Home / Romansa / FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang) / 116a. Godaan Manis Bag. 2

Share

116a. Godaan Manis Bag. 2

Author: Bintu Ikhwani
last update Last Updated: 2022-09-08 10:06:54
Pandangan mereka mengunci.

Seperti tersengat yang memicu debar-debar halus memburu setelahnya, Nadya semakin bimbang saat akhirnya satu tangan Edwin terangkat dan menyelip di tengkuk. Sementara tangan yang lain mengangkat dagunya. Ragu-ragu Nadya memandang wajah sendu itu. Dia tahu apa yang laki-laki itu pikirkan dan merasa tengah memikirkan hal yang sama.

Detik berikutnya, dengan gerakan begitu lambat, laki-laki itu mendekatkan wajah.

Nadya memejam. Kemudian dengan berat hati dia berpaling menghindari laki-laki itu. Edwin terpaku dalam posisi yang sama, lalu tersenyum. Entah karena kecewa merasa ditolak, atau bangga pada sikap Nadya, keduanya sulit dia bedakan.

Edwin mengusap pucuk kepala wanita itu. “It’s ok. I proud of you.” Lalu genggamannya beralih ke jemari.

Gugup, Nadya menghirup napas dalam-dalam seiring upaya melepaskan genggaman laki-laki itu.

“Maaf, Edwin,” ucapnya lirih serupa bisikan. Dia meletakkan gelas itu di meja dan menjauh seperti orang ketakutan. Mengabaikan e
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   116b. Perhatian yang Dilupakan

    Di rumah Tuan Aji.“Sudah lebih baik?” tanya Syarif pada wanita di ujung sambungan telepon.Belum lama tadi, tepat ketika terdengar sahutan dari ujung sana, terdengar pula suara wanita terisak-isak. Ratna tersedu dengan suara yang terdengar sangat memilukan di telinga Syarif. Apa yang dia takutkan akhirnya terjadi.“Ya, Kak. Maaf,” jawab Ratna setelah beberapa saat pertanyaan itu menggantung di udara.“Kau butuh bantuan, Ratna?”“Tidak. Tak perlu, Kak,” jawab Ratna dengan suara bergetar.“Tapi suaramu mengatakan sebaliknya.”Kembali terdengar isak lirih di ujung sambungan telepon. “Kak Syarif benar. Menjadi yang ke dua di tengah keadaan yang sulit, tidaklah mudah.Tidak mudah menjaga hati agar tak terluka. Na kecewa sekali.” Suara isak kembali mengiringi kalimat demi kalimat Ratna. “Begitu kecewanya sampai anak yang tak bersalah menjadi korban kekesalan.”Syarif menghela napas dalam. “Tasya?” tanyanya. “Apa yang terjadi?” Mendadak perasaan Syarif diliputi kecemasan. “Sulit mengubah pe

    Last Updated : 2022-09-08
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   117a. Permintaan Maaf Edwin

    “Mas tidak menahannya?” “Kenapa? Dia punya urusannya sendiri.” Hasna mendengkus pelan. “Benar. Tapi ... bukankah dia gadis yang manis, Mas?” “Tak semanis adik di belakangku, tentu saja.” “Halah, gombal.” Sebuah tepukan mendarat di pundak Ali. Suara kekeh terdengar setelahnya. “Kenapa Mas nggak datangi aja?” “Untuk apa?” Hasna menarik napas. “Aku tau Mas suka Annisa. Mas cuma tidak menyadarinya.” “Ngawur!” “Ingat doa ibu tetap berlaku walau sudah meninggal.” “Apa hubungannya dengan doa?” Ali menghentikan gerakan tangannya. Dia menoleh tanpa benar-benar melihat sang adik yang duduk dengan kedua tangan terlipat di dada. “Kalau kau hanya ingin menggangguku, lebih baik pergilah.” Hasna menatap kesal. “Aku akan pergi setelah Mas dengarkan aku,” balasnya tersungut-sungut. “Ibu berdoa semoga Mas bisa membuka hati untuk gadis itu. Kenapa enggak mencoba mewujudkan doa ibu? Itu bagian dari wasiat loh ...” Kali ini, Ali benar-benar menghentikan gerakan tangannya. Di tempat yang sama, di

    Last Updated : 2022-09-08
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   117b. Bait-bait Curahan Hati

    “Apa kau tidak dekat dengan ayahmu?” Sesaat pertanyaan itu terasa menyengat bagi Nadya. Dia sempat terpaku menatap Edwin yang memandang lekat ke arahnya. Sedetik kemudian bahunya kembali terguncang seiring air mata yang deras berjatuhan. Wanita itu menggeleng. “Ayah adalah laki-laki yang tegas. Terlampau tegas, dalam pandanganku. Sulit sekali mengubah jalan pikiran ayah. Sesulit mendekatinya,” jelasnya di antara isak tangis. Nadya merasakan genggaman di tangannya semakin erat. “It’s ok, Nadya. Aku paham perasaanmu.” Edwin menenangkan. “Lalu sekarang, apa kau masih mencintai suamimu?” Pertanyaan itu seketika membuat Nadya menoleh pada laki-laki di belakang kemudi. Pertanyaan yang sama, pun akhirnya muncul di benaknya. Apakah aku masih mencintai Pramono? Bahkan, apa aku pernah mencintainya? *** Waktu menunjukkan pukul delapan malam saat Nadya tiba-tiba merasakan melilit di lambung. Dia baru ingat tak sempat belanja sore tadi karena insiden di rumah Edwin. “Hubungi aku jika kau but

    Last Updated : 2022-09-08
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   118a. Hari Pertama Kerja Bag. 1

    Pagi yang sibuk. Derap langkah terdengar bising saat Nadya memasuki kantor dengan status baru. Karyawan. Bukankah itu menyedihkan? Seorang istri melamar sebagai karyawan di kantor, yang sialnya dia tidak tahu itu milik suaminya sendiri. Tidak tahu di mana dan kapan kantor itu didirikan, kecuali setelah dia resmi menjadi bawahan. Terbayang jelas di benak Nadya apa yang akan Pramono lakukan padanya untuk membalaskan kekesalan, mengingat bagaimana sikap laki-laki itu di hari mereka bertemu. “Pagi, Kak.” Sapaan Dewi membuat Nadya terenyak dari lamunan. Dia mengangguk. “Pagi.” Di ujung lorong, Hana sudah menunggunya dengan seulas senyum yang dalam pandangan Nadya terasa tak biasa. Perempuan itu mengangguk segan seakan tengah berhadapan dengan atasannya. “Kak Nadya?” sapanya. “Ya, Mbak.” Ragu-ragu wanita itu kembali bicara. “Kita ada rapat jam delapan.” Nadya manggut-manggut. “Oh, ok.” “Mari saya antar ke meja kakak dulu.” *** Waktu menunjukkan pukul delapan lebih sepuluh menit.

    Last Updated : 2022-09-09
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   118b. Hari Pertama Kerja Bag. 2

    Menit berganti. Pramono dan Nadya masih terjebak dalam hening, sebab memang tak ada yang ingin dia sampaikan. Dia hanya ingin berdekatan dengan wanita itu, sekedar mengobati rindu. Walau setelah melihat bagaimana perbuatan mereka kemarahan itu masih mengganjal di dadanya. Pramono menghela napas berat. “Bagaimana kabar Ali?” Nama itu pantang dia sebut kecuali untuk mengetahui bagaimana reaksi wanita di sebelahnya. Itu pertanyaan yang membuat suhu tubuh Nadya meningkat begitu saja. Diingatkan pada dosa besar yang diperbuat, mendadak dia merasa begitu panas dan gelisah. Nadya merasa dia akan diadili. “Kenapa diam?” tanya Pramono lagi. “Dia ... baik, Mas.” Tenggorokan Pramono tercekat begitu saja. Dia menelan kecut di antara senyum sumir Kedua tangan di meja menggenggam erat, sebagai upaya untuk tetap tenang. Detik berikutnya terdengar dering panjang dari saku celana Pramono. Laki-laki itu merogohnya cepat. Satu usapan sebelum benda pipih itu berpindah ke telinga. “Ya, Ratna?” Dent

    Last Updated : 2022-09-09
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   119. Kenyataan yang Tersingkap

    “Kak Jev?” ucap Nadya sambil mengusap sisa air mata di wajahnya. Dia tahu nama laki-laki itu saat rapat tadi. “Hai.” Laki-laki itu melangkah masuk. “Aku ditunjuk Hana untuk membantu mengarahkan kamu dalam proses editing.” Laki-laki itu mendekati Nadya yang masih duduk di kursi yang sama sejak masuk tadi. Nadya memandang Jev ragu-ragu. “Oya?” “Ya. Katanya, dia harus mengurus sesuatu.” Jev menarik sebuah kursi dan mendudukinya. “Tapi sebelum itu, kamu mungkin butuh ini.” Jevri meletakkan paper cup berisi kopi di depan Nadya. Perempuan itu segera meraihnya dan mengucapkan terima kasih. “Aku sempat melihat ketegangan di wajahmu saat berhadapan dengan Pak Pram tadi. Apa ada masalah?” Nadya sedikit terenyak. Tak menyangka ada yang menangkap ekspresi sekecil itu. Namun segera mengalihkannya. “Oh, tidak. Hanya sedikit brifing tentang aturan kantor yang ternyata banyak yang saya belum tahu.” Nadya tersenyum ragu-ragu. Namun cukup untuk menampakkan lesung pipi di sana. Jev manggut-manggut.

    Last Updated : 2022-09-09
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   120a. Hukuman Untuk Nadya Bag. 1

    “Jadi kau tinggal di sini selama di Bandung?” tanya Pramono tepat ketika roda mobilnya berhenti di halaman rumah yang Nadya tempati—rumah orang tua Edwin. “Ya.” Nadya membuka pintu mobil dan melangkah turun. Pramono mengikuti perempuan itu hingga teras rumah. Pandangannya mengedar memperhatikan setiap detail bangunan itu. Setengahnya penasaran dari mana Nadya memiliki koneksi hingga bisa menyewanya? Nadya berbalik. Langkah Pramono terhenti hingga nyaris menubruk wanita itu. Mereka saling memandang. Nadya berpaling. “Sebaiknya Bapak tetap di luar.” “Apa?” Pramono mendelik. Kedua mata memicing itu jelas sempat berharap lebih. “Tidak baik, atasan berduaan dengan karyawannya. Apa kata orang nanti?” Merasa telah membalas satu pukulan, wanita itu menarik sebelah bibir. Nadya beralih pada pintu dan membukanya. Sebelum berpaling tadi, dia sempat melihat ekspresi terkejut itu di wajah Pramono. Pintu terbuka. Nadya melangkah masuk dan kembali menutupnya. Tak langsung mengemasi barang yan

    Last Updated : 2022-09-10
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   120b. Hukuman Untuk Nadya

    “Kau pikir aku sekejam itu?” tanya Pramono sembari menarik sebuah kursi tak jauh dari Nadya. “Duduklah,” ucapnya dengan seulas senyum manis pada Nadya. Senyum yang dipaksanya untuk tampak. Hanya sekejap. Sebab tepat setelah Nadya menjatuhkan pantatnya, senyum itu lenyap. Pramono mengedar pandang ke penjuru ruangan dengan tatapan tajam pada orang-orang yang memandang penasaran. Seolah dari tatapan itu ingin mengatakan, ‘Kalian akan mati jika mengganggu istriku.’ Laki-laki itu kembali duduk. Nadya meletakkan buku di kursi lain tak jauh darinya. “Bapak tidak kejam,” ucap Nadya tanpa memandang Pramono. “Bapak hanya bos yang berhak melarang atau memberi perintah apa pun,” lanjutnya. Pramono mengangkat wajah. “Apa?” *** Pesanan tiba. Steik dengan kematangan sempurna tersaji di depan mata. Alih-alih segera mengambil garpu dan pisau, Nadya justru memandangi makanan itu. “Apa untuk memakan isi piringmu, juga harus ada perintah?” Pramono menatap wanita itu. Nadya membuang muka. Sejauh i

    Last Updated : 2022-09-10

Latest chapter

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   136. Last Part Season 2

    Usai makan malam, dan menidurkan Tasya di kamarnya, Nadya termenung di ujung ruang tamu. Remote di pangkuan. Televisi menyala di ujung ruangan. Namun, pikirannya melayang entah kemana. Ada hal yang membuat dia enggan dengan mudah menerima kebaikan Pramono. Salah satunya, dosa yang dia perbuat. Nadya malu. Dia merasa tak tahu diri jika menerima kebaikan Pramono begitu saja, sementara tangannya telah begitu jahat mencabik hati laki-laki baik itu. Hal yang juga sekali lagi akhirnya Nadya sesali, adanya lebam biru di pipi Tasya yang ternyata akibat ulah Ratna, wanita yang selama ini menampakkan wajah lembutnya di hadapan Pramono, yang seolah sanggup menggantikan kedudukan istri mana pun. Nadya menunduk. ‘Ini semua salahku. Andai aku tak menanggapi Ali. Andai aku tak menyerahkan kehormatanku begitu saja ... mungkin ini semua tak akan terjadi. Dan jika ada yang pantas dihukum, maka itu adalah aku,’ bisik Nadya dalam hati. Dia menangis dalam diam. “Apa yang kau pikirkan?” Dari arah dapur,

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   135. Mengubah Niat

    “Mas baik-baik saja?” tanya Annisa pada Pramono tepat ketika membuka pintu kamar rawatnya. Setelah sempat melirik sebentar, alih-alih menanggapi, laki-laki itu justru berpaling dari gadis yang mendekat ke arahnya. “Jadi Nadya bersamanya, sekarang?” tanya Pramono tak terkejut. Annisa mengedikkan bahu, seolah ada jawaban, ‘Begitulah’ pada gerakan itu. “Hanya untuk minta maaf. Tak ada yang lain,” jawabnya datar. Sontak laki-laki di bed menoleh. Dahinya berkerut begitu saja. “Minta maaf? Untuk?” “Mbak Nadya merasa apa yang menimpa Ali—kalian adalah salahnya.” Laki-laki itu menatap skeptis, lalu terkekeh pada detik berikutnya. Ekspresi wajahnya berubah begitu getir. “Korban sesungguhnya bukan dia,” ucapnya di antara geraham beradu. “Bukan dia yang seharusnya mendapatkan permintaan maaf itu, kau tahu bukan?” “Mas, Nisa pikir bukan itu maksud Mbak Nadya.” “Lalu apa?” Annisa menelan ludah sebelum mulai bicara, “Dia hanya merasa Ali tak perlu mendapat pukulan itu.” Kerutan di dahi Pra

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   134. Semakin Keruh

    Berniat pulang lebih awal, pukul tiga sore Pramono keluar dari ruangannya. Melewati meja Hana, berbelok kiri, dia melangkah menuju ruang editor untuk menemui Nadya dan bermaksud mengajaknya pulang bersama. Namun, Pramono harus kecewa karena wanita itu tidak ada di mejanya. Laki-laki itu berbalik. “Kau tahu di mana Nadya, Hana?” Sontak Hana mendongak. Pandangannya sempat melirik ke ruangan sebelah di mana Nadya biasanya berada, sebelum kembali pada sang bos yang berdiri dengan tatapan dingin, menunggu jawaban. “Tidak, Pak. Saya kira tadi sudah izin sama Bapak.” Pramono memicing. Artinya dia pergi? “Sejak kapan?” “Mungkin satu jam yang lalu.” Laki-laki itu meninggalkan meja Hana dan keluar dari ruang editor dengan langkah panjang. Satu tangannya menyelip ke dalam saku kanan celana, lalu keluar dengan ponsel dalam genggaman dan mulai menggulirkan ibu jari. “Kau di mana?” tanyanya pada seseorang di ujung sana setelah nada sambung terputus. “Aku di rumah.” “Rumah yang mana?” “Yang

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   133. Persaingan Dua Lelaki

    “Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?” tanya Pramono berusaha menutupi kemarahannya. Laki-laki di hadapannya berdeham pelan. Detik berikutnya punggung dan menatap dingin ke arah Pramono. “Aku ingin mengatakan, mari kita bersaing secara sehat,” jawabnya tenang. “Aku tahu, meski Anda begitu marah, jauh dalam lubuk hati Anda, Anda masih sangat mengharapkan Nadya—demi putri kalian. Dan mungkin, masih ada sedikit cinta untuk dia di dalam sana. Benar? Kupastikan, aku akan mencintainya dengan baik. Jika Anda tidak yakin bisa memaafkannya dengan ikhlas, sebaiknya menyerah lah dari sekarang.” ‘Astaga ...’ Pramono meraup wajah lelah. Gigi geraham bergemeletuk. Menoleh ke kanan, diraihnya ponsel yang tergeletak di meja. Ibu jarinya bergulir menelusuri daftar kontak. Pada nama Annisa dia berhenti dan menekan tombol call. “Ya, Mas?” sapa Annisa tepat setelah bunyi dengung di telinganya terputus. “Sa, aku bisa minta tolong?” “Ya. Minta tolong apa?” *** Sepulang dari kantor Pramono, Edwin

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   132. Kedatangan Edwin

    Beberapa menit yang lalu. “Nah, begini kan cantik.” Shofwa mengulum senyum. “Coba Teteh lihat. Cantik, ‘kan?” tanya Shofwa pada wanita di sampingnya. Dipandanginya wajah itu dari pantulan kaca di depan mereka. Tak menyahut, Nadya memandang seraut wajah di cermin. Dia hampir tak mengenali dirinya sendiri yang kini dibalut jilbab panjang. Tak ada yang terlihat lagi melainkan wajah bersih dengan mata coklat dalam dan bibir yang dipulas dengan warna lembut, khas dirinya. Gadis di samping Nadya mengulum senyum. Kedua matanya menyipit. Menampakkan ekspresi kebahagiaan yang tak dibuat-buat. “Bahkan ... masih secantik itu setelah Teteh pakai jilbab. Maha Kuasa Allah menciptakan wanita dengan kecantikannya yang sempurna.” ‘Cantik?’ Nadya menatap ragu pada dirinya sebelum menunduk. ‘Apakah itu anugerah, atau musibah?’ Dia bahkan mengira kecantikannya adalah petaka yang berakhir dengan terlukanya hati banyak orang. Kini, bahkan keluarga dan orang tuanya juga. Nadya merasakan hangat merebak

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   131. Perbincangan dengan Shofwa

    “Mama masih di sini?” tanya Tasya saat menuruni anak tangga dan melihat ada sang ibu di dapur. Wanita yang masih mengenakan pakaian yang sama sejak kemarin siang, memandang ke arah bocah yang mendekat. Selarik senyum dia suguhkan seolah tak ada beban apa pun di hatinya. “Mama harus masak dulu. Terus antar Tasya ke Sekolah, terus berangkat kerja,” jawabnya. “Tapi ... tapi ... mama pulang lagi, kan?” Gerakan tangan Nadya melambat. Piring berisi nasi itu sempat mengambang sebelum diletakkannya ke meja, lalu memandang bocah di ujung meja dengan tatapan teduh. Dia bisa melihat dengan jelas ketakutan di wajah bocah itu. Nadya menoleh pada laki-laki yang kini siap dengan kemeja putihnya. Tak ikut campur, namun dia yakin Pramono menyimak pembicaraan itu, dan ingin tahu apa jawabannya. Tak berselang lama, wanita yang berdiri di ujung meja mengangguk. “Iya, Sayang. Mama akan datang lagi,” jawabnya seiring tatapan ke arah Pramono. Pandangan mereka beradu. Pramono sadar dia belum mendapat j

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   130. Permintaan (Mantan) Suami Bag. 2

    “Kuingin kau menemui Tasya barang semenit. Dia membutuhkan ibunya.” Terngiang kembali kalimat Pramono kemarin. Nadya meremas jemarinya gugup. Di depan sana Playground tempat Tasya bermain sudah terlihat. “Kau gugup?” tanya Pramono. Nadya memilih tak menanggapi. Mobil berhenti. Tak langsung keluar, Nadya justru sibuk mengatur napas. Mempersiapkan diri pada apa pun yang mungkin terjadi nanti. Penolakan, misalnya. Saat marah, anak itu sering menolak sang ibu. Dan besar kesalahannya, membuat Nadya merasa pantas mendapat kemarahan dari Tasya, bahkan mungkin bukan kata maafnya. Sementara dalam pandangan Pramono, sikap itu tampak seperti seseorang yang menunggu dibukakan pintu. Maka laki-laki yang telah berada di luar itu lalu mendekat ke pintu, membukanya. Satu tangannya lalu terulur ke arah Nadya. Wanita itu terenyak. Sempat dipandangnya tangan itu, lalu ragu-ragu menerimanya. “Tasya pasti senang melihat kau datang,” ucap Pramono sembari menutup pintu. Sebaliknya, keraguan justru mem

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   129. Permintaan (Mantan) Suami

    “Mas, di sini.” Annisa melambai pada laki-laki yang mengedar pandang di tepi alun-alun kota Bandung. Topi hitam di kepala. Jam di tangan kirinya. Laki-laki berkemeja putih itu menoleh. Lalu tersenyum. Dia melangkah mendekat. Namun perempuan dari arah sebaliknya melangkah lebih cepat. Gadis itu berhenti ketika jarak mereka hanya tersisa beberapa senti. Dengan teliti, dipandanginya wajah itu. Binar kebahagiaan terpancar jelas di matanya. Senyum jujur yang dibalut rasa malu. Satu lagi ... rasa yang sama. Annisa hampir tak percaya bisa melihat laki-laki itu datang begitu jauh hanya untuk menemuinya. Annisa melangkah maju dengan kedua tangan terbuka, dan merengkuh erat tubuh laki-laki itu. “Aku kangen, sama Mas.” Ragu, laki-laki itu mundur selangkah. Kedua tangannya sempat akan mengurai dekapan Annisa, namun akhirnya memilih membiarkan ketika dekapan itu terasa lebih erat. *** “Ratna!” Mendengar namanya dipanggil, wanita di pintu keluar bandara menoleh. Wajah yang semula sendu, beru

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   128. Kemarahan Pramono Bag. 2

    Beberapa menit sebelumnya. “Mas sarapanlah dulu.” Ratna meletakkan mangkuk sayur di meja. Satu piring dia ambil dan meletakkannya di depan Pramono. Di atasnya, nasi lengkap dengan sayuran telah tersaji. “Terima kasih,” jawab Pramono melirik wanita di seberang meja sebentar. Tampak sembab di wajah itu. Dia yakin, Ratna menangis belum lama tadi. Beralih ke piring, laki-laki itu meraih sendok di atasnya. “Kau baik-baik saja?” Ratna tertawa datar. “Apa ada yang baik-baik saja, setelah diceraikan suaminya?” Butuh waktu bagi Ratna untuk mendengar tanggapan laki-laki di depan meja. Wajahnya menunduk ke arah makanan di hadapan. “Aku hanya tak ingin membebanimu, Ratna,” ucap Pramono dengan nada begitu rendah. “Aku tahu.” Wanita itu mengangguk. “Itulah kenapa kuminta Kak Syarif datang untuk menjemput ke sini.” “Syarif? Asisten Ayah?” “Ya.” Pramono manggut-manggut. Kabari aku saat dia datang. Aku harus ke kantor sebentar. *** Usai mengantar Tasya ke sekolah, Pramono bergegas menuju kan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status