Edward terhenyak seakan baru saja terbangun dari lamunan panjang begitu mendengar nama Ethan. Bagaimana kalau sampai Ethan sampai membawa Grace ke Italia meski dia masih memiliki waktu?
“Aku bisa gila jika Ethan berani melakukannya.”
“Tapi kau terlalu lambat.”
“Sudahlah, sekarang bantu aku.”
“Kurasa yang kau rasakan saat ini lebih dari sekadar rasa suka,” kata Vanes.
“Maksudmu?”
“Kau mencintainya?”
Menyatakan suka saja tak sanggup, apalagi harus menyatakan cinta? Vanes terus menanyakan pertanyaan yang Edward tak mampu untuk jawab.
“Aku tak tahu.”
“Sebentar lagi kau akan kehilangannya kalau kau terus ragu seperti ini, Ed. Rivalmu selain Kevin, Ethan sangat kuat. Kau dan Ethan sama-sama keras kepala, hanya bedanya Ethan lebih mampu menyatakan perasaannya, makanya dia bisa mendapatkan Karen.”
“Tunggu, aku akan menyatakan perasaanku saat ulang tahun Grace. Apakah itu cukup?”
“Tidak cukup bagiku
Ethan bergegas menuju rumah Grace, tapi Grace sudah berangkat kerja dan dia hanya bertemu dengan beberapa pembantu di sana. Kedua orangtua serta adik-adiknya pun tak ada di rumah. Tanpa berpikir lebih panjang, Ethan segera pergi menuju bar tempat Grace bekerja. Di dalam perjalanan dia terus memikirkan Grace. “Apakah kejadianku akan kembali terulang pada Edward? Aku tak yakin Edward mampu mengatasinya. Laki-laki tua itu benar-benar kejam dan tak pandang bulu, bahkan mampu menyingkirkan semua lawan bisnisnya dengan segala taktiknya,” kata Ethan sembari menyetir. Tak sampai setengah jam, Ethan sampai di bar. Dia langsung berlari ke arah ruang ganti di tempat biasa Grace bersiap-siap sebelum tampil, dan tebakannya pas. Grace ada di sana sedang bersiap-siap. “Grace!” seru Ethan membuat Grace berhenti memulas wajahnya. “Ethan? Ada apa?” “Ikut aku sekarang. Kau jangan banyak tanya.” “Ta-tapi pekerjaanku?” “Aku yang akan berneg
“Edward, kenapa aku tak pernah menyadarinya, Ethan,” ujar Grace pelan serupa bisikan. “Kenapa?” “Aku menyadari sesuatu, mungkin aku memang egois, keras hati, tapi aku tak pernah berniat menyakitinya.” “Grace, kali ini semua keputusan ada padamu. Kau harus bisa memilih; aku, Edward, atau Kevin. Tapi sekalipun kau sudah memilih, aku mungkin tetap tak akan pernah mundur.” “Ethan, apa benar aku menyakiti Edward?” “Bukti apa yang kurang? Apa kau pernah tahu jika Edward pernah melukai tangannya? Vanes pernah bercerita, beberapa bulan lalu saat kembali ke rumah dalam keadaan hancur dan berantakan, dia melukai telapak tangannya dengan menekan sebuah gelas di dalam genggamannya. Aku tak tahu masalah apa, yang aku ingat Vanes berkata saat itu dia habis bersamamu.” Grace teringat di malam saat dia dan Edward bertengkar di hotel. Edward merobek gaunnya, setelah itu Edward meminta maaf dan menawarkan diri mengantarkan Grace pulang dan dia menolak d
“Semua keputusan ada padamu. Menyerah dan kau kembali padaku, atau kau ingin melanjutkan yang berarti kau harus menghadapiku. Jika kau memilih menghadapiku, itu artinya kau siap menentangku dan kau akan menerima segala resikonya. Aku akan membuatmu kehilangan segalanya, Ed.” Kehilangan segalanya? Harta? Tahta? Apakah dia siap? “Apa jawabanmu?” tanya Mr. Jason dengan tenang. Dia tak akan peduli sekalipun Edward berlutut dan mengemis di hadapannya. Baginya siapa pun yang berani menentang adalah musuh, tak terkecuali darah dagingnya sendiri! ‘Aku harus bagaimana? Apa aku siap? Apakah berlebihan jika aku harus memperjuangkan Grace?’ batin Edward penuh pergulatan. Cepat atau lambat meski dia berusaha menyembunyikannya, semua akan ketahuan, dan Edward sudah mengetahuinya lebih dulu. Tapi bergerak mundur begitu saja tanpa memberi perlawanan sama saja menyerah sebelum berperang. “Aku menunggu jawabanmu. Kau tahu ibumu jika dia
Grace terdiam. Jujur saja, saat ini pikirannya memang hanya ada Edward. Mungkin Ethan berpikir Grace tak pernah memahami kata-kata yang dia ucapkan tentang Edward. Tapi dia salah, Grace memahami segalanya meski dia menutupi dengan berpura-pura bodoh. “Ayah pasti akan membuatmu berpisah dengan Edward melalui cara apa pun. Grace, aku tak tahu siapa yang pada akhirnya nanti akan bersama denganmu. Tapi kupastikan Edward akan mengorbankan sesuatu untukmu dengan matang. Dia mencintaimu, sangat mencintaimu meski dia tak pernah bisa mengatakannya. Aku pun ... men—“ Ethan terdiam dia malu melanjutkan kalimatnya. Dia malu mengulang-ulang perasaannya terhadap Grace. “Katakan saja.” “Aku juga menyukaimu seperti yang kukatakan. Mungkin lebih dari sekedar suka. Jika kau paham.” “Semua berhak memilih siapa yang dicintai, dan aku tak berhak melarang. Tapi, aku belum pernah memiliki hubungan dengan siapa pun. Semua pasti menganggapku murahan dengan sikapku yang semaun
Keduanya sampai di South Haven, sebuah kota kecil dengan pesona pantai di sekelilingnya. Tempat itu adalah sebuah tempat rahasia yang Ethan tak pernah tunjukkan pada siapa pun, di saat dia penuh dengan masalah, dia akan lari ke South Haven, mengasingkan diri dari keramaian dan berpikir. Ethan tak pernah mengajak Karen ke South Haven. Grace adalah gadis pertama yang diajaknya mengunjungi resort miliknya yang tertata rapi dengan dekorasi indah. Di sepanjang jalan masuk beberapa pepohonan rindang sengaja diletakkan di sana menyerupai gerbang masuk yang terbuat dari ranting pepohonan. Grace tak henti-hentinya mengagumi resort yang terlihat nyaman dan asri itu. “Indah sekali,” ujar Grace melayangkan pandangan ke sekeliling. “Kau makan dulu, setelah itu baru kita mencari pakaian. Tak mungkin kau memakai pakaian seperti itu,” kata Ethan seraya menunjuk pakaian yang dikenakan Grace. Pakaian yang hanya menutupi dada dan juga bagian bawah lebih menyerupai celana dalam.
Ethan agak terkejut mendengar kalimat Grace. Nada suara Grace terdengar serius, gadis ini tak main-main bahkan lebih berani dari Karen. Karen tak pernah mau menentang, dia hanya pasrah dengan keadaan, menerima, dan mengikuti apa yang dia mau. Dia ingat saat dia memperjuangkan Karen dulu, melakukan segala hal bodoh, Karen yang terus ditekan dan diteror justru memberi keputusan untuk melepaskannya. Jika bukan karena saat itu Ethan hampir mati, Karen mungkin sudah menyetujui keputusan ayahnya untuk meninggalkannya. Karen kembali padanya dan kabur bersamanya karena Ethan yang mengancam jika Karen meninggalkannya, maka dia tak akan pernah melihat Ethan selamanya. Dia yang meminta Karen untuk memperjuangkan cintanya. Lukisan yang Karen buat adalah lukisan Ethan yang menyayat tangannya, dan dijadikannya sebagai peringatan keras bagi dirinya. Karen tak bisa meninggalkan Ethan saat itu karena dia merasa bertanggungjawab dengan kehidupan Ethan yang telah dikorbankannya. Di lua
“Kenapa aku tak bisa melakukan apa pun?” “Ed, kalau kau masih berpikir dan terus berpikir. Besok sudah harinya, kau mau berdiam diri seperti ini? Taktik apa yang sedang kau pikirkan, hah?!” tanya Vanes jengkel. “Biarkan aku berpikir, masih ada beberapa puluh jam. Temani aku ke bar, aku ingin minum, lalu mabuk sampai aku tak sadarkan diri!” “Lalu bagaimana kau bisa berpikir?” tanya Vanes bingung. “Itu urusan belakangan, aku benar-benar sudah lelah!” * Apa yang ditakutkan Ethan menjadi kenyataan. Mrs. Jason pun sudah mengetahuinya, dia bersiap-siap kembali ke Detroit menyusul suaminya. Wanita diktator dan keras hati itu sudah menyiapkan sebuah pesawat pribadi yang akan segera membawanya ke Detroit, dan membuat kejutan yang lebih menakutkan ketimbang suaminya. Dua setengah tahun yang lalu, dia pun ikut andil berusaha memisahkan Ethan dan Karen. Tak ada rasa kasihan di dalam hati wanita itu. Mrs. Jason hanya menganggap kedua putran
“Tunggu sebentar. Kau begitu tenang mengatakan ini, apa kau sudah tahu sebelumnya?” Grace mengangguk, hanya itu saja tak memberi penjelasan lain. Kemudian Grace berjalan mendahului Ethan, dan terus menyusuri sepanjang pantai. Ethan membiarkan Grace, dia tak mengejarnya. “Ethan.” Ethan mengenali suara yang memanggilnya dari belakang. Dia menoleh ke belakang, dilihatnya Kevin sedang berdiri. “Kau?” “Apa kabar?” “Ba-bagaimana kau bisa menemukan aku dan Grace?” “Kau tak mengecek handphone milikmu?” tanya Kevin. “Maksudmu?” “Grace menghubungiku semalam menggunakan handphonemu, memintaku datang kemari untuk menjemput kalian. Kau tak mau berterima kasih padaku? Jauh-jauh aku kemari untuk membawa kalian kembali ke Detroit,” ujar Kevin sekali lagi. “Untuk apa Grace menghubungimu?” “Entahlah. Tak perlu menggunakan mobilmu, biarkan mobilmu tinggal di sini. Kau dan Grace ikut denganku. Jangan membuat
Lindsay berencana pergi menemui Tuan Besar Dupont, untuk menagih sesuatu yang telah dijanjikannya. Setidaknya, meski Michael Dupont kurang menyukainya, wanita itu mampu mengerjakan pekerjaan yang terkadang tak mungkin dilakukan orang lain. Apa pun demi uang dia akan melakukannya meski melakukan hal terkotor sekalipun.Lindsay merayap naik ke atas tempat tidur, dilihat Travis masih tertidur pulas dan mendengkur. Semalam dia tak bisa melupakan betapa jantan Travis di atas ranjang, membuatnya kewalahan melayani nafsu liar pria itu.Travis dan Lindsay, kedua berencana untuk menikah tak lama lagi. Sayang, tampaknya pernikahan itu harus tertunda atau mungkin tak akan pernah benar-benar terwujud.Lindsay menyentuh wajah Travis yang dipenuhi bulu-bulu halus. Ketampanan serta keperkasaan pria itu benar-benar membuat Lindsay tergila-gila.“Sayang, kenapa kau selalu mampu membuatku memohon kepadamu untuk menikmati setiap cumbuanmu di tubuhk
“Kalau kau tak paham, mungkin senjata ini mampu membuatmu mengingat kembali kejadian di pelabuhan.”Tak perlu berbicara panjang bagi Timothy. Dia menodongkan sebuah pistol ke arah kening Eric dan bersiap untuk menarik pelatuknya.Tubuh Eric seketika menegang dan membeku di tempat, begitu melihat raut wajah Timothy yang benar-benar menyeramkan baginya. Awalnya dia mengira Timothy hanya sekadar mengancamnya, nyatanya ... dia siap menearik pelatuk itu kapan saja, jika Eric berani membantahnya!“Aku ... sungguh tak mengerti dengan apa yang kamu katakan, Tuan. Kejadian di pelabuhan? Mungkin kita bisa membicarakannya dengan kepala dingin?” tanya Eric, berusaha bernegosiasi, agar setidaknya Timothy berbaik hati menurunkan senjata itu dari kepalanya.Beberapa wanita yang sedang bersama Eric di dalam ruangan itu perlahan keluar dari dalam ruang VIP, mereka seketika merasakan seperti dewa kematian berada di dalam ruangan. Tak ada yang berani
Ethan langsung memahami maksud dari perkataan Timothy barusan. Jadi siapa yang akan diburu Timothy saat ini?Sebelumnya Timothy tak mengatakan apa pun pada Ethan, dia mengira-ngira apa yan akan dilakukan Timothy, dan siapa yang menjadi targetnya kali ini. Ethan mengajak Grace ke sebuah restoran mahal, dia mengajak gadis yang dicintainya itu untuk menikmati makan siang di sana.Grace yang biasanya manja pada Ethan, kini terlihat kaku dan canggung, perasaan bersalah itu terus menghantuinya. Dia merasa benar-benar bodoh, kalau saja dia tak mabuk saat itu, tentu tak akan menjadi seperti ini suasananya. Meski Ethan mencoba bersikap biasa saja, tetap perasaan ganjil itu ada di dalam hatinya.“Apa kau ingin memesan sesuatu?” tanya Ethan.“Kau saja yang memesannya untukku,” jawab Grace,Besok dia harus menemui John karena harus menemui seorang klien spesial, seorang produser yang tertarik padanya, dan ingin memakai dir
Kevin merasa pria tua yang menolongnya benar-benar misterius, senyuman yang diberikan padanya seperti memiliki kesan tersendiri yang dia sendiri tak bisa mengerti apa maksudnya.Tetapi dia tak terlalu memikirkannya, karena pria itu setidaknya telah menyelamatkan hidupnya. Jika bukan karena dirinya, bisa dipastikan dia sudah mati jauh sebelumnya. Dia tak tahu bagaimana caranya membalas hutang budi pada Cornelius, hanya saja begitu dia bisa kembali ke kota, dia akan memberikan sesuatu pada pria tua itu.Kevin mencoba mengingat nomor telepon milik Timothy. Hanya nomor milik Timothy yang bisa diingatnya, karena nomor itu memiliki beberapa angka yang sama.Panggilan tersambungkan.Timohty melihat sebuah nomor tak dikenal muncul di layar ponsel meminta jawaban darinya.“Ya, dengan siapa?” tanya Timothy dengan kening berkerut. Biasanya dia malas untuk menjawab panggilan tak dikenal, tapi kali ini dia mengikuti kata hatinya untuk
Baru kali ini dia merasa jatuh cinta itu menyesakkan perasaan dan dia paham apa yang dirasakan Edward dulu kini dirasakan olehnya. Berkali-kali dia menyakiti Edward, mengacuhkan perasaannya, mengabaikan perhatian yang diberikan, dan saat Edward melupakan kenangan bersamanya dia merasa sakit yang didapat berkali lipat dari apa yang dirasakan Edward sebelumnya.Grace pun berjalan meninggalkan Edward, berusaha untuk tak mengabaikan Edward.“Asal kau tahu, sewaktu ingatanmu belum hilang, aku tak pernah mencintaimu!”Begitu mendengar apa yang baru saja dilontarkan dari mulut Grace, Edward terdiam dan mematung di tempat. Dia tak menyangka kalimat yang baru saja didengarnya mampu membuat dadanya terasa ditusuk oleh sebilah pisau tajam, dan membuatnya berdarah-darah.Ethan telah menunggu Grace di luar, begitu dilihatnya Grace telah keluar dengan wajah yang terlihat sedih, dia mengerti sesuatu memang telah terjadi di antara kedua or
“Jason, kumohon jangan gegabah. Michael Dupont sekarang berbeda dengan yang dulu. Aku rasa keluarganya telah mendapatkan dukungan yang cukup kuat di Paris. Lagi pula, tak semudah itu membalasmu.”Jason hampir saja menepis cangkir kopi yang berada di atas meja, karena terbakar oleh amarah pada Keluarga Dupont.“Aku tak pernah semarah ini, Cathy. Kau lihat apa yang telah diperbuatnya? Mereka benar-benar telah membuatku terbakar amarah. Mereka sengaja sepertinya menggunakan Edward untuk memancingku keluar. Cepat atau lambat aku menemuinya jika itu yang mereka inginkan!”Cathy memeluk suaminya, dia tak pernah menyangka, masa lalu yang seharusnya berlalu kembali menghantui kehidupannya yang disangkanya telah benar-benar tenang.Sedangkan di tempat lain, Ethan merasakan sedikit perubahan terjadi pada Grace semenjak dia kembali ke apartemen. Gadis itu terlihat lebih pendiam, bahkan dia tak lagi begitu perhatian pada Ethan. M
Lily tak percaya, Edward bisa sedemikian kasar pada dirinya. Selama ini dia percaya, rahasia yang dipendamnya akan tetap aman, ternyata ... tak semudah yang dipikirkan olehnya.“Kau percaya dengan kebohongan yang mungkin kau dengar dari orang lain?” tanya Lily, masih berusaha menutupi kebenaran yang sudah mulai terbuka dikit demi sedikit.“Bagaimana jika orang lain yang kau katakan berbohong padaku, ternyata telah menunjukkan sebuah kebenaran padaku?”Lily terdiam, wajahnya menjadi pucat, sepucat kapas. Lily menjadi ragu jika Edward benar-benar masih lupa ingatan. Melihat cara Edward memandangnya, dia yakin ada sesuatu yang tak beres saat semalaman Edward tak kembali ke apartemen.Sebetulnya siapa yang ditemui Edward? Pikiran-pikiran seperti itulah yang kini memenuhi kepala Lily.“Ma-maksudmu apa?” tanya Lily terlihat semakin gugup. Edward kian menatap tajam ke arah Lily. Dia yakin, apa yang dikatak
Ethan terkejut melihat Grace yang telah kembali dengan penampilan yang sangat berantakan, dia berdiri di depan pintu dan menatap Ethan. “Kau ke mana, semalaman kau tak kembali membuatku khawatir, Grace,” ucap Ethan. Ethan menghampiri Grace dan langsung memeluknya. Grace sama sekali tak merapikan diri saat akan pulang. Dia tak tahan dengan rengekan Edward yang terus memaksa untuk pergi bersamanya. Sedangkan dia tak bisa meninggalkan Ethan. Meski dia tahu, dia tak mencintai Ethan, tapi perasaan bersalah karena telah tidur dengan Edward terus menghantuinya. Melihat wajah Ethan yang begitu mencemaskan dirinya, semakin memperkuat rasa bersalah yang dirasakan Grace. “Aku pergi ke bar, lalu karena merasa pusing, aku menyewa hotel untuk tidur di sana. Maafkan aku, karena aku tak menghubungimu sama sekali, Ethan.” “Aku senang kau kembali, aku pikir kau akan meninggalkanku,” jawab Ethan. Seandainya saja Ethan tahu, jika Grace telah mengkhianatin
Apakah Grace tak salah mendengar dengan permintaan Edward padanya?Pria itu menginginkannya pergi bersama, dan hanya berdua?Jika saja dia tak bersama Ethan, mungkin dengan senang hati Grace akan menerima tawaran Edward barusan. Perasaan cinta itu masih ada dan masih sama seperti sebelumnya. Tak ada yang bisa mematikan rasa yang tak pernah padam di dalam hati Grace.Grace meraih selimut yang berada di atas ranjang, dengan segera ditutupi tubuhnya. Edward menatap liar ke arah Grace dengan sesungging senyum penuh arti di wajahnya.“Aku ... tak bisa menerima tawaranmu. Biar bagaimanapun, aku telah membuat keputusan untuk meninggalkanmu saat di Detroit dan pergi bersama Ethan. Lagi pula kau tak mengingat siapa diriku, apa yang bisa kuharapkan dari pria yang sama sekali tak mengingat masa lalunya?”Edward terdiam begitu mendengar kalimat Grace yang cukup tajam menusuk perasaannya.Dia memang lupa ingatan.Dia memang tak menging