Retno sedang menyiapkan sarapan untuk kedua anaknya. Tak adanya Amira di rumah itu, membuat Retno sedikit kerepotan dalam mengurus rumah. Padahal baru satu malam Amira pergi dari rumah itu. Namun, ia menikmatinya karena kepergian Amira adalah keinginannya. Toh nanti, ia bisa meminta Radit untuk menyewa pembantu.
Radit keluar dari kamarnya, ia baru saja selesai mandi dan bergegas menuju meja makan. Tak lama, Rania pun keluar dari kamarnya dan bersiap untuk sarapan.
"Pagi, Bang," sapa Rania, sembari menjatuhkan bobot tubuhnya pada kursi di samping Radit.
Radit hanya tersenyum menanggapi sapaan adiknya tersebut.
"Hari ini, apa rencanamu, Dit?" tanya Retno sembari mengambilkan nasi untuk Radit.
"Radit mau mengurus perceraian, Bu," jawab Radit, ia menerima piring yang sudah berisi nasi yang diambilkan Retno.
"Bagus, Bang. Lebih cepat lebih baik," timpal Rania.
"Iya Ran." Radit berucap datar.
"Kira-kira kemana ya, perginya perempuan lacur itu?" tanya Rania sambil menyuapkan nasi ke mulutnya.
"Paling ke tempat salah satu selingkuhannya, Ran. Tapi, lebih baik tak usah dipikirkan, biarkan saja." Retno menjawab pertanyaan Rania.
"Amira di tempat Yudha." Radit berucap seketika.
"Uhuk uhuk!" Rania tersedak setelah mendengar ucapan Radit. "Yudha?" tanya Rania.
"Iya, Yudha teman kuliah Abang, yang dulu sering membantu tugas prakarya sekolahmu, waktu kamu es-em-a," jawab Radit.
Seketika ada binar bahagia di wajah Rania setelah mendengar nama Yudha. Dulu, Rania sangat menyukai Yudha, bisa dibilang Yudha adalah cinta pertama bagi Rania yang usianya masih remaja. Namun, karena merasa malu, Rania tak pernah mengatakan apa pun pada Yudha. Ia hanya sering meminta tolong pada Yudha untuk membantu mengerjakan tugas prakarya sekolah agar bisa berdekatan dengan teman Abangnya tersebut.
"Kamu tahu dari mana?" tanya Retno penasaran.
"Tadi Yudha telepon. Dia memberi tahu, jika Amira berada di rumahnya. Aku gak nyangka aja, jika Amira akan ke sana. Mungkin selama ini, ia masih berhubungan dengan Yudha di belakangku," jelas Radit.
"Huh! Dasar ya, emang Amira tuh, perempuan gatel!" gerutu Rania, ia sangat kesal mengetahui Amira berada di rumah Yudha, meskipun ada rasa senang karena setelah sekian lama, ia kembali mengetahui kabar Yudha.
"Baguslah, kau akhirnya tahu yang sebenarnya. Memang, istrimu itu perempuan gak bener. Asal usulnya aja, gak jelas," timpal Retno.
Radit tak menanggapi, ia kembali fokus pada makanannya.
Tak lama bel rumah berbunyi, Retno gegas beranjak dan membukakan pintu utama rumahnya.
"Tante Retno, ya ampun, Selly kangen," sapa seorang perempuan yang langsung memeluk Retno seketika.
"Selly?" Retno membalas pelukan Selly, ia merasa sangat senang kedatangan mantan pacar Radit tersebut.
"Ayo masuk. Radit ada di dalam, kami sedang sarapan. Kamu sekalian sarapan juga ya, Tante masak enak pagi ini," ajak Retno pada Selly.
Selly mengangguk lalu tersenyum, binar bahagia terpancar jelas dari raut wajahnya. Sebenarnya Selly sering ke rumah ini untuk bertemu dengan Radit, tetapi Radit selalu sibuk bekerja dan sering keluar kota. Ia hanya bertemu dengan Retno dan Rania serta Amira yang sibuk mengurus bayi. Jikalau pun saat Radit di rumah, waktunya sering dihabiskan bersama Amira dan mengabaikan keberadaan Selly. Hal itu, membuat Selly merasa cemburu pada Amira. Namun, kali ini, Selly diberi kabar oleh Retno tentang kejadian yang menimpa Amira semalam. Dengan semangat, Selly gegas ke rumah Retno untuk kembali mendekati Radit.
Sesampainya di meja makan, Retno mempersilahkan Selly untuk duduk tepat berhadapan dengan Radit. Terlihat Radit dan Rania sedang menikmati sarapannya.
"Kak Selly, sarapan Kak. Lama banget baru main ke rumah, sibuk ya?" Rania langsung menyapa Selly dan bertanya padanya.
"Iya, Ran. Kakak sibuk banyak urusan di kantor. Maka dari itu, Kakak baru sempat ke sini," jawab Selly, ia melirik Radit yang terlihat cuek dengan keberadaannya.
"Sudah, makan dulu. Nanti ngobrol lagi," ucap Retno sembari mengambilkan nasi untuk Selly.
Selly menatap Radit yang sama sekali tak menoleh padanya. Ia pun memberanikan diri untuk menyapa Radit.
"Hai Dit, apa kabar?" tanya Selly.
"Baik." Radit menjawab tanpa menoleh pada Selly, hal itu membuat Selly merasa canggung.
"Aku turut prihatin ya, Dit. Atas kejadian yang menimpamu dan Amira. Aku sama sekali tak menyangka jika Amira tega berbuat seperti itu," ujar Selly berusaha mencari simpati Radit.
Radit tak menjawab, ia tetap asik menikmati sarapannya.
"Kak Selly tahu tidak, Amira itu sekarang berada di rumah Kak Yudha," timpal Rania saat dilihatnya Radit tak merespon perkataan Selly.
"Yudha?" Selly memicingkan matanya.
"Iya, ternyata Amira masih berhubungan dengan Kak Yudha di belakang Bang Radit, ih bener- bener wanita gatel. Untunglah Abangku sadar, hari ini juga Bang Radit akan mengurus perceraiannya dengan Amira, ya kan' Bang?" Rania mencolek lengan Radit.
"Ih Kakak beneran gak nyangka, dulu kan, Yudha saingan berat Abangmu, Ran," ucap Selly.
"Iya Kak. Gara-gara itu, hubungan Kak Yudha dan Bang Radit jadi retak. Ternyata selama ini, Bang Radit salah menilai perempuan. Kelihatannya alim, tetapi ternyata seorang pezin*, wanita murahan. Gemilang juga, bisa jadi bukan anak Bang Radit," ujar Rania.
"Jadi, Gemilang bukan anak Radit?" tanya Selly penasaran.
Rania hanya mengendikkan bahunya. Sementara, Radit langsung menghentikan sarapannya, ia malah melengos pergi beranjak dari ruang makan langsung masuk ke kamar. Hal itu membuat Rania dan Retno merasa tak enak pada Selly, sepertinya Radit tak suka dengan kehadiran Selly.
"Kamu jangan ambil hati sikap Radit, ya Sell? Dia memang begitu, tetapi nanti juga pasti dia akan berubah," ucap Retno pada Selly.
"Gak papa kok Tan, mungkin Radit masih belum menerima kenyataan," kata Selly tenang, meskipun ada nyeri di hatinya dengan sikap Radit padanya.
Mereka kembali melanjutkan sarapan sambil sesekali bergosip mengenai hubungan Radit dan Amira. Ada rasa bahagia di hati Selly, setelah tahu hal yang menimpa Amira. Kesempatannya untuk mendapatkan Radit, kembali terbuka untuknya.
Radit menatap foto pernikahannya dengan Amira di ponselnya, begitupun dengan foto-foto dan video lucu Gemilang yang sudah mulai belajar merangkak. Rasa nyeri di hatinya semakin sakit, Radit sangat menyayangi Gemilang. Namun, ia meragukan darah dagingnya tersebut.
Bulir bening mengalir dari kedua netra Radit. Sebagai lelaki, ia begitu rapuh jika urusan perasaan, apalagi pengkhianatan yang dilakukan Amira sudah di luar batas menurutnya.
Radit bersiap-siap, ia mencari berkas-berkas yang dibutuhkan untuk urusan perceraiannya dengan Amira. Meskipun merasa berat, tetapi ia akan lebih sakit jika harus bersama Amira yang tubuhnya sudah dijamah lelaki lain selain dirinya. Radit tak bisa menerima itu semua. Maka dari itu, perpisahan adalah jalan terbaik menurutnya.
"Dit, mau kemana?"tanya Retno, saat dilihatnya Radit sudah rapi dan tengah bersiap pergi.
"Radit kan udah bilang, Bu. Radit mau urus perceraian," jawab Radit sembari memakai sepatu.
"Dit, bareng gue aja. Gue punya kenalan pengacara yang bisa bantu lo," tawar Selly, ia sedang duduk di ruang tamu bersama Retno. Sementara Rania sudah berangkat kuliah.
Radit tak menanggapi tawaran Selly. Ia sama sekali tak menganggap kehadiran Selly, baginya Selly dan Amira tak beda jauh karena sama-sama telah mengkhianatinya.
"Dit, ada baiknya kamu terima tawaran Selly. Kasihan dia, daritadi kamu cuekin terus. Apa salahnya kamu terima niat baik dia," ujar Retno.
" Gak, Bu. Makasih, Radit bisa sendiri," jawab Radit. Ia lalu memakai helm dan segera menaiki kuda besi miliknya, meninggalkan Retno dan Selly yang tak berhenti menatapnya sampai tak terlihat di ujung jalan.
"Radit belum bisa maafin Selly ternyata, Tan. Padahal Selly sudah berubah," ucap Selly sedih
"Radit memang seperti itu, kamu yang sabar ya. Tante pasti akan bantu kamu supaya kembali lagi dengan Radit. Kamu lihat sendiri kan, rencana kita satu persatu mulai terlihat hasilnya?"
"Sebenarnya Selly lelah mengharapkan Radit lagi, Tan. Namun, Selly masih sangat mencintai Radit. Selly tak mau menikah selain dengan Radit, Tan." Selly merasa sedikit putus asa.
"Kamu tenang saja, pasti kamu bakalan nikah sama Radit. Sekarang, setidaknya Amira sudah tak di sisi Radit lagi. Nanti kita cari cara selanjutnya, ya." Retno mengukir senyuman di wajahnya untuk Selly agar wanita tersebut tetap mengharapkan Radit.
Selly mengangguk tenang, dukungan dari Retno dan Rania cukup membuatnya merasa optimis bisa mendapatkan Radit kembali. Radit, lelaki yang pernah disakiti olehnya dahulu, tetapi ia sadar cintanya begitu besar untuk Radit. Saat itu, ia hanya bosan dan jenuh dengan hubungan yang terlalu monoton dengan Radit sehingga ia selingkuh dengan lelaki lain. Namun, saat melihat Radit dan Amira bersama, Selly mulai sadar ia tak bisa kehilangan Radit.
Saat sadar, semua sudah terlambat. Radit pun menikah dengan Amira. Kesempatan untuknya kembali dengan Radit tertutup, tetapi Retno dan Rania selalu berusaha membuka kesempatan itu dengan membantunya merusak hubungan Radit dan Amira.
Sekarang, kesempatan itu terbuka lebar untuknya. Selly tak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia akan berusaha membuat Radit kembali padanya.
***
Bersambung....
Jangan lupa follow, like dan komen ya...🥰🥰
Jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Amira masih berada di ruang tengah di rumah Yudha bersama bayinya sembari memberikannya asi. Kondisi Amira sudah membaik, meskipun wajahnya masih terlihat pucat. Yudha dan Pak Abdullah sudah berangkat kerja sebagai guru dari tadi pagi, sedangkan Yuni sudah berangkat ke sekolah. Di rumah, hanya ada Bu Zaenab dan Amira. Setelah melihat kondisi Amira yang sudah tenang, Bu Zaenab kembali mencoba bertanya pada Amira. Tadi pagi sempat Yudha juga bertanya pada Amira, tetapi Amira hanya diam saja dan menangis. Yudha juga sempat bercerita pada Ibunya tentang telepon Yudha pada suami Amira yang dimatikan sepihak. "Nak Amira," sapa Bu Zaenab. Amira seketika menoleh ke arah Bu Zaenab. "Sekarang apa bisa, kamu ceritakan masalahmu? Ibu ingin sekali membantumu, sepertinya kamu memiliki masalah yang berat," bujuk Bu Zaenab sembari mengelus pipi mungil Gemilang. Amira tertunduk, sebenarnya ia merasa malu menceritakan masalahnya pada orang lain. Nam
Sudah seminggu lamanya Amira tinggal di rumah keluarga Yudha. Sehari-hari Amira membantu Bu Zaenab membuat adonan kue untuk dijual sesuai pesanan. Ada beberapa kue yang dijual Bu Zaenab, diantaranya ada bolu, brownies dan beberapa kue basah lainnya. Amira sangat antusias sekali belajar membuat kue pada Bu Zaenab, untung saja Gemilang tak begitu rewel saat Amira membantu Bu Zaenab.Saat sore hari tiba, Bu Zaenab akan mengantarkan pesanan kue itu pada pelanggannya. Sementara Amira sendirian di rumah bersama Gemilang. Pak Abdullah masih ada tambahan jam mengajar, begitupun Yuni dan Yudha yang sama belum pulang."Mir, Ibu mau antar kue ke Bu Haji Saidah dulu ya, sudah ditunggu. Kamu gak papa kan, Ibu tinggal sendiri? kalo nunggu Yuni pulang, kelamaan," pamit Bu Zaenab."Iya Bu. Amira jaga rumah, Ibu hati-hati ya," jawab Amira sembari mencuci peralatan dapur yang telah selesai digunakan.Setelah Bu Zaenab pergi, Amira kembali melanjutkan pekerjaannya hingga selesai. Amira pun masuk ke kama
"Kamu bener-bener udah buat Abang kecewa, Mir. Abang kira, kamu hanya berhubungan dengan tiga lelaki yang di foto itu. Ternyata, dengan Yudha juga," sinis Radit. "Abang ngomong apa sih? Amira gak ada hubungan apa-apa dengan Kak Yudha." Amira membela diri. "Abang ke sini mau jemput Amira dan Gemilang, iya kan, Bang?" tanya Amira penuh harap. "Abang ke sini hanya ingin mengantarkan ini," jawab Radit, ia kemudian menyerahkan sebuah amplop pada Amira. "I-ini apa, Bang?" Amira menerima amplop itu, tangannya bergetar saat hendak membukanya. Amira membuka isi amplop itu, ia membaca secarik kertas yang berada di dalam amplop tersebut. Air matanya luruh seketika setelah membacanya. Surat itu berisi panggilan ke pengadilan agama untuk sidang pertama perceraian mereka. Amira sangat tak menyangka secepat ini Radit bertindak, tanpa bertabayun mencari kebenarannya dahulu. "Abang benar-benar akan menceraikanku?" tanya Amira, ia meremas kertas yang dipegangnya. "Kamu sudah baca sendiri isi sur
Bu Zaenab baru saja pulang dari mengantar kue. Saat ia berjalan menuju rumahnya, ia dicegat oleh beberapa tetangganya. "Bu Zaenab ,Bu," panggil seorang wanita paruh baya seusia Bu Zaenab. "Eh, Iya Bu Las. Ada apa, Bu?" Bu Zaenab tersenyum ramah. "Ini lho, Bu. Saya mau tanya, itu wanita yang tinggal di rumah Ibu, beneran saudaranya yang dari Jawa?" tanya wanita bernama Bu Las tersebut. "Iya, Bu," jawab Bu Zaenab tenang. "Bu Zaenab yakin? Gak bohong kan?" Bu Las mencoba menyelidik membuat Bu Zaenab heran. "Jangan bohong Bu Zaenab, kami di sini sudah tahu kalau wanita itu kekasihnya Yudha. Gak sangka ya, Bu, ternyata Yudha jadi selingkuhan wanita bersuami," timpal Bu Yati, salah satu tetangganya yang anaknya pernah dijodohkan dengan Yudha. Namun, Yudha menolak anak perempuan Bu Yati. "Maaf, maksud Ibu-ibu semua, ini apa ya?" tanya Bu Zaenab bingung. "Tadi Yudha sempat berkelahi dengan laki-laki yang bertamu ke rumahnya. Kami diberitahu oleh seorang perempuan muda. Ia mengatakan ji
"Ran, kamu bisa tolongin, Abang?" Radit bertanya pada Rania, saat ia selesai minum."Minta tolong apa?" "Tolong beritahu Amira, Abang ada di rumah sakit," pinta Radit.Seketika wajah Selly dan Rania berubah masam, mereka sangat kesal karena Radit malah menanyakan Amira."Abang ini gimana sih, kenapa masih nanyain Amira? Dia kan udah khianatin Abang," ujar Rania, ia enggan menerima permintaan Radit."Abang ingin dirawat olehnya, Ran. Hanya Amira yang tahu kebutuhan Abang," ucap Radit."Abang apa udah lupa apa yang Amira lakuin?" tanya Rania."Abang ingat, Ran. Tetapi, Abang jadi tidak yakin setelah melihat Amira yang justru kekeh tak mengakui perbuatannya. Abang merasa, Amira tak berbohong," ungkap Radit, hal yang mengganjal di hatinya sudah diucapkannya.Seketika wajah Rania dan Selly sedikit tegang, mereka takut jika Radit akan menyelidiki kebenarannya."Ngomong-ngomong kamu dapat foto-foto itu, dari mana Ran?" selidik Radit."Itu ... itu ... Emm ... Ya, dari Amira, Bang. Aku Nemu f
"Jadi, wanita itu, Amira?" tanya Bu Zaenab terkejut. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya."Wanita yang mana, Bu?" Pak Abdullah terlihat bingung.Yudha merasa menyesal telah mengucapkan itu, sekarang semuanya akan terungkap jika penyebab dirinya enggan menikah adalah karena perasaannya pada Amira. Yudha sempat menceritakan kisahnya dengan Amira dahulu pada kedua orangtuanya. Meskipun saat menceritakan itu, Yudha tak pernah menyebut nama Amira."Wanita yang membuat anak kita enggan menikah, Pak. Wanita yang dicintai Yudha, dulu," jawab Bu Zaenab."Benar itu, Yud?" tanya Pak Abdullah pada Yudha.Yudha sekilas melirik Amira sampai akhirnya ia menjawab, "Iya Pak, benar. Wanita itu, Amira."Amira merasa canggung, karena perkataan Yudha membuat posisinya semakin sulit. Amira semakin merasa tak nyaman berada di posisi seperti ini.Amira menyayangkan perkataan Yudha yang menceritakan masa lalu dengannya. Hal itu akan membuat masalah semakin runyam karena akan menimbulkan salah paham ser
"Mbak Amira, kenapa nangis?" tanya Yuni saat masuk ke dalam kamar Amira.Amira yang sedang mengemas pakaian seketika menoleh, Yuni berdiri dengan menggendong Gemilang yang tengah tertidur. Amira tak menjawab pertanyaan Yuni, ia lalu beranjak dan mengambil alih Gemilang dari gendongan Yuni. "Mbak, pasti karena gosip di luar yang beredar ya? Emm ... di grup warga, sedang ramai bahas Mbak Amira dan Mas Yudha. Tapi, aku tak percaya dengan semua itu Mbak, aku yakin Mbak Amira wanita baik-baik," ujar Yuni, ia memegang lengan Amira."Terima kasih, Yun. Tapi semua rasanya percuma. Aku merasa tak enak dengan keluargamu, Yun," kata Amira, raut wajahnya terlihat memancarkan kesedihan. "Mbak yang sabar, ya. Aku yakin semua akan baik-baik saja," ucap Yuni terjeda, "Mbak mau pergi ke mana?" lanjutnya bertanya saat melihat pakaian Amira sudah dikemas. Amira menggeleng sedih, ia pun tak tahu akan pergi ke mana. Tak punya saudara, teman pun pasti sudah punya kesibukan masing-masing, Amira tak mau m
Delia menyuguhkan segela air putih untuk Amira, ia kemudian gegas membereskan botol minuman dan sampah kacang yang berserakan di lantai kontrakannya.Selesai melakukan itu semua, ia lalu duduk di depan Amira. Diperhatikannya Amira yang tengah menyusui Gemilang."Lo ada masalah apa sih, Mir?" tanya Delia, ketika dilihatnya Amira yang telah selesai menyusui Gemilang. Didudukkannya Gemilang dalam pangkuannya Amira.Amira diam sejenak sebelum ia menjawab pertanyaan Delia. Ingin meminta tolong Delia, tetapi ia ragu karena melihat penampilan dan pola hidup Delia yang mulai berubah. Namun, Amira pun tak punya pilih"Del, kamu kenapa sekarang berubah?" Amira malah balik tan"Maksud, Lo?""Ya, kenapa kamu kayak gini. Gue-elo gue-elo, Aku gak biasa, Del. Penampilan kamu juga, berubah," ujar Amira jujur."Yaelah Mir. Tenang aja, gue masih Delia sahabat lo yang dulu. Penampilan dan gaya hidup gue sekarang, gak akan ngaruh sama persahabatan kita." Delia tersenyum menatap Amira. Namun, Amira terlih
"Ayo, cerita, ada apa?" tanya Nisa kemudian setelah mereka duduk."Nis, apa keputusanku ini salah ya? Apa aku telah egois?" Syahla mulai bercerita."Keputusan buat nikah dengan Pak Yudha? Bukankah itu mimpi kamu?" Nisa merasa tak mengerti dengan ucapan Syahla."Maksud aku gini, aku pikir, aku akan bahagia mendapatkan Mas Yudha. Namun, hati kecilku merasa hampa karena aku tahu, Mas Yudha tak mencintaiku. Aku merasa Mas Yudha tak bahagia jika menikah denganku. Ia selalu bersikap dingin meskipun kami akan menikah. Aku pikir, Mas Yudha masih mencintai Amira," ujar Syahla."Terus, mau kamu apa, La? Apa kamu berpikir untuk melepaskan Yudha dan Amira untuk bersama? Bukankah, kau membenci Amira?" seloroh Nisa."Iya, sih. Namun, aku kembali merenung akhir-akhir ini. Semua yang terjadi bukan sepenuhnya salah Amira. Ini hanya keegoisanku semata karena cemburu padanya. Aku bingung, Nis. Namun, untuk mundur dan melepas Mas Yudha, aku sudah terlanjur malu dengan foto-foto itu.""Hati kecilku juga me
Syahla baru saja sadar dari pingsannya. Setelah semalaman tak sadarkan diri. Terlihat Nisa yang sedang menjaganya. "Nisa," ucap Syahla lirih."Syahla, kamu udah sadar? Alhamdulillah ..." Nisa menangis haru, ia sangat takut kehilangan sahabatnya tersebut."Nis, aku masih hidup kan?" tanya Syahla."Iya, bod*h. Kau masih hidup, janji jangan kau ulangi perbuatan bod*hmu itu, La," ujar Nisa."Buat apa aku hidup, Nis. Semua kebahagiaanku sudah direnggut oleh Amira. Aku bahkan sudah tidak punya muka lagi sekarang. Hanya karena cinta, aku bertindak bod*h." Syahla menyesali perbuatannya."Aku benci Amira, Nis! Aku benci dia, karena dia hidup aku hancur seperti ini," sambungnya."Syahla, kamu yang tenang ya. Pak Yudha pasti akan menikahimu," ucap Nisa."Nggak mungkin, Nis. Mas Yudha tak akan menikahiku, ia pasti sangat membenciku saat ini.""A-aku akan menikahimu, Syahla." Suara seorang lelaki yang tak begitu asing di telinga Syahla.Syahla pun menoleh, mencari lelaki itu. Terlihat Yudha sudah
Malam hari.Syahla tengah melihat foto-foto di galeri ponselnya di dalam kamar. Foto-foto mesra yang ia ambil dengan dibantu Nisa, ketika Yudha tengah tak sadarkan diri di kamarnya. Ia sedang berpikir untuk mengirim foto-foto itu di media sosial miliknya. Juga, ia akan mengirim di grup pekerjaannya di kantor. Meskipun, hal itu akan sangat memalukan, tetapi Syahla sudah tak punya cara lain lagi.Ia kemudian mengirim foto-foto itu di grup kerjaanya. Tak lama, grup kerjaanya itu heboh dengan banyaknya komentar dari rekan-rekan karyawan di kantornya. Semua komentar hampir menanyakan apa maksud dari Syahla mengirimkan foto-foto ini. Serta, menanyakan apakah benar foto-foto itu adalah foto Yudha dan Syahla?Syahla hanya membaca kehebohan di grup kantor, ia tak berniat membalasnya. Deretan pesan pribadi pun memenuhi ponselnya. Rata-rata dari teman kantornya."La, kamu benar-benar gila ya? Kamu serius kirim foto itu di grup kantor?" Nisa menghampiri Syahla, ia tak percaya dengan tindakan nek
Amira begitu kecewa mendengar penuturan dari Yudha yang mengatakan, jika lelaki itu mengakui tidur di kamar yang sama dengan Syahla saat terbangun. Namun, Yudha sendiri merasa tak yakin jika melakukan hal itu, ia tak ingat apa pun."Aku tak begitu ingat, kenapa aku berada di kamar yang sama dengan Syahla. Aku juga merasa tak yakin jika aku melakukan hal itu. Hanya saja, aku merasa kecewa dengan diriku sendiri, Mir. Aku sudah menyakitimu, maafkan aku," sesal Yudha."Terus, apa yang akan kau lakukan, Kak? Apa kau akan menikahi Syahla?" tanya Amira datar.Yudha terdiam, entahlah dia tak tahu apa yang akan dia lakukan. Sebagai seorang lelaki yang dididik baik oleh keluarganya, ia tak ingin menjadi lelaki pengecut yang lepas dari tanggung jawab. Namun, ia tak yakin dengan apa yang terjadi antara dirinya dan Syahla di kamar itu.Yudha kembali mengingat saat baru saja bangun dari pingsannya malam tadi. Ia memijit pelipisnya, merasa kepalanya begitu sakit. Pelan-pelan ia membuka matanya, terl
Syahla sedang pisisi tidur di samping Yudha. Meskipun tidak berpakaian seksi, Syahla melepas hijab yang menutup kepalanya."Nisa!" Syahla menoleh saat mendengar suara pintu terbuka dan Nisa masuk ke kamarnya."Syahla, aku berubah pikiran!" "Maksud kamu?"Nisa ke sisi Syahla kemudian menarik lengan wanita itu untuk segera bangun dari kasur."La, sadar, bukan seperti ini cara untuk mendapatkan Yudha! Kamu hanya akan mempermalukan dirimu sendiri!" ujar Nisa memperingatkan."Aku tak peduli, Nis! Bagiku mendapatkan Mas Yudha adalah hal yang lebih penting. Aku bahkan rela jika harus tidur dengannya!" seloroh Syahla."Tapi aku tak bisa membantumu dalam hal ini. Aku seperti ini karena peduli padamu, La. Aku tak ingin kamu mempermalukan dirimu sendiri." Nisa berusaha menyadarkan Syahla dari ide konyolnya."Oke, tak masalah. Aku sudah punya rencana lain kalau kau tak mau membantuku. Tapi, untuk kali ini kau jangan ikut campur Nisa. Berhenti menasehatiku, kau cukup melihat saja dan jangan berit
"Gemilang? Itu ... Bukan apa-apa," jawab Syahla gugup. Ia khawatir Gemilang melihat aksinya memberikan beberapa tetes cairan ke dalam kopi milik Yudha."Tapi, aku pernah lihat itu di rumah Oma." Gemilang menunjuk sesuatu di tangan kiri Syahla.Syahla pun mengikuti pandangan Gemilang, ternyata yang dimaksud anak kecil itu adalah gelang yang dipake Syahla."Gelang ini?" tanya Syahla memastikan dengan menunjukkan gelang itu pada Gemilang.Gemilang mengangguk. "Gelangnya sama kaya punya Oma. Apa itu gelang punya Oma, Tan?"Syahla sedikit lega mendengar ucapan Gemilang. Ternyata benar, Gemilang menanyakan gelangnya."Ini gelang punya Tante. Oma membelikannya untuk Tante. Gelang Oma sama Tante samaan," jelas Syahla."Emang kenapa, kok Gemilang tanya gelang ini?" tanya Syahla kemudian karena penasaran."Dulu waktu di rumah Oma, aku ambil gelang Oma buat mainan. Habis itu, gelang Oma rusak. Oma marah sama aku, katanya itu gelang berharga punya Oma. Aku nggak boleh pegang gelang itu lagi." Gem
Yudha mendatangi apartemen Amira. Kali ini, ia datang bersama Syahla karena saat hendak pulang dari kantor, Syahla memaksa ikut bersama Yudha.Awalnya, Yudha enggan mengajak Syahla. Ia takut Amira akan salah paham padanya nanti."Aku hanya ingin meminta maaf pada Amira, Mas. Izinkan aku ikut denganmu. Bukankah, kau sudah tak marah denganku lagi? Aku janji tak akan mengganggu hubungan kalian," rengek Syahla saat Yudha hendak masuk ke dalam mobilnya.Yudha pun merasa tak enak. Ia akhirnya mengizinkan Syahla ikut dengannya datang ke apartemen Amira."Baiklah, ayo masuk!" perintah Yudha.Syahla pun tersenyum, gegas ia masuk ke dalam mobil Yudha dan duduk di samping lelaki itu.Sesampainya di apartemen, Yudha segera memarkirkan mobilnya. Berjalan beriringan dengan Syahla, menuju apartemen Amira. Yudha masih bersikap agak dingin pada Syahla, meskipun wanita itu mencoba mencairkan suasana dengan mengajak Yudha mengobrol.Sementara itu, di dalam apartemen, sudah ada Radit yang juga baru saja
****Yudha tengah dilanda rasa bahagia karena hubungannya dengan Amira sudah jelas. Ia dan Amira sudah berencana untuk melakukan lamaran secara resmi dua minggu lagi dan selanjutnya menikah satu bulan setelahnya.Yudha teramat bahagia, ia selalu semangat dalam bekerja. Hari-harinya terasa indah dan rasanya sudah tak sabar untuk menuju hari itu. Namun, hal itu juga membuatnya sedikit posesif pada Amira karena takut kehilangan wanita itu.Seperti pagi ini, saat Amira menceritakan jika ia tak ke kantor karena akan mengurusi bayi Rania yang dititipkan oleh Radit padanya, seketika membuat hati Yudha merasa cemburu. Ia tak suka jika Amira masih berhubungan dengan Radit, karena takut cinta diantara mereka berdua bersemi kembali. Namun, Yudha menyembunyikan rasa cemburunya, ia mencoba bersikap tenang. Yudha tak mau gegabah karena takut Amira menjauh darinya."Maaf, Kak. Aku hari ini nggak ke kantor. Bang Radit menitipkan bayi Rania padaku. Aku tak tega jika tak membantunya," ucap Amira di tel
"Mengalami apa, Sus? Apa yang terjadi?" tanya Radit semakin merasa cemas."Sebelumnya, saya mohon maaf jika harus menyampaikan ini. Bayi pasien tidak sempurna, dia cac*t, anggota tubuhnya tak lengkap. Kedua tangannya tak ada. Tapi, bayinya sangat cantik, sama seperti ibunya," jawab suster itu menjelaskan."Ya Allah .... " Radit merasa lemas mendengar penjelasan dari suster."Boleh saya lihat keponakan saya, Sus? Saya ingin mengadzaninya," pinta Radit."Mari silahkan." Suster itu mempersilahkan Radit masuk ke dalam kamar bersalin.Terlihat Rania yang masih ditangani oleh bidan dan beberapa suster yang membantu. Radit melirik sekilas, ia tak tega melihat Rania.Suster kemudian menggendong bayi yang sudah dibersihkan itu, dan diberikannya pada Radit.Benar kata suster, bayi itu cantik, mirip dengan Rania. Hanya saja, anggota tubuhnya tak lengkap. Radit menerima bayi itu, dipeluknya bayi Rania dan dikecup keningnya. Radit teringat kembali momen di mana ia pernah mengadzani Gemilang saat