Zaidan's POV
Kurang dari lima detik aku menatap Akira yang hanya menunduk.
"Tadi saya belum mendoakanmu. Bolehkah saya menyentuh kepalamu sekarang?" Dia hanya mengangguk tanpa melihatku. Kuberanikan diri untuk menyentuh ubun-ubunnya dan mengucapkan doa.
Allahumma inni as aluka khoiro haa wa khoiro maa jabaltahaa 'alaihi wa a'udzubika min syarri haa wa syarri maa jabaltahaa 'alaih.
(Yaa Allah... Sungguh aku meminta kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan yang Engkau ciptakan atasnya dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan yang Engkau ciptakan atasnya.
HR Abu Dawud, No. 2160, dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Suna
Akira's POVAku terbangun di sepertiga malam terakhir. Kulihat Zaidan masih tertidur pulas. Ingin rasanya kubangunkan dia dan mengajaknya shalat tahajjud bersama, tetapi kuurungkan niatku. Aku berdoa, berharap agar suatu hari nanti aku bisa merasakan bagaimana menjadi seorang istri yang 'seutuhnya'. Satu hal lagi yang aku sadari bahwa perjodohan tidak semudah yang kupikirkan dan tidak seindah yang Papa katakan.Aku masih duduk di atas sajadah dan air mata tak dapat kubendung lagi, perasaan apakah ini? Apa ini kelemahan atau kekuatan? Harapan atau ke-putusasa-an?Zaidan,why?*Pagi pertama di rumah baruku, suasana baru, keluarga baru, mengharus
Author's POVSuara orang sedang mengaji melaluiloudspeakermembangunkan Akira, kira-kira jam setengah empat kurang. Saat dia akan bangun, dia merasakan ada tangan yang menyentuh badannya tentu saja Akira masih memakai selimut dan pakaian lengkap. Akira kaget dan tak menyangka bahwa tangan itu adalah milik suaminya, Zaidan. Tanpa membangunkannya Akira memindahkan tangan Zaidan dengan pelan-pelan dan segera bangun untuk menunaikan shalat tahajjud. Perasaan aneh mengacaukan pikirannya, entah harus senang atau sebaliknya, tapi yang jelas Zaidan melakukannya karena dalam keadaan tidur bukan sepenuhnya sadar. Kenyataan itu sedikit menyisakan rasa sesak di dada. Akira tersenyum memandangi wajah suaminya yang teduh itu sampai ada gerakan yang menandakan Zaidan terjaga, Akira segera memalingkan wajahnya.
Akira memandang indahnya pagi dari jendela kamar setelah semalaman hujan, dia berpikir, sebenarnya kehidupan apa yang sedang dia jalani? Menikah bersama orang yang sama sekali tidak dikenalnya. Dipersatukan dengan laki-laki yang sebenarnya mencintai perempuan lain. Sikap Zaidan yang tidak terbuka dan tidak hangat padanya. Akira hanya berharap dan berdoa semoga Allah menyimpan hikmah indah di balik semua ini.Zaidan tidak menyapa Akira sama sekali. Akira yang tak berminat untuk berbicara pun sama-sama terdiam. Tidak, dia tidak marah pada Zaidan, dia hanya tidak ingin memperkeruh suasana, maka diam adalah pilihan terbaik baginya. Mahesh dan keluarga berangkat bersama menggunakan dua mobil, salah satu mobil dikemudikan Zaidan. Mahesh yang ikut di mobil yang sama dengan Akira, memerhatikan tingkah Zaidan yang begitu dingin. Mahesh paham dengan keadaan ini, dan dia yakin seiring berjalannya w
Hari demi hari, minggu demi minggu, Akira jalani kehidupan palsunya ini, palsu bukan dalam arti sebenarnya, yang Akira maksudkan adalah apa yang dia tampilkan dan apa yang dia rasakan sangat jauh berbeda. Demi menyenangkan keluarganya maka Akira selalu mencoba untuk bersikap seakan semuanya baik-baik saja. Sejauh ini tak pernah ada pertengkaran apapun antara mereka, karena jangankan untuk bertengkar, untuk saling mencurahkan perhatian pun hanya sebatas apa yang telah mereka sepakati seperti saat hari pertama setelah menikah.Seperti salah satu contohnya, saat Akira bertanya pada Zaidan mengenai diizinkan atau tidaknya Akira untuk kuliah lagi, Zaidan justru mendukung agar Akira memiliki kesibukan lain yang secara tidak langsung sebagai salah satu cara yang Zaidan harapkan agar bisa mengobati rasa sakit apapun yang Akira rasakan setelah menikah. Zaidan tak ingin menyakiti Akira semakin lam
Zaidan pulang dari kantornya lebih awal, yaitu setelah menunaikan shalat ashar. Dia parkirkan mobilnya seperti biasa dan masuk ke dalam rumah. Akira mengenakan pakaian yang dulu Zaidan berikan lengkap dengan kerudungnya. Akira tersenyum dengan manis meski rasa kecewa masih ada, dia yakin pasti bisa. Membawa segelas air dan mengambil tas Zaidan."Zaid, bagaimana urusan kantornya, lancar?" Zaidan tak yakin dengan apa yang Akira tanyakan. Zaidan berpikir ada apa dengan Akira hingga menanyakan urusan kantornya, sebelumnya tidak pernah begitu."Semuanya baik-baik saja." Jawaban yang tidak Akira harapkan. Bukan Akira tak ingin pekerjaan Zaidan baik-baik saja, namun Akira berharap Zaidan akan sedikit lebih terbuka dan menceritakan apapun. Akira cukup sabar menghadapi Zaidan."Hm...A
Tahallulsebagai pertanda selesainyaihram,pada hari kelima dan keenam para jemaahmengunjungi beberapa tempat bersejarah lainnya seperti Hudaibiyah, Museum Makkah & Madinah, Jabal Tsur, Padang Arofah, hingga Gua Hiro tempat pertama kali Rasulullah saw. menerima wahyu dari Allah swt.. Tak lupa juga memperbanyak amalan di Masjidil Haram. Hari ketujuh merupakan waktu-waktu akhir berada di Makkah ini yang dimanfaatkan untuk semakin mendekatkan diri pada Allah swt. sebelum hari selanjutnya pulang ke tanah air.Hari ini adalah hari terakhir Akira dan Zaidan menikmati keindahan tanah suci ini. Saat di kamar hotel, Akira dan Zaidan duduk menghadap jendela di mana Zaidan melingkarkan tangannya ke tubuh Akira dan Akira mengeratkan pelukannya pada Zaidan. Cinta datang hanya dalam sekejap pada mereka berdua. Doa-doa yang dipanjatkan telah Allah ka
Sesuai yang direncanakan bahwa sebelum berangkat ke Lombok, Zaidan pergi dulu ke kantor untuk memberikan beberapa tugas pada bawahannya selama dia berada di luar kota. Zaidan memanggil Vishal untuk datang ke ruangannya."Hey, masuklah." Sapa Zaidan pada Vishal."Oke, aku udah ngasih tahu ke sekretarisku apa-apa saja yang perlu dilakukan selama aku di luar kota. Selama aku gak ada, kamu yang akan mengatur semuanya. Aku mempercayakan semuanya padamu.""Siap, baiklah. Semoga semuanya lancar. Dan kau yakin tidak ingin aku temani?""Hm. Aku rasa kamu lebih baik di sini, Shal. Lagipula hanya beberapa hari saja, paling lama juga tiga sampai empat hari, dan ini kan cuma survei doang.""Yaa t
Semalam Naisha menginap di rumah Akira, meskipun sebelumnya Akira diajak untuk menginap di rumah mertuanya, namun Akira menolak dan akhirnya Naisha yang menemani Akira. Naisha menanyakan beberapa hal pada Akira, mengenai kesan pertama kuliah S2-nya ini, sampai bertanya juga tentang pengalaman Akira selama umroh. Akira dengan antusias bercerita banyak hal yang dia jumpai di selama di sana, Akira tak pernah sebahagia ini bahkan perjalanan indah ini pun membuat hubungannya dengan Zaidan semakin erat. Semuanya berjalan begitu saja tanpa direncanakan dan sungguh di luar ekspektasinya, dia menemukan dan membangun cintanya dengan Zaidan di tanah suci disaksikan oleh tempat-tempat bersejarah yang menakjubkan. Naisha ikut senang mendengarkan semua yang Akira sampaikan, tanpa disadari mata Naisha berkaca-kaca dan tak tahan untuk segera memeluk adiknya itu. Dalam hati Naisha berkata Zaidan memang Allah ciptakan untuk menjaga dan menyayangi adiknya.
Tiga tahun berlalu, banyak cerita dan peristiwa terlewati mendewasakan diri. Kini anak kecil bernama Zafran Athar telah dibawa Aaliya pergi ke luar kota karena ia telah hidup mapan bersama suaminya, Harry. Mahesh Athar semarah dan sekeras apapun rasa kecewa pada Aaliya, ia tetap sadar bahwa Aaliya adalah putrinya yang dulu sangat dirindukan kehadirannya. Mahesh telah memaafkan dan merestui pernikahan Aaliya dengan Harry.Akira dan Zaidan masih terus berusaha dan ikhtiar agar segera diamanahi malaikat kecil anugrah terindah dalam keluarga kecil mereka. Mereka berdua rutin memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan, dan keduanya tidak ada, masalah apapun. Akira dan Zaidan hanya perlu bersabar biarkan waktu yang menjawab. Akhir tahun ini, Zaidan telah merencanakan liburan berdua selama dua minggu ke Eropa. Seperti impian Akira yang ingin menjelajahi langsung peradaban Eropa yang semasa kuliah menjadi salah satu mata kuliah favoritnya. Studi S2 Akira pun telah selesai. J
Akira sudah dipindahkan ke ruang inap pasien. Selepas shalat dhuha, Zaidan menunggu Vishal membawa beberapa baju untuknya dan sekaligus membawa sarapan. Zaidan memperdengarkan Akira bacaanmurottalAl-Quran. Ia menunggu Akira siuman dari anestesinya.Perawat yang memeriksa Akira menginformasikan bahwa Akira sudah bangun dan sudah boleh diajak berbicara.Zaidan memegang lembut tangan Akira. Dia membisikkan sesuatu padanya."Assalamu'alaikum,Istriku." Diciumnya kening dan tangan Akira. Seketika Akira menangis."Wa'alaikumsalaam...Maafkan aku." Butiran air mata membasahi wajahnya yang pucat."Ssttt... Kita akan lalui semuanya bersama. Kam
Apakah ini ujian atau teguran?Sakit rasanya, menyadari bahwa ia tak bisa kusapa di dunia ini.Dan ia tak bisa menyapaku.Tapi aku sesekali merasakan gerakannya yang aktif di waktu-waktu yang tak menentu.Maaf, karena Bundamu tak mampu menjagamu sebagaimana mestinya.Tunggu Bunda di sana, ya.Allah begitu menyayangimu dan Bunda.~Akira ElfaruqZaidan melaksanakan shalat maghrib dan kembali memeriksa keadaan istrinya. Proses kuretase berjalan dengan lancar, meski sebelu
Naisha telah melahirkan dengan lancar dan selamat. Naisha juga dalam keadaan sehat. Rencananya esok baru bisa pulang ke rumah. Vishal terharu, pria yang selalu terlihat ceria, kini tampak menangis haru tatkala menggendong bayinya untuk pertama kalinya. Ia sendiri langsung mengadzani anaknya. Akan ada seorang tuan putri di rumah Vishal dan Naisha. Tak diragukan bayi Vishal akan sangat disayangi oleh Maula, neneknya, karena ia begitu menantikan kehadiran cucunya ini.Mahesh menyuruh Zaidan untuk pulang duluan bersama Akira, ia begitu perhatian kepada menantunya agar tidak terlalu kelelahan. Zaidan menuruti perkataan ayahnya. Setiap langkah Zaidan akan dengan sigap menggandeng istrinya, memastikan bahwa Akira dan bayinya selalu aman.Zaidan menyadari terdapat mobil Harry Fawaz di sana. Seketika pikiran negatif muncul menghinggapinya. Menga
Akira merekam proses syukur-anaqiqahkeponakannya melalui videocall, sehingga dapat dilihat oleh keluarga besarnya yang tak bisa hadir secara langsung. Sandhya dan Riza mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian dan doa yang diberikan. Semua kiriman hadiah yang dipaketkan pun sudah diterima oleh Riza. Sambil videocallitu berlangsung, Riza dan Sandhya membuka satu per satu hadiahnya. Sedangkan Zaidan menggendong bayi mereka. Mereka semua hangat sekali berbicara satu sama lain.Puas melakukan videocalldua jam lamanya. Akhirnya Riza meminta izin mengakhiri obrolan mereka ini, karena akan membagi-bagikan makanan kepada warga sekitar dan anak yatim, dibantu Zaidan.Sementara Akira membereskan rumah, Sandhya justru melarangnya, karena ia sudah menyewa jasa orang
Akira dan Zaidan sampai di rumah Riza dengan aman dan selamat. Rumah yang cukup sederhana namun nyaman ini diberikan oleh perusahaan tempat Riza bekerja, sebagai tempat tinggal sementara selama kontraknya berlangsung.Cuaca yang tak kalah panasnya dengan Jakarta membuat mereka berdua tak tahan ingin segera membersihkan diri. Sembari menunggu Zaidan selesai mandi, Akira membereskan barang bawaannya, menyiapkan pakaian untuk Zaidan, kini ia sudah tak terlalu marah lagi pada Zaidan, meskipun rasa kesal masih ia rasakan.Akira tak tahan merasakan sakit kepala yang teramat sangat. Ia berpikir sepertinya ini hanyalah efek perjalanan saja, Akira tak terlalu mempedulikan hal itu. Akira berbaring mencoba meredakan rasa sakit."Sayang? Kamu kenapa?"
Naisha menggandeng tangan Akira. Mereka bercerita banyak hal, sampai tak sengaja obrolan tentang masa lalu kembali terbahas."Aku bahagia melihat kamu sama Zaidan harmonis banget." Akira hanya tersenyum."Aku berharap kalian selamanya seperti ini, tak ada lagi halangan apapun yang membuat hubungan kalian terganggu.""Aamiin...Semoga kakak juga dan Kak Vishal selalu harmonis, penuh dengan kebahagiaan dan cinta.""Aamiin...Aku sempat dengar dari Vishal, kalau Yumna pernah datang ke kantor waktu perusahaan Zaid sedang ada masalah saat itu." Akira terlihat mengernyitkan dahi."Aku gak tahu lebih jelasnya bagaimana, tapi Yumna sempat datang dan berbicara berd
Setelah lelah perjalanan mengantar Aaliya, Zaidan dan Akira santai berdua di pekarangan belakang rumah, di situ terdapat sebuah ayunan menghadap kolam ikan kecil yang sekelilingnya banyak tanaman bunga. Zaidan berinisiatif untuk menghubungi kakak iparnya, Riza, melalui videocall.Di sebrang sana nampak keceriaan Riza meskipun baru pulang kerja. Ada Sandhya yang sedang hamil besar duduk di sampingnya.Seperti biasa mereka saling mengucapkan salam, slaing mendoakan kebaikan, menanyakan kabar, dan mengobrolkan topik ringan."Dokter perkirakan akhir April, Ra. Tapi yang pastinya belum tahu kapan." Suara Riza di sebrang sana."Ini juga sudah persiapan kok, semua yang diperlukan ketika aku ke bidan nanti." Disusul Sandhya melengkapi kalimat suaminya.
Dua hari sebelum keberangkatan, Akira menemani Aaliya untuk menyiapkan berbagai keperluan yang dibutuhkan. Berbelanja beberapa kerudung dan gamis, membeli makanan ringan untuk bekal perjalanan, sampai hal kecil lainnya. Dua kopor besar dan satu ransel yang akan menemani Aaliya terbang dari Jakarta menuju Palembang.Tiket sudah berada di tangan. Waktu tempuh menggunakan pesawat tidak lebih dari tujuh puluh menit, kemudian dari Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II menuju kampus yang dituju pun hanya memerlukan waktu sekitar satu jam. Tidak terlalu lama, namun meskipun begitu jarak dari rumahnya menuju Bandara Soekarno-Hatta pun cukup jauh, apalagi keadaan jalanan Jakarta yang sudah tak asing lagi dengan kemacetan. Aaliya harus tetap menjaga kesehatan agar melakukan perjalanan dalam kondisi yangfit.Aaliya memin