Sky masih mencekal pinggang Lizie dan menaut kembali bibinya dengan tidak sabaran tanpa pernah sadar jika sedang ada yang memperhatikan mereka. Hanya dengan melihatnya saja Lukas paham seperti apa fakta hubungan mereka berdua tanpa perlu dijabarkan lagi.
Setelah mobil Sky pergi Lukas juga segera kembali ke dalam bar berharap bisa lekas menyelesaikan jam kerjanya dan pergi ke klub tempat Justin bekerja. Justin bekerja sebagai DJ di klub yang menjual berbagai minuman dangan harga lebih terjangkau untuk katong anak muda. Lukas akan pergi ke sana jika hanya ingin mengisi lambungnya dengan uap minuman panas hingga kepalanya ringan. Mungkin dia juga akan menemukan gadis untuk diajak bermalam karena sudah hampir dua bulan dirinya tidak bersenang-senang dengan teman wanita. Sejak kembali bertemu Lizie dia memang lebih sering menemani gadis itu berkeliling dan berlarian di Central Park.
yuk komen
20% dari warisan seorang Gerald Dawson tetap bukan jumlah yang sedikit untuk membuat Celine Dawson tetap bisa hidup makmur seumur hidup tanpa harus susah payah bekerja. Dia juga menempati property seharga 150 juta dolar di kawasan The Hamtons, kawasan paling elite dengan pantai privat serta lapangan golf di tepi pantai.Celine Dawson sedang menyesap lemonite dari gelas kristalnya sambil menikmati udara pantai dari samudra Atlantik yang mulai berangin di sepanjang kawasan Long Island."Apa kau yakin itu anak Sky?" tanya Vivian Dawson pada putrinya yang mendadak mau repot-repot untuk hamil."Yang terpenting Sky mau mengakui ini adalah anaknya.""Kalian harus menikah.""Untuk apa
Lukas pergi ke Central Park dan menelpon Lizie untuk bertemu segera, tapi sialnya Lukas lupa jika Sky Adington mungkin juga sudah memblokir namanya apa lagi setelah kejadian tempo hari, dirinya sudah membuat Lizie melanggar beberapa aturan dari pria itu. Pasti Sky Adington sangat marah dan tidak akan mengijinkan Lizie untuk menemuinya lagi. Tiba-tiba Lukas merasa sangat bodoh. Sekarang Lukas harus berpikir keras bagaimana bisa menemui Lizie lagi. Setelah duduk sekitar satu jam dan belum juga menemukan ide apapun akhirnya dia pergi ke apartemen Lizie dan ternyata dia juga hanya bisa mendongak memandangi gedung pencakar langit itu tanpa mampu berbuat apa-apa. Mustahil dia bisa mengambil seorang gadis dari seorang Sky Adington. Lizie seperti berada di tempat yang sangat tidak terjangkau untuknya dan Lukas yakin Lizie juga akan mengikuti semua perintah Sky Adington dengan sangat patuh. Luka
Ketika kembali sadar Lizie mendapati tangan dan kakinya terikat, mata serta bibirnya juga ditutup hingga dia hanya melihat gelap dan tidak bisa berteriak. Secara naluri Lizie sedang sangat ketakutan dia benar-benar tidak tahu sedang berada di mana, yang Lizie ingat hanya satu hal mungkin tubuhnya akan dimutilasi dan dibuang ke rawa seperti yang sering dikatakan Sky untuk menakut-nakutinya.Jantung Lizie berdegup sangat kencang dengan nafas memburu kasar, dia sudah berusaha berkelit dari ikatan tapi tidak bisa berbuat banyak karena tangannya diikat ke belakang ke sebuah tiang. Lizie ingin berteriak tapi yang keluar hanya otot lehernya yang mengejang, suaranya tertelan kembali dan dalam gelap gulita sepertinya memang tidak ada hal lain yang pantas untuk dia rasakan kecuali rasa takut. Berulang kali Lizie berusaha menyentak tangannya tapi ikatannya masih terlalu kencang dan justru pergelang
"Tolong....!" "Tolong.... Tolong aku!" Teriak Lizie yang segera disusul suara derap langkah cepat menaiki anak tangga. Seketika pintu di depannya seperti didobrak hingga Lizie ikut merasakan hempasan angin dari daun pintu yang didorong dengan kasar. "Sudah kuingatkan jangan berteriak!" bentak suara berat itu terdengar sangat marah. "Aku harus ke toilet. " Lizie tidak tahu seperti apa reaksi pria itu karena matanya masih tertutup. "Aku tidak tahu bagaimana harus memanggilmu." Nampaknya mereka baru sama-sama bingung. Pria itu juga tidak tahu bagaimana Lizie bisa ke toile
Malam semakin larut Lizie berusaha untuk bisa tidur walaupun rasanya aneh harus tidur di kamar yang asing dan sadar dirinya sedang disekap seorang penculik. Bukannya memejamkan mata Lizie malah mulai membayangkan seperti apa kira-kira pria yang sedang menculiknya. Jika menilai dari suaranya yang berat pastinya dia laki-laki dewasa tapi masih cukup muda, mungkin juga bertato. Lizie membayangkan banyak tokoh penjahat dan penculik yang sering dia lihat di film-film karena seumur hidup Lizie juga belum pernah melihat seorang penculik apa lagi membayangkan dirinya bakal diculik seperti ini. Preman jalanan pun enggan untuk mengganggunya karena dia sendiri sudah biasa hidup dan berkumpul dengan berbagai jenis manusia dari berbagai profesi kotor mulai pengedar obat terlarang hingga gangster di tempat hiburan malam.Karena terus memikirkan seperti apa rupa penculiknya Lizie sampai tidak ingat sama sekali jika malam itu dirinya tertidur. Lizie hanya terkejut ketika terbangun oleh suara
David segera turun karena ingat dia juga harus membuat sarapan untuk Lizie. Bukannya segera membuat makanan, David malah cuma berdiri di ambang pintu dapur dan kembali memikirkan Alizia Moris yang sekarang sudah tahu siapa dirinya. David memang tidak akan pernah mau melakukan semua ini jika bukan karena permintaan adik perempuannya. Sudah sejak kemarin David harus menutup bar dan restoran, meliburkan semua pekerja karena harus menyimpan seorang gadis di kamarnya.David mengelola bar dan rumah makan warisan ayahnya di kawasan pantai Montauk. David juga tinggal di situ menempati lantai dua sebagai tempat tinggalnya sementara lantai satu merupakan bar dan restoran. Kamarnya ada di loteng yang sekarang di tempati Lizie. Karena selalu tinggal seorang diri sejak sang ayah meninggal lima tahun yang lalu jadi saat bar dan restoran tutup seperti ini rasanya hanya tinggal kesunyian yang menemaniny
Bisa kembali ke rumah, duduk dan bermalas-malasan di sofa bersama Sky yang terlihat sibuk sendiri dengan layar monitor di depannya membuat Lizie merasa kembali ke peradaban. Walaupun baru beberapa bulan tinggal bersama Sky ternyata rasanya sudah seperti tinggal seumur hidup dengan pria itu. Lizie sangat takut jika ingat dirinya tidak bisa melihat Sky seperti kemarin. Kadang Lizie juga penasaran apa Sky juga pernah merindukannya. Walaupun tak semanis yang dipikirkan Lizie minimal apa pria itu tidak pernah rindu berdebat dengannya. Lizie kembali cemberut karena hanya bisa menebak-nebak isi pikiran Sky. Lizie curiga memang tidak pernah ada apapun yang bisa mengendap di dalam hati seorang pria yang juga bisa begitu mudah menyukai berbagai jenis wanita. Pria yang sangat masuk akal memang cenderung tidak pernah memfungsikan hatinya. "Kita akan tinggal di Hampton," kata Sky t
Sky segera menurunkan resleting di punggung Lizie dan membiarkan gaun basah itu jatuh ke lantai. "Cepat ganti pakaianmu, ini sangat basah," ucap Sky setelah Lizie berhenti menciumnya. Sky membelai pipi Lizie menuruni sisi leher hingga ke bahunya yang lembut kemudian mencium puncak kepala gadis itu dan menghirupnya dengan tarikan nafas dalam. Sangat dalam hingga matanya ikut terpejam. "Aku juga sangat merindukanmu, tentu aku juga ridu memarahimu jika kau tidak ada satu hari saja." Tidak tahu kenapa dada Lizie seketika menghangat ketika mendengar hal sepele itu keluar dari bibir Sky. Sky memang bukan hanya sekedar pria yang ia inginkan tapi dia sudah lebih seperti keluarga yang menjaganya. Seperti kakak laki-laki yang sesekali juga
"Selamat ulang tahun. " Di musim semi ulang tahun Lizie yang ke sembilan belas. Sky mengangkat Lizie untuk duduk di atas pangkuannya, mereka hanya berdua memandang ke luar dari jendela kaca besar yang menghadap langsung ke sisi pegunungan Alpen. "Aku ingin kita seperti ini dulu," bisik Sky ketika mempererat lengannya di pinggang Lizie dan menghirup puncak kepalanya dengan tarikan napas dalam. "Aku ingin memilikimu untuk diriku sendiri." Sky menyarukkan rahangnya yang terasa kasar dan menggelitik sisi leher gadis mudanya yang hangat dan lembut. "Aku adalah milikmu, kau boleh memilikiku sesuka hatimu." Sentuhan Sky adalah apa yang juga akan selalu Lizie inginkan.
Walaupun tangan kirinya masih di perban tapi Sky bersikeras bisa menyetir sendiri untuk membawa lizie pulang bersamanya. Sky memang keras kepala, padahal Tobias sudah sengaja datang pagi-pagi untuk mengantarkan mereka pulang. Lizie terpaksa masuk ke dalam mobil Sky dan melambai pada Tobias Harlot untuk sekaligus minta maaf. Lizie benar-benar merasa tidak enak karena bagaimanapun selama ini Tobias sudah sangat baik pada mereka. "Tulangku hanya retak bukan cacat!" kata Sky setelah Lizie duduk di sampingnya. "Ya, aku percaya." Lizie pilih setuju saja dibanding harus berdebat karena dia tahu Sky tidak suka diremehkan dan hal itu sudah jadi sifat dasarnya yang sulit dirubah. Sky memang masih bisa mengemudi dengan baik, lengan kirinya j
Tobias Harlot sudah coba menjelaskan dengan tenang tapi nyatanya air mata Lizie tetap merembas hangat dari masing-masing sudut matanya. Lizie meraba kembali perutnya yang sudah kembali rata dengan jemari tangannya yang agak kurus. Rasanya tetap pedih walaupun sudah tidak ada yang terasa perih lagi. "Jadi bayiku tidak selamat? " Tobias hanya berani mengangguk pelan. "Anak-anak akan berada di surga kau tidak perlu cemas." "Aku bahkan tidak sempat melihatnya." "Kau sudah berjuang dengan hebat, Sky pasti juga akan tetap bangga padamu." Lizie mulai menunduk dan terisak pelan.
Sky berjalan kembali ke mobilnya, berusaha mencengkram kemudinya dengan mantap untuk menguatkan langkahnya. Sky tidak boleh menyerah karena Lizie juga sudah berjuang dengan sangat keras. Sky menoleh pada buket bungan matahari di samping tempat duduknya dan kembali menghela napas dalam untuk memenuhi paru-parunya yang sesak. Sky sudah bersumpah pada Gerald untuk menjaga putrinya. Walaupun mungkin sahabatnya itu sudah lebur bersama tanah tapi sumpah Sky akan tetap berlaku untuknya. Sky tidak akan menyerah dia harus tetap hidup demi Lizie dan demi putri mereka yang sudah pergi tanpa sempat menangis. Sky berjalan melalui lorong dingin yang juga sudah dia lalui setiap hari tanpa pernah berubah. Semuanya masih sama, tidak ada perubahan berarti sejak dua bulan berlalu. Sky mengganti bunga matahari di dalam vas kaca dengan yang baru dia bawa,
Sky menoleh kembali tempat tidur di sampingnya yang kosong dan dingin, hampir tiga bulan berlalu tapi rasanya masih sulit dipercaya ia harus menjalani hidup seperti ini. Ini adalah musim dingin paling beku di sepanjang hidupnya . Sky tidak pernah tahan tiap kali mulai memikirkannya, hidup tanpa Lizie dan tanpa bayi mereka. Sky masih tertelungkup di atas tempat tidurnya setelah semalam Tobias menyeretnya pulang dari kekacauan yang dia buat di klub. Tobias sampai harus memukul Sky karena Celine menemukanya mabuk di klub dan berkelahi. Ternyata bukan hanya kesendiriannya yang sulit untuk dijalani, tapi kewarasannya juga semakin sulit untuk dijaga belakangan ini. Sky benar-benar tidak sanggup menjalani hidup seperti ini. Seolah dia hanya berjalan dan bernapas tanpa pernah benar-benar bisa hidup lagi. Sky masih ingat di mana dia menyimpan senjata apinya yang selalu siap sedia untuk mengakhiri segala penderitaan, godaan itu semakin menggoda untuk dituruti dan akan segera menjadikannya pen
Selama Mark bicara dengan Lizie, Sky sudah membuat keributan. Sky mengancam akan menuntut pihak rumah sakit jika mereka tidak segera mengambil tindakan. Tapi pihak rumah sakit juga tidak bisa melakukan pembedahan paksa tanpa persetujuan pasien. Sky tahu Lizie memanggil Mark Walder untuk meminta pertolongannya dan Sky sudah benar-benar kehilangan akal karena sikap keras kepala Lizie. Begitu melihat Mark baru keluar dari kamar Lizie Sky langsung menghampiri pria itu dan memukulnya. Sky memukul cukup keras sampai sudut bibir Mark langsung berdarah. Mark tidak membalas pukulan Sky karena dia tahu pemuda itu sedang sinting. Mungkin dia pun juga akan demikian jika berada di posisi Sky sekarang. "Jangan pernah merasa kau bisa menjadi pahlawan untuk Lizie ku!" ancam Sky sambil menunjuk Mar
Persis seperti yang dikhawatirkan Sky, kondisi Lizie menurun dengan begitu cepat, Lizie tidak akan sanggup menunggu dua minggu lagi. Lizie sudah tidak bisa mengkonsumsi makanan, tidak bisa beristirahat, tenaganya juga habis untuk menahan rasa sakit yang tidak kunjung usai. Nutrisi tubuhnya hanya didapatkan dari selang infus yang tidak akan pernah cukup untuk dirinya sendiri apalagi bayinya. Dua minggu tidak akan membawa perubahan untuk bayi mereka kecuali hanya akan membunuh Lizie pelan-pelan. Sudah tiga hari berlalu dan kondisi Lizie masih juga belum membaik sama sekali, dia masih terus mengalami kontraksi. Lizie tidak akan kuat menanggungnya hingga dua minggu lagi sementara kondisi fisik Lizie juga semakin tidak berdaya. Lizie sudah tidak diijinkan turun dari ranjang, dia harus istirahat total. Sky sudah nyaris gila menghadapi sikap keras kepala Lizie yang tetap bersikukuh untuk
Sky baru kembali dari menemui Tobias Harlot ketika melihat apartemennya yang sunyi. Rasanya agak aneh karena biasanya Lizie akan langsung menyambut di depan pintu tiap kali Sky pulang. "Lizie," panggil Sky masih belum terlalu khawatir karena mengira Lizie hanya sedang tidur lebih awal atau mendengarkan musik dari ponselnya seperti yang sering dia lakukan akhir-akhir ini untuk mengusir rasa mual. "Lizie," Sky kembali memanggil karena tidak melihat Lizie di kamarnya. Sky buru-buru memeriksa di balkon yang ternyata juga tidak ada siapa-siapa. Malam sudah gelap dan mustahil Lizie keluar sendiri tanpa meminta ijin atau memberitahunya. Sky kembali ke kamar dan saat itu dia baru sadar jika lampu kamar mandinya sedang menyala. Sky segera memeriksa dan terkejut melihat Iizie yang sedang bere
Walau masih malas bergerak tapi seperti Lizie mulai terlihat gelisah, tidurnya semakin tidak tenang akhir-akhir ini. "Sky, " gumam Lizie. "Hemm .... " Sky merapatkan lengannya untuk menarik tubuh Lize. "Aku mual." Lizie semakin mendesak dan menenggelamkan wajahnya ke dada Sky. Tubuh Lizie terasa lembut dan hangat, bergelung meringkuk seperti bayi trenggiling kecil yang kedinginan. Rasanya memang sedang tidak nyaman bagi Lizie. "Apa kau mau kubuatkan minuman hangat?" Lizie menggeleng, Lizie juga sudah tidak mau minum susu lagi tiga hari terakhir ini karena susu justru membuatnya semakin mual. Memasuki trimester pertama Lizie mulai mengalami peningkatan hormon yang membuat tubuhnya semakin sensitif dan rewel karena tidak bisa sembarangan menelan makanan. "Kau mau apa akan kubuatkan." "Aku bel