Sejenak Remy tersenyum mendengar pertanyaan dokter Ilham.
“Mau tak mau, saya harus membawanya pulang ke rumah saya, Om. Untuk menjaga reputasi saya di mata relasi saya dan juga untuk membungkam mulut perempuan itu. Siapa tahu di balik penampilannya yang polos dan sok galak itu dia akan mengumbar berita bahwa dia hanya pengantin pengganti kemudian memerasku,” ujar Remy.
Dokter Ilham tersenyum.
“Kalau dilihat dari anaknya sepertinya dia tidak seperti itu,” ujar dokter Ilham.
“Kita tidak bisa menyimpulkan dengan sembarangan, Om. Karena Dona yang kukenal selama ini juga ternyata tidak bisa ditebak isi hatinya, kan? Apalagi ini yang baru kutemui hari ini. Sepertinya aku tetap harus waspada dengan makhluk berjenis perempuan,” ujar Remy sedikit defensif.
Dokter Ilham hanya tersenyum kemudian menepuk bahu Remy yang jauh lebih tinggi.
“Baiklah. Aku percaya dengan langkah yang akan kamu ambil selanjutnya, Kamu itu persis seperti mendiang papamu, selalu mengambil langkah yang sistematis,” ujar dokter Ilham.
“Kecuali langkahnya saat bertemu dengan ibunya si tengil Lukas itu!” sahut Remy dengan wajah muram tiba-tiba.
“Bagaimanapun, Lukas itu adalah adikmu meski kalian berbeda ibu, Remy. Kalian memiliki darah yang sama,” ujar dokter Ilham dengan bijak.
“Itu pula yang membuat saya hilang respect sama papa saya, Om,” ujar Remy dengan suara rendah.
“Tidak ada manusia yang sempurna, Remy. Setepat apapun papamu dalam merencanakan hidupnya, nyatanya dia masih manusia biasa yang hatinya mudah tersentuh oleh sebuah cinta,” kata dokter Ilham mengenai William, ayah Remy.
Remy terdiam.
“Baiklah. Kalau membawa Nesia pulang ke rumahmu adalah langkah terbaik yang harus kamu ambil saat ini. Tapi pesenku satu, Remy. Perlakukan dengan baik. Bagaimanapun dia juga manusia, terlebih perempuan.” Dokter Ilham memberinya nasihat.
“Om Ilham tak perlu khawatir untuk soal ini. Meskipun aku sama sekali tak mengenal perempuan ini, tapi aku juga tak ingin membuatnya menderita karena terseret dalam masalah saya.” Remy berkata bijak.
Dokter Ilham mengangguk kemudian berlalu meninggalkan Remy setelah suster yang mengurus Nesia tadi selesai dengan pekerjaannya.
“Aku harus kembali bertugas, Remy. Jangan lupa hati-hati,” pesan dokter Ilham dengan senyumnya yang selalu bijak dan menyejukkan.
“Tagihan rumah sakit kirim saja ke email kantor, Om. Saya sedang tidak membawa kartu apapun,” kata Remy dengan senyum malu.
Dokter Ilham tertawa mendengar kejujuran Remy. Dokter Ilham mengenal laki-laki tampan ini semenjak dia kecil, sehingga hafal betul dengan perangai Remy.
“Baiklah. Mungkin akan berlipat ganda,” kelakar dokter Ilham.
“Om nggak perlu khawatir, saya akan tetap membayarnya berapapun lipatannya,: jawab Remy dengan senyum lalu mengangguk dan kembali masuk ke ruang rawat inap Nesia.
Sampai di sana yang dilihatnya adalah Nesia yang sudah lepas dari semua alat medis yang tadi menempel. Namun wajahnya masih terlihat muram dan galak.
“Kita pulang sekarang!” perintah Remy dengan tegas dan wajah yang tanpa ekspresi.
Lukas mengangguk patuh, namun tidak demikian dengan Nesia. Gadis itu menatap Remy dengan tatapan menyalak.
“Kalau saya tidak mau?” tantang Nesia.
Remy tidak bereaksi apalagi menjawab. Dia hanya mengedikkan dagunya ke arah Lukas sebagai kode bahwa Lukas sebaiknya menghandle perempuan keras kepala ini. Lukas mengangguk dan Remy berjalan keluar ruangan, mendahului kedua orang itu. Tak peduli apakah nanti Lukas bisa menangani perempuan ini atau tidak.
Ketika Remy menutup pintu ruangan itu, Lukas mencoba membujuk Nesia untuk mau ikut bersamanya tanpa banyak protes.
“Maaf, Nona. Saya hanya asisten tuan Remy. Jadi saya minta kerjasamanya untuk kali ini agar Anda bersedia ikut dengan kami ke rumah beliau,” pinta Lukas dengan sopan.
“Memangnya mengapa aku harus ikut dengan kalian? Aku punya tujuan untuk pulang meskipun hanya sebuah kontrakan kecil. Setidaknya itu lebih baik karena aku bisa menjadi diriku sendiri,” ujar Nesia galak setelah Lukas mengatakan bujukannya.
“Sekali lagi, maaf, Nona Nesia. Saya jamin Anda tidak akan diperlakukan dengan buruk. Meskipun memang tuan Remy sedikit ketus namun pada dasarnya dia berhati baik. Di rumah beliau, saya akan memberikan draft yang saya yakin tidak akan merugikan Anda yang telah menggantikan nona Dona hari ini,” urai Lukas dengan sabar.
“Saya baru mengenal kalian hari ini. Memangnya aku tak boleh curiga dengan kalian?” tanya Nesia lagi.
Lukas tersenyum penuh pemakluman. Bagaimanapun Nesia benar, dia berhak curiga dengan semua hal mendadak yang dialaminya ini.
“Anda bisa menolaknya nanti jika memang tidak cocok dengan hati nurani Anda,” jawab Lukas lagi.
“Apa jaminan yang bisa dijadikan pegangan jika kalian tidak akan mencelakai saya?” tanya Nesia.
Sejenak Lukas bingung, kemudian mengambil sesuatu dari saku celananya. Sebuah dompet Lukas ambil, kemudian mengambil sebuah kartu identitas dan memberikannya pada Nesia.
“Ini identitas saya. Resmi dikeluarkan oleh negara. Silahkan Anda pegang jika memang masih belum mempercayai bahwa kami tidak memiliki maksud buruk apapun terhadap Anda,” ujar Lukas sambil memberikan kartu identitas itu pada Nesia.
Dengan ragu Nesia menerima dan membacanya sekilas.
‘Lukas Smith?’ batin Nesia setelah membacanya.
Gadis itu kemudian menyimpan kartu identitas itu di saku bajunya dan mengangguk, mencoba mengabaikan rasa takut dan ragu di hatinya.
“Baiklah. Saya akan ikut dengan kalian. Tetapi kalau kalian melakukan sesuatu yang tidak baik, maka saya saya akan pulang ke kontrakan saya,” kata Nesia kemudian berjalan mendahului Lukas, membuat laki-laki rupawan itu tersenyum sekaligus geli melihat perangai Nesia yang menurutnya unik.
Lukas menggelengkan kepalanya sebelum akhirnya mengikuti langkah Nesia.
***
“Apakah masih lama, Tuan Lukas?” tanya Nesia di tengah perjalanan ketika setengah jam berkendara namun belum ada tanda-tanda akan tiba di rumah.
Gadis itu mulai menatap Lukas yang menyetir di sebelahnya, sementara Remy memilih untuk duduk tenang di jok tengah mobil mewah itu.
“Sebentar lagi, Nona,” jawab Lukas masih dengan sikap sabarnya yang keterlaluan.
Nesia mendengus sementara perjalanan terus berlanjut.
“Apakah kalian diciptakan untuk tidak merasa lapar?” tanya Nesia kembali menatap Lukas.
Lukas terkejut mendapat pertanyaan seperti itu.
“Mengapa Anda bertanya seperti itu, Nona?” tanya Lukas sembari melirik ke arah Remy yang duduk tenang di belakang mereka tanpa ekspresi.
“Karena saya sudah merasa lapar tapi Anda masih saja berkendara,” kata Nesia dengan sengaja untuk membuat kedua orang itu jengah kemudian menurunkan dirinya di jalan agar dia bisa pulang dengan tenang.
Sejujurnya Lukas ingin tertawa mendengar keluhan tak berkelas seperti ini, sehingga tanpa sengaja dia menatap ke arah Remy yang juga sama terkejutnya dengan dirinya.
‘Gara-gara makanan?’ batin Remy kesal.
“Mungkin kamu perlu menghubungi bu Maryam agar dia menyediakan makanan untuk perempuan ini, Lukas,” uar Remy tiba-tiba.
“Baik, Tuan. Saya sudah menghubungi bu Maryam tadi ketika keluar dari ruangan rawat inap,” jawab Lukas.
Tentu saja untuk ketangkasan bertindak dan berpikir, Lukas tak diragukan lagi. Ada gen ayahnya yang menurun pada Lukas sepertinya. Selalu berpikir dan bersikap praktis dan tepat.
Remy mengangguk.
Tak berapa lama mobil itu memasuki gerbang sebuah rumah besar dengan dindingnya yang dicat warna putih. Rumah tingkat tiga itu terlihat demikian anggun meski dibangun di pinggiran kota. Nesia melihat dengan ekspresi takjub, bahkan ketika mobil itu akhirnya berhenti barulah Nesia tersadar dari pikirannya yang dipenuhi kekaguman.
“Tidakkah kamu ingin turun dan makan? Atau kamu ingin tetap berada di sini seperti orang bodoh begini?” tanya Remy dengan suara datar dan dingin sebelum turun lebih dahulu dari dalam mobil itu.
“Ha? Tak adakah kalimat yang lebih enak didengar?” tanya Nesia.
Namun seperti yang sudah-sudah, Remy tak ingin menjawab apapun. Sementara Lukas bingung harus berbuat apa.
***
Memasuki rumah ini dalam bimbingan Lukas membuat Nesia tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya pada kemewahan minimalis yang terpampang jelas di rumah ini. Matanya mendongak dan mengedar ke seluruh ruangan dengan rasa takjub yang luar biasa.“Mari ikut dengan saya, Nona,” ajak Lukas ketika dilihatnya Nesia masih saja terpukau melihat rumah mewah dan elegan milik Remy ini. Sementara si empunya rumah sepertinya sudah menghilang entah kemana. Mungkin sudah di kamarnya.“Eh, iya. Maaf,” jawab Nesia yang kemudian mengikuti langkah Lukas.Laki-laki itu membawanya ke sebuah kamar yang ada di lantai atas. Selama menaiki tangganya, mata Nesia mengamati beberapa potret yang terpampang di dinding sisi tangga. Sebagian Nesia mengenalinya sebagai Remy ketika masih muda sepertinya. Meskipun sekarang belum terlihat tua, namun suami bohongannya itu jelas terlihat sedikit dewasa.Di depan sebuah kamar, Lukas berhenti dan berbalik menatap Nesia.“Maaf, ini kamar Anda, Nona. Anda bisa mandi dan berganti p
Mendengar pertanyaan sarat rasa ingin tahu seperti itu membuat Remy spontan tersenyum meski jelas terlihat sinis. ‘Benar-benar perempuan yang kebanyakan mulut!’ batin Remy kesal.“Saya rasa kamu tidak sebodoh itu untuk memahami apa yang tertulis di dalamnya,” jawab Remy dengan penuh penghinaan. “Kamu bisa membaca, kan?”Nesia geram mendengar kalimat yang tidak ramah itu.“Ya, Tuan Remy. Mungkin saya yang bodoh sehingga tidak bisa memahami apa maksud dari tata bahasa orang-orang terhormat seperti Anda!” jawab Nesia dengan berani.“Dalam surat perjanjian itu, saya menawarkan sebuah hubungan pernikahan yang akan berakhir dalam jangka waktu tertentu. Tentu tidak cuma-cuma karena saya dan tim advokasi saya sudah mempertimbangkan segala sesuatunya. Saya akan memberikan kompensasi yang cukup selama kamu berperan sebagai istri saya,” jawab Remy kemudian.“Lalu Anda berpikir saya akan menerimanya dengan senang hati?” tanya Nesia begitu mengejutkan. Nada mengejeknya membuat Lukas heran, terlebi
Mendengar kesimpulan Nesia yang diucapkan dengan penuh emosi itu, Lukas tersenyum. Dalam hati dia benar-benar menilai bahwa Nesia bukan perempuan biasa karena begitu berani menilai Remy sebagai laki-laki yang arogan, bahkan di depan Remy langsung. Namun, sejujurnya Lukas juga mengakui bahwa memang seperti itulah Remy adanya. “Mengapa Anda tersenyum, Tuan Lukas? Anda mentertawakan saya? Bukankah yang saya katakan ini benar?” tanya Nesia masih dengan hati yang kesal. Mendapat semprotan seperti itu, Lukas segera memperbaiki ekspresi senyumnya yang sebenarnya tidak bertujuan mentertawakan atau mengejek gadis di depannya yang sedang emosi itu. Namun, Lukas tersenyum karena merasa bahwa Nesia benar-benar unik dengan keberaniannya. “Maaf, Nona. Saya tidak bermaksud mentertawakan Anda. Hanya saja, mungkin Anda belum mengenal dengan baik siapa dan bagaimana tuan Remy. Kalau Anda mengenalnya lebih jauh, mudah-mudahan penilaian Anda kepada beliau akan berubah,” kata Lukas memberikan sedikit g
Jika tadi Nesia yang bingung dengan maksud dari kata-kata selayaknya suami istri yang tercantum dalam perjanjian pernikahan itu, kini giliran Lukas dan Remy yang bingung dan bahkan saling berpandangan dengan muka sama-sama memerah karena malu sendiri dengan kalimat itu. ‘Bagaimana bisa ada gadis sepolos dan terus terang seperti ini? Tidakkah ini pertanyaan tabu bagi seorang gadis?’“Mengapa Anda berdua bingung? Adakah maksud lain yang Anda sembunyikan?” tanya Nesia menuntut karena dia mencurigai sesuatu.“Tenang, Nona Nesia. Ini tidak seperti yang Anda pikirkan,” Lukas buru-buru menetralkan ketegangan yang mendadak muncul.“Kalau ini tidak seperti yang saya pikirkan, tolong beri saya penjelasan, Tuan Lukas,” ujar Nesia tegas.“Sepertinya kamu berpikir terlalu jauh sehingga merasa ketakutan seperti itu, Nona Nesia. Kalau yang kamu pikirkan adalah tentang hubungan suami istri dalam artian seks, mungkin kamu bisa tenang karena ini bukan mengacu pada sebuah hubungan seks. Karena saya tida
Mendengar Lukas bertanya dengan wajah sok bodoh itu membuat Remy berdecak.“Perempuan itu,” jawab Remy dengan wajah kesal. Dia minum kembali minuman beralkohol berharga mahal itu untuk sedikit meredam kegundahan hatinya karena kerumitan yang terjadi hari ini.“Nona Nesia? Atau mungkin saya harus menyebutnya dengan Nyonya Nesia karena dia adalah istri sah Anda?” tanya Lukas dengan senyum kecil. Dalam keadaan berdua seperti ini barulah Lukas bisa bersikap sedikit santai, meski tidak bisa dekat selayaknya hubungan saudara sedarah, bukan sekandung.Remy kembali berdecak kesal karena Lukas sepertinya mengejeknya. Kalau saja Lukas bukan satu-satunya saudara yang dimilikinya —meski hanya saudara tiri yang tak diinginkannya— ingin rasanya Remy meninju laki-laki muda di depannya itu.“Jangan memanggilnya dengan sebutan Nyonya Nesia, apalagi sampai memanggilnya dengan sebutan Nyonya Remy. Aku tak suka. Karena perempuan tengil itu akan besar kepala dan ngelunjak tak karuan. Tahu, kan, bagaimana
Hari masih terang tanah ketika Nesia terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak sama sekali itu. Entahlah, tidur di tempat yang sangat baik ini tidak membuatnya nyenyak. Padahal malam sudah bergulir menuju dini hari ketika Nesia baru merasa mengantuk. Namun nyatanya hari masih begitu dini, dia sudah terbangun.Usai berurusan dengan panggilan alamnya, gadis itu keluar dari kamarnya. Dilihatnya ruangan lebar yang ada di depan kamarnya itu juga masih sepi. Padahal semalam dia mendengar pintu yang ditutup.Mungkinkah Tuan Remy yang semalam membuka dan menutup pintu ini?Tak mau berpikir yang lain-lain, karena apapun aktivitas Remy, toh itu bukan urusannya. Juga tak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Gadis itu kemudian menuju ke dapur yang semalam dilihatnya ada di sisi ruang makan. Di dapur itu ternyata ada dua perempuan yang sedang berbenah dan menyiapkan aktivitas pagi ini.“Selamat pagi, Bu,” sapa Nesia pada kedua perempuan itu dengan senyum.Spontan, kedua perempuan itu menoleh ke a
Setelah Remy pergi dengan langkahnya yang lebar dibalut amarah, Lukas melangkah mendekati Nesia dengan senyum kecil penuh kekaguman. Nesia heran melihat senyum Lukas yang tidak gentar sama sekali dengan ancaman Remy.“Selamat pagi, Nona Nesia. Sepertinya, mulai hari ini akan ada drama setiap pagi,” ujar Lukas yang sudah rapi itu mendekat ke arah Nesia.Lukas memandang Nesia yang masih tenang setelah melakukan perlawanan terhadap Remy. Namun Lukas tahu, gadis di depannya itu juga melakukan hal yang sama dengan Remy, menahan amarahnya.Hei, mengapa mereka berdua seakan memiliki aura yang sama, selalu berinteraksi aktif meskipun dengan emosi?Apakah mereka ….Kemudian berbagai kemungkinan muncul di kepala Lukas.“Apa yang Anda tertawakan, Tuan Lukas? Apakah Anda sedang bahagia melihat bos Anda itu emosi sepagi ini?” tanya Nesia.Lukas menggeleng masih dengan senyumnya yang melembut.“Maaf, Nona Nesia. Kemarahan Tuan Lukas sudah setiap hari saya lihat dan dengar. Mungkin akan terasa aneh j
Lukas tertegun mendengar permintaan Nesia yang sepertinya serius. Padahal, Lukas pikir semalam hanyalah isapan jempol belaka, tapi nyatanya hari ini Nesia mengulang kembali keinginannya untuk menyertakan pasal tanpa seks dalam perjanjian mereka.Tidak tahukah gadis ini berapa banyak perempuan yang ingin bergelung manja setelah bercinta dengan Remy?“Apakah … Anda yakin, Nona Nesia?” Lukas menatap mata Nesia dengan ragu.Tentu saja bukan karena meragukan ucapannya sendiri, melainkan meragukan permintaan Nesia. Namun, gadis itu menjawab dengan tegas tanpa keraguan, “Ya. Tentu saja saya yakin, Tuan Lukas. Apakah ada yang salah dengan permintaan saya?” Nesia balik bertanya.“Oh, tidak! Tentu saja tidak salah. Hanya saja mungkin Anda akan menyesalinya jika Anda melewatkan sesi bercinta dengan Tuan Remy.” Lukas bertanya dengan terus terang. Diamatinya wajah gadis di depannya itu, yang tiba-tiba terlihat menggemaskan.Blush! Seketika wajah Nesia memerah.Mana mungkin Nesia menyesal jika mele
Wajah Remy dan Nesia seketika bersemu merah ketika mereka melihat siapa yang sudah membuka pintu dan menampakkan wajahnya. Tak lain dan tak bukan adalah dokter Ilham bersama seorang suster yang menjadi asisten dokter Ilham pagi ini. Apalagi ketika mereka melihat bahwa dokter dan suster itu tersenyum karena memergoki ulah Remy. “Ehem!” Remy berdehem menghadap ke arah dokter Ilham untuk menetralkan suasana yang mendadak canggung. Tak sedikit pun Remy merasa ingin memperbaiki keadaan. Dia bahkan tak menjauh dari Nesia. “Sebaiknya kamu mulai belajar menahan diri terhadap keinginan apapun pada istrimu, Remy. Kehamilannya masih sangat muda. Aku khawatir akan membahayakan kondisi janinnya.” Dokter Ilham memberikan nasehat seolah mengerti apa yang Remy rasakan. “Berapa lama, Dok?” tanya Remy yang tahu kemana arah pembicaraan dokter Ilham. Pertanyaan sigap yang diajukan Remy membuat dokter Ilham tertawa kecil. Sambil memeriksa tekanan darah Nesia, dokter Ilham tersenyum. Suster yang berada d
Suasana di sebuah ruang rawat di klinik ini terasa begitu heboh dan penuh kegugupan serta kekhawatiran yang berlebihan. Remy terlihat begitu sibuk mengemas semua barang yang kemarin terbawa ke klinik ini meskipun barang itu tak begitu diperlukan karena fasilitas di klinik sudah sangat memadai. Setelah semua barang terkemas rapi, terlihat Remy yang tersenyum lega seolah baru saja menyelesaikan sebuah proyek besar dan bernilai milyaran.Nesia yang sudah siap pulang, kini duduk di sisi ranjang rumah sakit, mengawasi Remy yang sibuk sendirian. Namun, kali ini Nesia memilih diam tanpa banyak tanya karena sejauh ini dia masih belum yakin dengan sikap penerimaan yang dilakukan Remy atas kehadiran bayi di dalam perutnya itu.Awalnya, Nesia mengira bahwa Remy akan marah besar dan menceraikan dirinya kemudian mengusirnya dari rumah itu. Dan untuk semua praduga buruk itu, Nesia bahkan sudah menyiapkan banyak rencana jika memang dia harus terusir dari rumah Remy karena kehamilannya.Tapi siapa sa
Mendengar pertanyaan Lukas, Edo sedikit gelagapan. Namun bukan Edo namanya kalau dia tak bisa mengelak dari cercaan Lukas. “Hei, apakah aku mengatakan bahwa kehidupan seks Remy tidak normal?” tanya Edo merasa tak bersalah. Lukas yang sudah hafal dengan kelakuan Edo hanya tersenyum masam. “Tak perlu berpura-pura lupa dengan ucapanmu sendiri Edo. Jelas-jelas kamu mengatakan bahwa kehidupan seks Remy sekarang berjalan normal. Bukankah itu artinya dia tidak normal sebelumnya?” Edo tergelak. “Aku hanya menduga, Luke. Bagaimana mungkin Remy mengumbar kehidupan seksnya pada orang lain? Sudahlah, habiskan kopimu dan pulanglah. Rumahku tak cukup cocok dengan bujang sepertimu!” ujar Edo kemudian berdiri, mengambil jas kerjanya yang ada di sampiran kursi makan dan mengenakannya dengan santai. “Aku tak mau pulang hanya untuk melihat mereka kasmaran,” jawab Lukas dengan santai, mengabaikan pengusiran yang diucapkan Edo dengan terus terang tadi. Edo tersenyum miris melihat Lukas yang kelihatan s
Sudah dua hari ini Lukas menginap di rumah Edo. Selain sebagai sesama pegawai di perusahaan yang ditangani Remy dengan tangan dinginnya, Lukas, Remy dan Edo adalah juga teman dekat. Nyaris tak ada rahasia di antara mereka, kecuali Remy yang memang sangat tertutup terutama soal perempuan.Remy sangat berbanding terbalik dengan Edo. Kalau Remy memilih tertutup mengenai perempuan, termasuk hubungannya dengan Nesia yang tak mudah ditebak, maka Edo memilih jalan vulgar untuk menunjukkan eksistensinya sebagai lelaki tampan dan mapan.“Kamu tak kerja lagi pagi ini, Luke?” tanya Edo ketika pagi ini dia masih melihat Lukas yang malas-malasan menikmati secangkir kopi yang dibuatnya sendiri tadi. Tentu saja Lukas harus membuatnya sendiri karena Edo seorang lajang yang tak memiliki seorang pembantu.Lukas hanya tersenyum kecil dan hambar, membuat Edo semakin penasaran dengan kelakuan Lukas yang tiba-tiba saja minggat ke rumahnya itu.“Memangnya kamu tak takut Remy akan menendangmu dari pekerjaan
Pemeriksaan pagi oleh Dokter Ilham sudah selesai. Seorang suster mengambil sampel urine Nesia dan hanya dalam beberapa menit saja sudah bisa dipastikan bahwa Nesia memang hamil. Setelah Dokter Ilham dan suster keluar, semua terdiam. Bu Maryam, Nesia, dan juga Remy. Tak ingin ikut larut dalam suasana canggung, Bu Maryam mengambil inisiatif untuk pulang dengan alasan sudah ada Remy sekalian membawa pulang tas yang semalam dibawa Remy.Remy yang gamang, tak tahu harus bagaimana, hanya mengangguk sehingga Bu Maryam kemudian segera keluar. Meski dalam hati was-was dengan apa yang akan terjadi pada Nesia ketika Remy tahu akhirnya Nesia hamil, tetapi dalam hati Bu Mar bersyukur bahwa akhirnya Nesia hamil. Pembantu itu hanya bisa berharap bahwa keberadaan anak mereka akan membuat pernikahan ini berjalan sebagaimana seharusnya.Bu Mar sudah menutup pintu, dan Nesia hanya menatap selimut yang menutupi tubuhnya. Keduanya masih sama-sama terdiam, tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Bahkan,
Pagi menunjukkan pukul enam ketika Nesia menggeliat dan membuka matanya. Namun, ada yang membuatnya tak nyaman di bagian tangan. Nesia lalu melihat tangannya dan terkejut mendapati jarum infus terpasang di sana. Dia mencari-cari ke sekeliling untuk mencari tahu apa yang terjadi ketika matanya melihat Remy yang duduk dengan mata terpejam di sisi ranjangnya. Bu Maryam tak terlihat di ruangan itu karena beberapa saat tadi dia pamit untuk mencari kopi di kantin bawah.Nesia mengerutkan keningnya. “Remy?” Tanpa bisa dicegah, Nesia menyebut nama lelaki itu.Merasa ada yang memanggilnya meskipun pelan, Remy segera membuka matanya dan mendapati Nesia sudah terbangun.“Hei, Nes? Kamu sudah bangun?” tanya Remy yang bergegas mendekat pada Nesia, menyambut uluran tangan perempuan itu, dan menciumnya dengan lembut. Entahlah, dia lupa dengan kalimatnya bahwa dia tidak mencintai Nesia, bahwa dia hanya butuh perempuan itu tetap sehat agar bisa bercinta kapanpun dia mau. Tapi nyatanya? Nyawa Remy sepe
“Kalau Bu Maryam mengantuk, Bu Maryam bisa tidur di kasur itu. Biar saya yang berjaga.” Lukas yang menunggui Nesia di ruang rawat inap bersama Bu Mar menyuruh wanita itu tertidur. Lukas tahu kalau Bu Mar pasti lelah.“Lalu Tuan bagaimana?” Bu Mar menatap lesu lelaki itu. Memang dibandingkan dengan Remy, Lukas jauh lebih manusiawi dan lunak serta ramah. Meskipun sekarang Bu Mar mengakui bahwa Remy jauh lebih lunak dan manusiawi.“Saya bisa tidur di sofa.”Bu Maryam mengangguk kemudian menuju ke sebuah kasur kecil yang memang disediakan bagi keluarga pasien yang menjaga. Sebelum dia merebahkan diri, Bu Mar berpesan, “Nanti kalau Nyonya bangun, Tuan Lukas bangunkan saya saja.”Lukas mengangguk. Lelaki itu memilih duduk di sofa, menyelonjorkan kakinya yang panjang ke atas meja yang ada di depannya. Matanya menatap Nesia yang tertidur lelap di atas ranjang rumah sakit. Selang infus terlihat terpasang di tangan kanannya.Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, tetapi Lukas tak juga bis
Di kamar hotel tempat Remy menginap, laki-laki itu geram bukan kepalang melihat keberadaan Dona di rumahnya. Rasa rindunya pada Nesia yang beberapa saat tadi sempat terobati, kini menguap begitu saja dan berganti dengan rasa marah dan kesal karena ternyata Dona datang ke rumahnya pada saat dia tidak ada di rumah.“Hallo, Remy? Apa kabar, Sayang?” Sapaan Dona benar-benar membuat Remy ingin muntah mendengarnya.Remy tersenyum sinis. “Mengapa kamu ada di rumahku?” tanya Remy dengan sadis dan tegas.“Hei? Mengapa kamu bertanya seperti itu? Bukankah aku sudah biasa datang dan bahkan menginap di sini?” Dona balik bertanya dengan suara keras seolah menegaskan dan memberitahu pada Nesia yang ada di ruangan itu mengenai bagaimana dia dulu begitu bebas ke sini.“Sial!” Entah mengapa Remy menyesali jawaban Dona yang pasti terdengar oleh Nesia.“Apa kamu tidak memberitahu istri kontrakmu ini bahwa aku dulu sering menginap di sini? Atau jangan-jangan kamu menyembunyikan hubungan kita dulu, seperti
Mengabaikan panggilan Remy, Lukas bergegas ke lantai atas. Di ruangan luas yang ada di depan kamar Remy, Lukas bertemu dengan Bu Maryam yang membawa nampan berisi minuman. Lukas mengerutkan keningnya kemudian mendekati Bu Maryam.“Minuman untuk siapa, Bu Mar?”“Untuk Nyonya Nesia, Tuan Lukas.”“Memangnya mengapa harus diantar ke kamarnya?”Bu Mar berhenti menghadap Lukas. Matanya celingukan seolah waspada akan ada orang lain yang melihat keberadaan mereka berdua. Lukas heran sekaligus curiga dengan gerak gerik Bu Mar.“Ada apa, Bu Mar? Apakah ada sesuatu yang gawat?”“Sssttt … Nyonya Nesia sedang tidak enak badan, Tuan. Tadi siang muntah-muntah, makanya saya suruh istirahat. Ini saya buatkan minuman agar nyonya sedikit lega.”“Astaga, Bu Mar? Mengapa tidak menghubungi saya kalau Nesia sakit? Kalau terjadi apa-apa kita yang akan kena salah sama Tuan Remy,” jawab Lukas dengan panik dan bergegas menuju ke pintu kamar Remy yang sekarang juga menjadi kamar Nesia.Bu Mar berjalan mengikuti