Wynona tidak pernah benar-benar memiliki teman akrab hingga mengenal Kelly dan Violet. Saat SMA, dia memang sangat dekat dengan Windra dan Melvy. Namun semua berubah sejak mereka menuntaskan pendidikan di bangku SMA dan mulai berkuliah. Kedua temannya memilih Bandung sebagai tempat untuk menimba ilmu sedangkan Wynona lebih nyaman pindah ke Bogor.
Kesibukan dan teman-teman baru telah menjauhkan mereka. Saat kuliah, Wynona tak memiliki teman akrab. Begitu juga di kantor. Hanya David yang selama bertahun-tahun meramaikan dunianya dengan konsisten.
“Wyn, bolehkah aku mengajukan satu permintaan lagi?”
Wynona mengerutkan kening. “Apa?” tanyanya. Dia dan pria yang berulang tahun itu sudah berada di dalam mobil.
“Aku ingin melihat bintang. Apa kamu mau menemaniku?” tanya Leon. Dia baru saja menyalakan mesin mobil.
Wynona sama sekali tidak menduga jika akan mendengar permintaan semacam itu. Tanpa pikir panjang, Wynona men
Wynona tak mengira jika berbaring di atap sebuah hotel beralas selimut lembut yang lumayan tebal demi memandang bintang, membuatnya betah. Dia dan Leon nyaris tak bicara, hanya menikmati pemandangan itu selama hampir dua puluh menit. Wynona merasakan kedamaian menyelimuti dan menghangatkan hatinya. Meski jika ditanya alasannya berpendapat seperti itu, dia tidak akan tahu jawabannya.Yang jelas, melihat bintang seraya berbaring telentang membuat pandangan Wynona menjangkau area yang lebih luas. Tanpa harus mendongak dan membuat lehernya terasa pegal. Jika bisa diibaratkan, Wynona merasa seakan sedang berbaring di atas awan.Tadi, tangan gadis itu bahkan terulur ke atas, seakan dengan begitu dia akan mampu menjangkau benda langit itu. Untung saja Leon tidak menertawai tingkah Wynona. Pria itu malah melakukan hal yang sama dengan Wynona, mungkin melakukan solidaritas kecil untuk gadis itu.“Bagaimana menurutmu? Bintangnya terlihat berbeda dibanding bias
Pertanyaan spontan dari Wynona itu direspons Leon dengan tawa geli. Padahal, gadis itu sama sekali tak merasa ada yang lucu dengan ucapannya.“Syukurnya aku nggak semalang itu, Wyn! Aku anak bungsu dari tiga bersaudara. Aku memiliki kakak laki-laki dan kakak peremupan. Yang sulung, namanya Bobby. Sementara kakakku yang nomor dua, namanya Trisa. Bobby tinggal bersama keluarganya di Bali. Sedangkan Trisa baru pindah ke Cipanas juga dua tahun lalu. Trisa juga sudah menikah.“Jadi, sudah pasti kedua saudaraku sibuk dengan karier dan keluarga masing-masing. Mana mungkin mereka mau menemaniku melihat bintang sementara punya kesibukan segudang? Bobby bahkan tinggal jauh dari sini. Sementara mama dan papaku pun mustahil diajak ke atap hotel, kan? Yang ada bisa-bisa aku diomelin karena melakukan kegiatan yang membuang-buang waktu mereka.”Ucapan panjang Leon itu membuat Wynona terkenang pada dirinya sendiri. Terutama kondisi di rumahnya sejak dia kembal
Leon tampak puas dengan jawaban yang didengarnya. “Baguslah kalau begitu. Karena itu artinya aku tidak akan membuatmu berada dalam masalah. Karena aku tak mau menyusahkan teman yang sudah begitu baik padaku.”“Tenang saja, aku bisa menjaga diriku. Lagi pula, memiliki pacar tak berarti menghilangkan hakku untuk berteman dengan orang lain, kan? Semua akan baik-baik saja. Percayalah!” balas Wynona lugas.Leon tak menjawab kata-kata gadis itu. Karena pada saat bersamaan, lelaki itu harus berbelok ke kiri, memasuki halaman rumah Wynona yang cukup luas. Saat itu, mata gadis itu langsung mengenali mobil sedan berwarna silver yang sudah terparkir lebih dulu.“Ada David, itu mobilnya. Yuk, aku perkenalkan!” kata Wynona datar. Dia mengernyit diam-diam karena ini sudah cukup malam. Tak biasanya David bertamu di jam seperti ini. Gadis itu buru-buru memeriksa isi tasnya dan mengambil ponsel. Benda itu kehabisan
“Seharusnya ada larangan khusus untuk para kekasih yang suka marah-marah,” cetus David. “Jangan terlalu mudah terbawa emosi, Wyn.”Wynona berpura-pura memelotot. “Aku tidak suka marah. Hanya sesekali, tergantung situasi. Dan sepertinya selama ini kamu yang dengan sengaja sering sekali bertingkah menyebalkan. Pokoknya, semua salahmu.”Tawa rendah David terdengar di telinga Wynona. “Baiklah, aku memang penjahatnya. Salahkan saja aku.”Senyum Wynona melebar mendengar “pengakuan” itu. “Tentu saja! Tanpa kamu minta pun, aku akan selalu menyalahkanmu tiap kali kita bertengkar,” sahutnya.“Wyn, untuk acara minggu depan, kamu sudah menyiapkan baju, kan? Aku ingin kamu tampil istimewa,” ucap David, mengejutkan.Minggu depan? Wynona mencoba mengingat-ingat apakah dia memiliki acara yang harus didatangai dengan sang kekasih? Seingatnya tidak. “Memangnya kita mau ke mana?
Hari ini Wynona merasa lelah sekali. Itulah sebabnya dia berbaring di ranjang dan malah tertidur. Gadis itu terbangun saat cahaya matahari sore jatuh di wajahnya. Gadis itu membuka mata dan menggeliat di atas ranjang dengan gerakan malas. Matanya terbuka lebar begitu terpaku di jam dinding yang terpaku di salah satu sudut kamar.“Astaga, aku sudah tidur hampir dua jam!” sergahnya kaget. Sekarang sudah hampir pukul lima sore. Padahal tadi Wynona masuk ke kamar sebelum pukul tiga sore. Dia menguap sebelum berguling ke tepi tempat tidur.Wynona akhirnya bangkit dari ranjang dan melangkah menuju jendela. Dari situ dia bisa leluasamemandang puluhan pot aneka kaktus peliharaan Kemala yang berada di samping kiri rumah, dekat dengan dapur tambahan yang digunakan saat mengurusi katering. Entah kenapa, pemandangan sederhana itu kadang membuatku merasa damai. Mampu mengusir lelah dan penat.“Aku bersyukur karena kita memiliki halaman y
Wynona mendengar suara siulan yang menyebalkan dari seberang. Dia sungguh tak suka saat Zeus melakukan itu. “Teruslah bersiul atau kumatikan ponselnya!” ancam sang adik, galak. Zeus menurut meski suara tawa menjadi penggantinya.“Jadi, apa yang akan kamu lakukan dengan semua udang dan cumi yang dibawa Leon? Mau dijadikan barang antik?”Tubuh Wynona menegang tanpa disadarinya. “Leon?”Suara Zeus terdengar tak kalah heran. “Lho, apa kamu tidak tahu? Memangnya kamu ada di mana? Leon sepertinya sudah berada di rumah sejak tadi. Dia menelepon sekitar satu jam yang lalu.”“Leon di sini?” Wynona terpana.“Memangnya kamu di mana?” ulang Zeus. “Jangan bilang kalau kamu sedang punya acara dengan David.”“Aku di kamar, bangun tidur.”“Astaga! Leon sudah susah payah membawa udang dan cumi untukmu. Bukannya dimasak, malah ditinggal tidur.”
Setelah merasa cukup menenangkan diri meski dengan alasan yang dia sendiri tak tahu, Wynona pun meninggalkan kamar mandi. Dia bertanya pada Leon, “Kamu sudah lama? Zeus barusan telepon dan memberi tahu kalau kamu ke sini. Dia mengomel karena aku nggak tahu kamu datang.”“Leon membawa udang dan cumi. Udangnya baru saja Mama masak,” Kemala yang menjawab sembari memunggui putrinya. Hidung Wynona memang mencium aroma masakan yang menggelitik sejak dia menginjakkan kaki di dapur.“Kenapa Mama nggak membangunkanku?” tanya Wynona.“Dilarang sama Leon. Katanya, biar kamu beristirahat dulu,” sahut Kemala. Jawaban itu, membuat jantung Wynona mendadak bertingkah. Namun dia berusaha untuk tak terpengaruh. “Mama masak udang goreng serai, ya?” tebaknya. Perpaduan antara air kelapa, ketumbar, serai, dan bumbu lainnya menghasilkan aroma yang sangat khas.“Iya, karena ini favoritmu dan bahan-bahannya
Leon kembali tersenyum di depan Wynona setelah menggenapi ucapannya. Saat itu, Wynona baru menyadari satu hal. Bahwa kadangkala lelaki yang baru dikenalnya ini memberi efek kabut di kepala Wynona. Sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih seperti sebagaimana mestinya. Jujur saja, hal itu membuat Wynona menjadi tidak nyaman.Akan tetapi, di sisi lain, Wynona merasa nyaman sekaligus betah berada di dekat Leon. Padahal, ini kali ketiga mereka bertemu. Tiga hari yang lalu, Wynona bahkan bersedia makan malam bersama Leon untuk merayakan ulang tahun lelaki itu. Entah mengapa, semua terasa tepat. Mereka cocok menjadi teman baik.“Apa yang bisa kubantu?” tanya Leon antusias.Meski ingin menolak, mendadak Wynona diliputi ketidaktegaan untuk membunuh semangat lelaki itu. Dan pada saat yang sama, hati Wynona terasa dipenuhi kehangatan. Reaksi yang tak sepenuhnya dipahami gadis itu dengan baik. Reaksi nan aneh.Dia memperhatikan cumi ukuran sedang ya
Wynona memasuki masa berkabung karena patah hati tanpa air mata atau kesedihan yang berlarut-larut. Kendati berpisah dari David setelah hubungan selama sembilan tahun, tetap saja bukan hal yang mudah untuk dihadapi. Akhir hubungan mereka begitu tak menyenangkan karena sikap David dan keluarganya. Namun Wynona makin yakin dia sudah mengambil keputusan yang tepat.Ada beberapa sebab, tak cuma melulu “dosa” David saja, melainkan juga kesalahan Wynona. Sejak malam itu, David bahkan tak berusaha menghubungi Wynona lagi. Lelaki itu seolah menghilang begitu saja. Sembilan tahun yang mereka miliki bersama-sama, tak penting. Wynona pun tampaknya dianggap bukan lagi perempuan yang pantas untuk diperjuangkan.Sementara dari sisinya, Wynona kian yakin bahwa perasaannya pada David sudah benar-benar tawar. Hatinya sudah berubah. Gadis itu tak keberatan disalahkan karena seolah memberi peluang pada Leon untuk masuk dalam hidupnya.Dia tak akan menampik hal itu. Nam
Kata-kata yang dilontarkan orangtua Leon itu membuat Wynona benar-benar merasa dihargai. Dia tak bisa mencegah rasa haru menusuk-nusuk dadanya. Namun. Tentu saja dia tak boleh menangis lagi di sini. Sudah cukup air mata yang ditumpahkannya hari ini.“Wyn, mau main ludo atau halma?” Suara erangan terdengar dari berbagai arah sebagai respon untuk kata-kata Anton. Lelaki itu menunjukkan ekspresi tak berdosa saat membela diri. “Papa kan belum pernah main ular tangga dengan Wynona.”“Tolong Pa, kreatiflah sedikit. Setiap tamu selalu diajak main halma atau ludo. Apa tidak ada yang lain?” gerutu Trisa. Lalu, perempuan itu bicara pada tamunya. “Wyn, kapan kamu bisa mengirim daftar belanjaan untuk minggu depan? Lebih cepat lebih baik, kan?”“Iya Kak, aku akan menyiapkan daftarnya secepatnya. Besok atau paling telat lusa,” janji Wynona.Trisa mengangguk senang. “Mungkin sehari sebelum acara, akan leb
“Tidak apa-apa. Walau sebenarnya aku ke sini cuma ingin bertemu Om, Tante, dan Kakak,” sahut Wynona. “Agak pesimis juga awalnya, karena menurut Leon, Kakak nggak tinggal di sini.”Trisa tersenyum lebar. “Begitulah kalau menjadi anak perempuan satu-satunya. Kalau aku nggak datang selama beberapa hari, pasti ada yang menelepon. Kalau tidak Mama, Papa, kadang asisten rumah tangga. Ada saja alasan yang diajukan. Yang terbanyak sih, Nadya. Padahal, mereka itu merindukanku,” kelakarnya.“Hahah, aku jadi sangat iri. Aku juga anak perempuan satu-satunya tapi tak ada yang merindukanku seperti itu.”Trisa menatap Wynona sungguh-sungguh. “Aku justru yang iri dengan kemampuan memasakmu, Wyn! Aku semur hidup cuma bisa memasak nasi goreng. Itu pun menggunakan bumbu instan. Kemampuan memasakku nol besar. Padahal Mama jago di dapur. Dan kami terbiasa dimanjakan dengan masakannya.”Setelah kembali ke ruang tamu,
Wynona hampir menabrak dada seseorang saat membalikkan tubuh. Sendok kayu yang dipegangnya, jatuh ke lantai. Tangan kanannya memegang dadaku, seakan dengan begitu rasa kaget gadis itu akan berkurang jauh.“Syukurlah kamu baik-baik saja,” gumamnya dengan ekspresi lega tergambar jelas. Leon pasti tidak pernah tahu kalau Wynona pun tak kalah lega melihatnya.“Kamu mengagetkanku,” bibir Wynona cemberut. Dia hendak berjongkok memungut sendok kayu, tapi Leon bergerak lebih cepat dan menaruh benda itu di wastafel.“Dapurnya indah. Aku suka,” puji Wynona. “Sebentar, aku harus memindahkan mi-nya dulu.”“Butuh mangkuk besar?” Leon membuka sebuah pintu kabinet di bagian atas dan mengeluarkan sebuah mangkuk kaca transparan. “Apakah ini cukup?”Wynona mengangguk. Dengan gerakan hati-hati, dia menyusun mi, kol, dan telur rebus yang sudah dipotong-potong. Saat hendak menua
David menatap Wynona tak percaya. Kemarahan tergambar di setiap gerak tubuhnya. “Putus? Kenapa kamu terlalu cepat mengambil keputusan?”Gadis itu menggeleng. “Ini bukan keputusan yang terburu-buru. Selama ini, aku hanya tidak berani mengakui kenyataan.”“Wynona!”Gadis itu menatap wajah David dengan perasaan campur aduk. Betapa lelaki ini pernah membuat hati Wynona berpesta karena cintanya. Betapa David pernah menjadi orang terpenting dalam hidup gadis itu. Betapa Wynona pernah sangat ingin mengubah dirinya agar menjadi sosok paling diinginkan dalam hidup lelaki ini. Itulah kuncinya, pernah. Artinya, itu sudah berlalu lama, sebelum gadis itu akhirnya diterpa kesadaran. Terlambat, tapi Wynona tidak menilainya sebagai sebuah kefatalan. Dia tidak menyesali semuanya. Gadis itu hanya menganggap semua ini sebagai proses panjang yang mendewasakan.“Wyn, jangan cuma karena masalah ini, hubungan kita m
“Wyn,” David menjajari langkah kekasihnya. Sementara Wynona berusaha berjalan lebih cepat. Dia hampir mencapai pintu gerbang ketika David berhasil meraih lenganku.“Apa kamu tidak mendengarku?” tanyanya marah. Ekspresinya berubah keras.“Aku cuma ingin pulang. Aku tidak mau dihina lagi.”David menggelengkan kepalanya. “Mama hanya ingin tahu tentang kamu.”Wynona menatap David dengan tajam. Andai bisa, dia ingin mengguncang tubuhnya David dan meniupkan kesadaran di benaknya agar lelaki ini melihat fakta yang sebenarnya.“Vid, mamamu tidak menyukaiku. Sampai kapan pun akan tetap seperti itu. Percayalah, tidak akan ada yang berubah. Dan aku tidak nyaman diperlakukan seperti tadi.”David masih memegang lengan Wynona. “Aku tidak mengizinkanmu pulang. Nanti aku akan mengantarmu, Wyn! Sekarang, ayo kita masuk ke dalam lagi,” ajaknya.Wynona menggeleng tegas seraya melepa
Wynona tersenyum kecil menanggapi gurauannya. David nyaris tidak pernah antusias menikmati masakanku. Gadis itu mengitari ruang tamu yang luas itu dengan tatapannya. Ada belasan perempuan paruh baya yang bergaya trendi. Juga ada beberapa gadis muda yang usianya tak jauh beda dengan Wynona. Aneka aroma parfum mahal menyengat hidung. Membuat campuran aneh yang memusingkan kepala Wynona. Semua orang sibuk berbincang seraya menikmati aneka makanan yang tampak lezat. Gadis itu tidak melihat kehadiran ayah dan saudara David lainnya.Irene mendekat ke arah Wynona, Sofia, dan David yang duduk di sebuah sofa panjang. Perempuan itu memilih sofa tunggal di depan mereka. Wynona baru ingat, dia sama sekali tidak diperkenalkan dengan tamu yang ada.“Ma, coba cicipi ini.” Sofia menyodorkan sepotong kecil pie yang dibawa Wynona. Irene menggigit ujungnya sedikit. Entah mengapa, Wynona menjadi tegang karenanya.“Enak,” ujarnya. Namun dia menolak m
Wynona mendesah. “Kukira kamu akan memberiku usul yang masuk akal. Kamu kan tahu apa yang terjadi padaku saat resepsi? Kenapa kamu masih bisa mengusulkan ini?”“Wyn, aku tidak ingin melihatmu sedih atau terluka. Akan tetapi, ada kalanya kita harus berhadapan dengan kepahitan untuk mengetahui apa sebenarnya kebenaran di baliknya. Kalau kamu tidak mau bertemu mamanya David, apa masalah kalian akan selesai? Bukannya malah membuat semuanya menjadi makin rumit?”Wynona mengerutkan alis. “Aku tidak mengerti maksudmu.”Gadis itu mendengar suara tawa ringan di seberang.“Menghindar pasti lebih mudah. Tapi, apa kamu tidak penasaran ingin tahu bagaimana sebenarnya sikap keluarga David? Maksudku, mamanya. Kamu butuh kesempatan untuk bisa menilai dengan objektif. Dan menurutku, ini saat yang tepat.”Wynona tercenung mendengarnya. Keheningan menyergap selama sesaat.Leon bicara lagi. “Sebenarnya
Wynona masih berada di dalam kepungan kabut membingungkan sebagai efek dari kata dan tindakan Leon. Dia masih belum bisa berpikir dengan jernih untuk tahu apa yang sebenarnya diinginkan. Semuanya serba membingungkan. Seakan Wynona berada di sebuah labirin paling rumit di dunia.Lalu, David menghubunginya setelah berhari-hari menghilang tanpa kabar. “Wyn, apa kamu baik-baik saja?” tanyanya penuh perhatian.“Ya,” dusta Wynona sembari menggigit bibir.“Aku minta maaf untuk berbagai masalah di antara kita. Tapi aku ingin menyelesaikannya satu per satu.” Jeda beberapa detik. “Mama ingin bertemu denganmu. Nanti malam bisa?”Wynona benar-benar tak siap dengan permintaan itu. “Nanti malam?”“Iya. Apa kamu tidak bisa? Ada pekerjaan?”“Aku....”Jawaban Wynona belum tuntas tapi sudah menukas dan mendesak. “Tolong luangkan waktu, ya? Aku tidak enak kalau har