"Ponsel?" ucap Dasta tak percaya jika hari ini ia akan mendapatkan hadiah dari dua orang pria sekaligus.
Satu dari Gee dan yang satunya lagi dari suaminya sendiri, Shaka. Suami yang kini sangat di bencinya, dari rasa cinta yang perlahan menuai benih kebencian di diri seorang Dasta Rasnita."Bagaimana? Kau suka?" tanya Shaka penuh antusias. Pria itu sangat berharap jika Dasta menyukainya dan menerima hadiah pemberiannya.Dasta terdiam dan hanya memandangi ponsel pemberian Shaka di tangannya saat ini. Sungguh, ia tidak tahu harus memilih ponsel yang mana. Ponsel pemberian Gee atau ponsel pemberian Shaka."Untuk apa?" tanya Dasta. "Untuk apa kau memberiku sebuah ponsel?""Untuk memudahkanmu menghubungiku dan keluarga kita." jawab Shaka kikuk. Ia sedikit ragu saat mengatakan menghubungiku, apa mungkin Dasta mau menghubunginya saat mereka berjauhan?"Kenapa repot-repot melakukan itu," Dasta menaruh lagi ponsel itu ke dalam kotak. "Ini!" Dasta menyodorkWajah tampan itu tersenyum licik menatap layar ponselnya yang menampilkan isi pesan dari wanita yang menjadi objek untuk di dekatinya kali ini.Kedua manik mata cokelat itu menatap tajam sahabatnya yang tampak fokus pada layar ponselnya sembari menikmati candunya. Mulutnya mengeluarkan gumpalan asap rokok yang tengah dihisap untuk merasakan kenikmatannya, begitulah yang di rasakan mulutnya.Gee meletakkan ponselnya ke meja, lalu menatap tajam ke arah sahabat wanitanya itu."Bagaimana?" tanya wanita itu."Berhasil," jawab Gee tampak puas dan bangga."Bagus, sangat bagus.""Tapi, Mei, tidakkah menurutmu ini terlalu mencolok?" tanya Gee was-was."Mencolok bagaimana?" sahut wanita yang bernama Mei itu."Ya, menurutku saja. Secara aku mendekatinya terlalu singkat, apakah tidak menimbulkan kecurigaan untuknya?"Mei tertawa. "Kau takut akan hal itu, kau takut ketahuan ya."Gee mengangguk mengiyakan. "Tentu
Mental dan jiwa anda sedikit terganggu pak Shaka. Apakah anda pernah mengalami hal buruk atau semisalnya meminum obat-obatan seperti stress dan depresi? Kalimat-kalimat itu terus berputar di kepala Shaka, ia memegang kepalanya erat saat merasakan pusing.Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, dan Shaka masih betah berada di ruangan kantornya. Tadi siang Shaka datang menemui psikiater dan menanyakan perihal kondisinya. Apakah benar ia mengalami gangguan jiwa pada dirinya, atau ada penyakit aneh dan langka lainnya seperti DID mungkin? Walau besar kemungkinan tebakan yang kedua itu salah, karena selama 27 tahun Shaka hidup. Ia baru merasakan ke anehan pada dirinya semenjak orang tuanya memutuskan untuk menjodohkannya dengan Dasta.Saat itu Shaka masih menjalin hubungan dengan Meika Litsi, dan Shaka memutuskan hubungan dengan Mei ketika Dasta nekat melakukan percobaan bunuh diri waktu itu.Selama menjalin hubungan dengan Mei, Shaka selalu rut
Wajah Dasta memerah, memanas akibat syok dengan apa yang ia lakukan beberapa menit lalu pada Shaka. Jantung Dasta rasanya berdetak tak karuan, rasanya sangat..., Ah, jangan tanyakan lagi. karena mungkin Dasta tak akan sanggup untuk menjawabnya. Biarkan ini menjadi rahasia antara dirinya dan Tuhan, sungguh, ini sangat memalukan bagi Dasta. Untung saja Shaka tertidur, ya walaupun harus Dasta akui jika tadi ia sangat kesusahan dalam mengganti serta memakaikan pakaian yang baru dan bersih untuk suaminya.Tak lupa juga tadi Dasta mengelap tubuh Shaka dengan handuk basah yang telah ia celupkan ke dalam air lalu di perasnya. Kini suaminya itu terlihat tampak segar meskipun suhu tubuhnya masih demam.Dasta menatap lekat Shaka, ia tengah memikirkan bagaimana reaksi Shaka nanti ya, jika pria itu tahu Dasta sudah lancang mengganti pakaiannya. Apakah Shaka akan marah? Atau Shaka malah akan berterima kasih padanya? Hhh, apapun itu, yang
"Ibu!" panggil Dasta kaget saat melihat ibunya berada didalam kamarnya.Barusan saja Dasta sampai ke rumah dan langsung menuju kamarnya demi melihat kondisi Shaka. Namun, ia di kejutkan dengan sosok ibunya yang ada di kamar sembari duduk memperhatikan Shaka yang tertidur."Baru pulang, nak?" Dasta mengangguk."Kenapa pintu rumah tidak di kunci, bu?" "Oh ya? Ya ampun! Sepertinya ibu lupa mengunci pintu rumah Dasta." "Aissh, ibu, gimana kalau tadi ada orang jahat yang masuk? Untung saja Dasta cepat pulang." sahut Dasta cemberut seraya melangkah mendekat ke ranjang.Dasta menaruh kantong plastik kresek berisi buah-buahan yang tadi dia beli ke atas nakas disamping ranjang beserta tasnya. Dasta duduk di tepi ranjang, menatap ke arah Shaka seraya tangannya terulur menyentuh dahi Shaka yang di kompres."Masih demam, tapi, tidak sepanas seperti tadi pagi." gumam Dasta sedikit lega."Dasta, tadi suamimu terus meracau menyebut namamu, ia terus meman
Kau membuatku menggila! Aku tak kuasa mengalihkan dan mengendalikan diriku sendiri dari pertahanan gengsi dan egoku selama ini.******Shaka mencium lembut bibir Dasta, melumatnya dengan hasrat yang menggebu. Dirinya tak kuasa untuk menahan diri lebih lama lagi, bibir merah Dasta begitu menggoda jiwa dan imannya untuk singgah dan berlabu disana.Katakanlah jika sekarang Shaka lebay, terlalu banyak bicara dan bertindak romantis seperti yang orang lain lakukan umumnya pada pasangannya.Tunggu dulu! Romantis? Apakah mencium atau mencumbu wanita yang dulu sangat di bencinya bisa disebut bertindak manis nan romantis? Yang ada Shaka malah terlihat seperti pria yang memanfaatkan kesempatan, saat sakit pun ia malah berhasrat pada Dasta. Tapi, dia tak salah bukan. Dasta adalah istrinya, ia tentu berhak melakukan hal yang lebih intim dari ini pada Dasta.Dasta yang tadi awalnya hanya diam dengan mata mengerjap berulang kali kini mulai terb
"Apa kamu ingin aku menjadi gila, Dasta?" tanya Shaka lirih dengan mimik wajah yang sudah pucat pasih mengamati obat itu.Kening Dasta mengkerut bingung dengan ucapan Shaka, tak mengerti apa maksud dari kalimat Shaka barusan."Kenapa kalian berdua melakukan ini padaku?" ucap Shaka bertanya marah menatap ke wajah Dasta yang semakin bingung. "Apa memang ini yang kalian inginkan, berencana untuk membuatku menjadi orang gila. Huh, Ayo, katakan!" tekan Shaka mencengkeram bahu Dasta kuat.Mulut Dasta bungkam melihat ekspresi wajah Shaka yang tiba-tiba menjadi marah. Mata Dasta menyorot sedih bercampur bingung penuh pertanyaan.Mata itu? Kenapa sorot mata itu muncul kembali? batin Dasta ngerih melihat sorot tajam mata Shaka."Ayo, cepat katakan! Kalian berdua bersekongkol kan, darimana kalian bisa saling mengenal, hah?" Shaka mengguncang-guncangkan bahu Dasta yang masih di cengkeramnya."Kalian? Berdua? Sekongkol? Saling mengenal? Maksudnya
Kita harus melawan mereka sayang, membuktikan bahwa mereka berdua adalah iblis penganggu kisah kita.******Dasta merasakan hawa tak nyaman yang menggangu tidur nyenyaknya, Dasta menggeliatkan badannya seraya membuka kedua matanya perlahan. Tersentak kaget Dasta saat kedua matanya melihat sosok Shaka yang tengah duduk di tepi ranjang sembari menatapnya lekat. Shaka menumpukkan dagunya dengan kedua tangannya, tampak terlihat jelas otot-otot tangan yang menonjol di tangan pria itu."Manis," ucap Dasta tanpa sadar, secara tak sadar Dasta sedang menganggumi wajah tampan suaminya yang tampak sangat manis jika Shaka seperti ini."Apanya yang manis, Dasta?" tanya Shaka tersenyum geli."Hah? Eh!" Dasta berjengit kaget saat ia ketahuan tengah menggagumi suaminya.Dasta bangun dari rebahannya, dan saat itu ia tersadar jika dirinya tidur di ranjang.Tunggu! Seingat Dasta, ia tadi malam bukannya tidur dengan posisi duduk? Lalu kenapa
Shaka sudah rapih dengan pakaian kantornya, sudah tiga hari ia tak bekerja di karenakan demam yang melanda. Shaka menyesali tak mematuhi perkataan istrinya itu, benar kata Dasta jika ia mandi kemungkinan besar demamnya bisa kambuh. Shaka merasakan hawa panas dan meriang pada tubuhnya saat ini, tapi sebisa mungkin ia tahan.Shaka tak ingin hari ini rencananya gagal, hari ini ia harus bisa membuktikan mengenai obat yang dibawa Dasta ke rumah. Obat yang dicurigai Shaka mirip persis dengan vitamin yang dulu sering Mei berikan untuknya, dari segi bentuk ukuran dan warna obat itu sendiri."Aku harus mengeceknya sendiri dan membuktikan pada Dasta, dan setelah terbukti maka aku akan melakukan rencana selanjutnya. Ya, itu harus!" tekad Shaka kuat dan semangat.Shaka tak ingin di kejadian buruk yang kedua kalinya menimpa Dasta, apalagi Dasta mengatakan mendapat obat itu dari temannya. Teman yang mana?Pria atau wanita? Rasanya Shaka sangat gemas dan cemas,
Sebulan sudah berlalu semenjak insiden itu terjadi, namun kondisi Dasta masih seperti biasa. Wanita itu kehilangan keceriaan dirinya yang selama ini selalu terlihat, semakin hari Dasta terlihat semakin murung dan kerap kali mengelus perutnya. Masih jelas terlihat jika Dasta masih tak terima akan fakta yang menyatakan jika ia kehilangan calon anaknya.Calon anaknya yang bahkan belum ia tahu berapa minggu ada di dalam rahimnya. Calon anak yang bahkan belum sempat ia berikan kejutan untuk Shaka akan kehamilannya. Jelas hal ini tentu membuat Shaka terpuruk dan sakit hati, Shaka yang belum tahu mengenai kehamilan Dasta malah langsung mendapat kabar keguguran istrinya. Di tambah lagi Dasta yang mengalami pendarahan hebat saat itu, keadaan kacau dan Shaka seperti mahluk tak bernyawa pada saat itu juga.Kehilangan sang calon anak yang membuatnya terpukul dan ia juga tak ingin kehilangan istrinya. Tuhan mengabulkan doanya, syukurlah lima hari setelahny
"Ya Tuhan! Selamatkan aku!" doa batin Dasta yang menjerit.Sepertinya baru beberapa menit saja Dasta bisa bernafas lega, tapi harus kembali merasakan sesak nafas yang ngos-ngosan saat melihat Mei yang kembali datang dengan anak buahnya yang mengawal dirinya kanan-kiri.Dasta melirik ke arah tangan kiri Mei yang tadi terluka kini sudah di balut perban. Merasa plong ketika wanita itu sudah mengobati tangannya sendiri."Syukurlah kau sudah mengobati tanganmu Mei," ucap Dasta tersenyum."Jangan pernah menebarkan senyum palsu penuh kelicikanmu itu." hardik Mei sarkastik."Maaf? Maksudnya?""Aku tahu jika senyumanmu itu hanyalah sebuah kepalsuan, kau memiliki daya tarik untuk memikat agar orang lain luluh dengan senyummu. Kau memakai susuk kecantikan, bukan?"Dasta ternganga mendengar ucapan Mei, apa maksud wanita itu mengatakan Dasta memakai susuk kecantikan?
"Hentikan!!!" teriak Dasta sekuat mungkin agar menghentikan gerakan tangan Mei yang mengeluarkan sebuah pisau untuk membunuhnya."Kenapa? Kau takut juga dengan yang namanya mati ternyata.""Ini tidak bener Mei, ini salah. Ku mohon sadarlah Mei, jangan bertindak nekat melakukan ini." bujuk Dasta lembut agar Mei luluh dan berubah pikiran.Sumpah demi apapun saat ini Dasta sangat ketakutan dengan tubuh yang gemetaran luar biasa. Ia takut Mei benar-benar serius dengan keinginannya untuk melenyapkan Dasta, sebisa mungkin Dasta harus bisa membujuk wanita yang nyaris gila ini agar mau melepaskannya."Sadar, huh? Aku bahkan sangat sadar dengan apa yang ku lakukan ini, Dasta. Bahkan aku juga sangat senang dengan hal yang ingin ku lakukan ini. Ah, aku sudah lama tidak melakukan ini, biasanya aku akan langsung melenyapkan seseorang yang berani mengusik hidupku. Dan karena kau yang termasuk salah satu orang yang men
Setelah mengubungi mertuanya mengabarkan mengenai keberadaan Dasta yang tak ada di rumah, Shaka pun mengubungi nomor ponsel Gita sahabat dekat istrinya. Gita juga mengatakan bahwa Dasta tak ada bersamanya, kepanikan Shaka semakin meningkat, ia pun menghubungi Rasty adiknya menanyakan apakah Dasta ada di rumah. Dan lagi-lagi jawaban yang harus Shaka terima adalah Dasta tidak ada datang ke rumah, saat Rasty bertanya ada apa Shaka pun menjawab tidak apa-apa. Tak mungkin ia mengatakan firasat buruknya mengenai Dasta pada adiknya yang tengah hamil tua yang sebentar lagi mendekati hari kelahiran.Dengan langkah yang lemah dan goyah, Shaka tetap memaksakan kakinya untuk bangkit berdiri. Rasa panik yang melanda dirinya secara pesat pun tak mempedulikan langkahnya yang tampak seperti orang kesurupan. Shaka pun tak menghiraukan jarinya yang tergores pecahan kaca tadi, Shaka mendengar suara ribut-ribut saat ia sudah di luar kantor.Terlihat dua orang satpam te
Byuurrr.Dasta tersentak bangun dari pingsannya ketika merasakan semburan air dingin ke wajah dan tubuhnya. Perlahan kelopak matanya terbuka, menatap siapa seseorang yang menyiramnya dengan air barusan.Seorang pria berbadan tinggi tegap, kulit hitam dan kepala plontos yang barusan menyiramnya dengan seember air yang terasa sangat dingin.Dasta tertegun dengan kepala yang berdenyut pusing memperhatikan keseluruhan sudut ruangan ini.Belum lagi kekagetannya pulih akibat bingung dimana dan tempat apa itu, yang lebih mengagetkan Dasta adalah kondisi tubuhnya yang terikat, kaki dan tangannya di ikat kuat ke kursi belakang.Dasta juga baru sadar jika tak hanya satu orang pria saja, tapi ada dua orang pria lagi yang pas berdiri di depan pintu yang menatapnya tajam.Ya Tuhan! Dimana sebenarnya aku ini? Tempat apa ini? teriak batin Dasta terisak.Dasta menundukkan kep
Dua bulan kemudian...."Huueeekk," suara muntahan yang kembali Dasta rasakan.Terhitung ini sudah yang ketiga kalinya Dasta muntah-muntah di pagi hari. Hal ini pun tak sekali dua kali Dasta rasakan. Sudah hampir seminggu belakangan ini Dasta mengalami muntah, tapi tak sekalipun ia mengatakannya pada Shaka maupun kedua orang tuanya.Ya, dua bulan telah berlalu semenjak kejadian di cafe yang membongkar kedok kebusukan Gee dan Mei. Sejak hari itu baik Shaka maupun Dasta sama sekali tak mendengar kabar dari Gee dan Mei. Entahlah, dua hama itu seakan menghilang di telan bumi tak mengusik kehidupan rumah tangga mereka.Pernah suatu hari Dasta melihat Gee yang tengah berdiri di depan rumahnya yang masih tinggal di rumah kedua orang tuanya. Dasta panik dan langsung ingin menerjang Gee, tapi sebelum itu Gee masuk ke dalam mobilnya dan menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Dasta.Dasta yang tak ingin meraha
Dasta tersenyum menggoda Shaka yang tengah memperhatikannya bagai predator, hujan turun dengan derasnya malam ini membuat hawa dingin begitu terasa hingga menusuk kulit. Entah Dasta memang sedang menguji iman Shaka atau tidak, intinya malam ini Dasta sengaja mengenakan pakaian tidur super tipis hadiah pernikahan mereka dari Rasty.Shaka yang baru masuk ke kamar sehabis makan malam berlangsung tadi tentu saja kaget sekaligus syok dengan apa yang di lihatnya. Istrinya menyuguhkan pemandangan yang indah untuknya, terlebih lagi tingkah dan pose Dasta yang tampak berani duduk di tepi ranjang.Shaka tersenyum melihat usaha istrinya yang sedang mencoba menggodanya, padahal tidak di goda pun Shaka memang selalu bergairah dan tergiur dengan Dasta."Jadi, ini alasanmu kenapa izin terlebih dahulu masuk ke kamar saat makan malam tadi?" tanya Shaka terkekeh seraya menggelengkan kepalanya tak percaya."Surprise!" teriak Dasta gem
Dasta terisak di dalam mobil selama perjalanan arah pulang, rasanya sangat sakit apabila kau menemukan kebenaran secara langsung dari mulut seseorang yang kau anggap teman dan sangat kau percayai.Berulang kali Shaka sudah membujuk sang istri untuk tenang dan menenangkan dirinya agar berhenti menangis. Tapi, Dasta yang merasa sangat terpukul pun tak merespons ucapan suaminya."Aku menyesal karena sedari awal sempat meragukan ucapanmu yang menuduh Gee orang jahat bang. Aku pikir ucapanmu pastilah salah, melihat bagaimana baiknya Gee padaku." ucap Dasta di sela isak tangisnya.Shaka diam mendengarkan segala unek-unek dihati Dasta sambil masih tetap fokus menyetir memperhatikan jalanan."Tapi setelah melihat dan mendengar langsung semua yang keluar dari mulut Gee, aku jadi membencinya. Dia pria jahat yang bertopeng malaikat kebaikan."Cukup!Shaka sudah tak tahan lagi mende
"Jadi, ada apa sebenarnya kamu ingin mengajakku bertemu hari ini?" tanya Gee tanpa basa-basi lagi karena ia sungguh muak berada di situasi seperti ini.Dasta dan Shaka saling menatap sebelum mereka berdua menjawab pertanyaan Gee, tatapan yang penuh makna diantara mereka."Gee, sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu padamu." ucap Dasta memberanikan diri mengutarakan maksud dan tujuannya."Apa itu?" tanya Gee tak sabar dan terlihat gelisah.Tangan Dasta bergerak membuka clutch bag-nya, mengeluarkan sesuatu yang secara otomatis membuat kedua mata Gee terbelalak kaget."Ini aku kembalikan Gee," kata Dasta menyodorkan ponsel pemberian Gee untuknya beberapa waktu lalu."Kenapa?" tanya Gee yang dari nada suaranya terdengar jelas jika Gee sedih karena Dasta yang mengembalikan hadiah berupa ponsel pemberiannya."Karena aku sudah mempunyai ponsel pemberian bang Shaka," jelas