@ddablue_ @ayannadhee
Rose melangkah ke luar ruangannya untuk kembali ke rumah. Beberapa staf, perawat hingga dokter lainnya tak segan-segan menyapa. Bahkan, Rose membalasnya juga dengan sangat ramah dan sopan kepada setiap dari mereka. Apalagi kini nama Dokter Rose semakin terkenal karena resmi berstatus sebagai kekasih dari Park Chan. Mungkin banyak di antara mereka yang menyimpan banyak pertanyaan namun tak sempat terkuak lantaran Rose menjalani kehidupannya di rumah sakit seperti tak ada yang terjadi. "Rose!"Rose membulatkan matanya, "Steave? Bagaimana bisa kau disini?"Steave tertawa, "Kebetulan aku baru saja pulang dari kantor, lalu mampir ke sini untuk membelikan obat untuk eomoni. Apa kau masih ingin makan bersama denganku?""Tenang saja.. Chan masih sibuk di kantor." sambung Steave seraya berbisik.Rose terkekeh, "Tentu saja aku ingin makan malam denganmu. Kau tau, Chan tidak pernah mengajakku makan diluar."Rose meminta Siwoo untuk tidak menjemputnya dan juga untuk tidak mengatakan apapun pada
Musim panas telah resmi berakhir. Daun gingko dan mapel berguguran. Cantik jingga emas semu merah telur laksana sang surya di ufukbarat saat fajar datang. Pada musim yang disebut Cheong-go-bi ini, masyarakatnya akan menghabiskan waktu untuk liburan serta menghadiri berbagai festival musim gugur yang dilanjut dengan perayaan besar, yakin hari raya Chuseok. Pun setiap taman akan dipenuhi mereka yang berpasangan. Tak mau ketinggalan, Chan dan Rose juga menghadirinya. Kendati demikian, keduanya seolah melakukan penyamaran. Masing-masing menggunakan topi bucket dan mengambil tempat di sudut taman di tepi sungai Han yang agak sepi. "Wah!" Chan mengedarkan pandangannya,"Ini menakjubkan! Jikau kau tidak mengajakku kemari, entah aku akan ingat pemandangan manis sungai Han atau tidak." Chan nyaris tidakpernah banyak menghirup udara bebas. Setiap detiknya hanya terus bekerja. Di dalam maupun luar negeri. Di setiap waktu senggang, ia hanya beristirahat. Sesekali melampiaskannya untuk datang ke
Dua kaki itu menggantung di tepi dermaga yang ada di pinggir danau. Sepanjang dermaga kayu yang membentang, keduanya memilih lokasi yang sepi dan tenang. Tak langsung kembali ke Seoul, mereka mengunjungi Pungam Reservoir. Menampilkan paviliun-paviliun tradisional serta jembatan yang terbuat dari kayu. Tempat ini juga terhubung dengan Stadion Piala Dunia, Yeomju Gymnasium, serta Mall Lotte. "Terima kasih banyak untuk hari ini. Kau sudah menemaniku dan menjelaskan pada kakakku atas kesalahpahaman itu, meski kakakku kecewa kau bukanlah kekasihku." tutur Steave menatap Na-Na lekat-lekat penuh arti.Han Na-Na menyilakan rambutnya ke belakang telinga, sambil menatap angsa dengan menarik kedua sudut bibirnya, "Ah~ Aku kan sudah berjanji padamu akan mempertanggungjawabkan ulahku. Kejujuran adalah komposisi terpenting dalam kehidupan sosial kita. Katakan yang sebenarnya, meski itu terasa pahit.""Begitukah?" Steave memiringkan kepalanya.Na-Na mengangguk pasti masih dengan senyumnya yang menaw
Rose meregangkan seluruh persendiannya. Operasinya telah usai. Rose segera mengganti pakaian dinasnya. Seperti biasa, setiap ia punya waktu luang selalu menjenguk bibi park di ruangan ICU. Sebelum operasi tadi, Rose juga menyempatkan diri untuk melihat keadaan bibi park meski wanita tua itu tertidur. Kali ini sebelum Rose kembali ke kantor sang suami, ia bertolak menuju ruangan tempat dimana Park Sung-Kyung dirawat. Tepat saat posisi Rose hanya berjarak beberapa meter dari ruangan tersebut, ia menghentikan langkahnya. Rose sempat bingung melihat beberapa perawat yang berlalu lalang. Terlihat sangat buru-buru. "Dokter Rose." salah satu perawat memanggil rose dengan air muka yang tidak menentu. Antara gemetar dan bingung, "Anda keluarga dari ibu Park Sung-Kyung? "I-iya?" Seketika Rose menjadi sangat panik. Perasaan tidak nyaman mulai berdatangan. Sepertinya Rose tidak perlu menunggu perawat tersebut melanjutkan kalimatnya. Ia berlari lebih dulu untuk membuktikan bahwa apa yang ada di
Bersama satu cup Americano hangat, Rose menyempatkan diri untuk bertemu dengan Minjae di taman nan elok itu. Duduk berdampingan di sebuah bangunan kuno yang serupa saung berbentuk bangunan khas bangunan Korea. Berbagai jenis flora yang berguguran. Bunga dan daun yang berguguran menciptakan warna warni unik nan apik di taman yang hanya buka di pagi hari, Taman keheningan pagi atau The Garden Of Morning Calm. "Aku sudah dengar semuanya." kata Minjae menatap warna emas yang ada dalam pandangannya. Rose membasahi bibir bawahnya, "Maaf. Ini pasti mengejutkan bagi keluargamu." Minjae menatap lembut perempuan itu, "Tidak. Kau juga harus melanjutkan hidup. Dan kupikir setelah Park Chan memublikasikanmu, ituakan jauh lebih baik. Entah.. tapi perasaanku berkata begitu. Aku akan tidak menerima jika dia hanya menyembunyikanmu." "Meski aku hanya dipublikasikan sebagai kekasihnya?" "Uhmm.. setidaknya dia mengakuimu pada dunia. Untuk bilang pada dunia bahwa kau adalah istrinya, itu pasti tidak
Rose telah siap dengan dress berwarna hitam berpadu dengan putih yang terlihat pas dengan badannya, namun juga tidak ketat. Chan sengaja mengundang make up artist untuk istrinya agar ia tampak memukau di acara ulang tahun debut Park Chan ke-20.Seketika Nara dan Si-Woo turut melongo melihat penampilan rose yang sangat memukau bak ratu kerajaan eropa. Postur tubuhnya yang ramping dan tinggi, semakin menunjang kesempurnaan perempuan 30 tahun tersebut.Meskipun riasannya tidak tebal, tapi Rose sudah melewati batas sempurna. Tanpa riasan saja ia sudah membuat semua mata terpukau."Wah! Kau bahkan lebih cantik dari bidadari." Si-Woo tidak bisa menahan diri untuk tidak memuji dokter tersebut."Aku yakin, Tuan Chan akan semakin kehilangan akal sehatnya." imbuh Nara, "Dia akan semakin jatuh cinta dan kami hanya perlu menunggu tangisan bayi melengkapi keluarga ini.Rose menyilakan rambutnya ke sela telinga, "Ah~ Kalian sangat berlebihan. Lagi, apa kau pernah melihat bidadari?""Sudah.. sudah. J
"Itu karena aku didiagnosa menderita penyakit tumor craniopharyngioma setelah kecelakaan itu. Jadi, aku tidak mau orang lain terus menderita karena kanker ataupun tumor juga."Seluruh penghuni gedung membulatkan matanya sambil membuka mulutnya lebar. Bahkan ada yang menangis mendengar pengakuan Chan. Hampir semuanya tidak pernah tau penyakit apa yang chan alami, yang mereka tau, Park Chan hanya kecelakaan."Tenang. Aku sudah cukup membaik. Aku sudah melakukan operasi. Sampai sekarang, aku juga masih melakukan rawat jalan dengan kekasihku, Dokter Rose." Chan menunjuk tempat dimana rose berada.Semua mata memandang perempuan itu takjub, tapi Eose justru tidak tau harus bereaksi apa. Ia hanya meluaskan senyumnya dan menunduk sopan."Dia dokter luar biasa. Aku mungkin tidak akan selamat jika tidak ada dia. Maka dari itu, aku mohon untuk tidak meneror Rose Noona. Karena dia, harapanku untuk hidup masih ada. Karena Rose Noona aku bisa kembali menampilkan karyaku. Karena Rose Noona aku bahag
"Apa kau sering ke pemakaman Min-joon Hyung?" tanya Min-Jae sambil memotong daging steak di piringnya."Lumayan sering. Terima kasih mau mengundangku ke acara makan malam keluarga kalian.""Tentu saja kau harus hadir. Kau juga sudah ku anggap sebagai kakakku sendiri, Noona." Minjae kembali mengunyah dagingnya. "Omong-omong kenapa kau sering datang ke pemakaman hyung? Apa kau punya masalah?""Ah... tidak. Aku hanya merindukan hyung-mu." Rose mengelak dengan merekahkan senyumannya."Aku tau kau berada di posisi sulit. Jika kau merasa pernikahanmu tidak baik, berhentilah memaksa dirimu untuk orang lain. Meskipun kenyataannya mementingkan kepentingan orang lain itu jauh lebih baik. Tapi bagaimana jika kau terluka dan tidak bisa lagi menolong seseorang? Itu akan menyiksa dirimu sendiri." tukas Min-Jae.Entah mengapa hati Rose terasa pedih. Tak keruan saat dirinya benar-benar terekspos untuk pertama kalinya di atas acara besar sebagai kekasih Park Chan. Sesaat merasa sangat senang. Chan jug
Penerbangan menuju Osaka tinggal setengah jam lagi. Rombongan medis dari Rumah Sakit Wooridul sedang berkumpul bersama untuk segera mengemas barang setelah hampir satu jam boarding. Rose membuka-buka tas-nya. Ia mencari ponselnya tapi tidak ada. Seketika rose mengutuk dirinya sendiri."Ya! Kau kenapa, sih?" tanya Hyo-Joo yang mersa terganggu dengan keributan yang dibuat kawannya."Aissh! Ponselku tertinggal," rengek Rose."Ya! Sepenting apa ponselmu? Kau punya banyak uang, kan? Beli lagi saja nanti," balas Hyo-Joo seadanya."Memangnya aku ke Osaka untuk belanja? Lagipula aku harus menghubungi Chan!""Bukannya kau akan bercerai, kenapa masih menghubunginya?" Hyo-Joo mengerutkan keningnya"Tentu saja aku harus menghubunginya untuk menayakan kabar setelah si caplang itu mengumpulkan dokumen ke pengadilan!" tegas Rose.Hyo-Joo berkacak pinggang sembari mendecak. "Ya sudah, semoga saja lancar. Kau bisa menggunakan ponselku dulu, jika kau butuh."Bukannya ingin mengelak, tapi rose tidak men
Dengan tangan bergetar dan mata yang memandang datar, Chan mengusap pintu etalase yang didalamnya terdapat sebuah guci penyimpanan abu. Pun tertera jelas beberapa foto disana.R.I.P. Bae Ailin.Alih-alih menangis, Chan justru tidak bisa beraksi apapun saat melihat orang yang dicintai dan dicarinya selama ini telah berubah menjadi abu. Mungkin jika Chan mengetahui kematian Ailin sejak dulu, ia akan menjerit, memaki dirinya sendiri serta menyalahkan keadaan dan segala tingkah konyol lainnya. Sekarang, Chan sudah merelakannya pergi sejak Rose ada dihidupnya. Meski sesekali teringat Ailin dari wajah Han Na-Na yang sangat menyerupainya."Maafkan aku, Ailin. Aku belum bisa menjagamu. Kenapa kau tidak pernah mengatakan padaku jika kau sakit?"Chan sempat memutar memorinya saat di bangku kuliah. Saat itulah, ia mulai sering melihat Ailin muntah-muntah hampir di setiap jam. Tapi, Chan selalu mengikuti ucapan Ailin agar tidak usah menghiraukannya dan menganggap hal tersebut hanyalah akibat dari
Suasana kantor LEYO Studio begitu ramai. Banyak aparat kepolisian yang datang. Para karyawan juga sibuk berlalu lalang. Bagian dalam kantor tersebut juga terlihat sangat berantakan. Park Chan sudah menduga jika mimpinya menjadi kenyataan, meski sebagian. Semalam benar-benar terjadi perampokan. Anehnya, perampok tersebut tidak mengincar alat elektronik, melainkan berkas-berkas berharga dari perusahaan besar tersebut."Oh, Chan?!" Steave berbalik saat mendengar suara sepatu yang menghentak di belakangnya."Apa ada yang mencuri buku besar?" tanya Chan memastikan."Iya. Semalam Na-Na datang kemari dan melihat ada rombongan penyusup datang. Dia menelpon polisi, tapi pelaku masih belum tertangkap. Bahkan kamera pengawas juga tidak beroperasi," tutur Steave. "Kurasa mereka mengendalikannya.""Mimpiku benar-benar nyata," ceplos Chan asal."Apa??" Kening Steave mengerut."Aku memimpikan ini. Tapi pelakunya satu orang." Chan berkacak pinggang sembari menerka banyak hal dan detik selanjutnya men
Selepas pulang dari rumah sakit untuk mencari keberadaan sang istri, Chan sedang menikmati malam terburuknya tanpa Rose di sebuah kedai. Kembali pada soju. Minuman yang sebenarnya sudah tak lama ia nikmati selagi dalam pengawasan Rose demi menunjang kesehatan.Namun kali ini ia tak bisa melewatkannya. Puncak frustrasinya sudah diambang batas. Ia butuh sesuatu untuk setidaknya menenangkan pikirannya. Pun kedai yang disambangi hanya dipenuhi oleh pria-pria tua yang kemungkinan tidak mengenalnya."Rose... Noona." Chan terus memanggil-manggil nama sang istri di bawah angin malam sungai Han. "Ji-Hyun Noona... kenapa kau meninggalkanku tanpa sepatah kata? Aku tau aku jahat.""Tapi, setidaknya berikan aku kesemp..." Chan menggeleng bersama pikriannya yang sudah melayang. "Tidak! Kau bahkan sudah memberikanku banyak kesempatan yang bodohnya selalu kulewati.""Aku tidak tau!" Chan merengek. "Kenapa Han Na-Na membuatku melihat Ailin? Tapi aku tidak ingin melakukan apapun. Aku tidak ingin mencint
Chan memasuki ruangan dokter Ko Tae-Song tanpa permisi, membuat pria berambut silver itu terkejut akan kedatangannya."Apa kau tau dimana istriku?" Chan bertanya seraya mengatur tempo napasnya yang berantakan "Tidak... Maksudku, Dokter Rose. Kekasihku.""Ah... Dokter Rose sudah mengakhiri kontrak kerjanya dengan kami sejak sore tadi."Chan tercenung. Matanya membulat. Ia seolah berada di atmosfer yang berbeda. Semakin lemas mendengar kalimat Dokter Ko."Tidak mungkin!" Chan menggeleng.Dokter Ko lantas mengeluarkan surat pengunduran diri Rose dari Rumah Sakit Haesung-Seoul yang telah disetujui sore tadi. Dokter Rose sudah mengurus semua ini sejak seminggu yang lalu. Tapi kami baru menyutujuinya.Chan membaca seluruh surat yang Rose buat dengan seksama. Di detik selanjutnya, Chan berteriak frustasi. Sepertinya Rose benar-benar ingin bercerai dengannya dan kembali ke Daegu. Dada pria itu tampak naik turun penuh dengan emosi yang ingin meledak. Tidak pada tempatnya.^^^Na-Na mengambil be
Namun ada satu keganjalan di hatinya. Chan buru-buru meminta para staf dan karyawan dari seluruh divisi berkumpul di aula besar tanpa ada yang absen satu orangpun. Hal seperti ini menimbulkan banyak tanya bagi mereka. Jika Chan mengumpulkan seluruhnya, maka akan ada hal yang sangat penting. Brukk! Chan melempar beberapa majalah ke lantai. Menimbulkan suara yang menggema ke seluruh sudut ruangan. Semua penghuni aula terperanjat dengan situasi horor macam ini. Seketika kesunyian begitu terasa. Benar saja, jika Chan murka, maka ia akan lebih seram dari hantu valak. "Kalian sudah melihat berita tentangku?" tanya Chan dengan napasnya yang masih tersengal-sengal akibat menahan emosi. "Ini pencemaran nama baik! Ini tidak benar!" Ia memekik. Wajahnya sangat menyeramkan. "Aku bahkan tidak memiliki hubungan apapun dengan Han Na-Na! Aku tidak akan pernah marah dengan segala pemberitaan buruk tentangku. Tapi jika berita tersebut membawa dampak buruk untuk Rose, maka aku tidak akan diam saja!!!
"Apa kau mengingatku, Park Chan-ssi?" tanya Hyo-Joo memastikan. Ketiganya telah berada di ruangan chan. Duduk saling berhadapan satu sama lain.Chan seperti mengingat sesuatu. "Entahlah. Sepertinya aku pernah melihatmu dengan Rose Noona saat di Daegu.""Ingatanmu bagus juga." Hyo-Joo tersenyum tipis. "Aku teman dekat Rose.""Apa kita perlu berkenalan lagi, Tuan Chan?" Giliran Min-Jae angkat bicara."Uhmm... Kau Yook Min Jae?" Chan memastikan lagi."Aku adalah pria yang kau hajar waktu itu. Tapi aku berbaik hati untuk tidak melaporkanmu karena ternyata kau punya hubungan yang spesial dengan Ji-Hyun Noona," terang Min-Jae samar-samar. Sempat membuat kening Chan berkerut. Apalagi saat mendengar pemuda itu memanggil istrinya dengan nama aslinya. " Sayangnya kita belum berkenalan dengan benar. Kau hanya tau namaku saja, tapi kau belum tau siapa aku sebenarnya." Min-Jae semakin membuat Chan penasaran."Ya! Tujuan kalian datang kesini untuk apa? Sebenarnya aku juga tidak punya banyak waktu un
Suasana di Poli Onkologi salah satu rumah sakit elit di Seoul itu begitu ramainya. Pasien tengah mengantre untuk rawat jalan maupun konslutasi pada dokter di bidangnya. Salah satu dokter yang memiliki cukup pasien hari itu adalah dr. Seo Ji-Hyun.Dua orang telah keluar dari ruangannya bersamaan dengan seorang perawat yang kemudian memeriksa data pasien antrean selanjutnya."Ok, selanjutnya nomor pedaftar...."Belum sempat menamatkan kalimatnya, seorang berbalut jaket hoodie hitam itu hendak memasuki ruangan praktik Dokter Seo Ji-Hyun atau yang lebih dikenal sebagai Dokte Rose."Oh?! Tuan?!" perawat perempuan tersebut menahan pergerakannya. "Anda siapa? Saya bahkan belum menyebutkan nomor pendaftarannya!"Sosok dalam balutan topi yang sedang menyembunyikan wajahnya itu hanya melirik sinis dengan tatapan tajam, lalu menghempaskan tangan perempuan tersebut dan menerobos masuk. Namun, perawat itu terus berusaha menahan pergerakan sosok misterius itu yang pada akhirnya berhasil membuka pin
Chan tampak segar. Ia selalu berpenampilan santai jika pergi ke kantor. Berkaos putih tipis dibalut kemeja denim tebal diluarnya. Langkahnya terhenti saat mendapati keramaian di sudut dapur. Chan mengerutkan keningya, melihat rose tengah membantu nara menyiapkan sarapan pagi seraya bercengkrama. Menebarkan senyumnya dengan mudah, seolah tidak ada hal apapun yang terjadi padanya."Oh, Chan?!" sorak Rose riang sambil membawakannya makanan. Menarik satu kursi untuk pria yang sedang mengamati pergerakannya. "Makanlah, kau perlu banyak energi. Kau sibuk, kan?"Chan mematung sambil memikirkan beberapa asumsi. Ia semakin dibuat pening oleh sang istri. Semalam, ia melihat perempuan itu hancur sejadi-jadinya seperti tidak ada waktu lagi untuk hidup. Pagi ini, Rose justru terlihat berbinar."Kenapa?" Rose menemukan Chan yang masih saja berdiri. Keningnya pria itu berkerut. "Tugasku menjadi istrimu selesai hari ini, kan?" Pertanyaan itu terucap begitu saja melalui bibirnya.Detik itu juga, jantu