Share

#23

Author: Sung Rae Ri
last update Last Updated: 2021-10-03 10:16:54

Setelah merasa semua barang sudah dibawa, bu Niken kembali ke mobilnya dan berangkat ke rumah sakit lagi untuk menemui dan menjaga suaminya. Di perjalanan, bu Niken melihat toko-toko yang ada di sekelilingnya, karena memang sekarang jalanan seperti biasa sedang macet-macetnya.

Sambil menunggu jalanan kembali lancar, bu Niken bersenandung pelan. Bu Niken sudah agak tenang dibanding semalam, karena beliau merasa kondisi pak Surya sudah mendingan.

Tadi pagi, bu Sinta sempat mengajak bertemu bu Niken, tentu saja bu Niken menolak ajakan tersebut dengan cara yang sopan. Bu Niken menolak ajakan bu Sinta, yang katanya juga akan bertemu dengan bu Tia untuk saling sharing.

“Ini ada apaan sih di depan, lama banget,” keluh bu Niken, karena sudah lebih dari 30 menit mobil yang dikendarainya tidak bergerak sama sekali. Meskipun awalnya bu Niken terlihat tenang, tetapi lama-kelamaan bu Niken mulai mengkhawatirkan kondisi su

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Four Moons   #24

    Sepulang dari rumah sakit untuk menjenguk suami bu Niken yaitu pak Surya, bu Tia langsung menuju rumahnya tanpa mampir ke suatu tempat lagi. Sejujurnya, bu Tia termakan omongan bu Niken, yang beliau tahu hanya diucapkan untuk memanas-manasi bu Tia. Bu Tia sempat berpikir, mengapa tiba-tiba bu Niken berusaha memanas-manasi dirinya, padahal menurut beliau, dirinya tidak melakukan sesuatu yang bisa menjadi alasan untuk bu Niken berlaku seperti itu.Bu Tia sampai di rumahnya, dan karena beliau melihat pak Andrian belum pulang, jadi bu Tia menghampiri kamar Bita terlebih dahulu untuk bermain dengan anak semata wayangnya itu.Namun, pada saat bu Tia hendak membuka pintu kamar Bita, sosok pengasuh Bita keluar dari kamar tersebut.“Oh Ibu sudah pulang? Bita barusan tertidur Bu,” pengasuh Bita memberitahu bu Tia bahwa Bita saat ini sedang tidur.Bu Tia tersenyum mendengar kalimat tersebut, karena

    Last Updated : 2021-10-04
  • Four Moons   #25

    Bu Sinta datang ke sanggar dengan mengendarai mobilnya sendiri. Tadi pagi, bu Sinta sempat mampir ke rumahnya yang dulu, untuk menjenguk Zahra sejenak. Yang sangat disyukuri adalah, ketika bu Sinta baru sampai di depan rumah, Zahra ada di depan rumah untuk menunggu mobil antar-jemputnya, bersama bibi pengasuhnya.“Zahra,” sapa bu Sinta ketika turun dari mobilnya. Begitu melihat bundanya ada di depannya, tentu langsung membuat Zahra menghambur ke pelukan bu Sinta. Zahra dan bu Sinta saling berpelukan dengan cukup lama, sampai pelukan tersebut dipisahkan oleh bibi pengasuh Zahra, dengan alasan Zahra sudah waktunya berangkat sekolah. Padahal, bu Sinta sangat tahu kalau mobil antar-jemput anaknya itu belum sampai.“Maaf Bu, tapi Zahra sudah rapi jadi tolong jangan dibuat berantakan lagi,” meskipun bibi pengasuh Zahra berusaha dengan keras untuk berpura-pura bersikap sopan, akan tetapi tetap saja bu Sinta merasa apa yang d

    Last Updated : 2021-10-11
  • Four Moons   #26 Pelukan Hangat yang Menenangkan

    Bu Sinta tidak bisa berhenti memikirkan ucapan Hani tadi, bagaimana bisa urusan rumah tangganya diketahui oleh semua guru Zahra. Bu Sinta mencoba mencari alasan yang paling masuk akal dari hal tersebut. Dan ketika bu Sinta mencari alasan tersebut, bu Sinta hanya bisa berpikir pak Helmilah yang mengatakan tentang permasalahan itu ke salah satu guru Zahra. Karena, menurut sepengetahuan bu Sinta, pak Helmi cukup dekat dengan salah satu guru Zahra yang bernama bu Yolinda. Tanpa sadar, bu Sinta tidak pulang ke rumah orang tuanya, tapi beliau justru memasuki area parkir hotel yang sering beliau kunjungi. Ketika sadar akan sikap dan keputusan bawah sadarnya itu, bu Sinta sempat berpikir apakah yang dilakukannya ini sudah benar. Bu Sinta tak kunjung keluar dari mobilnya, beliau terus menundukkan kepalanya ke setir mobil. Tak lama kemudian, bu Sinta akhirnya turun dari mobil dan semakin membulatkan tekadnya untuk terus mengikuti isi hatinya. Seba

    Last Updated : 2021-10-17
  • Four Moons   #27

    Hari ini bu Aliyah ada janji dengan salah satu ibu dari temannya Dania, meskipun awalnya bu Aliyah merasa sedang tidak ingin bertemu orang lain, tapi akhirnya bu Aliyah memilih tetap menemui ibu teman Dania tersebut.Sesampai di tempat mereka bertemu, ternyata bu Aliyah datang lebih dulu. Cukup lama bu Aliyah menunggu sampai ibu dari teman Dania tersebut datang. Bu Aliyah terus meminum minumannya sambil melamun ke arah depan kafe. Ketika bu Aliyah sedang melamun itu, terlihat sosok bu Sinta yang sepertinya sedang berteleponan dengan suaminya, karena bu Sinta terlihat sangat bahagia.Ketika bu Aliyah berniat untuk menyapa bu Sinta, bu Aliyah mengurungkan niatnya itu karena ternyata ibu dari teman Dania sudah tiba. Dan begitu bu Aliyah menoleh kembali ke arah tempat bu Sinta tadi, bu Aliyah sudah tidak bisa melihat sosok bu Sinta disana.“Maaf ya Bu, saya telat.” Ucapan yang dilontarkan oleh ibu teman Dania itu

    Last Updated : 2021-10-20
  • Four Moons   #28

    Hari ini bu Aliyah dengan sengaja mengajak jalan rekan-rekan sanggarnya karena ada sesuatu hal yang perlu beliau tanyakan kepada mereka. Tak seperti biasanya, bu Aliyah kali ini berdandan secantik mungkin untuk bertemu mereka. Entah kenapa bu Aliyah merasa harus mengubah perilakunya yang selama ini tidak terlalu mementingkan penampilannya.Bu Aliyah memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri dan tidak diantar sopirnya seperti biasa. Ketika sudah sampai di tempat tujuan, bu Aliyah bisa melihat sosok bu Sinta sudah ada disana, dengan penampilannya yang sangat cantik dan seperti anak muda. Bu Aliyah pun segera menghampiri bu Sinta.“Yang lain belum datang Bu?” tanya bu Aliyah kepada bu Sinta yang sedang meletakkan ponselnya ke tas jinjingnya.Bu Sinta menoleh dan mengangguk. “Iya Bu, saya tadi sudah hubungi bu Tia katanya sudah mau sampai,” ucap bu Sinta.Setelah itu terjadi kehe

    Last Updated : 2021-11-03
  • Four Moons   #29

    “Apa kamu membutuhkan bantuanku untuk membawa Zahra kembali ke pelukanmu?” tanya pak Rio sembari memeluk tubuh bu Sinta yang sedang menangis karena terlalu merindukan buah hatinya.Bu Sinta menengadahkan wajahnya untuk menatap kedua mata pak Rio yang juga sedang menatap bu Sinta dengan tatapannya yang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang.Tidak lama kemudian, bu Sinta menggelengkan kepalanya untuk menolak usulan pak Rio. “Aku akan berusaha sendiri sebisa mungkin.” Nada suara bu Sinta terdengar sedikit tidak yakin, meski di sela-selanya ada keyakinan yang lebih memenuhinya.“Kalau kamu membutuhkan bantuanku, aku akan membantumu segenap mungkin. Aku akan mencari cara supaya kamu bisa mendapatkan kebahagianmu lagi yang sudah hilang selama ini,” raut wajah dan intonasi pak Rio penuh dengan keseriusan.Bu Sinta semakin mempererat pelukannya. “Jika sekiranya ak

    Last Updated : 2021-11-04
  • Four Moons   #30

    Sanggar terlihat lebih sepi dari biasanya, bu Sinta awalnya mencurigai tentang hal tersebut, tetapi karena ternyata pada saat beliau masuk, Sanggar tidak terlihat sesepi yang ada di pikirannya, jadi bu Sinta mengabaikan pikiran sebelumnya.“Bu,” sapa bu Sinta kepada bu Aliyah, bu Niken, dan bu Tia yang sudah sampai duluan.Mereka bertiga balik menyapa bu Sinta dengan senyuman.“Ini sudah sampai mana kelasnya, maaf saya tadi ada keperluan jadi telat,” bu Sinta menunjukkan sikap perasaan bersalahnya dengan tulus.“Masih baru kok Bu, bu Yanti juga baru sampai,” jawab bu Tia. Bu Yanti adalah guru merajut di Sanggar Seni Kenangan.Mendengar jawaban dari bu Tia, bu Sinta bernapas lega, dan akhirnya beliau langsung duduk di samping bu Aliyah yang lagi fokus merajut kain di depannya. Karena bu Sinta tidak ingin mengganggu aktivitas rekan-rekannya itu,

    Last Updated : 2021-11-14
  • Four Moons   #31 Api yang Mulai Membara

    “Masuklah,” intonasi bu Sinta sangatlah tegas, sehingga membuat Hani mau tidak mau menuruti perintah dari wanita yang ada di depannya itu.Sekarang mereka berdua sudah berada di dalam mobil bu Sinta, tetapi masih belum ada yang melontarkan sepatah kata pun di antara mereka. Baik bu Sinta maupun Hani merasa bingung harus memulainya dari mana.“Ada apa Bu?” akhirnya Hani terlebih dahulu yang mengucapkan pertanyaannya. Hani berlagak tidak tahu tentang situasi yang sedang terjadi saat ini.“Saya langsung to-the-point saja, apa saja yang sudah kamu ketahui tentang saya?” bu Sinta menoleh ke arah Hani dan menatapnya dengan tajam.Hani terlihat tidak takut sedikitpun meskipun mendapat tatapan tajam seperti itu dari bu Sinta. “Apa bu Sinta kira kalau bertemu suami orang di hotel saja tidak akan ketahuan oleh orang lain?” tanya Hani tanpa memperlihatkan ketakuta

    Last Updated : 2021-11-21

Latest chapter

  • Four Moons   #49

    Setelah sekian lama tidak pernah berkumpul di Sanggar Seni Kenangan, akhirnya bu Sinta, bu Aliyah, bu Niken, dan bu Tia kembali berkumpul di tempat yang sangat berarti bagi mereka itu. Bu Sinta datang terlebih dulu dan menunggu kedatangan teman-temannya itu sambil bermain HP.“Bagaimana Bu? Rencana bu Sinta sudah berjalan dengan sesuai?” tiba-tiba muncul sosok Hani di samping bu Sinta.Bu Sinta menoleh ke arah Hani sejenak, lalu beliau kembali fokus pada ponselnya dan mengabaikan kehadiran Hani di sampingnya itu. Meskipun tidak dianggap oleh bu Sinta, tapi Hani tidak menyerah, dia terus mengucapkan semua yang ada di pikirannya tanpa menyaring apakah ucapannya tersebut ada yang menyinggung.Semua ucapan yang diutarakan Hani tidak digubris sedikit pun oleh bu Sinta, sehingga Hani sempat berniat untuk menyerah. Namun, ketika Hani mengucapkan kalimat terakhirnya, bu Sinta langsung menoleh dan menatap Hani dengan tajam.“Apa maksudmu?” ucap bu Sinta dengan panik dan dingin.“Bu Sinta belum

  • Four Moons   #48

    Malam ini bu Tia berniat memberikan kejutan kepada suami tercintanya, karena pak Andrian telah berhasil menandatangani kontrak penting bersama dengan perusahaan luar negeri. Tadi pagi bu Tia berkata kepada pak Andrian untuk langsung pergi ke Hotel Saviya sepulangnya dari kerja, dan pak Andrian mengiyakan permintaan bu Tia tersebut tanpa banyak bertanya.“Malam ini Bita tidur sama Bibi Arum dulu ya, mama sama papa lagi ada urusan.” Bu Tia mengatakan kalimat tersebut dengan selembut mungkin.“Kenapa? Mama sama papa mau meninggalkanku?” tanya Bita dengan raut wajah yang sangat polos.Bu Tia cukup terkejut mendengar ucapan polos dari anaknya itu, sehingga beliau sempat bingung untuk menjawabnya. Namun, tidak lama kemudian bu Tia akhirnya bisa menjawab perkataan anaknya itu. “Mama sama papa tidak akan bisa meninggalkan Bita. Bita sudah jadi jiwa mama sama papa, jadi kalau tidak ada Bita, mama sama papa tidak akan bisa hidup.” Bu Tia mengucapkannya sambil menatap langsung ke kedua mata cant

  • Four Moons   #47

    Malam dari pertemuan yang sangat menegangkan itu, pak Rio mencoba menghubungi bu Sinta. Namun, bu Sinta secara tidak sengaja tidak mengangkat telepon dari pria yang sedang dicintainya itu. Tentu hal ini membuat perasaan pak Rio gelisah.“Tadi ponselmu bunyi, kurasa ada yang meneleponmu.” Tanpa menyadari bahwa sosok yang tadi menelepon istrinya adalah pak Rio, pak Helmi memberitahu bu Sinta akan hal itu.Tanpa menjawab ucapan pak Helmi, bu Sinta langsung melihat siapa sosok yang sudah meneleponnya itu. Dan begitu beliau melihat nama pak Rio yang disamarkan menjadi “Bu Aliyah New” di layar ponselnya, bu Sinta langsung mengambil ponselnya dan pergi keluar kamarnya.Bu Sinta mencoba menelepon kembali nomor pak Rio, tapi pak Rio cukup lama mengangkatnya. Meski begitu, bu Sinta dengan sabar menunggu. Sampai akhirnya, pak Rio mengangkat telepon dari bu Sinta tersebut.“Halo,” ucap pak Rio di seberang sana. Sesudah pak Rio mengucapkan kata itu, sempat terdengar suara anak-anak kecil yang seda

  • Four Moons   #46 Cinta yang Salah

    Bu Sinta, bu Aliyah, pak Helmi, dan pak Rio saling duduk berhadapan menunggu pesanan datang. Tersirat raut wajah yang tegang dari bu Sinta, dan pak Rio pun tidak tahu harus berbuat seperti apa. Tadinya, pak Rio sudah mengajak istrinya untuk pergi ke restoran lain dengan alasan yang tidak masuk akal, dan tentu saja alasan itu langsung ditolak oleh bu Aliyah, sehingga sekarang mereka berempat bersama di posisi yang sama.“Baru kali ini saya melihat kalian berdua sama-sama lagi setelah liburan dulu,” bu Aliyah memecah keheningan di antara mereka.Pak Helmi tersenyum, lalu beliau berkata, “Iya Bu, dulu saya tidak punya waktu untuk keluarga, tapi setelah saya pikir-pikir ternyata keluarga adalah harta yang paling berharga dalam kehidupan saya.” Jawab pak Helmi.Di sela-sela mereka berdua berbicara, bu Sinta dan pak Rio hanya bisa saling mencuri-curi pandang sampai tiba salah satu pesanan yang datang ke meja mereka. Setelah pelayan yang mengantar pesanan tersebut sudah kembali pergi, bu Ali

  • Four Moons   #45

    Malam harinya, bu Sinta dan pak Helmi sudah berpakaian rapi, sedangkan Zahra sudah siap untuk main ke rumah Ibrahim, teman barunya yang baru saja pindah ke sebelah rumah. Beberapa hari yang lalu, Zahra bercerita bahwa dirinya mendapatkan teman baru yang tampan, dan dia ingin menikah dengannya ketika sudah besar nanti. Tentu mendengar ucapan polos dari putri semata wayangnya itu, membuat bu Sinta tertawa geli, bagaimana bisa putrinya yang masih sangat kecil itu memikirkan tentang kehidupan pernikahan? Begitu batin bu Sinta.Setelah menitipkan Zahra ke rumah Ibrahim, bu Sinta dan pak Helmi mulai berangkat. Sampai saat ini, bu Sinta masih belum tahu hendak diajak kemana oleh lelaki yang masih berstatus sebagai suami itu.“Kita mau kemana?” tanya bu Sinta kemudian.Sambil kedua tangannya masih memegang setir mobil, pak Helmi menoleh ke arah bu Sinta. “Sebenarnya aku juga masih belum tahu mau mengajakmu kema

  • Four Moons   #44

    Hari demi hari terus berjalan dengan semestinya, dan bu Sinta sudah lama tidak ikut kelas di Sanggar Seni Kenangan, karena beliau harus kembali ke rumahnya untuk merawat Zahra sampai kondisinya benar-benar sudah pulih. Selama bu Sinta pulang ke rumahnya yang dulu, rumah pak Helmi, suaminya itu tidak pernah berhenti bersikap baik kepada bu Sinta. Tentu perubahan sikap pak Helmi ini membuaf bu Sinta bingung, malas, dan enggan untuk menanggapinya. “Hari ini kamu ada keperluan ke luarkah?” tanya pak Helmi ketika sedang makan bersama dengan bu Sinta dan Zahra di ruang makan. Bu Sinta yang sedang menyuapi putri semata wayangnya itu, menoleh ke arah pak Helmi, lalu beliau bertanya, “Memangnya kenapa?” tanya bu Sinta. Pak Helmi menggelengkan kepalanya dan berkata, “Aku hanya ingin mengajakmu ke suatu tempat, aku lupa mengabarimu sebelumnya,” sikap yang tidak pernah diberikan pak Helmi selama masa menikah dengan bu Sinta in

  • Four Moons   #43

    “Halo,” bu Sinta mengangkat telepon tersebut dengan suaranya yang terdengar lirih, beliau masih terbawa perasaan ucapan suaminya tadi dan beliau juga masih tidak tahu bagaimana bisa suaminya itu tahu tentang hubungannya dengan pak Rio. “Tidak ada masalah kan? Kamu dimana?” suara pak Rio terdengar penuh kekhawatiran yang menggebu-gebu. “Aku di rumah sakit,” jawab bu Sinta dengan singkat, dan masih dengan suaranya yang lirih. “Ada apa? Dia memukulmu? Apa aku kesana sekarang?” suara pak Rio semakin menggebu-gebu, beliau benar-benar merasa khawatir pak Helmi berani main tangan dengan wanita yang sedang dicintainya itu. “Bukan, Zahra sakit, makanya tadi dia menjemputku langsung,” bu Sinta sempat terdengar seperti ragu untuk melanjutkan omongannya lagi, dan pak Rio menyadari akan hal itu, sehingga beliau dengan sengaja memberikan waktu kepada bu Sinta untuk mengolah pikirannya terlebih dahulu denga

  • Four Moons   #42

    Bu Sinta tak melepaskan pelukannya sedikitpun dari tubuh anak semata wayangnya. Begitu bu Sinta masuk ke rumah mertua, bu Sinta melihat sosok Zahra yang tertidur dengan tubuh yang lemas dan wajah yang pucat. Jujur, ketika melihat sosok Zahra terlihat kesakitan seperti itu, membuat bu Sinta marah kepada dirinya sendiri, karena sudah membiarkan anaknya itu jauh dari pelukannya.“Kita langsung ke rumah apa rumah sakit?” tanya pak Helmi dengan jujur. Pak Helmi memang tidak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini. Ketika Zahra sakit pun, beliau hanya bisa meminta tolong ibunya untuk merawat anak kesayangannya itu.“Apa kamu masih tanya meski sudah melihat kondisi Zahra yang seperti ini?” tanya bu Sinta dengan ketus.Tak seperti biasanya, pak Helmi sedikit takut dengan respon bu Sinta yang terlihat sangat marah itu. Sehingga, pak Helmi tidak mengatakan sepatah katapun dan langsung mengemudikan mobilny

  • Four Moons   #41 Jalan Kehidupan yang Saling Berbeda

    Bu Tia dan bu Niken memilih untuk mengunjungi kafe sejenak, sepulangnya dari Sanggar Seni Kenangan. Sejujurnya, bu Tialah yang mengajak bu Niken untuk pergi sejenak ke kafe seperti ini, karena mereka ingin membahas tentang permasalahan bu Sinta dan bu Aliyah. Bu Tia merasa ada yang aneh, meski beliau tidak tahu apa sebenarnya yang membuat aneh itu.Bu Tia dan bu Niken sudah duduk dengan saling berhadapan, dan sekarang mereka sedang menunggu minuman yang mereka pesan datang. “Ibu juga merasa ada yang aneh nggak?” tanya bu Tia tak lama dari setelah mereka duduk.Bu Niken sempat menaikkan kedua alisnya sejenak, lalu beliau berkata, “Masalah bu Sinta dan bu Aliyah?” tanya bu Niken.Bu Tia tidak menjawabnya dengan kata-kata, tapi beliau menjawabnya dengan anggukan kepala.“Saya merasa biasa saja, kalo berumah tangga memang seperti itu, pasti ada aja masalah yang bisa membuat

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status