Ketika mendengar suara teriakan yang berasal dari ruang UKS. Mereka berenam. Nossal, Leon, Ryan, Rudy, Luna, dan Tia bergegas menuju ke sana. Ketika sampai di depan ruang UKS tersebut. Di sana, pintu tertutup, jendela juga sama. Leon mencoba mengintip dari jendela. Tetapi terhalangi oleh gorden yang terpasang.Padahal di dalam ruangan UKS ini. Selain dari 3 lubang kecil berbentuk kotak di atas pintu. Sirkulasi keluar masuknya udara hanya berasal dari terbukanya pintu dan jendela. Sebenarnya juga ada AC tapi tanpa adanya listrik itu tidak bergunaRyan mencoba meraih gagang pintu untuk membukanya. Tetapi tidak dapat terbuka. Itu membuat kami bingung“Ada apa Ryan?”“Pintunya tidak bisa terbuka. Sesuatu sepertinya mengganjalnya”Ryan mencoba mendorongnya sampai menempelkan bahunya ke pintu. Melihat Ryan yang kesusahan yang lain juga ikut membantunya mendorong termasuk Tia. Posisinya adalah Ryan, Nossal, Rudy tepat di depan pintu. Leon membantu dengan satu tangan dari samping pintu, dan T
Setelah berpisah dengan kepala sekolah dan yang lain. Nossal, Rudy, Leon, dan Ryan segera pergi ke kamar mandi yang biasa mereka gunakan untuk mandi Sambil terus berjalan, Ryan memberitahu Nossal ruangan-ruangan yang ada di sekolah ini meski di atas setiap pintu sudah terdapat papan nama ruangan. Ryan tampak bersemangat memberi tahu Nossal nama setiap ruangan yang mereka lihat “Kau lihat ruangan kecil di sana. Kita akan mandi di sana,” ucap Ryan sambil menunjuk tempat yang ia maksud Mengikuti arah yang dia tunjuk. Sebuah ruangan kecil berukuran sama dengan ruang UKS laki-laki terlihat. Dengan tembok dilapisi keramik warna biru yang sudah kusam, ruangan itu terlihat cukup terawat untuk ukuran toilet laki-laki. Sekolah ini mengubah toilet menjadi kamar mandi. Umumnya, setiap sekolah di penjuru Nusantara ini tidak memiliki kamar mandi. Di tempat ini juga bukan pengecualian. Lagi pula murid datang ke sekolah untuk belajar. Tidak adanya alasan kuat, membuat tidak disediakannya kamar ma
Setelah diberikan soal dari pembimbingnya. Nossal segera mencoba untuk mengerjakannya. Setiap soal yang tercantum pada selembar kertas di depannya dia kerjakan dengan serius. Nossal sendiri bukanlah orang yang pintar. Dia cenderung lemah pada setiap mata pelajaran. Bahkan dia salah dalam membedakan mana gula mana garam.Suasana tenang di dalam ruangan ini membuat Nossal dapat berkonsentrasi dengan cukup baik. Ditemani oleh suara jam berdetik dan sensasi hembusan angin yang menyentuh kulit membuat hati damai. Semua itu seakan membuat lupa terhadap ancaman monster di luar.Tidak terasa waktu telah berjalan cukup lama. Satu jam telah berlalu. Nossal yang telah selesai menjawab setiap soal yang diberikan, meletakkan alat tulisnya. Menyadari Nossal telah selesai mengerjakan soal yang diberikannya. Pak Husein menutup bukunya“Sudah?”“Iya, sudah selesai”Dengan sedikit ragu-ragu, Nossal menyerahkan pekerjaannya pada pembimbingnya itu. Dia tampak tidak terlalu yakin dengan jawabannya. Walaup
Suara lonceng telah terdengar ke seluruh penjuru shelter sebagai pertanda makan siang telah siap. Dengan perut yang telah menahan lapar sejak pagi hari. Para penghuni shelter segera menuju kantin yang berada pada bagian selatan shelter ini. Nossal dan Pak Husein yang sedang belajar di dalam ruang perpustakaan juga tidak terkecuali.Mereka yang mendengar suara dentingan lonceng dari luar memutuskan untuk menyudahi pelajaran hari ini“Cukup sampai di sini dulu” ucapnya sambil menutup buku yang beliau baca“Baik, Pak”Seperti yang diucapkan oleh beliau sebelum belajar. Kami selesai tepat saat bunyi lonceng berhenti. Nossal pun menutup buku yang di bacanya. Kemudian sedikit melakukan peregangan dengan mengangkat kedua tangannya.Ketika dia melakukan hal itu. Pak Husein berdiri dan berkata, “Bapak duluan. Pastikan kamu mengembalikan buku itu ke tempatnya. Besok kita akan bertemu di jam yang sama di sini”Setelah itu beliau berjalan keluar dengan tangan masih membawa buku yang dibacanya. Se
Setelah pergi meninggalkan ketiga temannya saat makan. Nossal duduk di bangku yang ada di dekat gerbang utama. Dia duduk dengan kedua tangan mengepal menutupi mulutnya. Tidak disangka hal sepele seperti itu membuatnya lari ketakutan seperti pencuri yang dikejar warga.Padahal belum tentu juga mereka yang berbisik-bisik itu membicarakanku. Aku rasa aku terlalu menganggapnya serius.“Hah~, menyedihkan”Sambil menghela nafas panjang. Nossal membenamkan wajahnya pada telapak tangannya. Dia yang masih terbawa sifat masa lalunya kesulitan untuk menghadapi hal semacam iniSatu per satu murid yang telah selesai makan siang kembali ke kelasnya. Suara obrolan mereka membuat Nossal merasa sedikit iri dengan mereka.“Andaikan aku dapat kembali percaya pada seseorang seperti mereka mempercayai temannya seperti saudara sendiri”Dengan pikirannya itu dia teringat pada Rokka yang telah mengkhianatinya dan hampir membuatnya terbunuhKetika Nossal termenung dalam kesendiriannya. Terdengar suara jeritan
Tidak lama setelah Pak kepala menyuruh Adit dan Bu Pur memanggil orang-orang dewasa, Para orang dewasa di tempat ini seperti guru, pegawai, dan tenaga kerja segera berkumpul di depan ruang UKS. Sama seperti ketika Pak kepala dan Bu Purwanti pertama kali melihat keadaan pemuda itu, semua yang hadir di tempat itu juga terkejut.Sebenarnya sudah bukan pertama kali mereka menyaksikan ini. Sebelumnya, ketika kelompok pencari bahan makan baru saja terbentuk, beberapa dari mereka juga mati saat menjalankan tugasnya. Mereka juga pernah melakukan proses pemakaman untuk mereka yang telah mati. Meski begitu, para guru yang telah mengajari murid-muridnya, juga membentuk sebuah ikatan yang secara tidak langsung mendekatkan mereka.Sebagai guru, orang tua kedua, dan sebagai manusia, melihat orang yang dekat dengan mereka terbaring lemas bermandikan darah, tentu membuat siapa saja sedih. Di balik kesedihan para orang dewasa, mereka juga tahu betapa tidak berdayanya mereka. Pada Shelt
Matahari telah tenggelam. Perlahan, udara dingin mulai terasa di Shelter. Setelah selesainya proses pemakaman. Hampir semua murid masuk ke dalam kelas masing-masing ditemani wali kelas mereka. Setelah berita kematian pemuda yang telah diselamatkan itu tersebar. Ketakutan, kehilangan, dan kesedihan meliputi setiap orang di Shelter. Meski tidak saling mengenal, para penghuni Shelter ini tetap merasa kehilangan.Pada langit malam yang cerah hari ini. Bintang terlihat gemerlapan, sinar bulan yang hampir mencapai fase purnama tampak menerangi langit malam. Disaat langit sedang dalam kondisi yang baik ini, seorang perempuan justru terlihat sedih. Dibawah kilauan sinar rembulan, Luna berlari ke arah gerbang utamaDengan raut wajah yang tampak mengkhawatirkan sesuatu. Luna tampak tergesa-gesa untuk keluar dari Shelter. Di balik keheningan malam hari, suara pintu gerbang utama yang terbuat dari besi, berderit ketika terbuka. Suara itu terdengar cukup keras hingga dapat memancin
Luna yang tiba-tiba berteriak histeris membuatku panik. Aku tidak tahu apa yang membuatnya berteriak. Tetapi yang jelas aku perlu menenangkannya terlebih dahulu. Secara perlahan, aku menekan bahunya, kemudian mengguncangkannya dengan harapan itu membuatnya tersadar. Sekilas, terpikir untuk menyumpal mulutnya dengan kain agar dia diam. Tapi rasanya itu terlalu kejam untuk dilakukan.Sambil memikirkan cara lain untuk membuatnya sadar. Aku mengamati kedua matanya yang melotot. Tetapi ketika aku mengedipkan mata…***Ketika Nossal membuka mata. Pandangan yang tampak berbeda dengan sebelumnya muncul dalam penglihatannya. Pandangannya mengarah pada langit-langit ruangan yang tidak dia kenal. Sebuah ruangan yang dicat dengan warna biru muda, pernak-pernik dan foto yang menempel di dinding, serta berbagai barang-barang seperti meja, kursi, lemari, dan lain-lain juga terlihat menghiasi ruangan ini“Di mana ini? Kenapa aku ada di sini?”Di
“Dia adalah Nossal… Nossal Kalamithi.”“Nossal? Hmm… Maksudmu dia? Mengapa kamu berpikir demikian?”“Dia—”Sebelum Luna lanjut bercerita mengenai Nossal, Venda menghentikannya. “Luna, sebaiknya kamu jangan menceritakan hal tersebut kepadaku. Nossal berusaha menyembunyikan masa lalunya dan tidak ingin diketahui oleh siapa pun. Seandainya aku mengetahui masa lalunya, aku harap dia sendiri yang menceritakannya.Mendengar nasihat temannya, Luna tidak jadi menceritakan masa lalu Nossal. Tetapi tampaknya Venda tidak menyangkal bahwa masa lalu Nossal lebih buruk dari apa yang ia alami.“Mari kita kembali; anak laki-laki pasti sudah bosan menunggu.”“Kamu benar; sebaiknya kita bergegas.”Mereka berdua segera beranjak dari tempat itu dan kembali. Venda, yang berjalan di belakang Luna, menatap bagian belakang Luna.“Padahal kamu selalu menyuruhku
Di malam hari yang gelap, hanya ada cahaya bulan redup yang menyinari jalan setapak, sementara suara angin yang lembut menyelusup reruntuhan kota menciptakan suasana yang tenang dan damai. Venda, Ryan, dan Rudy menunggu Nossal yang berjuang untuk meyakinkan Luna untuk kembali.“Kira-kira Nossal berhasil tidak ya membawa Luna kembali?”“Aku percaya padanya”“Sepertinya kamu benar. Kita harus percaya padanya, bukankah begitu, Ven?”Menggosok matanya yang masih terlihat lembap, Venda setuju dengan kedua temannya.“Ya, mereka pasti kembali. Di sinilah kita, menunggu dan akan menyambut mereka.”Tidak berselang lama, dari kejauhan tampak sosok Nossal dan Luna yang berjalan pelan mendekati mereka bertiga. Mereka berdua berjalan seolah mereka sedang dalam perjalanan sepulang sekolah. Melihat Nossal berhasil membawa kembali Luna bersamanya, Ryan melompat dan mengayunkan tangannya ke atas, kemudian berse
Di dalam Akademi Tunas Harapan, di area tempat penahanan anak kelas 6 SD Tunas Harapan.Di antara anak-anak kecil yang sedang meringkuk dalam ketakutan dan rasa lapar, seorang perempuan mencoba keluar dari jendela ruangan yang mengurungnya. Melihat dari balik jendela, anak itu memastikan keadaan di luar. Setelah memastikan kalau keadaannya telah aman, dia melompat keluar lewat jendela.“Seperti biasa, tidak ada seorang pun penjaga yang mengawasi setelah matahari tenggelam,” pikirnya. Akan sangat gawat jika dia sampai ketahuan anggota patroli.Dengan hati-hati, dia berjalan perlahan ke bangunan di sampingnya.“Seharusnya dia sudah kembali ke ruangannya.”Tangisan lirih terdengar dari balik pintu ruangan yang dituju perempuan itu. Perempuan itu mengintip dari luar jendela, memastikan tidak ada orang di dalam, kemudian berusaha membuka pintu ruangan tersebut tanpa menimbulkan suara. Namun ketika hendak masuk ke dalam, seseorang
Nossal yang masih sedikit terhuyung-huyung akibat diapit dua dinding yang dibuat Luna, berlutut di hadapan Luna.“Apa-apaan itu. Kau ingin aku membantu? Sepertinya kau sendiri paham jika sebenarnya tindakan yang kau lakukan ini berbahaya,” Ejek Nossal.Luna sedikit menundukkan kepalanya. Mata mereka berdua bertemu, akan tetapi tatapan matanya berubah. Tekad yang kuat masih terasa dari sorot matanya yang tajam. Dia menutup matanya sejenak, kemudian menjawab,“Itu benar. Aku masih memiliki keraguan dalam menggunakan kekuatan ini. Dalam pikiranku, aku merasa kalau kekuatan ini tidak layak aku terima.”Membuka mata, Luna kembali melanjutkan perkataannya,“Dengan adanya kekuatan, harus disertai tanggung jawab yang besar. Semakin besar kekuatan itu, semakin besar pula tanggung jawab yang harus dipikul, dan aku baru saja menyadarinya.”“Ya. Aku juga sering mendengar perkataan seperti itu. Memangnya kenapa? Pada akhirnya, keputusan untuk memenuhi tanggung jawab itu kembali pada diri sendiri.”
Berdiri di depan jalan masuk ke dalam gedung, aku hampir tidak dapat melihat apa pun. Berjalan masuk perlahan sambil meraba-raba sekitar membuatku sedikit demi sedikit mulai paham bagian dalam mall ini. Pada lantai 1 bagian lobby, berbagai jenis pakaian dipajang pada beberapa rak pakaian, meskipun semua telah hancur dan berserakan dimana-mana. Dengan jumlah yang tidak terlalu banyak dan telah rusak, pakaian-pakaian itu telah berserakan di lantai yang kotor dan lembap dikarenakan kebocoran di beberapa sisi bangunan. Selain itu, lantai 1 juga terdapat supermarket dan beberapa konter reparasi handphone dan jam. Setelah menyusuri area lantai 1, aku berdiri di tengah bangunan, di depan tangga yang menghubungkan lantai 1 dan 2. Sebenarnya dari tengah bangunan mall ini aku sudah dapat melihat area lantai 3 yang sepertinya merupakan area food court.Aku beberapa kali menoleh ke pintu masuk dan area sekitar untuk memastikan apakah ada monster di dalam ataupun di luar bangunan, tidak l
“Itu Luna.” Ujar Venda menghela nafas lega. Dia yang tidak mendengar percakapan dari awal membuatnya tidak tahu lokasi Luna. Meski dia penasaran, Venda segera memberikan beberapa karak dan air putih gelasan pada masing-masing orang. Tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya, Venda bertanya, “Di mana Luna berada?”Menerima makanan dari Venda, perempuan yang sedari tadi berbisik, memberanikan diri untuk berbicara dengan ragu-ragu,“A-aku melihatnya di gedung yang ada di sana. Di lantai 3 di sana, kalian dapat melihat orang sedang berdiri sambil menatap tempat kita berada.”Mengalihkan pandangan setelah mendengar jawaban perempuan itu, Adit bertanya kepada laki-laki yang ada di depannya,“Apakah itu kekuatannya? Melihat jarak jauh? Tapi dalam kondisi gelap gulita seperti ini memangnya kelihatan?” tanyanya penasaranLaki-laki itu menggigit karak yang dibagikan Venda. Hanya dalam 3 kali gigitan, karak itu lenyap, masuk ke dalam mulutnya. Setelah meminum air, dia menjawab,“Kalau tidak s
“Dengan ini selesai...” “Terima kasih,” ucap laki-laki itu. Perawat itu menjawabnya dengan tersenyum lalu menyimpan kembali alat-alat dan obat merah yang telah digunakan ke dalam tas kecil di pinggangnya. “Linda! Apa kamu masih punya sisa perban? Milikku sudah habis ini.” “Ada. Tapi punyaku juga tinggal sedikit. Nih, kamu pake saja.” Perawat bernama Linda itu melemparkan gulungan perban yang sudah terlihat tipis pada rekannya. Menangkapnya, perawat itu mengerutkan alisnya. “Tinggal ini?” “Iya, tinggal segitu doang.” “Yah... Segini mah kurang,” ucapnya sambil menatap gulungan perban yang barusan dia terima. Serbuan kera biru sebelumnya menyebabkan Nossal, Ryan, dan orang-orang yang mereka coba selamatkan mendapatkan luka yang cukup serius. Selain cairan anti septic untuk membersihkan luka, perban yang telah sediakan dengan cepat habis. “Simpan saja sisa perban itu untuk yang lain. Aku tidak memerlukannya.”
Selepas kami kembali, semua masalah tampaknya telah selesai. Wajah Tia masih terlihat marah, alisnya menjadi tegang dan sedikit menurun, nada bicaranya ketika berkoordinasi dengan anggota kelompoknya yang lain juga terdengar meninggi. Di sisi lain, si anak pembuat onar dari kelas 7 hanya berdiri dengan beberapa teman laki-laki kelas 7-nya. Karena suasana tegang akibat kejadian sebelumnya, hal itu membuat semua orang tidak banyak bicara. Mereka hanya fokus dengan masing-masing anggota kelompoknya saja. Dalam kelompok kami, aku menyerahkan urusan koordinasi pada Ryan. lagipula, sepertinya aku jadi dibenci oleh semua anggota kelompokku. Tatapan mereka terasa seperti terpaan angin dingin di musim panas. Terlebih lagi di antara mereka, si pembuat onar yang menerima pukulanku tadi melirikku seolah menyiratkan niat jahat yang tak terungkapkan. Bagaimanapun, aku tidak berniat untuk menanggapinya. *** Kembali, Nossal dan yang lainnya melanjutkan perjalanan dengan formasi yang sama seperti s
Clara meninggalkan Nossal. Dia berlari sesenggukan kembali ke tempat teman-teman yang lain berkumpul. Setiap tetesan air mata yang mengalir dari matanya dia seka dengan punggung tangannya. Berlari, pikirannya tidak dapat melupakan yang barusan Nossal ucapkan. Dadanya sesak setiap kali dia mengingatnya, membuat air mata tidak dapat berhenti menetes. Tanpa Clara sadari, seekor monster mengintainya dari balik bayangan. Seekor kalong yang sedang bergelantungan di bawah atap sebuah bangunan yang tidak jauh darinya. Hendak menjadikannya santapan malam, Kalong itu terbang dengan cepat sambil mengarahkan cakarnya pada Clara yang sedang lengah. Mata Clara terbuka lebar melihat sosok monster itu terbang mendekatinya. Perasaan takut yang luar biasa seperti mencekik dirinya. “Aku harus segera menyingkir” ucapnya dalam hati. Dia mencoba menggerakkan kakinya untuk pergi dari tempat itu tetapi tidak bisa. Rasanya seperti kedua kakinya terpaku di atas tempatnya berpijak. Tidak kuat lagi menahan beba