yuk vote ya
Riko sengaja memarkir mobilnya di sebrang jalan salon langganan Novie, kira-kira jam lima sore setelah dia pulang dari kantor. Nabila masih belum mau mengangkat telepon Riko karen itu dia ingin membuktikan apa benar sekarang Nabila bekerja. Tak berapa lama Riko melihat Nabila sedang menggendong Bagas keluar dari pintu salon. Nabila terlihat kerepotan menenteng tas lumayan besar yang mungkin berisi bekal keperluan putranya. Karena membawa anak-anak bekerja memang merepotkan harus banyak perbekalan. Nabila benar-benar bekerja di salon seharian dengan membawa putranya sama seperti yang dia katakan di telepon tadi. Sebenarnya Riko tidak tega dan ingin keluar dari dalam mobil tapi Nabil sudah lebih dulu menghentikan angkutan umum. Bukannya Riko tanpa hati melihat mantan istri dan anaknya seperti itu, tapi Nabila yang bersikeras untuk minta bercerai. Nabila juga tidak mau mendengarkan nasehat kedua orang tua Riko agar mereka tetap mempertahankan pernikahan. Semua itu memang salah Riko, tap
Nabila masih sangat muda dan cantik, keberadaan satu orang anak tidak akan membuat Sunan keberatan. Sunan juga sudah beberapa tahun menduda, dia bukan hanya butuh pendamping untuk membesarkan anaknya, Sunan juga butuh wanita utuk kembali menemani malam-malamnya. Pria manapun pasti juga akan menginginkan wanita cantik dan masih muda. Usia sunan sekarang 37 tahu sedangkan Nabila 28 tahu selisih sembilan tahun masih bisa sangat terkejar dalam pernikahan."Maaf jika kedatanganku mengejutkan," Sunan masih tersenyum."Tidak apa-apa Mas." Nabila jadi bingung harus mengucapkan apa dan tiba-tiba jadi seperti pengecut hanya untuk balas menatap pria di hadapannya.Sunan kelihatan tidak sungkan sama sekali untuk terus terang memperhatikan Nabila dan menyukainya dengan jujur. Sunan tidak hanya menyukai kecantikan parasnya tapi juga kecantikan sikapnya yang lembut serta keibuan."Apa boleh nanti kuantar pulang?" tanya Sunan sambil mengetuk-ngetukkan ujung jari di atas meja resepsionis."Ini belum wa
Akhirnya Moy bertemu dengan duda tajirnya yang samasekali tidak mengecewakan. Pokoknya tidak ada yang 'abal-abal', semuanya 'real' enak dipandang dan bakal enak kalau dipegang-pegang. Terlihat jelas dadanya yang membusung bidang dan terbalut kencang di balik kemeja. Sangat maskulin seperti standar Moy yang tinggi untuk kualitas laki-laki.Moy juga tidak keberatan membiarkan tubuhnya dipandangi dengan terus terang. Laki-laki manapun pasti pertama kali akan melihat body perempuan, munafik dan bohong jika laki-laki tidak mengakui hal itu. Moy memiliki lekuk tubuh sintal, sangat menggairahkan hasrat laki-laki. Mereka sudah sama-sama dewasa, tahu keinginan masing-masing dan sudah bisa memprediksi bakal seperti apa malam ini berakhir. Ini juga bukan kali pertama Moy bakal menghabiskan malam dengan teman kencannya. Sejak resmi bercerai dari Dito, Moy sudah pernah merasakan beberapa jenis pria dalam petualangannya dan tahu ciri laki-laki yang bakal memuaskan di atas ranjang.Moy sudah duduk ge
Moy dan Nabila berjalan di parkiran saat tidak sengaja bertemu Dito, mantan suami Moy."Moy!" panggil Dito yang kelihatannya baru tiba dan langsung berjalan cepat menyebrangi halaman parkir."Aduh, ngapain juga kita ketemu laki-laki ini!" desis Moy."Siapa?" Nabila menoleh pada sahabatnya yang terlihat kesal."Dito mantan suamiku."Meski Moy sudah sering bercerita tapi, memang baru kali ini Nabila melihat mantan suami Moy. Dito masih muda, perawakannya tinggi dan tampan."Jangan coba terus menghidariku!" tuduh Dito begitu mereka lebih dekat."Jangan harap aku mau ngasih uang ke kalian lagi!" tolak Moy."Itu uang sewa yang harus kau bayar sesuai kesepakatan!""Itu rumahku sendiri, kau tidak ikut membelinya sepeserpun! Untuk apa aku harus membayar sepuluh juta sebulan! Kau mau memerasku?" lantang Moy tidak mau kalah."Selama sidang pembagian gono-gini kita belum selesai sesuai kesepakatan kau harus tetap membayar uang sewa untuk rumah yang kau tempati!"Selain tidak mau mengalah Dito jug
"Mas, gimana Bagas, apa dia rewel?"Hampir tiap dua jam sekali Nabila menelpon cuma untuk memastikan kondisi putranya. Sejak Bagas lahir memang baru kali ini Nabila tidak tidur bersama putranya."Bagas baru saja tidur." Terdengar suara Riko yang sepertinya juga sambil mengetik padahal sudah lewat jam sebelas malam."Mas, masih bekerja?""Ada sedikit revisi untuk meeting besok hari Senin." Tiba-tiba jemari Riko terhenti untuk mengetik.Entah sudah berapa lama tidak ada lagi yang bertanya seperti itu karena biasanya Novie acuh tidur jika Riko sedang lembur. Hanya Nabila yang dari dulu memperhatikan hal-hal sepele untuknya. Riko menghela napasnya yang menyesak di dada tapi bibirnya tidak bisa berucap apa-apa dengan kondisi mereka sekarang."Istirahatlah Nabila. Jika nanti malam Bagas bangun dan menangis mencarimu akan kuantar ke tempatmu.""Titip Bagas, Mas." Nabila menutup teleponnya.Semalaman itu Nabila juga tidak bisa tidur sama sekali. Rasanya memberikan suaminya untuk Novie tidak se
Walaupun Nabila wanita yang sudah pernah bersuami tapi nyatanya dia tetap kikuk dan jadi terus merinding sendiri karena cuma berdua dengan laki-laki di dalam mobil, apa lagi jika laki-laki itu sengaja ingin terus menggenggam tangannya.Sunan sudah duduk di depan kemudi tapi malah kembali meraih tangan Nabila untuk dia genggam. Genggamannya hangat dan membuat nyaman tapi Nabila tetap belum terbiasa walaupun Sunan juga masih sangat sopan. Pria itu hanya menatap Nabila sambil tersenyum untuk mengungkapkan kebahagiaannya."Jadi kita mau ke mana Mas?" Tanya Nabila sambil terus berdoa semoga suaranya tidak terdengar gugup karena Sunan masih belum mau berhenti memperhatikannya dengan terus terang."Bagaimana jika ke rumah orang tuaku?""Aduh Mas!" Nabila kaget dan tidak siap diajak secepat itu bertemu kedua orang tua Sunan."Tidak apa-apa aku yakin mereka juga akan menyukaimu.""Tapi Mas apa ini tidak terlalu cepat?" Nabila benar-benar belum siap.Sunan menggenggam tangan Nabila lebih erat. "
"Apa Azil rewel?" tanya Sunan begitu sampai di rumah adiknya pagi-pagi."Kalau Mas Sunan mau buru-buru ke kantor tidak apa-apa nanti Sahnas yang anterin Azil ke rumah eyangnya."Sunan memang sudah berpakaian rapi, harum dan tampan ketika menjemput putranya dan sayang sekali kalau kembali kusut karena ngurusin anak yang rewel. "Aku ada meeting dengan klien jam sembilan pagi, masih sempat antar Azil ke tempat ibu.""Azil nya juga masih tidur, kasihan kalau dibangunin, ini aku juga masih bikinin sarapan untuk anak-anak."Adik perempuan Sunan juga mempunyai dua anak laki-laki yang umurnya tidak beda jauh dengan Azil, kadang Sahnas juga bantu mengurus Azil kalau abangnya tiba-tiba ada acara mendadak seperti kemarin. Kemarin sebenarnya memang Sunan yang minta Sahnas untuk mengajak Azil jalan-jalan, sedikit kebohongan agar Sunan bisa berduaan dengan Nabila."Tidak apa-apa nanti Sahnas yang antar," ulang Sahnas sekali lagi."Aku lihat Azil dulu!" Sunan tetap naik ke kamar anak-anak untuk mel
"Jadi kemarin Sunan sudah ngajakin kamu ke rumah orang tuanya?" Moy masih melotot tapi ikut bahagia luar biasa. "Terus ... terus ... ayo cerita lagi Nabila ... " Moy semakin tidak sabaran seperti biasanya."Kami hanya ngobrol dan makan malam di rumah orang tuanya.""Yakin kalian gak ngapa-ngapain lagi?" Moy mengedip jahil."Apa maksudmu!" tolak Nabila."Ah, ayolah Nabila, jangan nanggung-nanggung ceritanya ... " bujuk Moy dengan senyum sangat iseng dan jahil. "Sunan ngajakin kamu belok ke mana setelah dari makan malam di rumah orang tuanya?""Kami tidak kemana-mana!" "Ah, mustahil Sunan gak pingin ngapa-ngapain kamu dulu, masak dia gak kode-kode sama sekali? mungkin pegang-pegang atau gesek-gesek dikit?" Moy mulai cekikikan sendiri."Sudah hentikan!" Nabila malu ikut didengar karyawan lain yang rata-rata masih gadis."Ingat, Nabila! Sunan Sudah tiga tahun jadi duda, mustahil dia gak kaku saat cuma berduaan sama kamu di dalam mobil.""Kami langsung ke rumah Riko buat jemputin Bagas dan
Ketika Sunan masuk, dia syok melihat kehebohan tangis dua bayi sekaligus. Sunan malihat Elice sudah menggendong bayinya demikian pulan dengan Marko. Elice melahirkan di atas ranjang dan Nabila melahirkan di sofa."Apa yang terjadi?""Nabila ikut melahirkan karena stres melihat kondisi Elice." Moy yang menjawab sementara Marko masih gemetaran menggendong bayinya."Oh Tuhan!""Dia sehat." Elice tersenyum menunjukkan bayinya dan ternyata Sunan menangis meski tanpa suara isakan.Sunan segera memeluk Elice serta bayinya yang masih kemerahan."Biarkan Nabila yang memberi Nama.""Ya." Sunan terus mengangguk karena tidak perduli dengan apapun asal istrinya selamat."Bagaiman ini?" Marko bingung melihat bayinya menangis masih dengan tali plasenta yang membuat dia takut."Berikan padaku!" Moy meminta bayinya untuk dibawa pada bidan.Setelah memberikan bayinya pada Moy, Marko segera memeluk Nabila dan menciuminya sejadi-jadinya. Rasanya masih sulit dipercaya jika dia sendiri yang baru membantu pe
Nabila sedang melakukan panggilan video dengan Moy dan bayinya yang sekarang sudah berumur tiga bulan. Bayi cantik yang Elice beri nama Moza itu sudah pintar tersenyum dan membalas suara orang dewasa dengan dengungan. Nabila benar-benar gemas hingga tidak sabar menunggu kelahiran bayinya sendiri."OH ... anak perempuan memang mengemaskan!" Nabila melayangkan kecupan pada bayi montok yang menyeringaikan tawa di layar ponselnya."Tapi sepertinya ini laki-laki." Marko meraba perut Nabila yang kebetulan ada di sampingnya."Ini anak perempuan, aku bisa merasakannya!" Nabila ngotot.Setelah memiliki Bagas, sangat wajar jika Nabila sedang sangat menginginkan anak perempuan meski sampai sekarang Nabila sengaja belum mau mengetahui jenis kelamin bayinya."Apa Moza sudah bisa tengkurap?" Nabila melanjutkan obrolannya dengan Moy walaupun Marko terus mengganggu."Baru miring belum bisa terbalik.""Lihat Marko dia tersenyum padamu!" Nabila menghadapkan kameranya ke arah Marko yang sedang memangku l
"Kau tidak akan percaya jika sebenarnya sudah sejak lama aku menatapmu!"Elice berhenti mengunyah makanannya untuk balas menatap Sunan."Aku hanya tidak pernah berani berpikir kau akan mau menikah dengan pria sepertiku, mengandung darah dagingku, dan menghabiskan sarapan bersamaku."Dari dulu Sunan hanya standar, tidak sejenius Clavin yang dapat menahlukkan Elice."Kenapa kau berpikir seperti itu?" Elice juga masih kaget."Aku merasa bukan tipemu.""Siapa yang perduli!" tegas Elice persis seperti gayanya dari dulu.Elice memang tidak akan bertele-tele seperti kebanyakan wanita yang suka main perasaan. Tapi bukan berarti hati Elice tidak tersentuh dengan perhatian tulus yang selama ini diberikan Sunan. Elice hanya tidak pernah membahasnya.Mereka masih saling menatap sampai kemudian Elice kembali bicara lebih dulu."Boleh aku minta brokolimu?" Elice menunjuk potongan brokoli di piring Sunan yang belum dimakan."Kemari, biar kusuapkan." Sunan tersenyum sambil menepuk pahanya agar Elice d
Kehamilan Moy sudah memasuki bulan ke sembilan dengan perut bulat besar dan buah dada makin memadat kencang. Kehamilan anak perempuan ternyata justru membuat wanita terlihat semakin cantik. Moy sedang berbaring lembut di atas ranjang ketika Clavin bantu menarik melepas sisa gaun malamnya yang berbahan ringan. Mereka sedang disarankan untuk lebih banyak berhubungan intim mendekati masa-masa persalinan. "Apa kau tidak kesulitan bergerak?" Clavin ikut merangkak naik ke atas ranjang kemudian menyentuh lembut pada gumpalan buah dada wanitanya yang sedang membengkak penuh. "Tidak, ini masih nyaman." Moy juga mempersilahkan lelaki itu membuka kakinya untuk direntangkan. Clavin memperhatikan Moy sejenak, kemudian membelai ke lipatan lembutnya yang semakin hari semakin sesak untuk dimasuki pria. Clavin terus mengulas-ngulas puncak wanitanya sampai melembut hangat dan tiba-tiba menurunkan kepala untuk menyesap puncak kecilnya hingga mengejang. "Oh ...." Moy melenguh panjang. Rasanya sangat
Kehamilan Moy membuat kedua orang tua Clavin yang sudah lama menunggu keturunan dari putra tunggalnya ikut sangat bahagia dan tidak sabar. Kehamilan Moy sudah memasuki bulan ke enam dengan jenis kelamin bayi perempuan. Setelah resmi menikah bersama Clavin Moy juga selalu dimanja oleh keluarga suaminya. Moy merupakan anak tunggal yang dibesarkan oleh seorang janda, ayah Moy sudah tidak pernah perduli dengan kehidupan sulit mereka sejak bercerai dengan ibunya. Ibu Moy meninggal beberapa tahun lalu, Moy tidak punya sanak saudara lagi di ibukota. Moy berjuang sendiri untuk menjadi wanita mandiri meski dia cuma lulusan SMU dan berhasil sukses. "Istirahatlah jika kau capek." Clavin tahu Moy sudah sibuk dengan keluarganya sejak siang. "Biar aku saja yang menemani tamu." "Aku mau menunggu Nabila dulu." "Apa masih lama?" Clavin menengok arloji di pergelangan tangannya. "Sebentar lagi mereka sudah di jalan." "Jangan terlalu capek." Clavin menggosok puncak perut Moy yang makin membulat besa
"Bagaimana?" Marko sudah tidak sabar menunggu dua garis merah pada benda pipih yang sedang dipegang Nabila."Tunggu sebentar."Mereka sama-sama tegang setelah usaha keras siang dan malam penuh perjuangan."Ya!" Nabila segera menunjukkan dua garis merah yang langsung membuat Marko melompat untuk mengangkatnya."Oh, Tuhan ... terima kasih .... terimakasih ..." Marko terus menciumi perut Nabila yang dia angkat cukup tinggi seperti benda enteng kemudian membawanya berputar."Hentikan Marko! nanti anakmu pusing!"Marko masih terlalu bahagia hingga tidak bisa berhenti tersenyum bangga dengan dirinya sendiri."Terima kasih karena telah menjadikanku seorang ayah." Marko menurunkan Nabila untuk dia cium."Dia masih jentik kecil," Nabila mengingatkan."Berapa kira-kira usianya?" marko meraba perut Nabila."Mungkin sudah memasuki bulan ke dua."Nabila sudah terlambat satu bulan sejak menikah dua bulan lalu."Bagas harus tahu jika akan punya adik!" Marko menangkup pipi Nabila kemudian menciumnya
[Lusa aku akan kembali ke New York, apa malam ini aku boleh menginap?] pesan yang dikirim Noah untuk Elice tapi kebetulan Sunan yang membacanya. [Jangan ganggu istriku!] tegas Sunan dengan kalimat singkat. Mungkin karena kaget, Noah langung beralih menelpon. Sunan juga tidak segan untuk langung menjawab panggilan dari anak muda itu. "Di mana Elice?" tanya Noah begitu mendengar suara pria dewasa yang menjawab panggilan teleponnya. "Dia masih mandi." Sunan tidak berbohong. "Kau siapa?" Noah bertanya lagi karena masih penasaran. "Aku suaminya!" "Mustahil!" Noah tidak percaya. "Elice tidak pernah memberitahuku jika dia sudah menikah." "Sekarang aku yang memberitahumu!" Sunan terus mempertegas tanpa basa-basi. "Siapa?" tanya Elice yang baru keluar dari bilik kamar mandi dan melihat Sunan sedang menjawab panggilan teleponnya. "Keponakan Marko!" Sunan yakin Noah juga ikut mendengar percakapan mereka dari seberang telepon. "Berikan padaku?" Elice meminta ponselnya tapi tidak Sunan b
Tiba-tiba ponsel Nabila berbunyi dengan sebuah notifikasi pesan. "Moy, membubarkan grupnya!" Nabila terkejut. "Kenapa?" tanya Marko. "Aku tidak tahu, biar nanti aku telepon." Nabila memang tidak tahu dengan apa yang sedang bergulir, dia cuma terkejut jika Moy sampai membubarkan grup kesayangannya. "Bukankah kau ada meeting siang ini?" Nabila mengingatkan Marko. "Aku tidak akan lama dan akan segera pulang," Marko berbisik sambil memeluk Nabila dari belakang dan tidak berhenti menciumi sisi kening serta lehernya. Mereka berdua sedang berdiri di depan cermin meja wastafel setelah mandi bersama di tengah hari mumpung Bagas sedang tidur siang. "Cepatlah berpakaian, nanti kau terlambat." Nabil menoleh agar Marko bisa menggapai bibirnya. Mereka bertukar lumatan lembut saling mengais dan semuanya sedang terasa sangat manis untuk dinikmati. Marko dan Nabila adalah pasangan pengantin baru yang sedang lengket-lengketnya tidak ingin terpisah meski cuma sejengkal, tapi Elice tetap memaksa
Clavin benar-benar syok melihat Elice ada di apartemen Sunan, hari masih pagi, Elice kelihatan baru bangun dengan kemeja pria milik Sunan."Bagaimana kau bisa ada di sini?"Tatapan Clavin terus mengoreksi penampilan mantan istrinya sementara otak Elice sudah benar-benar padam tidak bisa berpikir. Clavin jelas melihat jejak cupang merah kemerahan bekas hisapan pria di kulit leher Elice. "Siapa yang datang?" tanya Sunan yang baru ikut menyusul ke depan dan langkahnya terhenti mendadak begitu melihat Clavin sudah berdiri di ambang pintu. Sunan masih menggenggam ponsel yang baru dia matikan dan cuma memakai celana pendek pria tanpa pakaian yang lain. "Apa yang kalian lakukan?" Elice dan Sunan benar-benar sudah tertangkap basah tidak bisa mengelak. Clavin segera menerobos masuk dan melihat celana dalam Elice yang masih tergeletak di samping sofa. Otak Clavin ikut padam membayangkan mantan istrinya telah dicumbu oleh sahabatnya sendiri. "Beri aku alasan yang masuk akal dengan semua in