ranjang ketika Clavin bantu menarik melepas sisa gaun malamnya yang berbahan ringan. Mereka sedang disarankan untuk lebih banyak berhubungan intim mendekati masa-masa persalinan. "Apa kau tidak kesulitan bergerak?" Clavin ikut merangkak naik ke atas ranjang kemudian menyentuh lembut pada gumpalan buah dada wanitanya yang sedang membengkak penuh. "Tidak, ini masih nyaman." Moy juga mempersilahkan lelaki itu membuka kakinya untuk direntangkan. Clavin memperhatikan Moy sejenak, kemudian membelai ke lipatan lembutnya yang semakin hari semakin sesak untuk dimasuki pria. Clavin terus mengulas-ngulas puncak wanitanya sampai melembut hangat dan tiba-tiba menurunkan kepala untuk menyesap puncak kecilnya hingga mengejang. "Oh ...." Moy melenguh panjang. Rasanya sangat
Kehamilan Moy membuat kedua orang tua Clavin yang sudah lama menunggu keturunan dari putra tunggalnya ikut sangat bahagia dan tidak sabar. Kehamilan Moy sudah memasuki bulan ke enam dengan jenis kelamin bayi perempuan. Setelah resmi menikah bersama Clavin Moy juga selalu dimanja oleh keluarga suaminya. Moy merupakan anak tunggal yang dibesarkan oleh seorang janda, ayah Moy sudah tidak pernah perduli dengan kehidupan sulit mereka sejak bercerai dengan ibunya. Ibu Moy meninggal beberapa tahun lalu, Moy tidak punya sanak saudara lagi di ibukota. Moy berjuang sendiri untuk menjadi wanita mandiri meski dia cuma lulusan SMU dan berhasil sukses. "Istirahatlah jika kau capek." Clavin tahu Moy sudah sibuk dengan keluarganya sejak siang. "Biar aku saja yang menemani tamu." "Aku mau menunggu Nabila dulu." "Apa masih lama?" Clavin menengok arloji di pergelangan tangannya. "Sebentar lagi mereka sudah di jalan." "Jangan terlalu capek." Clavin menggosok puncak perut Moy yang makin membulat besa
"Bagaimana?" Marko sudah tidak sabar menunggu dua garis merah pada benda pipih yang sedang dipegang Nabila."Tunggu sebentar."Mereka sama-sama tegang setelah usaha keras siang dan malam penuh perjuangan."Ya!" Nabila segera menunjukkan dua garis merah yang langsung membuat Marko melompat untuk mengangkatnya."Oh, Tuhan ... terima kasih .... terimakasih ..." Marko terus menciumi perut Nabila yang dia angkat cukup tinggi seperti benda enteng kemudian membawanya berputar."Hentikan Marko! nanti anakmu pusing!"Marko masih terlalu bahagia hingga tidak bisa berhenti tersenyum bangga dengan dirinya sendiri."Terima kasih karena telah menjadikanku seorang ayah." Marko menurunkan Nabila untuk dia cium."Dia masih jentik kecil," Nabila mengingatkan."Berapa kira-kira usianya?" marko meraba perut Nabila."Mungkin sudah memasuki bulan ke dua."Nabila sudah terlambat satu bulan sejak menikah dua bulan lalu."Bagas harus tahu jika akan punya adik!" Marko menangkup pipi Nabila kemudian menciumnya
[Lusa aku akan kembali ke New York, apa malam ini aku boleh menginap?] pesan yang dikirim Noah untuk Elice tapi kebetulan Sunan yang membacanya. [Jangan ganggu istriku!] tegas Sunan dengan kalimat singkat. Mungkin karena kaget, Noah langung beralih menelpon. Sunan juga tidak segan untuk langung menjawab panggilan dari anak muda itu. "Di mana Elice?" tanya Noah begitu mendengar suara pria dewasa yang menjawab panggilan teleponnya. "Dia masih mandi." Sunan tidak berbohong. "Kau siapa?" Noah bertanya lagi karena masih penasaran. "Aku suaminya!" "Mustahil!" Noah tidak percaya. "Elice tidak pernah memberitahuku jika dia sudah menikah." "Sekarang aku yang memberitahumu!" Sunan terus mempertegas tanpa basa-basi. "Siapa?" tanya Elice yang baru keluar dari bilik kamar mandi dan melihat Sunan sedang menjawab panggilan teleponnya. "Keponakan Marko!" Sunan yakin Noah juga ikut mendengar percakapan mereka dari seberang telepon. "Berikan padaku?" Elice meminta ponselnya tapi tidak Sunan b
Tiba-tiba ponsel Nabila berbunyi dengan sebuah notifikasi pesan. "Moy, membubarkan grupnya!" Nabila terkejut. "Kenapa?" tanya Marko. "Aku tidak tahu, biar nanti aku telepon." Nabila memang tidak tahu dengan apa yang sedang bergulir, dia cuma terkejut jika Moy sampai membubarkan grup kesayangannya. "Bukankah kau ada meeting siang ini?" Nabila mengingatkan Marko. "Aku tidak akan lama dan akan segera pulang," Marko berbisik sambil memeluk Nabila dari belakang dan tidak berhenti menciumi sisi kening serta lehernya. Mereka berdua sedang berdiri di depan cermin meja wastafel setelah mandi bersama di tengah hari mumpung Bagas sedang tidur siang. "Cepatlah berpakaian, nanti kau terlambat." Nabil menoleh agar Marko bisa menggapai bibirnya. Mereka bertukar lumatan lembut saling mengais dan semuanya sedang terasa sangat manis untuk dinikmati. Marko dan Nabila adalah pasangan pengantin baru yang sedang lengket-lengketnya tidak ingin terpisah meski cuma sejengkal, tapi Elice tetap memaksa
Clavin benar-benar syok melihat Elice ada di apartemen Sunan, hari masih pagi, Elice kelihatan baru bangun dengan kemeja pria milik Sunan."Bagaimana kau bisa ada di sini?"Tatapan Clavin terus mengoreksi penampilan mantan istrinya sementara otak Elice sudah benar-benar padam tidak bisa berpikir. Clavin jelas melihat jejak cupang merah kemerahan bekas hisapan pria di kulit leher Elice. "Siapa yang datang?" tanya Sunan yang baru ikut menyusul ke depan dan langkahnya terhenti mendadak begitu melihat Clavin sudah berdiri di ambang pintu. Sunan masih menggenggam ponsel yang baru dia matikan dan cuma memakai celana pendek pria tanpa pakaian yang lain. "Apa yang kalian lakukan?" Elice dan Sunan benar-benar sudah tertangkap basah tidak bisa mengelak. Clavin segera menerobos masuk dan melihat celana dalam Elice yang masih tergeletak di samping sofa. Otak Clavin ikut padam membayangkan mantan istrinya telah dicumbu oleh sahabatnya sendiri. "Beri aku alasan yang masuk akal dengan semua in