"Gawat!" teriak Hariyadi. Lalu, dia menarik kedua pundak Karmila. "Pergilah yang jauh. Jangan pikirkan kami lagi! Cepaaaat, Karmila!!!"
Karmila berlari sekencang mungkin. Namun, dia tak menguasai medan hutan ini. Karmila menghentikan lngkahnya sejenak. Dengan pandangan memutar. Memperhatikan sekeliling. Napasnya pun terdengar memburu keras.
"A-aku harus ke mana sekarang?"
Belum sempat Karmila berpikir panjang. Hujan deras mengguyur hutan ini. Dia mencari tempat berteduh. Akan tetapi sebelum langkahnya berjalan jauh. Sebuah tangan menarik pundaknya kasar. Hampir saja dia terjungkal.
"Haaaa!"
Sontak Karmila berbalik. Dia sudah melihat dua orang prajurit anak buah Hayato Kenji. Dari wajah mereka yang menyeringai buas. Karmila tahu akan terjadi hal buruk padanya.
Melihat mereka yang ada di hadapannya. Tanpa pikir panjang. Karmila berlari kencang menembus deras hujan dan pekatnnya hutan ini. Namun sayang. Langkah Karmila kalah cepat.
Salah
Hingga Karmila terbangun dari pingsan yang cukup lama. Dirinya merasakan kehangatan dalam selimut tebal. Dan sedang berada di atas kasur."Di mana aku?"Sontak Karmila terperanjat. Saat melihat dia sudah berada di dalam sebuah kamar. Lalu, Karmila meraba tubuhnya yang sudah berpakaian. Dia bisa merasakan kelembutan kain sutera.Lalu, dia berusaha untuk duduk dan bersandar. Tak lama kemudian. Terdengar pintu yang berderit. Membuat Karmila ketakutan dan bersembunyi di balik selimut."Kamu sudah siuman? Jangan bersembunyi di balik selimut! Keluarlah!"Karmila mendengar suara seorang laki-laki dengan aksen khas Jepang. Membuatnya semakin ketakutan. Dia meringsek dan semakin bersembunyi di balik selimut.Sepertinya lelaki Jepang itu sangat mengerti keadaan Karmila. Dia berusaha untuk membujuk agar Karmila mau memperlihatkan dirinya."Aku Takashimo. Onamaehanandesuka? Siapa nama kamu?"Tetap saja Karmila masih ketakutan. Peristiwa ya
"Kapten Hayato dan para prajurit yang lain akan sering bertandang ke rumah ini. Aku takut lama-lama mereka mengatahui keberadaan kamu."Karmila semakin tertunduk."Jadi, apa yang harus aku lakukan Tuan?""Sore ini, Kapten Hayato akan ke rumah. Kamu harus ikuti instruksiku Karmila.""Baik Tuan.""Aku tak ingin kita berdua mati konyol di tangannya." "Tapi, jika Tuan tidak berkenan. Saya akan pergi melarikan diri dari tempat ini.""Kamu pasti tertangkap. Dan--"Takashimo mendekati Karmila yang duduk di hadapannya. Dia menggenggam erat kedua telapak tangan Karmila yang dingin."Jadilah Geishaku Karmila," ucap Takashimo lirih. Mmebuat Karmila mendongak dengan pandangan tak mengerti padanya."A-apa maksud Tuan?"Jemari tangan Takshimo mengusap lembut pipi Karmila. Lalu, mengecup lembut bibirnya tanpa penolakan sama sekali."Aku tak ingin kehilangan kamu!" Mereka berdua saling beradu pandang. Manik
"Satu hal lagi, jangan terlalu banyak bicara saat bersama Hayato. Dia terlalu licik untuk kita bohongi dia. Tapi aku harap penyamaran kali ini, akan berhasil. Kamu anggap bahwa Karmila sudah mati, di makan binatang buas dalam hutan."Kembali Kazumi mengangguk. Takashimo menuntunnya untuk berdiri. Dia memeluk Kazumi dengan erat."Aku yakin kamu bisa menjadi sosok Kazumi dengan baik. Ingat, bahwa Kazumi bukan sosok yang lemah! Dia pemberani, berbicara selalu tegas. Tak suka terlalu banyak omong yang tak penting. Serta Kazumi seorang wanita yang lihai dan cerdas. Kuharap kamu bisa menanamkan kepribadian ini.""Iya, akan aku usahakan."Tepat pukul enam malam. Sebuah mobil berhenti di depan pagar rumah. Baik Takshimo serta Kazumi meraskan jantung yang berdetak lebih cepat. Mereka berdua benar-benar tegang."Kamu harus tahu alasan aku, Kazumi. Kenapa kamu harus bertemu dengan dia? Agar suatu saat bila Hayato merasakan kemiripan kalian. Dia hanya bisa men
"Maafkan saya Tuan Kapten. Semua urusan saya diatur oleh Takashimo. Bicara saja Tuan padanya," ucap Kazumi dengan menunduk. Tanpa ada senyum yang mengembang dari sudut bibirnya."Kamu sedingin salju, Kazumi. Dan aku malah suka. Menaklukkan dirimu pasti akan penuh tantangan yang menggairahkan."Lelaki itu menyeringai dengan tatap mata yang menghunus tajam.'Mati kau Hayato! Akan aku pastikan hal ini. Aku akan cari cara untuk mewujudkannya!'Mendengar kata-kata itu dari bibir Hayato. Membuat darah Takashimo mendidih. Dia tak akan membiarkan lelaki yang duduk di hadapannya seenak sendiri memperlakukan Kazumi."Bagaimana Tuan Takashimo?""Maafkan saya sebelumnya, Tuan. Kazumi baru pulih dari sakitnya. Dia mempunyai penyakit TBC yang bisa menular.""Kamu jangan membohongi aku Takashimo!" bentak Hayato."Sekali lagi ini kenyataan yang benar Tuan."Kapten Hayato berdiri dan menarik pedang yang dia bawa. Lal
Kali ini mereka berdua terdiam."Bahkan untuk melihat keluargaku saja, aku tak bisa.""Apa kamu ingin anak buah Hayato melaporkan bahwa seorang Geisha bernama Kazumi mendatangi keluarga Karmila?"Seketika kedua tangan Kazumi mengepal erat. Dia tak bisa berkata-kata lagi."Aku sangat ingin membunuhnya! Andaikan aku bisa. Aku ingin mengusir bangsamu dari negeriku ini, Takashimo!" Suara Kazumi terdengar bergetar. Dia seakan meluapkan perasaan sesak di dada."Kazumi maafkan aku yang tak bisa berbuat banyak untukmu.""Kamu seperti malaikat bagiku. Tak ada yang bisa menggantikan dirimu."Takashimo berjalan mendekat. "Aku akan mencari kabar tentang keluarga kamu, Kazumi. Beritahu aku di mana rumah dan nama keluarga kamu."Sontak apa yang dikatakan Takashimo bagai angin surga bagi Kazumi. Kedua matanya berkaca-kaca. Dia tak menyangka bila lelaki yang baru saja dia kenal, mau melakukan banyak hal untuknya."Sungguh kamu m
"Kenapa wajah kamu memerah?""Ohh, saya lelah Tuan. Penyakit batuk yang saya derita ini masih belum juga sembuh Tuan."Walau merasa tak percaya. Pada akhirnya Hayato pun meninggalkan rumah Takashimo."Suatu hari, aku pasti dapatkan dirimu Kazumi!"Kazumi mengantar kepergian lelaki itu, hingga batas teras rumah. Dia memandang penuh kebencian dan dendam. Setelah Hayato pergi, Kazumi kembali gelisah. Karena Takashimo belum juga kembali.Berselang satu jam. Terdengar suara pintu rumah yang terbuka pelan. Bergegas Kazumi mendatanginya. Dia melihat sosok Takshimo yang masih letih dan suntuk."Syukurlah kamu datang Takashimo. Aku sudah khawatir dengan keselamatan kamu."Tanpa banyak kata. Lelaki itu langsung memeluk Kazumi tanpa ada kalimat yang terlontar sama sekali."A-ada apa? Katakan Takshimo!""Maafkan aku Kazumi. Maafkan bangsaku!""Kamu membuat aku takut, Takashimo. Katakan juga ada apa ini?"Dia mengendurk
Pikiran dan perasaannya semakin tidak tenang. Dia yakin Hayato mencurigai dirinya. Dan memberitahukan pada Daisuke. Belum sampai dia bisa menemukan jalan keluar. Salah seorang pelayan menghampiri dirinya."Nyonya! Anda di suruh menemui Tuan Daisuke di ruang pribadinya."Kazumi hanya mengangguk pelan. Dia berusaha bersikap wajar dan setenang mungkin. Kazumi malam ini terlihat sangat cantik. Mengenakan kimono hijau tua dengan obi hitam. Rambutnya disanggul khas negeri Jepang. Dia merias wajahnya tak terlalu tebal.Tok tok tok!"Masuklah Kazumi!"Dengan anggun dia melangkah masuk. Pandangan matanya langsung menyorot pada lelaki kejam itu. Ingin rasa hati Kazumi mencekik dan memenggal kepalanya. Seperti yang telah dia lakukan pada keluarga dan Takashimo."Kazumi, jelaskan pada Tuan Hayato ini. Bahwa dirimu bukanlah Karmila yang dia sangka.""Siapa Karmila ini Tuan hayato? Sepertinya anda benar-benar terobsesi dengan wanita yang bernama Ka
"A-apa maksud kamu?" Seraya Kazumi mundur beberapa langkah. Firasatnya sudah mengatakan akan terjadi hal yang sangat buruk.Kembali lelaki itu menyeringai. Pandangannya tajam seolah menyusuri lekuk tubuh Kazumi yang indah."Awas kamu kalau macam-macam!" ancam Kazumi.Dia terus bergerak mundur, sampai ujung tumitnya membentur dinding."Kau ingin tahu aku membuktikan dengan cara apa?"Kazumi hanya bisa terdiam. Kedua matanya mulai berkaca-kaca."Aku akan membuktikan dengan kehangatan tubuhmu Kazumi!""Pergi kau bajingan!" teriak Kazumi. Da terus melempar semua benda-benda yang ada di dekatnya."Siapa yang akan membantu kamu sekarang, haaahhh ...? Daisuke sudah pergi. Sedang Takashimo telah mampus!" ucapnya terkekeh sadis."Rokudenashi! Pergi kau bajingan! Benar-benar aku akan membunuhmu! Jika sampai kau menjamah badan aku, akan aku pastikan kau mati Hayato!" teriak Kazumi."Kemarahan kamu mengingatkan aku pada seorang wanit
Tepat pukul dua belas siang. Mereka baru terbangun. Dan bergegas berkemas. Annisa yang sudah sedari tadi siapa sedang berjongkok di makam Kazumi atau Karmila.Dia membacakan Yasin dan doa untuknya. Dari ambang pintu Lazuarrdi melihat ke arahnya dengan wajah yang segar. Lalu berjalan mendekati Annisa."Maaf, enggak bisa seperti rencana semula Nis.""Enggak apa-apa kok Mas Ardi. Saya juga baru bangun kok. Buru-buru mandi terus ke sini sebentar.""Berarti belum makan?"Annisa menggeleng."Yuk, makan dulu. Kayaknya Marni sudah siapkan semuanya.""Baik, Mas."Langkah keduanya menuju ruang makan. Terlihat Marni yang sibuk menata piring."Kamu masak apa beli, Mbak?""Saya beli nasi padang Mas. Takut kalau di warung yang lain, Mas Ardi enggak suka. Soalnya agak manis masakannya."Apa yang dikatakan Marni dibenarkan Lazuarrdi. Segera dia duduk dan memanggil Satriyo yang sibuk memasukkan barang-barang."Kamu m
Hampir satu jam mereka merawat jasad yang sudah jadi tengkorak itu. Tepat pukul tiga pagi. Mereka kembali mengebumikan Kazumi atau Karmila."Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiun!" ucap para warga serempak."Bahwa apa yang berasal dari-Nya. Pasti akan kembali kepada pemilik-NYa."Setelah prosesi pemakaman selesai. Beberapa warga beristirahat dengan suguhan yang dibikin oleh Marni."Annisa! Apa yang sebenarnya terjadi saat di dekat sungai tadi?""Maksud Mas Lazuarrdi?""Apa benar Kazumi meminta kamu mencari Kenanga?"Cukup lama Annisa terdiam."Kenapa kamu diam?""Ehhh ...."Wanita cantik menghela napas panjang. Lalu mengangguk."Tapi saya tak mau berjanji padanya. saya sudah tegaskan itu Mas. Akan semakin panjang kalau kita mencari Kenanga. Kita enggak tau harus bermulai dari mana juga 'kan?""Cuman yang aku takutkan, suatu saat nanti. Dia akan menganggu kita lagi, dengan meminta janji itu.""Mas,
"Mas Satriyo! Bisakah ambilkan dua lembar daun itu?""Bisa, Mbak. Sebentar!"Kedua kakinya berlari kecil meninggalkan Annisa dan Lazuarrdi yang masih terduduk di tanah."Kenapa perasaan aku sedih sekali, Nis? Seperti hancur, gelap, tak berdaya. Seolah hidup aku ini tak ada artinya lagi.""Mas Ardi banyak istigfar ya. Terus baca aya Qursi tiga kali, serta surat pendek tiga Qul. Mas Ardi bisa?"Lelaki tampan menggeleng dengan pandangan yang mengarah pada Annisa."Kalau begitu sholawat yang banyak saja Mas. Sama istigfar ya, biar perasaan Kazumi enggak terbawa Mas Lazuarrdi.""Baik, Nis."Tak lama. Satriyo sudah datang dengan memebawa dua lembvar daun keladi. Lantas memberikan pada Annisa.Sebelum mengambil kepala Kazumi, Annisa membaca doa terlebih dahulu. Setelah selesai. Dia memungut dengan kedua tangan beralaskan daun talas."Biar saya yang bawa!" tegas Annisa.Mereka pun berjalan pulang menuju rumah
"Kazumi sangat terluka. Aku kesakitan bukan saja raga aku. Tapi, jiwa aku. Apalagi saat aku mendengar kabar, Hayato membunuh semua keluargaku. Saat itu kehidupanku seperti runtuh. Aku ingin mati ... aku ingin mati! Apalagi Takashimo yang menyayangi aku penuh ketulusan. Dibunuh oleh bajingan laknat itu! Belum lagi Kenanga. Di manakah Kenanga berada? Sampai kematian aku pun tak mendapatkan lagi kabar tentang dia. Di mana diaaa ... Kenanga saat itu masih berumur muda sekali. Dan Hayato sudah menjadikannya Jugun Ianfu. Karena kemarahannya padaku," isak tangis Lazuarrdi dengan suara yang berbeda. "Apa aku salah membunuhnya dengan keji?!"Kali ini Lazuarrdi yang duduk bersimpuh menoleh perlahan ke arah Annisa yang berdiri di sampingnya. Sorot matanya tajam, menatap Annisa dengan berurai air mata."Jika memang kau ingin memakamkan aku dengan layak. Ada satu syarat yang aku pinta!"Annisa yang masih terperanjat tak langsung menjawab. Dia masih terpaku dengan mata yang m
"Ke-kenapa, Mas?"Dia terus menggeleng dengan raut wajah yang sangat tegang. Tarikan napasnya terdengar memburu. Lazuarrdi ikut merebahkan tubuhnya di sebelah Annisa yang terus menatap lelaki tampan itu."Mas Ardi kenapa sih?""A-aku lihat dia Nisa.""Terus?""Awalnya dia terlihat layaknya seorang wanita berkimono. Tapi ... tiba-tiba, kepalanya kayak terpenggal begitu saja. Dan jatuh ke tanah."Sontak mendengar penjelasan seperti itu. Annisa langsung berusaha bangkit dari tempat dia berbaring. Membuat Lazuarrdi menatap tajam ke arahnya, dengan pandangan heran."Mau ke mana kamu?""Ayo, Mas! Aku sudah tau di mana letak kepalanya.""Maksud kamu?""Ayo, Mas!"Dibantu Lazuarrdi, Annisa berjalan lembat menuju pohon gayam itu. Diikuti oleh Satriyo yang terus menyorot ke arah mereka."Tunjukkan di mana Kazumi berdiri Mas!""Di tempat aku berdiri sekarang.""Oke, tunggu bentar Mas!"Anni
Dia mengangkat botol yang diberikan Mbah Sukro. Lalu mulai memercikkan air di sekitaran pohon gayam yang terlihat kokoh beridri di hadapan mereka.Saat Annisa sibuk mengucurkan air. Dedaunan pohon gayam seperti bergerak-gerak. Sampai menjatuhkan dedaunan yang kering.Sontak ketiganya melihat ke atas. Mereka seperti melihat dua titik cahaya merah. Seperti bola mata yang terus menatap ke arah mereka."I-itu ... apa Mbak Annisa?" teriak Satriyo membuat mereka berlari sedikit menjauh. Diikuti Annisa.Saat Annisa mendongak, dua titik berwarna kemerahan tak lagi terlihat."Aku masih belum selesai Mas. Kurang sisi utara aja," bisik Annisa."Ayo, kita kembali ke pohon itu!" ajak Lazuarrdi.Suasana benar-benar mencekam. Angin semakin berembus kencang."Bismillah, ya Allah bantu kami," bisik Annisa.Saat mereka kembali mendekati pohon gayam itu. Annisa merasa ada seseorang yang tengah memandang mereka. Sontak dia
Rupa-rupanya sosok hitam pekat itu, kembali akan melayangkan hantaman untuk yang keempat kalinya. Namun, sekilas cahaya putih menangkis serangan itu. Cahaya berbentuk butiran-butiran kecil menyerupai tasbih, menghalangi tubuh Mbah Sukro dari kekuatan hitam.Dalam genggaman tangan Mbah Sukro, dia terus menggulirkan tasbih yang sedari tadi dipegangnya. Terdengar lelaki itu mulai bergumam lirih. Dia terus berdzikir menghadapi serangan makhluk iblis itu.Sontak membuat kedua bayangan hitam itu, menghentikan serangannya dan mundur. Mbah Sukro memejamkan kedua mata dengan rapat. Tak henti bibirnya berdzikir. Walau tubuh tua terasa sakit akibat serangan itu. Dia terus berusaha untk membantu Annisa. Yang jauh darinya."Semoga kamu segera menemukannya, Nduk! Mbah akan mengawal kamu dari sini dengan doa."***Terlihat Annisa masih duduk dengan tafakur. Tiba-tiba dalam bayangan yang samar. Dirinya seperti melihat cahaya kemerahan yang berkelebat melintas Seir
Hanya dalam hitungan sekian detik. Sosok wanita itu sudah berdiri di hadapan lelaki itu. Wajah mereka begitu dekat. Tanpa jeda. Sampai Mbah Sukro bisa mencium embusan napas makhluk yang berada di hadapannya.Manik mata mereka salling beradu. Hingga sorot mata yang tajam tak bisa membuat Mbah Sukro tunduk.Tiba-tiba, di alam yang nyata. Pintu rumah terbuka lebar dengan sendirinya. Bagai ada seseorang yang telah membuka dengan paksa. Namun, tak terlihat siapa pun juga."Mau apa kamu ke rumahku? Kedatanganmu, secara paksa seperti ini apa maksudnya?" Mbah Sukro dengan mata yang terpejam."Hentikan pencarianmu! Atau kau akan mati! Sama seperti mereka semua." Terlihat bayanganhitam yang tak tampak perwujudannya.Masih dengan mata yang terpejam, Mbah Sukro melempar kembang-kembang itu dengan pelan."Mrene ... mrene! Ini makanan kamu!" seru Mbah Sukro.(Mrene = ke sini)Tampak gumpalan asap yang menyerupai sosok seorang lak
Seketika Satriyo mengarahkan senter yang ada di tangannya. Saat cahaya mulai menerangi pohon itu. Sontak dia melemparkan senter jumbo ke tanah. Dengan tubuh yang hampir terjungkal. Untung Lazuarrdi menahan keseimbangan tubuhnya, dengan menarik lengan Satriyo."Aaaaarghhhh!"Tubuh Satriyo akhirnya terduduk di dekat kaki Lazuarrdi. Napasnya tersengal-sengal."A-ada apa kamu?""Ayo, Mas. Kita pergi dari sini. Ini lebih seram dari rumah kita, Mas!" tegas Satriyo."Memangnya apa yang kamu lihat?"Satriyo tak mau menjawab. Dia menggeleng kuat-kuat. Lazuarrdi mengambil senter jumbo yang terbalik dan mati. Sekali tekan dan sedikit mengguncang akhirnya, senter menyala lagi.Lazuarrdi kembali menyorotkan cahaya pada pohon kelapa yang tak jauh dari mereka. Tak terlihat apa pun. Lalu dia menundukkan kepala."Kamu kenapa Sat? Coba bilang!""Ta-tanyakan Mbak Annisa, Mas!" Dengan suara bergetar dan tubuh Satriyo seperti orang yang kedi