"Apa ini?" Mata James terbelalak setelah menerima sebuah paket dari sekretarisnya. Keringat dingin keluar dari pelipisnya setelah melihat jika Malika dinyatakan mengandung dan usia kandungannya adalah tujuh minggu. Jika dihitung-hitung waktu itulah James menghabiskan malam panas bersama Malika di apartemennya. Dan jika Malika mengirimkan hasil pemeriksaan kandungannya tersebut kepada James. Berarti Malika ingin memberitahukan kepada James jika ia sedang mengandung anaknya."Kenapa harus begini, ya Tuhan. Apa yang harus gue lakukan? James meremas kertas hasil pemeriksaan itu dengan penuh emosi. Satu minggu ke depan ia akan kembali ke Jakarta bersama Nami untuk memulai hidup baru. Namun sekarang ia harus bersiap menghadapi masalah besar yang sedang mengancam keutuhan hubungannya dengan Nami."Bos," Doni mengambil kertas yang sudah diremas oleh James dari lantai. Ia bisa menebak jika James sedang frustasi setelah melihat isi kertas tersebut. Tanpa ragu Doni langsung membukanya. Karena hub
James memeluk Nami dari samping dan kemudian berjalan keluar ruangan. Doni melihat atasannya dengan wajah ceria dan hanya bisa tersenyum. Dia dan sekretaris baru James mengerti bahwa James tidak akan kembali ke kantor setelah makan siang."Gue pergi dulu, pekerjaan gue yang belum selesai akan menjadi tanggung jawab lo.""Ya, Bos," Doni tersenyum pada James, lalu James menjawab dengan tatapan tajam. Doni melihat Nami tersipu malu, yang menandakan mereka akan berkencan siang ini."Pak Doni," mereka sangat serasi." kata sekretaris barunya James kepada Doni setelah James dan Nami masuk ke dalam lift."Ya, semoga hubungan mereka baik-baik saja.""Apa maksud Anda?""Tidak apa-apa, kerjakan tugasmu, Martha. Setelah makan siang, banyak tugas yang menunggu di mejanya Pak James.""Baik, Pak Doni."***"Kamu ingin suasana ruangan seperti apa?" tanya James saat mereka masuk ke lift. Kali ini, James memeluk Nami dengan erat. Ia mendorong tubuh Nami hingga terpojok ke dinding lift. Saat ini, tiba-t
Malika tersenyum tipis melihat Nami sangat marah lalu pergi meninggalkan James. Namun sudut hatinya merasa senang karena hubungan James dan Nami sepertinya memburuk. Malika menghela napas. Ia merasa miris karena James mengabaikannya begitu saja dan sibuk berlari mengejar kepergian Nami. "Apakah kamu begitu sangat membenciku James. Sehingga berita kehamilanku saja tidak bisa membuatmu berubah." gumam Malika sedih setelah ditinggalkan oleh James begitu saja. "Kita pulang dulu, Nak. Siapa tahu Daddy nanti akan luluh dengan kehadiranmu." Malika mengelus perutnya dengan sayang. Bagaimanapun ada benih James di rahimnya. Ia tidak percaya jika James tidak peduli pada darah dagingnya sendiri. Walaupun James membencinya. Setidaknya ia tidak akan melupakan bayi yang sedang dikandungnya. ***Nami menangis saat ini ia sedang berada di dalam taksi. Ia tidak mengidahkan panggilan telepon dari James. Anda mau ke mana Nona?" tanya sopir taksi yang dari tadi menunggu perintah dari Nami. Taksi sudah
"Nami!" James mengejar Nami yang hampir masuk ke dalam pintu masuk keberangkatan. Ia tidak membeli tiket pesawat sehingga petugas bandara mencegahnya masuk untuk mengejar Nami. "Nami, tunggu," teriak James. Nami menoleh sekilas lalu berjalan masuk ke arah pintu masuk pesawat terbang. James merasa hancur, ia dapat melihat tatapan sekilas Nami tadi. Mata Nami berkaca-kaca dan menyiratkan suatu luka yang membuatnya kesakitan. "Nami, maafkan Kakak, Sayang." gumam James. James segera membooking tiket pesawat yang bertujuan ke Jakarta. Ia akan menyusul Nami. Apapun hasilnya ia akan bertemu dengan Nami dan menjelaskan semuanya. Semoga saja hati Nami bisa melunak dan kali ini mau mendengarkan penjelasannya. Walaupun kecil kemungkinan jika Nami mau memaafkan dan menerimanya kembali. Bagaimanapun kehamilan Malika adalah suatu kesalahan yang tidak bisa ditolerir oleh wanita manapun. Di saat mereka merencanakan pesta pernikahan, tiba-tiba datang wanita lain yang mengaku hamil calon suaminya.
"Ya ini rumahmu, selamat datang, Sayang." Yamada mengelus kepala Nami lalu mengecup puncak kepalanya. "N-Nami, sini Sayang," Kamaya sudah tidak sabar untuk memeluk Nami. Ia tidak percaya dengan penglihatannya. Wanita itu takut jika apa yang dilihatnya adalah halusinasinya belaka. Karena selama ini sangat merindukan putri semata wayangnya yang menghilang."Mama," Nami memeluk Kamaya. "N-Nami, ini kamu, Sayang?" Kamaya masih tidak percaya, putrinya yang menghilang selama dua tahun itu telah pulang. Kini ia bisa mendekapnya lagi seperti dulu. "Ya, ini aku, Nami, Ma." Tangis Kamaya pecah kembali, ia menangis tersedu-sedu. Ia pikir tidak akan bisa bertemu kembali dengan putrinya. Hingga kebahagiaan itu juga memberikan kejutan di otaknya hingga tubuh Kamaya terhuyung. Kamaya pingsan dalam dekapan Nami. "Mama." panggil Nami. "Mama." Naka jadi panik "Sayang," Yamada langsung menangkap tubuh Kamaya. "Pa, aku panggil dokter Joseph." Yamada mengangguk lalu membopong tubuh Kamaya masuk ke
Naka memukul wajah James dengan keras. Ia melampiaskan amarahnya setelah dua tahun menahannya. Awalnya James tidak membalas. Namun setelah menjadi bulan-bulanan oleh Naka dan Naka tetap tidak mengizinkannya untuk bertemu Nami. James terpancing juga emosinya. Perkelahian di antara keduanya pun terjadi. Naka marah atas sikap James dan James marah karena tidak juga mendapatkan izin untuk bertemu Nami Perkelahian yang menimbulkan suara gaduh itu membuat Nami datang mengintip dari balik jendela kamarnya. Ia melihat James dan Naka sedang saling baku hantam. Ada rasa sakit di hatinya setelah melihat wajah James yang lebam. Ia membenci James, tapi ia juga masih khawatir dengan keadaannya. Bagaimanapun rasa cintanya masih tertinggal untuk James seorang. Walaupun James melakukan kesalahan yang sangat fatal. Pukulan terakhir Naka berhasil membuat James terkapar di tanah. Tepat ketika James memandang ke atas, ia melihat Nami dari balik tirai. James tersenyum tipis menatap ke arah jendela di m
Suara Nami tercekat. Ia tidak ingin bertemu James. Walaupun di sudut hatinya Nami sangat merindukan James. Selama empat bulan ini ia tidak pernah jauh dari James. Dua bulan di Surabaya dan dua bulan di Hawaii membuat hidupnya sangat berwarna. Dunianya hanya berpusat kepada James. Kehadiran James memberikan efek kebahagiaan yang selama dua tahun ini tidak pernah dirasakannya. "Nami, hei," Naka menggoyangkan bahu Nami. Nami mengembuskan napasnya kasar. "Katakan kepada Ayah, aku tidak ingin bertemu dengannya." Naka sangat puas dengan jawaban Nami. Ia segera keluar dari kamar Nami untuk memberitahu ayahnya. Namun yang Naka tidak tahu. Nami di dalam kamar langsung menangis sesegukan karena menahan rindu kepada James. James langsung berdiri ketika melihat Naka turun dari tangga. Ia merasa was-was karena tidak melihat keberadaan Nami. James khawatir jika Nami tidak ingin bertemu dengannya. "Pa, Nami tidak ingin bertemu dengannya." "Maaf, Dim. Putriku tidak ingin bertemu dengan putramu.
"Pa, aku ingin bekerja." Nami memutuskan untuk bekerja. Setelah kemarin melihat James yang tertawa bahagia dengan wanita lain. Nami pulang ke rumah lalu membuka laptop dan buku-buku yang berada di kamarnya. Walaupun ia belum mengingat masa lalunya. Setelah membaca buku dan memeriksa file di laptopnya, Nami sudah tahu cara kerja pekerjaan lamanya. Seorang desainer interior gedung-gedung perkantoran. Yamada dan Naka berpandangan setelah mendengar keinginan Nami. "Aku bosan di rumah tanpa kegiatan. Tadi malam aku membaca dan membuka file laptopku. Aku bisa mengingat garis besar basic pekerjaanku yang dulu." Nami berharap ayahnya mau mengabulkan permintaannya."Kamu yakin?" tanya Yamada. "Aku ingin kerja di Hamasaki Grup. Karena skillku yang masih meragukan. Aku bisa menjadi asisten salah satu desainer di kantor Papa. Kumohon, Pa, berikan aku satu kesempatan. Aku berjanji, aku tidak akan menimbulkan masalah. Aku akan bekerja keras dan mengikuti instruksi senior pembimbingku." Nami menun