Teng teng teng!
Ketiganya terperanjat. Dengan kedua mata yang membulat lebar. Telunjuk Danang menunjuk ke arah depan.
"Jam ... jam dua belas, Sat!"
"A-ayo, Mas. Kita harus temani Eyang!" teriak Narmi.
Wanita itu langsung berlari meninggalkan Satriyo dan Danang, yang amsih terpaku di tempatnya.
"Ayooo!" teriak Narmi kencang.
Membuat mereka terkesiap. Dan menyusul langkah Narmi yang sudah berlari meninggalkan keduanya. Masih terdengar napas yang terengah-engah. Wanita itu langsung menerobos masuk kamar Sulasih.
"Ohhh, syukurlah Eyang masih tertidur."
Namun perkiraannya salah.
"Siapa yang tidur, Mi?"
Seketika raut wajah Narmi menegang pucat. Dia tak menyangka Eyang terbangun dengan posisi yang masih membelakangi.
"Mbak! Mbak Narmi!"
Terdengar suara Satriyo memanggil dirinya. Narmi melongok ke arah mereka.
"Ada apa, Mas?"
Pandangannya mengarah pada Satriyo dan Danang, yang berdiri di
Tiba-tiba, telapak tangannya menepuk punggung tangan Narmi dan meraihnya kuat. Hingga tubuh wanita muda itu terduduk dan merapat di punggungnya."Ke-kenapa kamu bangunkan aku, Narmi?"Suara wanita tua itu terdengar parau. Lalu terbatuk-batuk. Segera Narmi membantunya untuk terbangun."Ini, benar-benar Eyang 'kan?" ulang Narmi ragu."Kamu kira aku ini setan opo?" sentak Sulasih marah.Narmi melirik ke arah mereka berdua. Kemudian, Danang mencoba mengintip ke arah ruang tamu. Sosok wanita tua itu telah lenyap."Aneh," bisik Danang."Masih ada, Mas?"Danang menggeleng dengan raut wajah yang masih tegang."Kalian ini kenapa ada di sini semua?" tanya Sulasih parau dan terdengar lirih."Ehhh, kami cuman ingin lihat keadaaan Eyang saja," sahut Danang.Kemudian, wanita tua itu mengibaskan tangannya. Pertanda menyuruh Satriyo dan Danang segera pergi dari kamar. Tanpa bertanya lagi. Keduanya pun segera pergi.
"Aku cuman pengen lihat fotonya, Ardi."Walaupun terlihat ragu. Akhirnya dia juga memberikan ponsel pada wanitacantik itu. Sejenak Shasy memandang dengan gurat wajah serius. Dia pun terlihat sangat tegang."Siapa wanita yang satunya?""Karmila!""Karmila?" ulang Shasy. "Apa dia seorang penyanyi saat itu?"Lazuarrdi seketika terhenyak. Atas pertanyaan Shasy yang tiba-tiba."Dari mana kamu tahu, Shas?""Dari bajunya. Coba kamu lihat! aku sih nebak aja. Kayaknya dia ini mungkin ikutan paduan suara gitu. Bisa juga 'kan?"Dia kagum dengan kejelian Shasy. "Seandainya wanita berkimono ini, tanpa memakai bedak putih. Kira-kira wajahnya seperti apa? Atau, si wanita pribumi ini kalau berpakaian Jepang kayak apa juga ya?"Lalu dia mendongak pada Lazuarrdi. "Suruh Danang untuk membuatnya seperti itu, Ardi. Diediting atau apa saja lah. Dia kan orang IT harusnya lebih paham dan tahu dari pada kita. Iya 'kan?""D
Saat dia melihat arah spion dalam. Lazuarrdi tercengang. Dia melihat sosok seorang wanita, yang berpakaian mirip dengan di foto. Sudah berada di jok paling belakang."Karmilaaa?!"Spontan Lazuarrdi menoleh. Tak terlihat siapa pun. Dia sampai mengernyit heran."Aneh," gumamnya.Kemudian fokus memandang lurus arah jalan. Lazuarrdi yang masih penasaran. Mencoba melihat spion dalam."Aahhhhh!"Mobil yang dia kendarai langsung berbelok masuk jalur yang berlawanan."Shit!!!"Dengan cepat dia menginjak rem dan langsung banting setir untuk merubah jalur. Terdengar suara ban yang saling bergesekan dengan aspal jalan. Sampai akhirnya mobil benar-benar berhenti di luar marka."Aaaahhh!" teriak Lazuarrdi sambil memukul setir.Raut wajahnya seketika memucat. Napasnya pun tersengal-sengal. Lazuarrdi langsung mengambil ari mineral dan meneguknya."Hahhh! G
Sekitar satu jam akhirnya mereka sampai. Dua jam pun berlalu. Lazuarrdi bersama Shasy sudah berada di dalam pesawat."Emangnya yang kamu lihat tadi apa, Ardi?""Karmila.""Dia?""Iya, Shas. Tapi, yang bikin aku syok. Penampakan yang di dalam cermin spion dalam.""Memangnya yang kamu lihat siapa?"Tampak dia bersandar, sekian detik. Shasy membiarkannya tanpa ada pertanyaan lagi."Entahlah, Shas. Aku melihat seperti wajah orang yang sudah tua. Kulitnya keriput. Cuman sangat menyeramkan Shas. Hanya saja ada satu benda kok kayaknya aku pernah tau. Di mana ya?""Benda?" ulang Shasy penasaran.Dia juga ikut kepo atas apa yang telah menimpa Lazuarrdi."Bisa kamu ingat-ingat lagi apa benda itu?""Semacam kalung, liontinnya berbentuk hati. Di mana ya aku pernah lihat!""Lalu wajah wanita itu seperti apa?""Dia seperti orang yang kesakitan. Aku juga enggak tahu kenapa. Karena semua wajah sosok itu
Tampak gadis itu berpikir panjang. Dia terlihat ragu saat hendak bercerita. Lalu mengurungkan niatnya.Wajahnya tertunduk dalam. Sesekali dia menyibakkan rambutnya yang hitam tergerai. Lazuarrdi terus memperhatikan kegelisahan hati Azuna."Kamu gelisah?""Iya."Suara Azuna terdengar lemah. Seperti banyak yang sedang dia pikirkan."Kalau boleh tahu. Apa hubungan Tuan Roy dengan pedang samurai yang aku perlihatkan itu?""Aku juga tak tahu, Lazuarrdi. Papa tak bicara sama sekali. Bikin aku pusing."Lalu dia menatap tajam pada lelaki tampan bermata dingin itu."Boleh aku minta tolong sama kamu?""Silakan, Azuna! Kamu bilang aja!"Tok tok tok!"Permisi, Pak. Mau naruh teh hangat untuk Nona Azuna.""Silakan Anita.""Terima kasih."Setelah Anita pergi. Azuna kembali menyelesaikan kalimatnya."Tolong temui Papa! Sepertinya dia ingin bicara sama kamu Lazuarrdi. Sejak semalam Papa ta
"Selidiki dia! Apakah dia ada hubungannya dengan pedang itu. Cari tahu semuanya, Nang. Sekarang juga!" "Siap, Boss!" "Siapa sebenarnya Roy Kenzo ini?" bisik Lazuarrdi seraya mematikan panggilan ponselnya. Satu jam berlalu .... Ting! Lazuarrdi menghentikan ativitasnya yang sedang menandatangani beberapa pengajuan anggaran operasiaonal, dalam waktu satu bulan ke depan. {Lazuarrdi, bisa temui saya di hotel?} {Bisa, Azuna. Setelah ini aku berangkat ke sana} {Terima kasih, Lazuarrdi} "Anitaaaa!" Bergegas wanita muda dan cantik itu menghampirinya. "Iya, Pak!" "Ini semua sudah selesai aku tandatangani. Cuman ada beberapa pengajuan anggran yang tak relevan. Kembalikan ke divisi marketing sama keuangan. Suruh revisi!" "Baik, Pak." "Saya akan tinggal dulu, Anita." "Siap, Pak." Lazuarrdi menyambar jaket yang me
Lazuarrdi memutar ponsel ke arah Azuna. Gadis itu terbeliak. Dia tak menyangka kalau lelaki tampan yang duduk berseberang, mempunyai foto papanya."Ini beneran Papa. Dari mana kamu dapat foto ini?""Teman tadi kirim. Yang di sebalah Papa kamu itu Kakek aku."Lalu Lazuarrdi menunjuk pada tangan Roy Kenzo. Lelaki itu seperti memegang sebuah pedang samurai."Apa ... pedang itu milik Papa kamu, Azuna?""Haaaa ...?!"Gadis itu masih tak percaya. Dia terus mengamati pedang yang dipegang tangan kanan sang papa. Lalu bergumam,"Apa ini pedang yang dulu sering aku lihat?""Semasa kecil kamu itu?""Iya, Lazuarrdi. Tapi, kenapa bisa ada di Kakek kamu?""Itu yang harus dicari tahu, Azuna. Kita harus menanyakan pada Tuan Roy, soal ini.""Kapan kamu akan pulang ke Surabaya? Mungkin kita bisa satu penerbangan.""Boleh, Azuna. Pesan aja tiket buat kita. Cari yang sore gimana?""Kamu harus ngantor dulu ya?"
Saat Danang mencoba memeriksa. Tak terlihat kejanggalan atau hal aneh di bagian leher. Akan tetapi Wanita tua ini semakin mengerang kesakitan. Bahkan sampai menjerit dan berteriak.Danang pun mulai panik. Seketika dia berteriak memanggil Narmi."Ada apa, Mas Danang?""Lihat Eyang kenapa tuh?!" teriak Danang cemas. Dia pun mulai kalut sambil berteraik memanggil Satriyo yang belum datang. "Di mana masjidnya, Mbak?"Tanpa menoleh Narmi mengangkat tangannya mengarah selatan. Tak menunggu lama Danang berlari kencang keluar rumah. Dari kejauhan dia melihat sosok Satriyto yang berjalan santai mengarah padanya."Saaaat ... Satriyo!"Melihat Danang yang berteriak dan berlari ke arahnya. Satriyo mulai merasa ada sesuatu yang telah terjadi. Membuat dia ikut berlari kencang ke arahnya."A-ada apa Mas?" Satriyo masih terengah-engah. Begitu juga dengan Danang. Yang tak bisa bicara dia hanya menunjuk ke arah rumah Eyang Sulasih.Tanpa banyak
Tepat pukul dua belas siang. Mereka baru terbangun. Dan bergegas berkemas. Annisa yang sudah sedari tadi siapa sedang berjongkok di makam Kazumi atau Karmila.Dia membacakan Yasin dan doa untuknya. Dari ambang pintu Lazuarrdi melihat ke arahnya dengan wajah yang segar. Lalu berjalan mendekati Annisa."Maaf, enggak bisa seperti rencana semula Nis.""Enggak apa-apa kok Mas Ardi. Saya juga baru bangun kok. Buru-buru mandi terus ke sini sebentar.""Berarti belum makan?"Annisa menggeleng."Yuk, makan dulu. Kayaknya Marni sudah siapkan semuanya.""Baik, Mas."Langkah keduanya menuju ruang makan. Terlihat Marni yang sibuk menata piring."Kamu masak apa beli, Mbak?""Saya beli nasi padang Mas. Takut kalau di warung yang lain, Mas Ardi enggak suka. Soalnya agak manis masakannya."Apa yang dikatakan Marni dibenarkan Lazuarrdi. Segera dia duduk dan memanggil Satriyo yang sibuk memasukkan barang-barang."Kamu m
Hampir satu jam mereka merawat jasad yang sudah jadi tengkorak itu. Tepat pukul tiga pagi. Mereka kembali mengebumikan Kazumi atau Karmila."Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiun!" ucap para warga serempak."Bahwa apa yang berasal dari-Nya. Pasti akan kembali kepada pemilik-NYa."Setelah prosesi pemakaman selesai. Beberapa warga beristirahat dengan suguhan yang dibikin oleh Marni."Annisa! Apa yang sebenarnya terjadi saat di dekat sungai tadi?""Maksud Mas Lazuarrdi?""Apa benar Kazumi meminta kamu mencari Kenanga?"Cukup lama Annisa terdiam."Kenapa kamu diam?""Ehhh ...."Wanita cantik menghela napas panjang. Lalu mengangguk."Tapi saya tak mau berjanji padanya. saya sudah tegaskan itu Mas. Akan semakin panjang kalau kita mencari Kenanga. Kita enggak tau harus bermulai dari mana juga 'kan?""Cuman yang aku takutkan, suatu saat nanti. Dia akan menganggu kita lagi, dengan meminta janji itu.""Mas,
"Mas Satriyo! Bisakah ambilkan dua lembar daun itu?""Bisa, Mbak. Sebentar!"Kedua kakinya berlari kecil meninggalkan Annisa dan Lazuarrdi yang masih terduduk di tanah."Kenapa perasaan aku sedih sekali, Nis? Seperti hancur, gelap, tak berdaya. Seolah hidup aku ini tak ada artinya lagi.""Mas Ardi banyak istigfar ya. Terus baca aya Qursi tiga kali, serta surat pendek tiga Qul. Mas Ardi bisa?"Lelaki tampan menggeleng dengan pandangan yang mengarah pada Annisa."Kalau begitu sholawat yang banyak saja Mas. Sama istigfar ya, biar perasaan Kazumi enggak terbawa Mas Lazuarrdi.""Baik, Nis."Tak lama. Satriyo sudah datang dengan memebawa dua lembvar daun keladi. Lantas memberikan pada Annisa.Sebelum mengambil kepala Kazumi, Annisa membaca doa terlebih dahulu. Setelah selesai. Dia memungut dengan kedua tangan beralaskan daun talas."Biar saya yang bawa!" tegas Annisa.Mereka pun berjalan pulang menuju rumah
"Kazumi sangat terluka. Aku kesakitan bukan saja raga aku. Tapi, jiwa aku. Apalagi saat aku mendengar kabar, Hayato membunuh semua keluargaku. Saat itu kehidupanku seperti runtuh. Aku ingin mati ... aku ingin mati! Apalagi Takashimo yang menyayangi aku penuh ketulusan. Dibunuh oleh bajingan laknat itu! Belum lagi Kenanga. Di manakah Kenanga berada? Sampai kematian aku pun tak mendapatkan lagi kabar tentang dia. Di mana diaaa ... Kenanga saat itu masih berumur muda sekali. Dan Hayato sudah menjadikannya Jugun Ianfu. Karena kemarahannya padaku," isak tangis Lazuarrdi dengan suara yang berbeda. "Apa aku salah membunuhnya dengan keji?!"Kali ini Lazuarrdi yang duduk bersimpuh menoleh perlahan ke arah Annisa yang berdiri di sampingnya. Sorot matanya tajam, menatap Annisa dengan berurai air mata."Jika memang kau ingin memakamkan aku dengan layak. Ada satu syarat yang aku pinta!"Annisa yang masih terperanjat tak langsung menjawab. Dia masih terpaku dengan mata yang m
"Ke-kenapa, Mas?"Dia terus menggeleng dengan raut wajah yang sangat tegang. Tarikan napasnya terdengar memburu. Lazuarrdi ikut merebahkan tubuhnya di sebelah Annisa yang terus menatap lelaki tampan itu."Mas Ardi kenapa sih?""A-aku lihat dia Nisa.""Terus?""Awalnya dia terlihat layaknya seorang wanita berkimono. Tapi ... tiba-tiba, kepalanya kayak terpenggal begitu saja. Dan jatuh ke tanah."Sontak mendengar penjelasan seperti itu. Annisa langsung berusaha bangkit dari tempat dia berbaring. Membuat Lazuarrdi menatap tajam ke arahnya, dengan pandangan heran."Mau ke mana kamu?""Ayo, Mas! Aku sudah tau di mana letak kepalanya.""Maksud kamu?""Ayo, Mas!"Dibantu Lazuarrdi, Annisa berjalan lembat menuju pohon gayam itu. Diikuti oleh Satriyo yang terus menyorot ke arah mereka."Tunjukkan di mana Kazumi berdiri Mas!""Di tempat aku berdiri sekarang.""Oke, tunggu bentar Mas!"Anni
Dia mengangkat botol yang diberikan Mbah Sukro. Lalu mulai memercikkan air di sekitaran pohon gayam yang terlihat kokoh beridri di hadapan mereka.Saat Annisa sibuk mengucurkan air. Dedaunan pohon gayam seperti bergerak-gerak. Sampai menjatuhkan dedaunan yang kering.Sontak ketiganya melihat ke atas. Mereka seperti melihat dua titik cahaya merah. Seperti bola mata yang terus menatap ke arah mereka."I-itu ... apa Mbak Annisa?" teriak Satriyo membuat mereka berlari sedikit menjauh. Diikuti Annisa.Saat Annisa mendongak, dua titik berwarna kemerahan tak lagi terlihat."Aku masih belum selesai Mas. Kurang sisi utara aja," bisik Annisa."Ayo, kita kembali ke pohon itu!" ajak Lazuarrdi.Suasana benar-benar mencekam. Angin semakin berembus kencang."Bismillah, ya Allah bantu kami," bisik Annisa.Saat mereka kembali mendekati pohon gayam itu. Annisa merasa ada seseorang yang tengah memandang mereka. Sontak dia
Rupa-rupanya sosok hitam pekat itu, kembali akan melayangkan hantaman untuk yang keempat kalinya. Namun, sekilas cahaya putih menangkis serangan itu. Cahaya berbentuk butiran-butiran kecil menyerupai tasbih, menghalangi tubuh Mbah Sukro dari kekuatan hitam.Dalam genggaman tangan Mbah Sukro, dia terus menggulirkan tasbih yang sedari tadi dipegangnya. Terdengar lelaki itu mulai bergumam lirih. Dia terus berdzikir menghadapi serangan makhluk iblis itu.Sontak membuat kedua bayangan hitam itu, menghentikan serangannya dan mundur. Mbah Sukro memejamkan kedua mata dengan rapat. Tak henti bibirnya berdzikir. Walau tubuh tua terasa sakit akibat serangan itu. Dia terus berusaha untk membantu Annisa. Yang jauh darinya."Semoga kamu segera menemukannya, Nduk! Mbah akan mengawal kamu dari sini dengan doa."***Terlihat Annisa masih duduk dengan tafakur. Tiba-tiba dalam bayangan yang samar. Dirinya seperti melihat cahaya kemerahan yang berkelebat melintas Seir
Hanya dalam hitungan sekian detik. Sosok wanita itu sudah berdiri di hadapan lelaki itu. Wajah mereka begitu dekat. Tanpa jeda. Sampai Mbah Sukro bisa mencium embusan napas makhluk yang berada di hadapannya.Manik mata mereka salling beradu. Hingga sorot mata yang tajam tak bisa membuat Mbah Sukro tunduk.Tiba-tiba, di alam yang nyata. Pintu rumah terbuka lebar dengan sendirinya. Bagai ada seseorang yang telah membuka dengan paksa. Namun, tak terlihat siapa pun juga."Mau apa kamu ke rumahku? Kedatanganmu, secara paksa seperti ini apa maksudnya?" Mbah Sukro dengan mata yang terpejam."Hentikan pencarianmu! Atau kau akan mati! Sama seperti mereka semua." Terlihat bayanganhitam yang tak tampak perwujudannya.Masih dengan mata yang terpejam, Mbah Sukro melempar kembang-kembang itu dengan pelan."Mrene ... mrene! Ini makanan kamu!" seru Mbah Sukro.(Mrene = ke sini)Tampak gumpalan asap yang menyerupai sosok seorang lak
Seketika Satriyo mengarahkan senter yang ada di tangannya. Saat cahaya mulai menerangi pohon itu. Sontak dia melemparkan senter jumbo ke tanah. Dengan tubuh yang hampir terjungkal. Untung Lazuarrdi menahan keseimbangan tubuhnya, dengan menarik lengan Satriyo."Aaaaarghhhh!"Tubuh Satriyo akhirnya terduduk di dekat kaki Lazuarrdi. Napasnya tersengal-sengal."A-ada apa kamu?""Ayo, Mas. Kita pergi dari sini. Ini lebih seram dari rumah kita, Mas!" tegas Satriyo."Memangnya apa yang kamu lihat?"Satriyo tak mau menjawab. Dia menggeleng kuat-kuat. Lazuarrdi mengambil senter jumbo yang terbalik dan mati. Sekali tekan dan sedikit mengguncang akhirnya, senter menyala lagi.Lazuarrdi kembali menyorotkan cahaya pada pohon kelapa yang tak jauh dari mereka. Tak terlihat apa pun. Lalu dia menundukkan kepala."Kamu kenapa Sat? Coba bilang!""Ta-tanyakan Mbak Annisa, Mas!" Dengan suara bergetar dan tubuh Satriyo seperti orang yang kedi