Suasana terasa sangat hening ketika Nesia membuka matanya. Orientasinya masih belum pulih sepenuhnya karena rasa pening yang masih dirasakan di kepalanya. Gadis itu mengedarkan matanya dan mendapati suasana kamar yang serba hijau muda. Nesia mengumpulkan kesadaran dan ingatannya dengan susah payah dan menyadari bahwa ini bukan kamar kontrakannya yang minimalis dengan car putihnya yang mulai kelabu itu.
Nesia kembali melihat-lihat. Sebuah tiang infus berikut botolnya kini menjadi fokusnya. Matanya terus menelusuri arah selang infusnya yang ternyata berujung di tangannya. Nesia terkejut.
‘Selang infus? Apa yang terjadi?’ pikir Nesia masih bingung.
Kemudian deheman terdengar di ruangan itu, membuat Nesia spontan mengalihkan tatapan matanya pada sumber suara. Dan di ujung ruangan ini, di sofa yang ada di sudut ruangan, Nesia melihat ada dua orang laki-laki dengan ketampanan yang sempurna saling duduk dalam jarak terukur, dan sama-sama terdiam.
Nesia terkejut karena kedua laki-laki rupawan itu sama-sama memusatkan perhatian padanya yang bahkan terbaring dengan cukup mengenaskan seperti ini. Dalam diam, Nesia menggali ingatannya yang tadi hilang entah kemana.
Matanya terbelalak kaget ketika ingat bahwa dia tadi pingsan di aula utama Martha Hall setelah prosesi pernikahannya selesai, dan lelaki itu mencium bibirnya.
“Astaga!” Nesia berseru namun kemudian meringis setelah merasakan kepalanya pusing.
Dua orang laki-laki rupawan itu bergerak serentak untuk mendekati.
“Apa yang Anda rasakan, Nona? Apakah ada sesuatu yang Anda keluhkan?” tanya salah seorang dari mereka, namun jelas bukan Remy. Sementara Remy meskipun bergerak mendekat namun memilih untuk diam, tidak bertanya apapun.
Nesia menggeleng.
“Tidak. Ah, ya. Hanya sedikit pusing. Apakah ini di rumah sakit?” tanya Nesia kembali memastikan bahwa dia memang sedang berada di rumah sakit.
“Ya. Anda sedang di rumah sakit karena Anda jatuh pingsan setelah …” lelaki rupawan itu tak melanjutkan kalimatnya, dan malah menoleh ke arah Remy yang berwajah datar.
Remy mengangkat alis matanya.
“Mengapa tidak kamu teruskan saja? Kurasa tidak terlalu tabu jika kita membicarakan sebuah ciuman, bukan?” tanya Remy menatap Lukas, lelaki rupawan yang berada di ruangan ini selain Remy.
Lukas mengangguk.
“Ya, Anda pingsan setelah prosesi pernikahan selesai dan … dan tuan Remy mencium Anda, Nona,” tutur Lukas dengan muka memerah.
Nesia membelalakkan matanya lebar-lebar.
“Mengapa harus terkejut? Bukannya kamu sudah dewasa? Dicium oleh laki-laki bukan hal yang aneh, kan? Mungkin harus aku tegaskan bahwa kamu pingsan bukan karena ciuman yang kulakukan karena bibirku tidak mengandung racun. Dokter menyimpulkan kamu pingsan karena perut kamu dalam keadaan kosong,” ujar Remy dengan acuh tak acuh.
Seketika Nesia merasa malu karena ketahuan bagaimana miskinnya dia sehingga untuk makan cukup saja dia harus menghemat. Tapi bukankah kali ini dia kelaparan bukan karena tak punya makanan, melainkan karena tidak diberi kesempatan untuk makan?
“Apakah Anda tahu bahwa saya kelaparan karena dua orang suruhan Anda merampas waktu makan siang saya, sehingga saya tidak sempat makan siang.” Nesia menjawab dengan ketus.
“Jangan menyalahkan saya karena situasi laparmu. Kalau kamu makan cukup, tidak mungkin kamu pingsan di tengah aula, kan? Memalukan!” omel Remy dengan wajah kesal.
“Memangnya semua hal konyol ini salah siapa kalau bukan salah Anda, Tuan Remy?” tanya Nesia dengan santai.
Tentu saja dia menyebut nama Remy dengan ringan karena dia sudah membaca bahwa mempelai hari ini bernama Remy dan mempelai perempuannya bernama Dona, Namun entah kesialan macam mana yang membuatnya berada di posisi Dona seperti saat ini.
“Anggap saja kamu sedang sial karena terseret ke dalam masalahku,” ujar Remy dengan sinis, sementara Lukas sama sekali tidak berani menengahi karena dia tahu siapa dan bagaimana sifat Remy.
Nesia menghela napas panjang.
‘Ya, tentu saja ini kesialan yang tak pernah saya lupakan, Tuan Remy!’ batin Nesia dengan tatapan mata penuh aura permusuhan.
“Baiklah-baiklah, saya memang sedang sial karena harus berurusan dengan laki-laki seperti Anda. Dan karena saya sudah merasa lebih baik, bisakah Anda mengantar saya kembali ke Martha Hall?” tanya Nesia menatap ke arah remy dan Lukas, bergantian.
“Kembali ke sana? Untuk apa?” tanya Lukas mengerutkan keningnya.
“Mengapa Anda bertanya untuk apa? Saya harus melanjutkan hidup saya. Untuk itu saya harus menyelesaikan pekerjaan saya dan melapor pada bu Nita serta mengatakan yang sebenarnya bahwa ketidakhadiran saya bukan karena keinginan saya mangkir, melainkan karena saya sedang sial. Saya berjanji bahwa ini adalah pertemuan terakhir saya dengan Anda karena setelah prosesi tadi berakhir, maka drama yang harus saya perankan juga telah berakhir,” kata Nesia panjang lebar sembari berusaha bangkit.
“Eh, tunggu dulu, Nona. Dokter belum mengizinkan Anda untuk pulang. Jadi sebaiknya kita menunggu hasil pemeriksaan dokter,” ujar Lukas.
“Tapi, Tuan, saya harus ke gedung Martha. Saya harus melapor apa yang sudah terjadi, agar saya tidak dipecat karena mangkir dari pekerjaan,” jawab Nesia dengan wajah panik karena dia jelas sangat membutuhkan pekerjaan itu untuk melanjutkan hidupnya yang bagai angka satu itu.
“Sayangnya kamu memang sudah tak bisa lagi bekerja di sana,” Remy tiba-tiba memotong kalimat Nesia, membuat gadis itu terbelalak kaget.
“Tidak bisa? Memangnya mengapa? Apa maksud ucapan Anda” tanya Nesia dengan jantung berdegup kencang karena membayangkan apa yang akan dilakukannya untuk menyambung hidupnya kalau sampai dia benar-benar dipecat.
“Karena anak buahku sudah mengajukan surat pengunduran diri untukmu dari pekerjaan rendahan yang selama ini kamu tekuni itu,” jawab Remy dengan tegas.
“Apa?!” tanya Nesia dengan mata melebar karena terkejut sekaligus marah.
“Kamu sudah tidak bisa lagi bekerja di sana karena kamu sudah dicoret dari daftar karyawan. Jelas?” tanya Remy dengan gamblang, membuat Nesia benar-benar meradang kali ini. Rasanya kesabarannya sudah cukup sampai batasnya.
“Dan Anda pelakunya?” tanya Nesia sengit.
“Tentu saja. Kamu pikir aku tidak malu memiliki istri seorang karyawan gedung serbaguna? Apa kata orang jika mereka tahu yang sebenarnya?” tanya Remy menghardik sengit.
“Eh, Tuan Remy yang terhormat. Semoga Anda tidak lupa bahwa pernikahan tadi hanya sebuah sandiwara. Saya juga tidak ingin menjadi istri cadangan seperti tadi. Hanya saja orang-orang Anda sudah kehilangan hati, sehingga memaksa saya dengan ancaman akan membunuh.” Nesia berkata tegas.
Lukas terkesiap mendengar cacian Nesia bahwa orang-orang Remy tidak memiliki hati. Bukankah itu artinya Lukas?
“Apa kamu pikir kamu akan menerima hal tadi dengan baik kalau anak buahku tidak mengancam dengan senjata api?” tanya Remy semakin sengit.
“Setelah anak buah Anda mengancam saya, kemudian saya menggantikan calon istri Anda untuk menikah, dan kini harus merasakan kesialan berikutnya karena saya harus kehilangan pekerjaan saya. Saya tidak tahu kesalahan fatal apa yang sudah saya lakukan di masa lalu sehingga harus begini sial karena bertemu dengan Anda, Tuan Remy,” ujar Nesia sadis.
Bukannya marah, Remy hanya tersenyum sinis.
“Ehem, maaf, Tuan. Saya rasa Anda harus memberi ruang pada nona ini untuk sedikit lebih tenang karena dia sedang dalam pemulihan,” kata Lukas mencoba menengahi.
“Kamu benar, Lukas. Aku akan mencari udara segar di luar, karena suasana di ruangan ini membuatku merasa gerah. Mungkin kamu yang harus mengambil alih tugasku memberikan penjelasan pada gadis tengil ini,” ujar Remy pada Lukas, yang dijawab anggukan oleh laki-laki itu dengan kepatuhan yang nyata.
“Eh, Tuan Remy! Tidakkah Anda memberi penjelasan atas nasib konyol yang Anda suguhkan pada saya hari ini?” tukas Nesia dengan galak.
Tapi Remy tak menghiraukan apapun ucapan Nesia. Laki-laki itu pergi dengan gagah dan elegan, membuat nesia benar-benar ingin melemparnya ke neraka.
“Tenang, Nona. Saya yang akan memberikan penjelasan kepada Anda mengenai kejadian hari ini. Namun, terlebih dahulu perkenalkan, nama saya Lukas. Saya asisten pribadi tuan Remy.” Lukas memperkenalkan diri.
Nesia yang awalnya kesal, melihat Lukas begitu sopan, akhirnya mengangguk.
“Saya Nesia, Tuan Lukas,” kata Nesia singkat dan ketus, ikut memperkenalkan diri.
Lukas mengangguk dengan senyum tipis, memaklumi apa yang Nesia lakukan.
“Ya, saya tahu nama Anda adalah Nesia. Jadi, di sini saya ingin sedikit menjelaskan bahwa memang benar bahwa tuan Remy sudah memutuskan hubungan kerja Anda dengan Martha Hall. Karena setelah dokter mengizinkan Anda untuk keluar dari sini, kami akan membawa Anda ke rumah tuan Remy karena mulai hari ini Anda adalah istri sah beliau,” ujar Lukas dengan santun, namun cukup membuat Nesia terkejut bukan main.
“Pulang ke rumah dia? Istri sah laki-laki bermulut pedas itu? Apa maksudnya, Tuan Lukas?” tanya Nesia dengan amarah yang siap meledak.
***
Lukas tersenyum mendengar pertanyaan Nesia yang dibarengi dengan raut wajah penuh rasa ingin tahu yang tajam. Lukas diam sejenak, memilih kata yang paling tepat untuk menjelaskan apa yang telah mereka lakukan untuk Nesia, tanpa sepengetahuan perempuan ini.“Sebelumnya, atas nama Tuan Remy saya meminta maaf jika telah melakukan hal yang mungkin tidak Nona sukai.” Lukas memulai kalimatnya dengan hati-hati agar tidak ada kesalahpahaman.“Tuan Lukas, bisakah Anda sedikit singkat menjelaskannya?” tukas Nesia kesal.“Oke. Jadi memang tuan Remy sudah memerintahkan kepada kami, para staf beliau, untuk mengurus surat pengunduran diri Anda dari Martha Hall.” Lukas menjelaskan.“Apa?! Kalian benar-benar melakukan hal gila ini? Eh, Tuan Lukas. Apa yang sudah kalian lakukan hari ini dengan pernikahan pura-pura itu sudah merampas hak makan siang saya. Lalu kalian kembali merenggut saya dari pekerjaan saya? Anda tahu tidak, hidup saya bergantung sepenuhnya pada pekerjaan ini?” tanya Nesia dengan tan
Sejenak Remy tersenyum mendengar pertanyaan dokter Ilham.“Mau tak mau, saya harus membawanya pulang ke rumah saya, Om. Untuk menjaga reputasi saya di mata relasi saya dan juga untuk membungkam mulut perempuan itu. Siapa tahu di balik penampilannya yang polos dan sok galak itu dia akan mengumbar berita bahwa dia hanya pengantin pengganti kemudian memerasku,” ujar Remy.Dokter Ilham tersenyum.“Kalau dilihat dari anaknya sepertinya dia tidak seperti itu,” ujar dokter Ilham.“Kita tidak bisa menyimpulkan dengan sembarangan, Om. Karena Dona yang kukenal selama ini juga ternyata tidak bisa ditebak isi hatinya, kan? Apalagi ini yang baru kutemui hari ini. Sepertinya aku tetap harus waspada dengan makhluk berjenis perempuan,” ujar Remy sedikit defensif.Dokter Ilham hanya tersenyum kemudian menepuk bahu Remy yang jauh lebih tinggi.“Baiklah. Aku percaya dengan langkah yang akan kamu ambil selanjutnya, Kamu itu persis seperti mendiang papamu, selalu mengambil langkah yang sistematis,” ujar d
Memasuki rumah ini dalam bimbingan Lukas membuat Nesia tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya pada kemewahan minimalis yang terpampang jelas di rumah ini. Matanya mendongak dan mengedar ke seluruh ruangan dengan rasa takjub yang luar biasa.“Mari ikut dengan saya, Nona,” ajak Lukas ketika dilihatnya Nesia masih saja terpukau melihat rumah mewah dan elegan milik Remy ini. Sementara si empunya rumah sepertinya sudah menghilang entah kemana. Mungkin sudah di kamarnya.“Eh, iya. Maaf,” jawab Nesia yang kemudian mengikuti langkah Lukas.Laki-laki itu membawanya ke sebuah kamar yang ada di lantai atas. Selama menaiki tangganya, mata Nesia mengamati beberapa potret yang terpampang di dinding sisi tangga. Sebagian Nesia mengenalinya sebagai Remy ketika masih muda sepertinya. Meskipun sekarang belum terlihat tua, namun suami bohongannya itu jelas terlihat sedikit dewasa.Di depan sebuah kamar, Lukas berhenti dan berbalik menatap Nesia.“Maaf, ini kamar Anda, Nona. Anda bisa mandi dan berganti p
Mendengar pertanyaan sarat rasa ingin tahu seperti itu membuat Remy spontan tersenyum meski jelas terlihat sinis. ‘Benar-benar perempuan yang kebanyakan mulut!’ batin Remy kesal.“Saya rasa kamu tidak sebodoh itu untuk memahami apa yang tertulis di dalamnya,” jawab Remy dengan penuh penghinaan. “Kamu bisa membaca, kan?”Nesia geram mendengar kalimat yang tidak ramah itu.“Ya, Tuan Remy. Mungkin saya yang bodoh sehingga tidak bisa memahami apa maksud dari tata bahasa orang-orang terhormat seperti Anda!” jawab Nesia dengan berani.“Dalam surat perjanjian itu, saya menawarkan sebuah hubungan pernikahan yang akan berakhir dalam jangka waktu tertentu. Tentu tidak cuma-cuma karena saya dan tim advokasi saya sudah mempertimbangkan segala sesuatunya. Saya akan memberikan kompensasi yang cukup selama kamu berperan sebagai istri saya,” jawab Remy kemudian.“Lalu Anda berpikir saya akan menerimanya dengan senang hati?” tanya Nesia begitu mengejutkan. Nada mengejeknya membuat Lukas heran, terlebi
Mendengar kesimpulan Nesia yang diucapkan dengan penuh emosi itu, Lukas tersenyum. Dalam hati dia benar-benar menilai bahwa Nesia bukan perempuan biasa karena begitu berani menilai Remy sebagai laki-laki yang arogan, bahkan di depan Remy langsung. Namun, sejujurnya Lukas juga mengakui bahwa memang seperti itulah Remy adanya. “Mengapa Anda tersenyum, Tuan Lukas? Anda mentertawakan saya? Bukankah yang saya katakan ini benar?” tanya Nesia masih dengan hati yang kesal. Mendapat semprotan seperti itu, Lukas segera memperbaiki ekspresi senyumnya yang sebenarnya tidak bertujuan mentertawakan atau mengejek gadis di depannya yang sedang emosi itu. Namun, Lukas tersenyum karena merasa bahwa Nesia benar-benar unik dengan keberaniannya. “Maaf, Nona. Saya tidak bermaksud mentertawakan Anda. Hanya saja, mungkin Anda belum mengenal dengan baik siapa dan bagaimana tuan Remy. Kalau Anda mengenalnya lebih jauh, mudah-mudahan penilaian Anda kepada beliau akan berubah,” kata Lukas memberikan sedikit g
Jika tadi Nesia yang bingung dengan maksud dari kata-kata selayaknya suami istri yang tercantum dalam perjanjian pernikahan itu, kini giliran Lukas dan Remy yang bingung dan bahkan saling berpandangan dengan muka sama-sama memerah karena malu sendiri dengan kalimat itu. ‘Bagaimana bisa ada gadis sepolos dan terus terang seperti ini? Tidakkah ini pertanyaan tabu bagi seorang gadis?’“Mengapa Anda berdua bingung? Adakah maksud lain yang Anda sembunyikan?” tanya Nesia menuntut karena dia mencurigai sesuatu.“Tenang, Nona Nesia. Ini tidak seperti yang Anda pikirkan,” Lukas buru-buru menetralkan ketegangan yang mendadak muncul.“Kalau ini tidak seperti yang saya pikirkan, tolong beri saya penjelasan, Tuan Lukas,” ujar Nesia tegas.“Sepertinya kamu berpikir terlalu jauh sehingga merasa ketakutan seperti itu, Nona Nesia. Kalau yang kamu pikirkan adalah tentang hubungan suami istri dalam artian seks, mungkin kamu bisa tenang karena ini bukan mengacu pada sebuah hubungan seks. Karena saya tida
Mendengar Lukas bertanya dengan wajah sok bodoh itu membuat Remy berdecak.“Perempuan itu,” jawab Remy dengan wajah kesal. Dia minum kembali minuman beralkohol berharga mahal itu untuk sedikit meredam kegundahan hatinya karena kerumitan yang terjadi hari ini.“Nona Nesia? Atau mungkin saya harus menyebutnya dengan Nyonya Nesia karena dia adalah istri sah Anda?” tanya Lukas dengan senyum kecil. Dalam keadaan berdua seperti ini barulah Lukas bisa bersikap sedikit santai, meski tidak bisa dekat selayaknya hubungan saudara sedarah, bukan sekandung.Remy kembali berdecak kesal karena Lukas sepertinya mengejeknya. Kalau saja Lukas bukan satu-satunya saudara yang dimilikinya —meski hanya saudara tiri yang tak diinginkannya— ingin rasanya Remy meninju laki-laki muda di depannya itu.“Jangan memanggilnya dengan sebutan Nyonya Nesia, apalagi sampai memanggilnya dengan sebutan Nyonya Remy. Aku tak suka. Karena perempuan tengil itu akan besar kepala dan ngelunjak tak karuan. Tahu, kan, bagaimana
Hari masih terang tanah ketika Nesia terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak sama sekali itu. Entahlah, tidur di tempat yang sangat baik ini tidak membuatnya nyenyak. Padahal malam sudah bergulir menuju dini hari ketika Nesia baru merasa mengantuk. Namun nyatanya hari masih begitu dini, dia sudah terbangun.Usai berurusan dengan panggilan alamnya, gadis itu keluar dari kamarnya. Dilihatnya ruangan lebar yang ada di depan kamarnya itu juga masih sepi. Padahal semalam dia mendengar pintu yang ditutup.Mungkinkah Tuan Remy yang semalam membuka dan menutup pintu ini?Tak mau berpikir yang lain-lain, karena apapun aktivitas Remy, toh itu bukan urusannya. Juga tak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Gadis itu kemudian menuju ke dapur yang semalam dilihatnya ada di sisi ruang makan. Di dapur itu ternyata ada dua perempuan yang sedang berbenah dan menyiapkan aktivitas pagi ini.“Selamat pagi, Bu,” sapa Nesia pada kedua perempuan itu dengan senyum.Spontan, kedua perempuan itu menoleh ke a
Wajah Remy dan Nesia seketika bersemu merah ketika mereka melihat siapa yang sudah membuka pintu dan menampakkan wajahnya. Tak lain dan tak bukan adalah dokter Ilham bersama seorang suster yang menjadi asisten dokter Ilham pagi ini. Apalagi ketika mereka melihat bahwa dokter dan suster itu tersenyum karena memergoki ulah Remy. “Ehem!” Remy berdehem menghadap ke arah dokter Ilham untuk menetralkan suasana yang mendadak canggung. Tak sedikit pun Remy merasa ingin memperbaiki keadaan. Dia bahkan tak menjauh dari Nesia. “Sebaiknya kamu mulai belajar menahan diri terhadap keinginan apapun pada istrimu, Remy. Kehamilannya masih sangat muda. Aku khawatir akan membahayakan kondisi janinnya.” Dokter Ilham memberikan nasehat seolah mengerti apa yang Remy rasakan. “Berapa lama, Dok?” tanya Remy yang tahu kemana arah pembicaraan dokter Ilham. Pertanyaan sigap yang diajukan Remy membuat dokter Ilham tertawa kecil. Sambil memeriksa tekanan darah Nesia, dokter Ilham tersenyum. Suster yang berada d
Suasana di sebuah ruang rawat di klinik ini terasa begitu heboh dan penuh kegugupan serta kekhawatiran yang berlebihan. Remy terlihat begitu sibuk mengemas semua barang yang kemarin terbawa ke klinik ini meskipun barang itu tak begitu diperlukan karena fasilitas di klinik sudah sangat memadai. Setelah semua barang terkemas rapi, terlihat Remy yang tersenyum lega seolah baru saja menyelesaikan sebuah proyek besar dan bernilai milyaran.Nesia yang sudah siap pulang, kini duduk di sisi ranjang rumah sakit, mengawasi Remy yang sibuk sendirian. Namun, kali ini Nesia memilih diam tanpa banyak tanya karena sejauh ini dia masih belum yakin dengan sikap penerimaan yang dilakukan Remy atas kehadiran bayi di dalam perutnya itu.Awalnya, Nesia mengira bahwa Remy akan marah besar dan menceraikan dirinya kemudian mengusirnya dari rumah itu. Dan untuk semua praduga buruk itu, Nesia bahkan sudah menyiapkan banyak rencana jika memang dia harus terusir dari rumah Remy karena kehamilannya.Tapi siapa sa
Mendengar pertanyaan Lukas, Edo sedikit gelagapan. Namun bukan Edo namanya kalau dia tak bisa mengelak dari cercaan Lukas. “Hei, apakah aku mengatakan bahwa kehidupan seks Remy tidak normal?” tanya Edo merasa tak bersalah. Lukas yang sudah hafal dengan kelakuan Edo hanya tersenyum masam. “Tak perlu berpura-pura lupa dengan ucapanmu sendiri Edo. Jelas-jelas kamu mengatakan bahwa kehidupan seks Remy sekarang berjalan normal. Bukankah itu artinya dia tidak normal sebelumnya?” Edo tergelak. “Aku hanya menduga, Luke. Bagaimana mungkin Remy mengumbar kehidupan seksnya pada orang lain? Sudahlah, habiskan kopimu dan pulanglah. Rumahku tak cukup cocok dengan bujang sepertimu!” ujar Edo kemudian berdiri, mengambil jas kerjanya yang ada di sampiran kursi makan dan mengenakannya dengan santai. “Aku tak mau pulang hanya untuk melihat mereka kasmaran,” jawab Lukas dengan santai, mengabaikan pengusiran yang diucapkan Edo dengan terus terang tadi. Edo tersenyum miris melihat Lukas yang kelihatan s
Sudah dua hari ini Lukas menginap di rumah Edo. Selain sebagai sesama pegawai di perusahaan yang ditangani Remy dengan tangan dinginnya, Lukas, Remy dan Edo adalah juga teman dekat. Nyaris tak ada rahasia di antara mereka, kecuali Remy yang memang sangat tertutup terutama soal perempuan.Remy sangat berbanding terbalik dengan Edo. Kalau Remy memilih tertutup mengenai perempuan, termasuk hubungannya dengan Nesia yang tak mudah ditebak, maka Edo memilih jalan vulgar untuk menunjukkan eksistensinya sebagai lelaki tampan dan mapan.“Kamu tak kerja lagi pagi ini, Luke?” tanya Edo ketika pagi ini dia masih melihat Lukas yang malas-malasan menikmati secangkir kopi yang dibuatnya sendiri tadi. Tentu saja Lukas harus membuatnya sendiri karena Edo seorang lajang yang tak memiliki seorang pembantu.Lukas hanya tersenyum kecil dan hambar, membuat Edo semakin penasaran dengan kelakuan Lukas yang tiba-tiba saja minggat ke rumahnya itu.“Memangnya kamu tak takut Remy akan menendangmu dari pekerjaan
Pemeriksaan pagi oleh Dokter Ilham sudah selesai. Seorang suster mengambil sampel urine Nesia dan hanya dalam beberapa menit saja sudah bisa dipastikan bahwa Nesia memang hamil. Setelah Dokter Ilham dan suster keluar, semua terdiam. Bu Maryam, Nesia, dan juga Remy. Tak ingin ikut larut dalam suasana canggung, Bu Maryam mengambil inisiatif untuk pulang dengan alasan sudah ada Remy sekalian membawa pulang tas yang semalam dibawa Remy.Remy yang gamang, tak tahu harus bagaimana, hanya mengangguk sehingga Bu Maryam kemudian segera keluar. Meski dalam hati was-was dengan apa yang akan terjadi pada Nesia ketika Remy tahu akhirnya Nesia hamil, tetapi dalam hati Bu Mar bersyukur bahwa akhirnya Nesia hamil. Pembantu itu hanya bisa berharap bahwa keberadaan anak mereka akan membuat pernikahan ini berjalan sebagaimana seharusnya.Bu Mar sudah menutup pintu, dan Nesia hanya menatap selimut yang menutupi tubuhnya. Keduanya masih sama-sama terdiam, tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Bahkan,
Pagi menunjukkan pukul enam ketika Nesia menggeliat dan membuka matanya. Namun, ada yang membuatnya tak nyaman di bagian tangan. Nesia lalu melihat tangannya dan terkejut mendapati jarum infus terpasang di sana. Dia mencari-cari ke sekeliling untuk mencari tahu apa yang terjadi ketika matanya melihat Remy yang duduk dengan mata terpejam di sisi ranjangnya. Bu Maryam tak terlihat di ruangan itu karena beberapa saat tadi dia pamit untuk mencari kopi di kantin bawah.Nesia mengerutkan keningnya. “Remy?” Tanpa bisa dicegah, Nesia menyebut nama lelaki itu.Merasa ada yang memanggilnya meskipun pelan, Remy segera membuka matanya dan mendapati Nesia sudah terbangun.“Hei, Nes? Kamu sudah bangun?” tanya Remy yang bergegas mendekat pada Nesia, menyambut uluran tangan perempuan itu, dan menciumnya dengan lembut. Entahlah, dia lupa dengan kalimatnya bahwa dia tidak mencintai Nesia, bahwa dia hanya butuh perempuan itu tetap sehat agar bisa bercinta kapanpun dia mau. Tapi nyatanya? Nyawa Remy sepe
“Kalau Bu Maryam mengantuk, Bu Maryam bisa tidur di kasur itu. Biar saya yang berjaga.” Lukas yang menunggui Nesia di ruang rawat inap bersama Bu Mar menyuruh wanita itu tertidur. Lukas tahu kalau Bu Mar pasti lelah.“Lalu Tuan bagaimana?” Bu Mar menatap lesu lelaki itu. Memang dibandingkan dengan Remy, Lukas jauh lebih manusiawi dan lunak serta ramah. Meskipun sekarang Bu Mar mengakui bahwa Remy jauh lebih lunak dan manusiawi.“Saya bisa tidur di sofa.”Bu Maryam mengangguk kemudian menuju ke sebuah kasur kecil yang memang disediakan bagi keluarga pasien yang menjaga. Sebelum dia merebahkan diri, Bu Mar berpesan, “Nanti kalau Nyonya bangun, Tuan Lukas bangunkan saya saja.”Lukas mengangguk. Lelaki itu memilih duduk di sofa, menyelonjorkan kakinya yang panjang ke atas meja yang ada di depannya. Matanya menatap Nesia yang tertidur lelap di atas ranjang rumah sakit. Selang infus terlihat terpasang di tangan kanannya.Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, tetapi Lukas tak juga bis
Di kamar hotel tempat Remy menginap, laki-laki itu geram bukan kepalang melihat keberadaan Dona di rumahnya. Rasa rindunya pada Nesia yang beberapa saat tadi sempat terobati, kini menguap begitu saja dan berganti dengan rasa marah dan kesal karena ternyata Dona datang ke rumahnya pada saat dia tidak ada di rumah.“Hallo, Remy? Apa kabar, Sayang?” Sapaan Dona benar-benar membuat Remy ingin muntah mendengarnya.Remy tersenyum sinis. “Mengapa kamu ada di rumahku?” tanya Remy dengan sadis dan tegas.“Hei? Mengapa kamu bertanya seperti itu? Bukankah aku sudah biasa datang dan bahkan menginap di sini?” Dona balik bertanya dengan suara keras seolah menegaskan dan memberitahu pada Nesia yang ada di ruangan itu mengenai bagaimana dia dulu begitu bebas ke sini.“Sial!” Entah mengapa Remy menyesali jawaban Dona yang pasti terdengar oleh Nesia.“Apa kamu tidak memberitahu istri kontrakmu ini bahwa aku dulu sering menginap di sini? Atau jangan-jangan kamu menyembunyikan hubungan kita dulu, seperti
Mengabaikan panggilan Remy, Lukas bergegas ke lantai atas. Di ruangan luas yang ada di depan kamar Remy, Lukas bertemu dengan Bu Maryam yang membawa nampan berisi minuman. Lukas mengerutkan keningnya kemudian mendekati Bu Maryam.“Minuman untuk siapa, Bu Mar?”“Untuk Nyonya Nesia, Tuan Lukas.”“Memangnya mengapa harus diantar ke kamarnya?”Bu Mar berhenti menghadap Lukas. Matanya celingukan seolah waspada akan ada orang lain yang melihat keberadaan mereka berdua. Lukas heran sekaligus curiga dengan gerak gerik Bu Mar.“Ada apa, Bu Mar? Apakah ada sesuatu yang gawat?”“Sssttt … Nyonya Nesia sedang tidak enak badan, Tuan. Tadi siang muntah-muntah, makanya saya suruh istirahat. Ini saya buatkan minuman agar nyonya sedikit lega.”“Astaga, Bu Mar? Mengapa tidak menghubungi saya kalau Nesia sakit? Kalau terjadi apa-apa kita yang akan kena salah sama Tuan Remy,” jawab Lukas dengan panik dan bergegas menuju ke pintu kamar Remy yang sekarang juga menjadi kamar Nesia.Bu Mar berjalan mengikuti