Share

6. Fitnah

Hari itu suasana rumah Zion berubah menjadi tegang. Jasmine duduk di ruang tamu dengan napas tertahan, tangannya gemetar saat mencoba menyusun kata-kata di kepalanya. Di depannya, Desya berdiri dengan tatapan penuh kebencian.

"Jangan pura-pura polos, Jasmine! Aku tahu, kau yang membuat Owen kecelakaan, bahkan hingga kehilangan nyawanya! Semua ini karena ulahmu!" seru Desya, suaranya bergetar penuh emosi.

"Apa maksudmu? Aku? Aku bahkan tidak mengerti tentang apa yang sedang kau bicarakan!" Jasmine terkejut. Dia mencoba mencerna kata-kata Desya.

"Kak Desya punya semua bukti, Jasmine. Jangan berpura-pura lagi. Semua orang tahu kau yang terakhir kali bersama Kakaku, Owen," Zion yang berdiri di dekat mereka, menatap dengan wajah dingin.

"Zion, kau tidak bisa percaya padanya begitu saja! Aku tidak pernah menyentuh mobil kak Owen, apalagi melakukan hal seburuk itu padanya," Jasmine memohon, suaranya bergetar.

"Kau bilang tidak tahu apa-apa, Jasmine? Tapi bagaimana dengan saksi yang melihatmu di garasi sebelum suamiku Owen, pergi? Bahkan melihat kau sebelumnya yang menggunting kabel rem mobil suamiku," Desya tersenyum tipis, kemenangan tergambar jelas di wajahnya.

"Siapa saksi itu? Aku tidak pernah ke garasi, kak Desya! Aku bahkan tidak tahu bentuk kabel rem itu seperti apa!" Jasmine menantang, matanya penuh kesedihan.

Desya tidak menghiraukannya.

"Kau bisa terus berbohong, Jasmine, tapi Zion tahu bahwa aku tidak akan pernah berbohong padanya. Zion, kau tahu aku hanya ingin melindungimu dan keluargamu. Kau tidak bisa membiarkan dia merusak semuanya," Desya berbalik ke arah Zion dan dengan lembut memegang lengannya.

Jasmine merasa sesak. Dia berusaha menenangkan dirinya, tapi sulit melawan emosi yang membuncah.

"Zion, dengarkan aku. Aku tidak melakukan apapun yang kak Desya tuduhkan. Aku menyayangi kak Owen layaknya kakakku sendiri, dan kau tahu itu bukan!"

"Jangan sebut-sebut nama Owen! Owen sudah tiada karena kecelakaan itu, Jasmine. Dan sekarang semua bukti menunjukkan bahwa kau terlibat akan hal tersebut!" Zion meledak, nadanya keras dan penuh amarah.

Air mata mulai mengalir di pipi Jasmine.

"Kecelakaan itu bukan salahku... Zion, aku tidak pernah ingin menyakiti kak Owen, apalagi kamu. Kamu harus percaya padaku."

Desya semakin mendekatkan diri ke Zion, seolah memperkuat posisinya.

"Dia hanya berusaha memanipulasimu, Zion. Dia bahkan sebenarnya sangat ingin menguasai kekayaan keluargamu. Semua ini adalah bagian dari rencananya."

Jasmine merasa seperti diserang dari segala arah.

"Kekayaan? Apa kau serius? Aku tidak pernah peduli tentang hal itu!"

"Lalu apa yang kau pedulikan, Jasmine? Cinta? Kepercayaan? Semua yang kau katakan tidak masuk akal sekarang, setelah Desya menunjukkan semua bukti itu," Zion memalingkan wajahnya.

Jasmine merasa dunia seolah runtuh di sekitarnya. Semua yang dia miliki, semua hubungannya dengan Zion, kini hancur berkeping-keping di depan matanya. Dia harus membela diri, tapi kata-kata yang keluar dari mulutnya selalu terasa tak berarti di telinga Zion.

"Aku sudah tahu sejak awal kau bukanlah orang yang tulus, Jasmine. Kau hanya mendekati keluarga Zion karena harta dan kekayaan. Semua orang tahu itu. Dan kau bahkan rela membahayakan nyawa Owen dan bayi yang dikandunganku, demi ambisimu!" Desya melanjutkan serangannya dengan kata-kata yang lebih kejam.

Jasmine berdiri, tubuhnya goyah karena rasa sakit dan ketidakadilan.

"Aku tidak akan pernah melakukan itu! Zion, aku mencintaimu, aku juga menyayangi semua keluargamu, seperti keluargaku sendiri... Apa kau tidak bisa melihat bahwa ini semua fitnah? Kak Desya hanya ingin memisahkan kita!"

"Fitnah? Kau kira semua ini bisa diselesaikan hanya dengan kata-katamu? Kau pikir aku tidak tahu seberapa dalam keterlibatanmu?" Zion menatap Jasmine dengan tatapan dingin.

Jasmine merasa semua usahanya sia-sia. Zion benar-benar percaya pada Desya, dan itu membuat hatinya terasa remuk. Dia tahu, Desya cemburu karena Zion lebih dekat dengannya. Tapi Jasmine tidak pernah membayangkan bahwa Desya akan sejauh ini memfitnahnya.

"Zion, Aku tidak tahu apa yang telah kak Desya katakan padamu, tapi aku memohon padamu untuk melihat kebenarannya. Kau mengenalku lebih baik daripada siapa pun. Aku tidak akan pernah menyakiti kak Owen, apalagi kau," ucap Jasmine dengan lirih, air matanya jatuh semakin deras.

"Zion, jangan buang waktumu lagi untuk mendengarkan lelucon dia. Segera bawa masalah ini ke polisi. Biarkan hukum yang berbicara," Desya tertawa kecil, suara yang terdengar begitu penuh ejekan.

"Polisi?" Dia berbisik, tak percaya.

Jasmine kemudian menatap Zion dan berharap padanya.

"Zion, kau tidak akan melaporku, kan? Kau tahu aku tidak bersalah," Jasmine merasa seolah ada tombak yang menancap di dadanya.

Zion menggenggam rahangnya dengan tegang, kemudian berbicara dengan nada yang tajam.

"Jasmine, kak Desya sudah menunjukkan semua bukti. Dia punya saksi, dan semua yang dia katakan masuk akal. Kau harus bertanggung jawab atas apa yang telah kau lakukan."

Kata-kata itu menghantam Jasmine seperti pukulan berat. Zion benar-benar mempercayai Desya. Tidak peduli seberapa keras Jasmine mencoba menjelaskan, semua sudah diputuskan.

Desya melangkah maju dan memegang tangan Zion dengan lembut, tatapan matanya dipenuhi kepuasan.

"Kau telah melakukan hal yang benar, Zion. Kita harus memastikan orang seperti dia tidak lagi berada di sekitar kita. Dia terlalu berbahaya."

Jasmine menatap mereka berdua, merasa seperti hidupnya benar-benar di ujung tanduk. Semua yang dia coba perjuangkan hancur dalam sekejap, karena fitnah dan kebohongan yang disebarkan Desya.

"Aku tidak akan pernah melakukan itu, Zion, Tapi jika kamu lebih memilih untuk mempercayai kebohongan ini daripada melihat kenyataan, aku tidak bisa memaksa," Ulang Jasmine, suaranya bergetar dengan emosi.

Zion tidak menjawab, hanya berbalik dan pergi meninggalkan Jasmine di tengah ruang tamu yang kini terasa begitu dingin. Desya mengikuti di belakangnya, dengan senyuman puas terpampang di wajahnya.

Jasmine berdiri di sana, hancur dan tak berdaya, menyadari bahwa tidak ada lagi yang bisa dia lakukan. Fitnah itu telah membakar habis semua yang dia miliki, dan kini dia hanya bisa berharap bahwa suatu hari, kebenaran akan terungkap. Tapi hari itu seolah terasa jauh dari genggamannya.

Zion melangkah dengan cepat, hampir berlari, menyusuri trotoar yang basah setelah hujan. Pikirannya berkecamuk, setiap langkahnya terasa berat, tetapi dia tahu, tidak ada jalan lain. Kantor polisi terlihat dari kejauhan, dan dada Zion terasa sesak. Bagaimana mungkin Jasmine, wanita yang dia cintai, menjadi penyebab kematian kakak kandungnya, Owen?

Setibanya di depan meja resepsionis kantor polisi, Zion menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri.

“Selamat siang, Pak. Ada yang bisa kami bantu?” tanya petugas resepsionis, seorang pria bertubuh tegap dengan tatapan serius.

“Saya... saya ingin melaporkan sebuah kejahatan,” jawab Zion dengan suara yang bergetar.

Petugas tersebut meliriknya sejenak, mencatat sesuatu di kertas, lalu mengangguk.

“Silakan, jelaskan lebih lanjut.”

Zion menelan ludahnya.

“Ini tentang istri saya. Jasmine... Dia yang bertanggung jawab atas kecelakaan kakak kandung saya, Owen.”

Petugas itu terdiam sejenak, kaget mendengar pengakuan Zion, namun segera bangkit dari kursinya.

“Tolong tunggu sebentar. Saya akan memanggil penyidik untuk menangani kasus ini.”

Di tempat lain, Desya tersenyum penuh kemenangan saat ponselnya berbunyi. Dia melirik layar dan langsung mengangkatnya.

"Sudah beres?" tanya Desya dengan nada rendah namun terdengar puas.

"Ya, sudah, Jasmine sekarang sepenuhnya terjebak. Semua bukti yang kita tanam akan mengarah padanya," jawab suara di ujung telepon.

Desya mengangguk, puas.

“Bagus. Segera ke rumahku, aku akan melakukan hal yang sudah kita sepakati, aku akan mentransfer pembayaran yang dijanjikan.”

"Baik, Bu Desya. Senang bekerja sama dengan Anda," Suara di ujung telepon terdengar penuh antusiasme sebelum panggilan itu terputus.

Desya menatap ponselnya dengan senyum licik di wajahnya. Dia berhasil memfitnah Jasmine. Segalanya berjalan sesuai rencana. Tidak ada yang tahu permainan kotor di balik kematian Owen, selain dirinya sendiri. Karena sebenarnya, dialah yang telah membunuh suaminya sendiri, memotong rem mobil tersebut agar Owen meninggal tragis. Karena dia sangat mencintai adik iparnya sendiri, Zion.

Akhirnya Jasmine duduk di sudut sel penjara yang dingin. Wajahnya lelah, matanya kosong. Semua terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung. Tuduhan yang dilayangkan kepadanya begitu berat pembunuhan Owen, kakak iparnya sendiri. Dia ditahan sementara di sel khusus, sampai hari pengadilan tiba.

"Jasmine, Ada pengunjung untukmu,"

Seorang sipir mendekat.

Jasmine mendongak dengan tatapan hampa. Dia tidak berharap ada siapa pun yang akan datang menemuinya. Namun, langkahnya tetap dia paksakan untuk mengikuti sipir menuju ruang kunjungan. Di sana, di balik kaca pembatas, Zion duduk, menunggunya dengan tatapan yang tidak bisa dia tafsirkan.

Jasmine duduk perlahan di kursi yang tersedia, telepon kecil di samping kaca adalah satu-satunya alat komunikasi mereka.

“Zion, kenapa kamu di sini?” suara Jasmine bergetar.

Zion mengambil telepon itu dengan tangan yang bergetar.

"Kenapa kamu lakukan itu, Jasmine? Kenapa kamu hancurkan segalanya?”

“Apa maksudmu? Aku tidak pernah… Zion, kamu harus percaya padaku, aku tidak membunuh kak Owen! Aku tidak pernah menginginkan kematiannya!” Jasmine hampir menangis, air mata menggenang di matanya.

“Aku sudah tahu semuanya, Kamu tidak bisa mengelak lagi. Bukti-buktinya semua mengarah padamu. Aku tidak pernah menyangka bahwa kamu ternyata sekejam ini," potong Zion dingin.

“Aku dijebak! Zion, ini tidak benar! Aku... aku tidak pernah menyentuh kak Owen! Kamu harus percaya padaku!” Jasmine menangis terisak-isak.

Namun Zion hanya menatapnya dengan dingin, hatinya sudah dipenuhi oleh kebencian dan kekecewaan.

"Cukup Jasmine! Aku sangat kecewa padamu. Kamu bukan lagi wanita yang dulu aku kenal.”

Jasmine hanya bisa terdiam. Dunia seolah runtuh di hadapannya, dan harapan terakhirnya lenyap bersama langkah Zion yang meninggalkannya sendirian di ruang itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status