"Aaaaahhh!"
Tampak Lazuarrdi kesal. Dia pun mempercepat langkahnya berjalan. Memasuki rumah tua yang masih terlihat megah dan kokoh.
"Kenapa Eyang tak pernah ceritakan mengenai Kakung yang kerasukan?" Tiba-tiba Lazuarrdi sudah nyelonong masuk kamar sang nenek. Yang masih ditemani oleh Marni. sontak wajah sang nenek dan Marni terkejut.
"Beberapa hari sebelum Kakung meninggal, beliau sering kerasukan. Seperti seorang samurai yang mengayunkan pedang. Sampai menebas pohon jambu di depan rumah. Iya kan Eyang?"
"Memang benar!" tegas Sulasih tanpa berkelit.
"Kenapa Eyang tak pernah ceritakan hal ini?"
"Karena aku ... tak mau kamu takut. Pada akhirnya membiarkan pedang itu tetap di rumah ini."
Mendengar alasan sang nenek. Lelaki tampan itu tersenyum masam. Lalu berjalan menghampiri Sulasih.
"Eyang, Lazuarrdi udah 29 tahun. Bukan anak kemarin sore lagi. Insting bisnisku sangat kuat. Apalagi insting menghadapi persoalan yang lebi
Hampir saja ponsel itu dibanting oleh Lazuarrdi. Tangannya sampai bergetar. Dia memberanikan diri untuk mendengar suara itu."Si-siapa Karmila?"Hanya terdengar suara tawa yang melengking tinggi. Dan hanya sekejap, tawa itu hilang.Tut tut tut!"Haaaahhh?! Siapa yang berani main-main denganku?" bisik Lazuarrdi.Dia langsung menggeletakkan ponsel di atas kasur. Sembari matanya tak lepas memandang ke arah ponsel."Ini, apa-apaan lagi sih?" gerutu Lazuarrdi terlihat kesal.Lalu pandangannya beralih pada foto usang yang tergeletak di atas meja. Lazuarrdi meraih foto itu. Mengamati setiap lekuk gambar yang ada. Sosok seorang wanita, dengan mengenakan gaun terusan."Kamu kah Karmila? Karmila yang aku lihat waktu itu?"Saat terus mengamati gambarnya. Lazuarrdi tersentak. Dia melihat ada tetesan darah segar keluar dari wajah wanita itu. Spontan Lazuarrdi melempar begitu saja foto ke lantai."Gila ... ini benar-benar gila!
Saat dia bisa melihat sosok itu dengan lengkap."Haaahhh! Diaaa ...?" Dengan raut wajah yang terperanjat."Si-siapa sih Ardi? Ka-kamu jangan buat aku ketakutan lho ya.""Bu-bukan begitu, Shas. Coba kamu arahkan lagi kamera kamu ke arah pintu!"Shasy pun melakukan semua yang dipinta Lazuarrdi. Nyata dengan jelas penglihatannya mengatakan sosok wanita Jepang itu, sama dengan yang sering dia lihat.'Tapi, kenapa dia ada di sana? Ini kan makin aneh?' bisik Lazuarrdi dalam hati penuh tanya.Saat dia kembali memperhatikan kamera ponselnya. Bayangan itu telah menghilang. Yang menjadi pertanyaan Lazuarrdi. Apakah memang benar ada di rumah Shasy atau ponsel miliknya yang bermasalah?"Aaahhhh!" Lelaki tampan itu menghela napas panjang. Sampai membuat Shasy memandang lekat kameranya."Kamu kenapa Sayang?""Ohhh, enggak kok Shas. Masuklah ke kamar! Jangan keluar lagi.""Memang kenapa sih?"
Seketika mereka berdua saling terdiam. Untuk sekian detik mereka merasa bahwa apa yang tadi didengar, suatu kesalahan. Namun tak memungkiri, seperti ada aura aneh dan asing yang tengah meliputi diri mereka saat ini. Entah apa? "Ehhh, coba kita saling hadapkan kamera kita ke pintu masing-masing. Gimana?" Shasy mendapat sebuah ide cemerlang. Tampaknya Lazuarrdi pun mengikuti tanpa ada pertanyaan lagi. Dalam waktu bersamaan, keduanya menghadapkan ponsel masing-masing ke arah pintu. Sungguh apa yang mereka lihat tak seperti yang dibayangkan. Lazuarrdi dan Shasy sama-sama melihat pintu kamar mereka terbuka setengahnya. Sontak Shasy memalingkan wajah dari kamera. Dan melongok ke arah pintu kamar. Begitu juga dengan Lazuarrdi tak ketinggalan. Lalu mereka berdua bersamaan, kembali melihat kamera. Apa yang mereka lihat sungguh berbeda. Antara nyata dan kamera ponsel, terlihat tak sama. "I-ini apa, Ardi?" Suara Shasy terdengar bergetar. Dengan
Cukup lama Shasy menunggu. Tak kunjung mendapat balasan dari Lazuarrdi. Membuat dia semakin gelisah. Dan sang gadis tahu, bahwa tulisan yang timbul dengan tiba-tiba. Bukanlah tulisan biasa."Ini bukan hal biasa lagi. Aku sangat yakin berhubungan dengan sosok wanita Jepang yang tadi aku lihat," bisik Shasy.Lantas dia mencoba untuk menelepon Lazuarrdi. Akan tetapi berkali-kali dia mencoba, tetap saja tak ada jawaban dari dia. Semakin membuat Shasy gelisah."Sekarang ... aku harus gimana? Ihhhh, aku ditinggalin gitu aja."Pandangan matanya masih tertuju pada tulisan itu. Yang kini lambat laun mulai berubah menjadi sebuah tulisan Kanji. Yang dia tak mengerti artinya.Buru-buru Shasy mengambil gambar. Lalu dia segera mengirim pada Lazuarrdi yang tiba-tiba menghilang."Sepertinya aku harus pindah ke kamar depan aja."Shasy pun berlari keluar kamar. Sembari terus mencoba menelepon Lazuarrdi. Untuk sekian kalinya usaha yang dilakukan S
Seketika Shasy mengernyitkan dahi. Kalimat Lazuarrdi yang baru saja dia dengar. Terasa aneh dan tak dia mengerti."Ta-tapi, kenapa?""Ehhh ... enggak apa-apa. Udah kamu tidur aja!""Oke. Kamu tutup telponnya.""Kan aku yang telpon, jadi tutup duluan sana.""Iiihhh, dah bye."Sejenak Lazuarrdi mengamati beberapa foto tentang tulisan itu. Hanya sekali klik. Beberapa gambar terkirim pada Danang.{Bro, kau lihat tulisan ini nyata atau cuman game aja?}Kemudian, Lazuarrdi berusaha untuk memejamkan mata. Teringat besok pagi sebelum Shubuh dia harus berangkat. Hanya dalam sekian detik. Sudah terdengar dengkur lembut bercampur tarikan napasnya yang naik turun. Seakan ingin melebur kelelahan pikiran dan fisik yang menghujamnya.Namun, dalam keresahan jiwanya. Lazuarrdi merasa ada sebuah tangan yang lembut seakan menggandeng dirinya. Untuk keluar kamar. Dia berusaha untuk membuka mata, tapi tak mampu. Masih terasa berat.
"Pasti itu akan aku lakukan! Dan aku juga akan membunuh keluarga dan semua teman-teman kamu paduan suara ituuuu ...! Rikai suru? Mengerti kau Karmila?"Tubuh gadis itu bergetar seketika. Tatap matanya nanar, dengan bibir yang bergetar hebat. Dia tak tahu harus berbuat apa. Dalam kondisi seperti ini Karmila tak mempunyai pilihan lain. Otaknya berpikir cepat.'Haruskah aku jadi simpanan dia? Menyerahkan kesucianku pada lelaki penjajah ini?' tanya itu kian merajai pikirannya saat ini."Aku perlakukan kamu dengan baik, bila kau pun mengikuti kemauanku!"Mendengar perkataan lelaki asing itu. Semakin membuat Karmila tak berdaya. Dia merasa tak berkutik. Apalagi saat sosok Hayato mulai mendekati dirinya lagi. Lalu membisikkan satu kata yang membuat dirinya bergidik."Kau ingin aku tawan dan jadikan Ianfu? Atau kau akan menjadi simpananku, dengan tetap menjadi anggota paduan suara dan berpakaian mewah seperti ini, Karmila?"Tak ada sebait k
Si Mbok mengusap kedua matanya yang berair. Seakan tak mampu lagi untuk bercerita. Dia pun terus terisak dan menangis diikuti oleh pelukan Karmila."Lanjutkan Mbok, apa yang terjadi?""Setiap hari aku mendengar jerit tangis para wanita itu, Nduk. Sangat menyakitkan. Andai aku seorang pejuang akan aku bakar barak itu. Biar pun mati, aku mati dalam kebanggaan.""Memangnya, apa yang dilakukan oleh para tentara itu?""Kempeitai selalu mendatangkan para wanita dua minggu sekali. Wanita yang sudah tidak sehat, akan dibuang atau dibunuh. Bahkan banyak sekali wanita-wnaita kita yang dibawa ke bangsa mereka atau tempat lain.""Ke-kejam sekali mereka Mbok.""Mereka sangat kejam. Tanpa ada perasaan sama sekali. Memperlakukan wnaita kita seperti budak.Yang hanya dibutuhkan untuk digagahi saja. Banyak wanita yang bunuh diri. Enggak hanya itu saja, banyak juga bayi yang dibunuh. Bayi yang tak berdosa, yang tak pernah tahu Bapakny
Kali ini Karmila benar-benar mengarahkan pandangannya pada si Mbok. Wanita tua itu hanya mengangguk. Tanpa memberi penjelasan."Jadi, semua pakaian wanita yang ada di sini bekas para wnaita seperti aku ini, Mbok?""I-iya, Nduk.""Aaaaahhh!"Karmila memukul tembok kamar, berulang-ulang."Jadi aku bukan yang pertama kali?""Bukan, Nduk. Banyak wanita sebelum kamu. Makanya aku menyarankan padamu seperti tadi. Karena apa yang mereka lakukan, seperti yang ingin kamu lakukan sebelumnya."Seketika Karmila menunduk dengan tangis yang tak bisa dia bendung lagi. Sedang di sudut kamar. Lazuarrdi hanya bisa terpaku tanpa bisa berkata-kata lagi. Ingin hatinya menarik lengan Karmila dan mengajak pergi dari tempat terkutuk ini. Namun, apa daya. Dia tak mampu berbuat sesuatu untuknya."Mas ... Mas Ardi!"Dia merasa tubuhnya bergoyang."Mas Ardi!"Samar Lazuarrdi seperti mendengar suara yang memanggil namanya. Hingga dia me
Tepat pukul dua belas siang. Mereka baru terbangun. Dan bergegas berkemas. Annisa yang sudah sedari tadi siapa sedang berjongkok di makam Kazumi atau Karmila.Dia membacakan Yasin dan doa untuknya. Dari ambang pintu Lazuarrdi melihat ke arahnya dengan wajah yang segar. Lalu berjalan mendekati Annisa."Maaf, enggak bisa seperti rencana semula Nis.""Enggak apa-apa kok Mas Ardi. Saya juga baru bangun kok. Buru-buru mandi terus ke sini sebentar.""Berarti belum makan?"Annisa menggeleng."Yuk, makan dulu. Kayaknya Marni sudah siapkan semuanya.""Baik, Mas."Langkah keduanya menuju ruang makan. Terlihat Marni yang sibuk menata piring."Kamu masak apa beli, Mbak?""Saya beli nasi padang Mas. Takut kalau di warung yang lain, Mas Ardi enggak suka. Soalnya agak manis masakannya."Apa yang dikatakan Marni dibenarkan Lazuarrdi. Segera dia duduk dan memanggil Satriyo yang sibuk memasukkan barang-barang."Kamu m
Hampir satu jam mereka merawat jasad yang sudah jadi tengkorak itu. Tepat pukul tiga pagi. Mereka kembali mengebumikan Kazumi atau Karmila."Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiun!" ucap para warga serempak."Bahwa apa yang berasal dari-Nya. Pasti akan kembali kepada pemilik-NYa."Setelah prosesi pemakaman selesai. Beberapa warga beristirahat dengan suguhan yang dibikin oleh Marni."Annisa! Apa yang sebenarnya terjadi saat di dekat sungai tadi?""Maksud Mas Lazuarrdi?""Apa benar Kazumi meminta kamu mencari Kenanga?"Cukup lama Annisa terdiam."Kenapa kamu diam?""Ehhh ...."Wanita cantik menghela napas panjang. Lalu mengangguk."Tapi saya tak mau berjanji padanya. saya sudah tegaskan itu Mas. Akan semakin panjang kalau kita mencari Kenanga. Kita enggak tau harus bermulai dari mana juga 'kan?""Cuman yang aku takutkan, suatu saat nanti. Dia akan menganggu kita lagi, dengan meminta janji itu.""Mas,
"Mas Satriyo! Bisakah ambilkan dua lembar daun itu?""Bisa, Mbak. Sebentar!"Kedua kakinya berlari kecil meninggalkan Annisa dan Lazuarrdi yang masih terduduk di tanah."Kenapa perasaan aku sedih sekali, Nis? Seperti hancur, gelap, tak berdaya. Seolah hidup aku ini tak ada artinya lagi.""Mas Ardi banyak istigfar ya. Terus baca aya Qursi tiga kali, serta surat pendek tiga Qul. Mas Ardi bisa?"Lelaki tampan menggeleng dengan pandangan yang mengarah pada Annisa."Kalau begitu sholawat yang banyak saja Mas. Sama istigfar ya, biar perasaan Kazumi enggak terbawa Mas Lazuarrdi.""Baik, Nis."Tak lama. Satriyo sudah datang dengan memebawa dua lembvar daun keladi. Lantas memberikan pada Annisa.Sebelum mengambil kepala Kazumi, Annisa membaca doa terlebih dahulu. Setelah selesai. Dia memungut dengan kedua tangan beralaskan daun talas."Biar saya yang bawa!" tegas Annisa.Mereka pun berjalan pulang menuju rumah
"Kazumi sangat terluka. Aku kesakitan bukan saja raga aku. Tapi, jiwa aku. Apalagi saat aku mendengar kabar, Hayato membunuh semua keluargaku. Saat itu kehidupanku seperti runtuh. Aku ingin mati ... aku ingin mati! Apalagi Takashimo yang menyayangi aku penuh ketulusan. Dibunuh oleh bajingan laknat itu! Belum lagi Kenanga. Di manakah Kenanga berada? Sampai kematian aku pun tak mendapatkan lagi kabar tentang dia. Di mana diaaa ... Kenanga saat itu masih berumur muda sekali. Dan Hayato sudah menjadikannya Jugun Ianfu. Karena kemarahannya padaku," isak tangis Lazuarrdi dengan suara yang berbeda. "Apa aku salah membunuhnya dengan keji?!"Kali ini Lazuarrdi yang duduk bersimpuh menoleh perlahan ke arah Annisa yang berdiri di sampingnya. Sorot matanya tajam, menatap Annisa dengan berurai air mata."Jika memang kau ingin memakamkan aku dengan layak. Ada satu syarat yang aku pinta!"Annisa yang masih terperanjat tak langsung menjawab. Dia masih terpaku dengan mata yang m
"Ke-kenapa, Mas?"Dia terus menggeleng dengan raut wajah yang sangat tegang. Tarikan napasnya terdengar memburu. Lazuarrdi ikut merebahkan tubuhnya di sebelah Annisa yang terus menatap lelaki tampan itu."Mas Ardi kenapa sih?""A-aku lihat dia Nisa.""Terus?""Awalnya dia terlihat layaknya seorang wanita berkimono. Tapi ... tiba-tiba, kepalanya kayak terpenggal begitu saja. Dan jatuh ke tanah."Sontak mendengar penjelasan seperti itu. Annisa langsung berusaha bangkit dari tempat dia berbaring. Membuat Lazuarrdi menatap tajam ke arahnya, dengan pandangan heran."Mau ke mana kamu?""Ayo, Mas! Aku sudah tau di mana letak kepalanya.""Maksud kamu?""Ayo, Mas!"Dibantu Lazuarrdi, Annisa berjalan lembat menuju pohon gayam itu. Diikuti oleh Satriyo yang terus menyorot ke arah mereka."Tunjukkan di mana Kazumi berdiri Mas!""Di tempat aku berdiri sekarang.""Oke, tunggu bentar Mas!"Anni
Dia mengangkat botol yang diberikan Mbah Sukro. Lalu mulai memercikkan air di sekitaran pohon gayam yang terlihat kokoh beridri di hadapan mereka.Saat Annisa sibuk mengucurkan air. Dedaunan pohon gayam seperti bergerak-gerak. Sampai menjatuhkan dedaunan yang kering.Sontak ketiganya melihat ke atas. Mereka seperti melihat dua titik cahaya merah. Seperti bola mata yang terus menatap ke arah mereka."I-itu ... apa Mbak Annisa?" teriak Satriyo membuat mereka berlari sedikit menjauh. Diikuti Annisa.Saat Annisa mendongak, dua titik berwarna kemerahan tak lagi terlihat."Aku masih belum selesai Mas. Kurang sisi utara aja," bisik Annisa."Ayo, kita kembali ke pohon itu!" ajak Lazuarrdi.Suasana benar-benar mencekam. Angin semakin berembus kencang."Bismillah, ya Allah bantu kami," bisik Annisa.Saat mereka kembali mendekati pohon gayam itu. Annisa merasa ada seseorang yang tengah memandang mereka. Sontak dia
Rupa-rupanya sosok hitam pekat itu, kembali akan melayangkan hantaman untuk yang keempat kalinya. Namun, sekilas cahaya putih menangkis serangan itu. Cahaya berbentuk butiran-butiran kecil menyerupai tasbih, menghalangi tubuh Mbah Sukro dari kekuatan hitam.Dalam genggaman tangan Mbah Sukro, dia terus menggulirkan tasbih yang sedari tadi dipegangnya. Terdengar lelaki itu mulai bergumam lirih. Dia terus berdzikir menghadapi serangan makhluk iblis itu.Sontak membuat kedua bayangan hitam itu, menghentikan serangannya dan mundur. Mbah Sukro memejamkan kedua mata dengan rapat. Tak henti bibirnya berdzikir. Walau tubuh tua terasa sakit akibat serangan itu. Dia terus berusaha untk membantu Annisa. Yang jauh darinya."Semoga kamu segera menemukannya, Nduk! Mbah akan mengawal kamu dari sini dengan doa."***Terlihat Annisa masih duduk dengan tafakur. Tiba-tiba dalam bayangan yang samar. Dirinya seperti melihat cahaya kemerahan yang berkelebat melintas Seir
Hanya dalam hitungan sekian detik. Sosok wanita itu sudah berdiri di hadapan lelaki itu. Wajah mereka begitu dekat. Tanpa jeda. Sampai Mbah Sukro bisa mencium embusan napas makhluk yang berada di hadapannya.Manik mata mereka salling beradu. Hingga sorot mata yang tajam tak bisa membuat Mbah Sukro tunduk.Tiba-tiba, di alam yang nyata. Pintu rumah terbuka lebar dengan sendirinya. Bagai ada seseorang yang telah membuka dengan paksa. Namun, tak terlihat siapa pun juga."Mau apa kamu ke rumahku? Kedatanganmu, secara paksa seperti ini apa maksudnya?" Mbah Sukro dengan mata yang terpejam."Hentikan pencarianmu! Atau kau akan mati! Sama seperti mereka semua." Terlihat bayanganhitam yang tak tampak perwujudannya.Masih dengan mata yang terpejam, Mbah Sukro melempar kembang-kembang itu dengan pelan."Mrene ... mrene! Ini makanan kamu!" seru Mbah Sukro.(Mrene = ke sini)Tampak gumpalan asap yang menyerupai sosok seorang lak
Seketika Satriyo mengarahkan senter yang ada di tangannya. Saat cahaya mulai menerangi pohon itu. Sontak dia melemparkan senter jumbo ke tanah. Dengan tubuh yang hampir terjungkal. Untung Lazuarrdi menahan keseimbangan tubuhnya, dengan menarik lengan Satriyo."Aaaaarghhhh!"Tubuh Satriyo akhirnya terduduk di dekat kaki Lazuarrdi. Napasnya tersengal-sengal."A-ada apa kamu?""Ayo, Mas. Kita pergi dari sini. Ini lebih seram dari rumah kita, Mas!" tegas Satriyo."Memangnya apa yang kamu lihat?"Satriyo tak mau menjawab. Dia menggeleng kuat-kuat. Lazuarrdi mengambil senter jumbo yang terbalik dan mati. Sekali tekan dan sedikit mengguncang akhirnya, senter menyala lagi.Lazuarrdi kembali menyorotkan cahaya pada pohon kelapa yang tak jauh dari mereka. Tak terlihat apa pun. Lalu dia menundukkan kepala."Kamu kenapa Sat? Coba bilang!""Ta-tanyakan Mbak Annisa, Mas!" Dengan suara bergetar dan tubuh Satriyo seperti orang yang kedi