Mereka terus berjalan medaki gunung menuju kuil dewi Karra. Saat mereka sampai, di sana terdapat sebuah lapangan cukup besar dengan sekelilingnya sudah terpasang banyak tiang yang terbuat dari bambu dan juga bendera putih yang terbuat dari kertas dan biasa digunakan dalam upacara kematian.
Selain itu, terdapat juga beberapa tiang besar dengan beberapa obor sebagai penerang.
Di bagian tengah, terdapat api unggun besar dan di belakangnya terdapat altar yang cukup besar.
Saat itu, mata Awan dengan awas memperhatikan semua area tanpa melewatkan satu incipun, karena ia tidak menemukan keberadaan Karra. Tidak jauh dari sana terdapat kuil sederhana yang terbuat dari perpaduan papan kayu tua dan batu-batuan.
Di luar kuil, hanya terlihat sepuluh orang pria berbadan tegap dan juga menggunakan pakaian yang sama seperti para pengunjung.
Yang membedakan mereka, terdapat sebuah simpul berwarna merah dilengan kanan mereka. Mungkin karena mereka adalah
Karra kembali melihat para pengunjung yang saat itu masih berlutut di tanah. Tatapan Karra saat itu, tidak ubahnya seperti melihat ternak yang siap disembelih. Tentu saja, karena mereka ini adalah korban yang akan menjadi tumbal untuk menyempurnakan kebangkitan Artemis Stone. Itu artinya, Artemis Stone akan menyatu sepenuhnya ke dalam dirinya. Membayangkannya saja, sudah membuat Karra menjadi begitu bersemangat. Ia sudah tidak sabar mendapatkan kekuatan yang sangat besar dan itu akan sepenuhnya berada di bawah kendalinya. Namun, saat mata Karra menyapu para pengunjung, ia terpaku pada satu titik dan merasakan sesuatu yang berbeda dari salah satu pengunjung yang hadir malam itu. "Kamu?" Tunjuk Karra pada seseorang yang berada dibarisan kedua di tengah kerumunan. Satu detik, tidak ada respons sama sekali dan tidak ada seorangpun yang berdiri. Sampai-sampai, para penjaga Karra ikut menyapu semua pengunjung saat itu. Namun, Karra masih tidak menur
Serangan gabungan sepuluh penjaga Karra, beradu dengan pukulan tangan kanan Awan di udara. Dhuaarr. Terjadi ledakan yang cukup keras di udara dan para penjaga Karra berada dalam posisi yang kalah. Sepuluh serangan para penjaga tersebut berhasil dikalahkan Awan dan menghempaskan mereka semua jatuh ke tanah. Hanya saja, Awan dibuat bergidik ngeri, saat melihat para penjaga ini dengan cepat berhasil bangkit kembali. Tidak hanya itu, luka yang terdapat di tubuh mereka, bisa pulih dengan sendirinya dengan kecepatan yang begitu ekstrim. Bahkan reaksi mereka, seakan menunjukkan, jika mereka tidak pernah terluka sama sekali. "Bagaimana luka mereka bisa pulih secepat ini? Ini bahkan jauh lebih ampuh dibanding kekuatan regenerasi alamku." Ujar Awan terkejut. "Serang!" Teriak penjaga Karra kembali memimpin rekan-rekannya untuk menyerang Awan. Mereka kembali bertarung dengan sengit, satu lawan sepuluh orang. Kali ini, pertarung
Awan bergerak seperti kilat dan segera meraih tubuh Rhaysa, sebelum akhirnya berpindah tempat dengan jurus perpindahan ruangnya. Saat itu, satu-satunya yang terpikir dalam kepalanya adalah menyelamatkan Rhaysa secepat mungkin.Wosh. Melihat targetnya menghilang dengan cara tidak lazim, membuat Karra marah karena kehilangan mangsanya. 'Bagaimana mereka bisa menghilang begitu saja?' Pikir Karra heran. Jelas saja, ia sangat kecewa karena tidak dapat menghabisi targetnya. Namun, sebagai gantinya, Karra bisa tersenyum senang ketika menatap dua orang pria yang sebelumnya mengunci Rhaysa. Itu karena Karra bisa merasakan kekuatan dari keduanya. Keduanya memiliki kekuatan sejati yang lebih tinggi dari sepuluh orang pengawalnya, "Rupanya mereka membawa dua orang yang sangat menarik!"Tentu saja Karra terlihat sumringah, karena kekuatan kedua orang itu berada di level grandmaster. Ditambah dengan kekuatan Artemis Stone nantinya, mereka akan menjadi senjata yang sangat berguna bagi Karra.
"Kenapa- kenapa aku tidak bisa menyembuhkan lukamu?" Tanya Awan heran. Ketika kemampuan alamnya tidak bekerja terhadap luka Rhaysa. Kekuatannya hanya terlihat seperti pendar berwarna hijau biasa, namun tidak mampu memberi efek apa-apa terhadap luka Rhaysa.Rhaysa meminta Awan untuk segera berhenti dan menyia-nyiakan kekuatannya, "Mas, tidak usah khawatirkan aku. Mas harus segera kembali ke atas sana untuk menghentikan Karra.""Di sini ada Elisa dan yang lainnya, yang akan menjagaku." Ujar Rhaysa sekali lagi.Mereka harus segera menghentikan Karra sebelum ia berhasil menyempurnakan ritual kebangkitan Artemis Stone. Jika tidak, tidak peduli sekuat apapun Awan.Dia tidak akan berarti apa-apa melawan Karra nantinya.Beberapa orang yang datang sebelumnya adalah Elisa bersama dengan Olivia dan sekelompok pengawal elit suruhan Jackie.Awalnya, Elisa merasakan firasat buruk yang berhubungan dengan Awan.Tidak sama dengan Hanna, Elisa tidak memiliki koneksi langsung ke jiwa Awan dan hanya bisa
Awan tersenyum dingin dan berkata, "Di sana terlalu banyak orang. Aku tidak mungkin menggunakan kekuatanku dengan bebas. Sekarang, dengan kamu ada di sini, aku jadi memiliki rencana lain.""Maksudmu?""Setelah kita menghabisi sepuluh pengawal Karra. Aku akan kembali ke atas sana dan membawa Karra ke sini. Selanjutnya, kamu harus menghancurkan altar pemujaan Karra dan cobalah menyadarkan penduduk dan menjauhkan mereka dari tempat ini.""Katamu ada dua orangmu yang sudah dikendalikan oleh Karra. Akan sangat sulit, jika mereka ada di sana. Apalagi dengan kekuatan pengaruh jiwanya si Karra itu."Awan terkekeh dan berkata acuh tak acuh, "Tenang saja! Kamu sekarang memegang kalung Rhaysa. Selama kamu tidak melawan mereka, maka tidak akan ada masalah.""Terus bagaimana aku bisa menghadapi mereka, jika tidak melawannya?""Tenang saja! Aku akan meminta Gundala untuk membantumu nanti. Bukankah kamu ingin bertemu dengan Gundala, penyelamatmu?" Goda Awan setengah bercanda, biar mereka tidak terla
Awan bergerak dengan kecepatan yang sangat ekstrim, lalu dengan pedang hitam hitamnya ia menebas kepala para pengawal Karra.Dhuar, dhuar.Suara petir silih berganti, saat pedang Awan berhasil menebas setiap kepala musuhnya. Hal itu menyebabkan, tidak hanya kepala para pengawal kepala Karra yang putus dari badan mereka. Juga, tubuh mereka seketika hancur terkena serangan petir Awan.Olivia yang melihat itu, sampai menahan napas, 'Kekuatan ini terlalu menakutkan!' Kata Olivia dalam hati, antara takjub dan ngeri melihat pertunjukkan Awan sebenarnya.Meski serangan petir itu cukup jauh dari tempatnya berdiri. Olivia bisa merasakan hembusan panas dan menyesakkan dari setiap serangan Awan.Hanya dalam waktu tiga puluh detik, Awan telah berhasil membunuh sepuluh orang pengawal Karra. Olivia bahkan tidak perlu berkeringat sama sekali, karena semuanya telah diselesaikan Awan seorang."Sekarang, saatnya kita memburu mangsa yang sebenarnya." Ujar Awan dengan seringai dingin menatap ke atas pegu
"Sial, bagaimana dia bisa pergi begitu saja?" Geram Olivia tersentak, saat melihat Awan menghilang begitu tiba-tiba bersama musuh dan meninggalkan dirinya yang kini terpaksa harus menghadapi dua orang pasukan bintang yang masih berada di bawah kendali Karra.Ekspresi Olivia tampak gelisah dan khawatir. Dari dua orang pasukan bintang yang saat itu sedang berjalan mendekatinya, Olivia bisa merasakan ancaman yang sangat besar. Olivia merasa, dirinya seperti sedang ditatap oleh seekor predator ganas dan membuatnya ketakutan.Keduanya merupakan pasukan bintang klan Sanjaya dan dengan level mereka, jelas membunuh Olivia akan semudah membunuh semut. Bagaimana Olivia tidak cemas dibuatnya?Padahal sebelumnya, Awan telah berjanji akan mengirim Gundala untuk membantunya. Tapi, sampai detik itu, dia tidak melihat kehadiran Gundala sama sekali.'Sial, jangan bilang kalau Awan lupa dengan ucapannya sendiri?' Pikir Olivia dan berpikir andai dirinya bisa menghilan
Gundala menghentikan langkah kakinya dan menatap Olivia dari sudut matanya.Olivia berkata dengan malu-malu, jantungnya berdebar keras saat teringat dengan bantuan Gundala terakhir kali dan ini adalah kali kedua Gundala menyelamatkannya.Tidak peduli, apa Gundala itu manusia atau bukan, Olivia merasakan jantungya berdebar keras karena mengakui kehebatan Gundala. Karena itu, ia berkata dengan malu-malu, "Terimakasih karena telah menyelamatkanku lagi."Wajah Olivia memerah layaknya seorang gadis remaja yang sedang jatuh cinta.Gundala hanya mengangguk kecil sebagai jawaban dan lalu terbang begitu saja ke arah dua pasukan bintang. Dia tidak bisa lama berada di sana, karena dia harus segera membantu Awan.Sebagai senjata pusaka yang terhubung dengan Awan, adalah tugasnya untuk melindungi dan membantu Awan.Namun, di saat bersamaan, Gundala juga bisa merasakan jika Awan saat itu sedang terdesak oleh musuh. Dia juga dapat merasakan apa
Satu setengah tahun kemudian.Tiga istri Awan, Annisa, Amanda dan Calista, tampak sedang cemas menunggu di luar kamar di rumah tuo, kampung halaman Awan. Di tengah mereka, tampak dua orang balita yang sedang digendong oleh Annisa dan Calista, sementara Amanda tampak sedang bermain dengan kedua balita berjenis kelamin perempuan tersebut dengan sesekali mencubit gemas pipi keduanya.Kalian mungkin bertanya-tanya, di mana Rhaysa alias Raine? Awan belum berhasil melamarnya hingga detik ini. Awan pernah mencoba melamar Raine setengah tahun yang lalu. Hanya saja, lamarannya langsung ditolak. Ratu Samudera memberikan syarat yang sangat berat jika Awan ingin melamar putrinya, yaitu Awan harus berada di level Divine atau dewa terlebih dahulu. Hasilnya, Awan telah berjuang keras di selama berada di tanah dewa untuk terus meningkatkan kemampuannya. Meski begitu, sepertinya ia masih harus bersabar untuk bisa melamar Raine.Kembali ke ruang tamu, rumah tua Awan.Tidak sama seperti Amanda yang terl
Rombongan Cakar Hitam mencibir ucapan Awan yang dinilai terlalu berani dan tidak bercermin, siapa lawan yang akan ia hadapi. Sementara, Datuk Cakar Putih dan bangsa harimau Bukit Larangan lebih mencemaskan nasib Awan. Mereka masih mengira. jika Awan hanya mengandalkan kekuatan warisan Gumara. Itu semua tidak akan cukup untuk menghadapi Cakar Hitam. "Uda!" Andini menarik ujung baju belakang Awan dan terang-terangan menunjukkan kekhawatirannya. Namun, Awan hanya tersenyum cuek dan memintanya untuk tidak perlu khawatir. Entah karena kalimat yang diucapkan Awan padanya atau cara penyampaian dan ketenangan yang ditunjukkan oleh Awan, membuat Andini merasa jauh lebih tenang dan merasa bisa mempercayai Awan. Roaaar! Cakar Hitam melompat ke depan dan tibat-tiba saja, ia sudah berubah wujud menjadi harimau besar dengan belang hitam di sekujur tubuhnya. Untuk bisa mengalahkan Awan, Cakar Hitam sudah bertekad untuk mengerahkan seluruh kekuatan dan berubah menjadi wujud terbaiknya. Cakar H
Wajah Taring Hitam seketika memerah panas melihat sikap Andini yang dengan terang-terangan menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan seorang pria asing seperti Awan. Ia telah mengagumi Andini sejak lama, bagaimana ia bisa menerima, wanita yang disukainya bermesraan dengan pria lain tepat di depan hidungnya? Tidak peduli, apa pria itu dicintai Andini atau tidak. Bagi Taring Hitam, hanya dialah yang pantas menjadi pasangan Andini. Dia tidak habis pikir dengan sikap bodoh Andini, bagaimana ia bisa memilih seorang pria yang bukan apa-apa jika dibanding dirinya? Dia kuat dengan seluruh tubuh dipenuhi oleh otot-otot baja. Selain itu, dia adalah seorang pangeran dengan masa depan cerah. Bersamanya, Andini pasti akan jauh lebih bahagia. Bangsa harimau rata-rata memiliki tubuh yang besar dan berotot. Sehingga melihat tubuh Awan yang biasa, membuat Taring Hitam menilainya sebagai sosok yang sangat lemah. Dengan tatapan penuh kecemburuan dan kebencian, Taring Hitam akhirnya tidak bisa lagi menaha
Tatapan Cakar Hitam menjadi dingin dan tidak lagi menunjukkan keramahan pura-puranya, "Cakar Putih, apa kamu tahu konsekuensi dari pilihanmu hari ini?" Sambil menekan rasa gugup dalam hatinya, Datuk Cakar Putih berusaha tersenyum tenang dan berkata, "Keputusan kami bersifat final dan anda bisa kembali." "Kamu?" Kilat kemarahan terbesit di mata Cakar Hitam dan tiba-tiba saja ia sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri. Wus! Terlalu cepat! Datuk Cakar Putih terkesiap. Meski ia sudah menduga reaksi akhir dari Cakar Hitam. Namun, gerakannya terlalu cepat untuk bisa ia ikuti dan detik berikutnya, Cakar Hitam sudah muncul tepat di depan Datuk Cakar Putih dan melayangkan sebuah serangan yang tidak bisa ditahannya. Braaak. Datuk Cakar Putih tidak bisa menahan pukulan itu sepenuhnya dan membuatnya terbang membelah barisan pasukan di belakangnya. "Datuk Cakar Putih?" Pekik orang-orang tertahan dan terkejut melihat keberanian Cakar Hitam yang telah menyerang tetua mereka tepan dih
Suasana di alam bangsa harimau tampak tegang dan semua penjaga perbatasan memasang wajah serius dan penuh waspada.Awan sengaja menyamarkan penampilannya dan mengeluarkan aura harimau yang ada di dalam tubuhnya dan membuat ia berhasil membaur dengan para penduduk bangsa harimau tanpa ketahuan. Setelah kedatangannya terakhir kali ke tempat itu, Awan memiliki memori yang sangat tajam tentang semua sudut tempat ini, yang memungkinkannya bisa berpindah kemanapun yang ia inginkan.Tidak lama setelah kedatangan Awan, rombongan Taring Hitam juga datang bersama ayah, para tetua dan juga puluhan prajurit terbaik bangsanya.Taring Hitam tampak tidak main-main dengan ancamannya. Hal itu, membuat gelisah bangsa harimau yang tinggal di Bukit Larangan.Para petinggi yang dipimpin oleh Datuk Cakar Putih tampak serius membahas masalah ini di aula tetua."Datuk, kita tidak bisa membiarkan mereka mendapatkan apa yang mereka mau. Bagaimanapun, raja sedang tidak ada di sini dan kita semua berkewajiban me
Seminggu yang lalu, ada sekolompok orang asing yang datang ke Kampung Tuo. Anehnya, mereka melewati batas Kampung Tuo begitu saja dan ternyata, tujuan mereka adalah kampung mistis yang ada di Bukit Larangan, tempat di mana bangsa harimau tinggal. Kelompok ini dipimpin oleh seorang pemuda bernama Taring Hitam, putra dari raja harimau Cakar Hitam yang berasal dari gunung Medan. Tujuan mereka datang, karena Taring Hitam yang sudah cukup usia untuk menikah, menginginkan Andini sebagai istrinya. Meski mereka tahu bahwa Andini adalah pasangan yang disiapkan untuk raja. Hanya saja, bangsa harimau dari gunung Medan ini tahunya bahwa raja Gumara telah lama tiada dan tidak memiliki pewaris sama sekali. Hal itu, coba dimanfaatkan oleh Taring Hitam untuk mendapatkan Andini. Taring Hitam yang terpesona dengan kecantikan Andini, ketika berkunjung ke bukit Larangan beberapa tahun lalu, berniat menjadikan Andini sebagai miliknya dan begitu ia mencapai usia layak menikah, Taring Hitam langsung me
Fikri dan Purnama yang semula berdebat, bahkan sampai berhenti dan tercengang mendengar wanita pujaan mereka dilamar oleh pria lain, tepat di depan mereka. Bagaimana mungkin mereka menerimanya?Jika pria lainnya, mungkin akan diam. Namun, mereka tidak mungkin bisa membiarkan ada lelaki lain merebut wanita yang mereka idamkan dari tangan mereka."Hei, bung! Apa maksudmu melamar dokter Nisa siang hari bolong begini?""Apa kamu tahu, siapa dokter Annisa? Sepuluh kamu, tidak bisa dibandingkan dengan seorang dokter Nisa.""Lebih baik kamu pergi dari sini! Atau kami akan memanggil satpam untuk mengusirmu."Ujar Fikri dan Purnama yang kali ini bisa kompak. Melihat reaksi keduanya, Awan cukup terkejut dan selanjutnya justru terkekeh geli. Ia melihat keduanya tidak ubahnya seperti badut yang sedang membuat pertunjukan.Awan melirik Annisa sekilas untuk menanyakan siapa mereka dan tampak balasan wajah jengah Anisa dan ketidakberdayaannya. Annisa membisikan identitas keduanya ke telinga Awan.
Rumah sakit umum ASA.Meski terletak di lokasi terpencil karena berada di bawah kampung Tuo dan lokasi yang jauh dari kabupaten, ditambah akses jalan ke sana yang tidak selebar jalan kabupaten. Kenyataannya, rumah sakit ini memiliki fasilitas medis yang sangat lengkap dan tidak kalah dengan rumah sakit yang berstandar internasional sekalipun. Sebuah alasan yang membuat rumah sakit ini banyak dihuni oleh tenaga medis terampil dan membuat reputasinya cepat terkenal hingga ke berbagai daerah di ranah Minang. Ditambah, kepala rumah sakit dan sekaligus menjadi dokter spesialis bedah di sana merupakan seorang wanita berparas cantik dan terkenal dengan keramahannya, Dr. Annisa Azzahra, Sp.B.Meski terkenal dengan keramahannya, sebagai penanggung jawab rumah sakit, Dokter Nisa menerapkan standar tinggi bagi tenaga medis yang bekerja di rumah sakitnya. Semua itu tentu saja sepadan dengan gaji tinggi yang mereka terima selama bekerja di sana. Banyak yang memuji dan banyak juga pihak yang mera
Setelah sekian lama, Awan kembali melihat tangis mama angkatnya tersebut. Namun kali ini, bukan tangisan yang membuatnya kehilangan kembali akal sehatnya. Itu adalah tangis kerinduan dan juga kebahagiaan. Tangis kerinduan seorang ibu yang telah lama tidak berjumpa dengan anaknya. Awan membiarkan Lina menumpahkan segala tangisannya dalam pelukan Amanda seraya memberi kode pada Amanda dan syukurnya, Amanda cukup peka dengan keadaan tersebut. Ada sekitar sepuluh menit lamanya, Lina menumpahkan tangis kebahagiaannya dalam pelukan Amanda. Sampai, Lina tersadar kembali dan mengurai pelukan mereka. "Maaf ya, nak. Tante terlalu sentimentil, kamu terlalu mirip dengan..." "Tidak apa-apa, ma." Sebelum Lina menyelesaikan kalimatnya, Amanda sudah lebih dulu menyelanya. Ia sekarang mengerti alasan Awan membawanya kemari dan Amanda sama sekali tidak keberatan untuk menggantikan posisi Renata untuk sesaat dan memberi kebahagiaan untuk ibunya Renata. Selama arwah Renata masih bersamanya dahulu,