Tak terasa waktu cepat berlalu, walaupun bagi sepasang pengantin baru waktu yang mereka lakukan selama seharian ini terasa sangat lama. Hari sudah mulai gelap, kali ini kegiatan romantis yang mereka lakukan saat malam hari adalah menonton film romantis bersama di ruang bioskop khusus. Ruangan ini sebenarnya terlihat seperti bioskop biasa pada umumnya. Namun, yang menjadi pembedanya adalah bentuk fasilitasnya yaitu tempat duduknya. Bioskop dalam villa kerajaan memiliki kualitas sofa yang memiliki fungsi seperti sofa ruang tamu. Bahkan ada tombol pengaturan pada kaki sofa untuk mengatur posisi sofa sesuai dengan keinginan.
Sebelum menikmati filmnya, sama seperti kalangan orang biasa harus membawa camilan apapun beserta minuman untuk mengganjal perut selama beberapa jam film ditayangkan. Namun, camilan versi mereka tentu saja berbeda dari lainnya. Mereka membawa cookies beserta minuman wine tapi kadar alkoholnya sangat rendah.
Mereka menempati tempat duduk khus
Usai menyantap sarapannya, Charlotte kembali menaikki anak tangga satu per satu menuju balkon lantai dua untuk menikmati keindahan pemandangan laut ditambah sinar matahari sangat cerah. Sang Pangeran menyusulnya diam-diam, lengan kekarnya melingkar pada pinggang ramping Charlotte dari belakang sambil bersandar manja. “Tadi kau makannya rakus sekali, Sayang,” ejek Gabriel. “Oh, jadinya sekarang kau mengejekku! Baiklah, aku malas menyahutimu lagi,” ketus Charlotte menghembuskan napasnya kasar. “Ampuni aku, Sayang. Tadi aku hanya bercanda, jangan mengambek padaku lagi, ya,” bujuk Gabriel memasang wajah memelas sambil mempererat pelukannya. Charlotte menyunggingkan senyuman nakal mengelus punggung tangan suaminya lembut, sorot matanya terfokus pada manik mata ketampanannya. “Terima kasih sudah membuatku rakus, Sayang. Hanya masakan buatanmu saja yang bisa meningkatkan selera makanku.” “Berarti memang masakanku sangat cocok pada lidah canti
Ada pepatah mengatakan bahwa waktu harus digunakan sebaik-baiknya selagi ada kesempatan emas terus berdatangan pada kita. Sama seperti sepasang pengantin baru ini melakukan semua kegiatan romantis selama masa bulan madu sampai selesai. Walaupun mereka menghabiskan waktunya hanya sebulan, tapi mereka sangat menikmatinya bahkan ingin memperpanjang waktunya lagi. Tak terasa waktu cepat berlalu, pada akhirnya sang Pangeran dan istrinya kembali menuju istana untuk kembali melakukan kegiatan normalnya. Saat mereka baru saja tiba di istana, semua teman terdekat mereka menyambutnya dengan pelukan hangat. Terutama Violet yang bereaksi sangat berlebihan, memeluk Charlotte erat hingga dirinya kesulitan bernapas. “Violet…bisakah kau tidak…memelukku erat? Kau seperti…ingin membunuhku saja,” bujuk Charlotte terbata-bata sambil memukuli lengannya. “Aku sangat merindukanmu sampai rasanya aku ingin menggila setiap hari,” balas Violet sedikit berserak. “Tapi…bukan bera
Sejak perbincangan yang terdengar sangat tidak enak, membuat Violet terus mendesah lesuh dan kepalanya tidak berani terangkat ringan. Terutama hatinya kini sebenarnya sedikit sakit mendengar pernyataan sang kekasih terdengar sedikit meragukan hubungan asmara mereka. Untuk menenangkan pikiran dan hatinya, sebagai teman baiknya, Charlotte dan Gabriel berusaha mengalihkan pembicaraannya yang sangat canggung menjadi menceritakan kisah perjalanan mereka selama berbulan madu. Perbincangan yang mereka lakukan cukup lama hingga hari mulai gelap. Usai itu, mereka saling berpamitan pulang menuju ke kediaman yang diantar oleh pasangan masing-masing. Semua pasangan terlihat sangat bahagia, kecuali pasangan yang satu ini tidak kelihatan bahagia karena adanya kesalahpahaman akibat perbincangan tadi. Di dalam mobil Alfred, mereka saling berdiam diri terutama Violet yang biasanya selalu bersemangat memandangi wajah kekasihnya, kini mengalihkan pandangannya menatap kaca jendela mobil
Di tengah perbincangan manis sepasang pengantin baru, sontak Charlotte merasakan perutnya sedikit tidak enak, rasanya seperti tercampur aduk. Wajahnya mulai memucat dan tangan kanannya dengan sigap menutup mulutnya anggun. Melihat reaksinya yang aneh tiba-tiba, Gabriel mulai panik dengannya sambil mendekapnya hangat. “Sayang, ada apa denganmu?” tanyanya sangat cemas sambil mengusap keringat dingin. “Entahlah, mungkin ini efek aku masuk angin,” sahut Charlotte lesuh. “Tapi tidak hanya hari ini saja kau mengalaminya. Sudah beberapa hari kau bersikap aneh begini. Apakah karena kita terlalu banyak melakukan kegiatan selama berbulan madu sampai kau kelelahan?” “Tidak juga, padahal aku tidak merasa kelelahan sama sekali. Malahan aku ingin melakukannya bersamamu terus.” “Tapi tubuhmu itu tidak sanggup melakukan banyak kegiatan. Sebaiknya kau beristirahat dulu saja, nanti kau bisa sakit.” Gabriel membaringkan tubuh Charlotte perlahan, lalu menyelimuti
Dengan panik sang Pangeran menggendong tubuh istrinya di hadapan kedua orang tuanya, tanpa memedulikan mereka menegurnya lagi karena bersikap manja terang-terangan. Namun, Charlotte menyentuh tangannya mengangkat kepala sedikit lesuh. “Ada apa, Sayang? Apakah kondisi tubuhmu semakin parah?” tanya Gabriel semakin panik sambil mengusap keringat dingin yang terus mengalir pada kepala Charlotte. “Kau jangan berlebihan begini. Aku sudah tidak merasa mual lagi. Turunkan aku sekarang.” “Tapi wajahmu masih pucat, sebaiknya kau beristirahat saja di kamar sambil menungguku membeli testpack untukmu.” “Hmm apakah bisa berfungsi dengan baik? Tadi aku sudah mencicipi supnya satu sendok.” “Pasti bisa, Sayang. Maka dari itu, sebaiknya kau beristirahat saja.” Tanpa berpamitan dengan Raja dan Ratu, Gabriel langsung menggendong istrinya menuju kamar. Jarang sekali Gabriel pergi tanpa berpamitan dengan orang tua, meski masih di dalam istana. Untu
Selain pasangan pengantin baru berbahagia, pasangan yang satu ini tidak kalah manisnya dengan sebelumnya. Setelah melakukan sedikit pertengkaran karena adanya kesalahpahaman, kini mereka kembali bersatu, bahkan hubungan mereka terkesan semakin manis. Karena sekarang sudah memasuki tengah hari, Alfred mengajak kekasihnya menuju sebuah butik yang merupakan milik keluarga Viscount, yaitu orang tuanya Charlotte. Maka dari itu, butik ini bisa dikatakan didominasi dikunjungi kalangan keluarga bangsawan. Selain itu, kalau masalah pencarian gaun wanita, tentu saja tempat ini yang paling cocok untuk mendapatkan berbagai gaun mewah maupun model lainnya terlihat elegan yang dirancang khusus oleh Charlotte. Saat memasuki gedung itu, sebenarnya Violet sedikit kebingungan dengan kekasihnya bersikap tidak seperti biasanya, mengajak kencan menuju butik. Apalagi hari ini bukan hari ulang tahun mereka atau hari Anniversary. “Alfred, tumben sekali kau mengajakku ke sin
Jantung Violet kini berdebar kencang hingga tidak bisa mengendalikan air matanya terus membasahi pipinya. Pada akhirnya setelah menunggu lama, dirinya dilamar langsung oleh pria dicintainya walaupun hubungan asmara mereka baru berjalan hampir dua bulan. Tanpa perlu berpikir lama, Violet mengangguk pelan, mengukir senyuman bahagia pada wajahnya sambil menggenggam buket bunga erat. “Tentu saja aku bersedia menikah denganmu. Aku tidak sabar menjadi pendamping hidupmu nanti. Aku sangat mencintaimu, Alfred.” Violet mengungkapnya lantang dengan penuh percaya diri. Alfred memakaikan cincin lamaran pada jari manis kekasihnya sambil membangkitkan tubuhnya perlahan. “Aku juga mencintaimu, Violet. Mulai sekarang statusmu adalah tunanganku dan menjadi milikku.” “Terima kasih sudah bersedia menerimaku sebagai tunanganmu.” Secara spontan mereka saling menautkan bibir mereka bersamaan, melakukan ciuman manisnya untuk merayakan momen terindah dalam hidup mere
Tidak terasa kini hari sudah gelap. Usai menyantap makan malam, sepasang pengantin baru melanjutkan aktivitasnya lagi di dalam kamar mereka. Sejak memasuki masa hamil, sikap Charlotte sedikit kekanak-kanakan suka merengek pada suaminya. Apalagi sekarang ia duduk sendirian di ranjang luas, menunggu sang Pangeran selesai membersihkan dirinya sampai sedikit bosan. Baru saja lima menit berlalu, entah kenapa rasanya ia sudah merindukannya dan ingin melihat wajahnya dalam durasi lama. Kedua kakinya merapat di ranjang, lututnya digunakan untuk menopang kepalanya sambil merenungkannya dengan wajah cemberut. “Aku merindukanmu, Sayang. Jangan mandinya terlalu lama,” gumamnya lesuh. Tak lama kemudian, terdengar suara pintu kamar mandi terbuka lebar. Dengan cepat kepalanya terangkat ringan sambil memandangi suaminya terlihat sangat menyegarkan dalam kondisi rambutnya basah dan dada bidangnya yang kekar. Sorot matanya terpaku padanya saat ini, tanpa disadari senyuman ceri