Beranda / Romansa / FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang) / 111. Kejutan Manis Direktur Bag. 1

Share

111. Kejutan Manis Direktur Bag. 1

Penulis: Bintu Ikhwani
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-05 17:59:00
“Pagi, Kak Nisa,” sapa Dewi ketika melihat Annisa membuka pintu kantor NAF dan menyelip masuk.

“Pagi,” jawab Annisa.

Namun, langkahnya kemudian terhenti di lobi saat pandangannya menangkap sebuah mobil mewah berhenti di halaman parkir. Sedetik setelahnya seorang wanita anggun melangkah keluar dan berdiri tak jauh dari pintu pengemudi.

Annisa memicing. Itu Nadya. Tapi dia jelas tahu laki-laki yang mengantarnya bukan Pramono atau Ali. Dan mobil itu terlalu mewah untuk dikatakan sebagai sebuah angkutan umum.

‘Siapa laki-laki itu?’ Dahi Annisa mengernyit. Lalu dengan buru-buru melanjutkan langkahnya masuk.

***

Di halaman parkir, Nadya keliru jika berharap laki-laki yang mengantarnya akan segera pergi. Setelah beberapa saat menunggu, dari jok kemudi, Edwin bahkan masih memandanginya, seakan ada sesuatu di wajah wanita itu yang sayang untuk dilewatkan.

Terjebak dalam suasana canggung, Nadya berdeham pelan demi mengurai gugup. “Pergilah. Aku harus segera masuk,” ucapnya setengah berbis
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   112. Kejutan Manis Direktur Bag. 2

    “Bapak, editor yang kemarin saya beri tahu sudah menunggu di ruangan. Apa bapak jadi datang,” tanya Hana melalui sambungan telepon. “Tentu. Aku sudah berada di depan pintu ruanganku. Kau belum selesai bicara dengan Annisa?” Seketika terdengar derit kursi. Pramono menebak asistennya itu baru saja berdiri. “O—oh. Sa—saya akan segera kembali.” “Aku membayarmu bukan untuk mengobrol, Hana. Kerjakan tugasmu!” “B—baik.” Samar terdengar derap langkah di ujung sambungan telepon. Pramono memutus sambungan telepon. Dengan satu tangan terselip di saku, pandangannya kembali tertuju pada wanita bergaun biru yang duduk di seberang meja kerjanya. Beberapa kali wanita itu tampak mengedar pandang ke sekeliling ruangan, lalu berhenti pada jam di tangan. Beruntung Pramono sempat menyuruh orang untuk menurunkan semua foto dan nama di meja, dan wanita itu tak sempat melihat apa-apa atau rencananya akan kacau. Kemudian seperti telah menghitung waktu mundur, wanita itu tampak melihat jam di tangannya l

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-06
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   113. Pengakuan yang Tak Diinginkan

    Pintu tertutup. Bahu yang semula tegak kini luruh seiring deraian air mata yang mengalir di pipi. Nadya merasa terluka entah akibat goresan yang mana. Dia bahkan mulai berpikir, kalau pun ada luka di hatinya saat ini, itu terjadi akibat ulahnya sendiri. Maka tak salah jika dia menerima semua itu. Bahkan ... jika dengan mudah Pramono menemukan yang baru, dia berhak melakukan itu. ‘Jadi kenapa aku harus kecewa?’ Dengan tangan gemetar, Nadya meraih buku dan hasil riset di meja Pramono. Kemudian dengan tubuh setengah terhuyung, perempuan itu melangkah keluar melewati beberapa orang yang memandangnya dengan tatapan tak mengerti, dan bisik-bisik yang tak bisa dia dengar. Nadya mengabaikannya. ‘Air mata sialan!’ umpatnya dalam hati. Satu tangan mengusap pipi dengan ujung jari, mencegah tetes demi tetes air mata itu mengalir lebih banyak. Brak! Buku dan file di tangan Nadya terjatuh. Tubuh perempuan itu terpental dua langkah ke belakang. Sorot matanya kosong, tertuju pada lantai. Nadya be

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-06
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   114. Di Rumah Edwin

    Hanya sebentar Ratna di kantor. Setelahnya dia pergi karena harus menjemput Tasya. Niat yang semula inisiatifnya sendiri. Namun berakhir harus disesali karena ternyata semua kebaikannya pada anak itu tak mampu membuat Pramono tahu bagaimana perjuangannya. Sekedar untuk berbaik hati menjaga ucapannya agar tak menyakiti. ‘Kenapa aku harus susah-susah di sini, jika itu tak mampu membuatmu melihat bagaimana perjuanganku? Aku bukan Baby Sitter. Aku istrimu. Aku ibu sambung anakmu, baik saat ini atau nanti.’ Ratna mengusap sudut matanya dengan ujung jari. Awalnya Ratna bukan orang yang perhitungan. Dia sempat mencintai Tasya seperti putrinya sendiri setiap kali harapan mendapat cinta dari Pramono akan terwujud. Tapi lihat .... Dengan gamblang, di hadapannya, Pramono bahkan mengakui cintanya pada Nadya tanpa sedikit pun berpikir kata-kata itu akan berarti apa di hati Ratna. Jika kau, apakah akan baik-baik saja? Adakah orang yang bisa benar-benar tulus tanpa pamrih? Harus kuapakan anak ini

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-07
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   115a. Sisi Lain Ratna

    Di rumah Pramono, Ratna memandang cukup lama bocah yang terlelap di kamarnya. Ada amarah yang menggumpal di dada, hingga panasnya terasa mampu membakar segala hal yang ada di hadapan. Belum lama tadi, setelah mengatakan pada Tasya ke mana sang ibu, anak itu menangis sejadinya. Begitu bising untuk benak yang sedang ingin menenangkan diri dari kekacauan yang dirasakan. Ratna berada pada titik terendah kesabaran. Geram, didorongnya bocah merengek itu hingga tersungkur di lantai, setelah sebelumnya membentur kaki meja. Bukan hanya tangisan yang kian menjadi. Bahkan kini pipi tembam itu berubah lebam kebiruan. Inilah yang orang katakan, wanita bisa menanggung beban hidup apa pun, tapi tidak dengan luka yang suami torehkan. Ratna menderita oleh luka yang lebih menyakitkan dari saat sebelum dia memutuskan menikah dengan kakak angkatnya. Bukan manusia jika tidak berharap lebih. Ratna lupa pada niat awalnya menikahi Pramono. ‘Aku mencintainya. Untuk itu kau tahu alasanku, bukan?’ ‘Aku men

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-07
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   115b. Godaan Manis Bag. 1

    “Apa setampan itu?” “Ya. Kau puas?” Nadya mendelik. Semu merah di kedua pipi. Suara tawa kembali terdengar. “Mereka adikku,” ucap Edwin sambil menunjuk satu bingkai di sebelahnya. Di sana tiga orang terlihat dalam satu bingkai, satu di antaranya Edwin. “Dua-duanya?” “Ya. Satu dari mereka tinggal di Malaysia meneruskan bisnis ayah. Yang lagi yang perempuan di Jerman, kuliah dan bekerja di sana.” “Kalian keluarga sempurna.” Edwin tersenyum samar. “Tidak sesempurna kelihatannya. Ibuku sering kali harus kesepian saat ayah tak di rumah. Aku yang paling sering kena marah,” sanggahnya lalu terkekeh pelan. “Kepedihan yang akhirnya kurindukan.” Meski berusaha melukis senyum, tapi kedua alis itu adalah bukti perasaannya sedang tidak baik-baik saja. Nadya bisa melihat itu. “Jika definisi sempurna yang kau maksud adalah harta dan pencapaian yang ada pada kami, maka kau salah besar, Nadya. Sempurnanya sebuah keluarga adalah saat dua manusia yang membina bisa saling mengisi kekosongan peran

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-07
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   116a. Godaan Manis Bag. 2

    Pandangan mereka mengunci. Seperti tersengat yang memicu debar-debar halus memburu setelahnya, Nadya semakin bimbang saat akhirnya satu tangan Edwin terangkat dan menyelip di tengkuk. Sementara tangan yang lain mengangkat dagunya. Ragu-ragu Nadya memandang wajah sendu itu. Dia tahu apa yang laki-laki itu pikirkan dan merasa tengah memikirkan hal yang sama. Detik berikutnya, dengan gerakan begitu lambat, laki-laki itu mendekatkan wajah. Nadya memejam. Kemudian dengan berat hati dia berpaling menghindari laki-laki itu. Edwin terpaku dalam posisi yang sama, lalu tersenyum. Entah karena kecewa merasa ditolak, atau bangga pada sikap Nadya, keduanya sulit dia bedakan. Edwin mengusap pucuk kepala wanita itu. “It’s ok. I proud of you.” Lalu genggamannya beralih ke jemari. Gugup, Nadya menghirup napas dalam-dalam seiring upaya melepaskan genggaman laki-laki itu. “Maaf, Edwin,” ucapnya lirih serupa bisikan. Dia meletakkan gelas itu di meja dan menjauh seperti orang ketakutan. Mengabaikan e

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-08
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   116b. Perhatian yang Dilupakan

    Di rumah Tuan Aji.“Sudah lebih baik?” tanya Syarif pada wanita di ujung sambungan telepon.Belum lama tadi, tepat ketika terdengar sahutan dari ujung sana, terdengar pula suara wanita terisak-isak. Ratna tersedu dengan suara yang terdengar sangat memilukan di telinga Syarif. Apa yang dia takutkan akhirnya terjadi.“Ya, Kak. Maaf,” jawab Ratna setelah beberapa saat pertanyaan itu menggantung di udara.“Kau butuh bantuan, Ratna?”“Tidak. Tak perlu, Kak,” jawab Ratna dengan suara bergetar.“Tapi suaramu mengatakan sebaliknya.”Kembali terdengar isak lirih di ujung sambungan telepon. “Kak Syarif benar. Menjadi yang ke dua di tengah keadaan yang sulit, tidaklah mudah.Tidak mudah menjaga hati agar tak terluka. Na kecewa sekali.” Suara isak kembali mengiringi kalimat demi kalimat Ratna. “Begitu kecewanya sampai anak yang tak bersalah menjadi korban kekesalan.”Syarif menghela napas dalam. “Tasya?” tanyanya. “Apa yang terjadi?” Mendadak perasaan Syarif diliputi kecemasan. “Sulit mengubah pe

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-08
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   117a. Permintaan Maaf Edwin

    “Mas tidak menahannya?” “Kenapa? Dia punya urusannya sendiri.” Hasna mendengkus pelan. “Benar. Tapi ... bukankah dia gadis yang manis, Mas?” “Tak semanis adik di belakangku, tentu saja.” “Halah, gombal.” Sebuah tepukan mendarat di pundak Ali. Suara kekeh terdengar setelahnya. “Kenapa Mas nggak datangi aja?” “Untuk apa?” Hasna menarik napas. “Aku tau Mas suka Annisa. Mas cuma tidak menyadarinya.” “Ngawur!” “Ingat doa ibu tetap berlaku walau sudah meninggal.” “Apa hubungannya dengan doa?” Ali menghentikan gerakan tangannya. Dia menoleh tanpa benar-benar melihat sang adik yang duduk dengan kedua tangan terlipat di dada. “Kalau kau hanya ingin menggangguku, lebih baik pergilah.” Hasna menatap kesal. “Aku akan pergi setelah Mas dengarkan aku,” balasnya tersungut-sungut. “Ibu berdoa semoga Mas bisa membuka hati untuk gadis itu. Kenapa enggak mencoba mewujudkan doa ibu? Itu bagian dari wasiat loh ...” Kali ini, Ali benar-benar menghentikan gerakan tangannya. Di tempat yang sama, di

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-08

Bab terbaru

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   136. Last Part Season 2

    Usai makan malam, dan menidurkan Tasya di kamarnya, Nadya termenung di ujung ruang tamu. Remote di pangkuan. Televisi menyala di ujung ruangan. Namun, pikirannya melayang entah kemana. Ada hal yang membuat dia enggan dengan mudah menerima kebaikan Pramono. Salah satunya, dosa yang dia perbuat. Nadya malu. Dia merasa tak tahu diri jika menerima kebaikan Pramono begitu saja, sementara tangannya telah begitu jahat mencabik hati laki-laki baik itu. Hal yang juga sekali lagi akhirnya Nadya sesali, adanya lebam biru di pipi Tasya yang ternyata akibat ulah Ratna, wanita yang selama ini menampakkan wajah lembutnya di hadapan Pramono, yang seolah sanggup menggantikan kedudukan istri mana pun. Nadya menunduk. ‘Ini semua salahku. Andai aku tak menanggapi Ali. Andai aku tak menyerahkan kehormatanku begitu saja ... mungkin ini semua tak akan terjadi. Dan jika ada yang pantas dihukum, maka itu adalah aku,’ bisik Nadya dalam hati. Dia menangis dalam diam. “Apa yang kau pikirkan?” Dari arah dapur,

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   135. Mengubah Niat

    “Mas baik-baik saja?” tanya Annisa pada Pramono tepat ketika membuka pintu kamar rawatnya. Setelah sempat melirik sebentar, alih-alih menanggapi, laki-laki itu justru berpaling dari gadis yang mendekat ke arahnya. “Jadi Nadya bersamanya, sekarang?” tanya Pramono tak terkejut. Annisa mengedikkan bahu, seolah ada jawaban, ‘Begitulah’ pada gerakan itu. “Hanya untuk minta maaf. Tak ada yang lain,” jawabnya datar. Sontak laki-laki di bed menoleh. Dahinya berkerut begitu saja. “Minta maaf? Untuk?” “Mbak Nadya merasa apa yang menimpa Ali—kalian adalah salahnya.” Laki-laki itu menatap skeptis, lalu terkekeh pada detik berikutnya. Ekspresi wajahnya berubah begitu getir. “Korban sesungguhnya bukan dia,” ucapnya di antara geraham beradu. “Bukan dia yang seharusnya mendapatkan permintaan maaf itu, kau tahu bukan?” “Mas, Nisa pikir bukan itu maksud Mbak Nadya.” “Lalu apa?” Annisa menelan ludah sebelum mulai bicara, “Dia hanya merasa Ali tak perlu mendapat pukulan itu.” Kerutan di dahi Pra

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   134. Semakin Keruh

    Berniat pulang lebih awal, pukul tiga sore Pramono keluar dari ruangannya. Melewati meja Hana, berbelok kiri, dia melangkah menuju ruang editor untuk menemui Nadya dan bermaksud mengajaknya pulang bersama. Namun, Pramono harus kecewa karena wanita itu tidak ada di mejanya. Laki-laki itu berbalik. “Kau tahu di mana Nadya, Hana?” Sontak Hana mendongak. Pandangannya sempat melirik ke ruangan sebelah di mana Nadya biasanya berada, sebelum kembali pada sang bos yang berdiri dengan tatapan dingin, menunggu jawaban. “Tidak, Pak. Saya kira tadi sudah izin sama Bapak.” Pramono memicing. Artinya dia pergi? “Sejak kapan?” “Mungkin satu jam yang lalu.” Laki-laki itu meninggalkan meja Hana dan keluar dari ruang editor dengan langkah panjang. Satu tangannya menyelip ke dalam saku kanan celana, lalu keluar dengan ponsel dalam genggaman dan mulai menggulirkan ibu jari. “Kau di mana?” tanyanya pada seseorang di ujung sana setelah nada sambung terputus. “Aku di rumah.” “Rumah yang mana?” “Yang

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   133. Persaingan Dua Lelaki

    “Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?” tanya Pramono berusaha menutupi kemarahannya. Laki-laki di hadapannya berdeham pelan. Detik berikutnya punggung dan menatap dingin ke arah Pramono. “Aku ingin mengatakan, mari kita bersaing secara sehat,” jawabnya tenang. “Aku tahu, meski Anda begitu marah, jauh dalam lubuk hati Anda, Anda masih sangat mengharapkan Nadya—demi putri kalian. Dan mungkin, masih ada sedikit cinta untuk dia di dalam sana. Benar? Kupastikan, aku akan mencintainya dengan baik. Jika Anda tidak yakin bisa memaafkannya dengan ikhlas, sebaiknya menyerah lah dari sekarang.” ‘Astaga ...’ Pramono meraup wajah lelah. Gigi geraham bergemeletuk. Menoleh ke kanan, diraihnya ponsel yang tergeletak di meja. Ibu jarinya bergulir menelusuri daftar kontak. Pada nama Annisa dia berhenti dan menekan tombol call. “Ya, Mas?” sapa Annisa tepat setelah bunyi dengung di telinganya terputus. “Sa, aku bisa minta tolong?” “Ya. Minta tolong apa?” *** Sepulang dari kantor Pramono, Edwin

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   132. Kedatangan Edwin

    Beberapa menit yang lalu. “Nah, begini kan cantik.” Shofwa mengulum senyum. “Coba Teteh lihat. Cantik, ‘kan?” tanya Shofwa pada wanita di sampingnya. Dipandanginya wajah itu dari pantulan kaca di depan mereka. Tak menyahut, Nadya memandang seraut wajah di cermin. Dia hampir tak mengenali dirinya sendiri yang kini dibalut jilbab panjang. Tak ada yang terlihat lagi melainkan wajah bersih dengan mata coklat dalam dan bibir yang dipulas dengan warna lembut, khas dirinya. Gadis di samping Nadya mengulum senyum. Kedua matanya menyipit. Menampakkan ekspresi kebahagiaan yang tak dibuat-buat. “Bahkan ... masih secantik itu setelah Teteh pakai jilbab. Maha Kuasa Allah menciptakan wanita dengan kecantikannya yang sempurna.” ‘Cantik?’ Nadya menatap ragu pada dirinya sebelum menunduk. ‘Apakah itu anugerah, atau musibah?’ Dia bahkan mengira kecantikannya adalah petaka yang berakhir dengan terlukanya hati banyak orang. Kini, bahkan keluarga dan orang tuanya juga. Nadya merasakan hangat merebak

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   131. Perbincangan dengan Shofwa

    “Mama masih di sini?” tanya Tasya saat menuruni anak tangga dan melihat ada sang ibu di dapur. Wanita yang masih mengenakan pakaian yang sama sejak kemarin siang, memandang ke arah bocah yang mendekat. Selarik senyum dia suguhkan seolah tak ada beban apa pun di hatinya. “Mama harus masak dulu. Terus antar Tasya ke Sekolah, terus berangkat kerja,” jawabnya. “Tapi ... tapi ... mama pulang lagi, kan?” Gerakan tangan Nadya melambat. Piring berisi nasi itu sempat mengambang sebelum diletakkannya ke meja, lalu memandang bocah di ujung meja dengan tatapan teduh. Dia bisa melihat dengan jelas ketakutan di wajah bocah itu. Nadya menoleh pada laki-laki yang kini siap dengan kemeja putihnya. Tak ikut campur, namun dia yakin Pramono menyimak pembicaraan itu, dan ingin tahu apa jawabannya. Tak berselang lama, wanita yang berdiri di ujung meja mengangguk. “Iya, Sayang. Mama akan datang lagi,” jawabnya seiring tatapan ke arah Pramono. Pandangan mereka beradu. Pramono sadar dia belum mendapat j

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   130. Permintaan (Mantan) Suami Bag. 2

    “Kuingin kau menemui Tasya barang semenit. Dia membutuhkan ibunya.” Terngiang kembali kalimat Pramono kemarin. Nadya meremas jemarinya gugup. Di depan sana Playground tempat Tasya bermain sudah terlihat. “Kau gugup?” tanya Pramono. Nadya memilih tak menanggapi. Mobil berhenti. Tak langsung keluar, Nadya justru sibuk mengatur napas. Mempersiapkan diri pada apa pun yang mungkin terjadi nanti. Penolakan, misalnya. Saat marah, anak itu sering menolak sang ibu. Dan besar kesalahannya, membuat Nadya merasa pantas mendapat kemarahan dari Tasya, bahkan mungkin bukan kata maafnya. Sementara dalam pandangan Pramono, sikap itu tampak seperti seseorang yang menunggu dibukakan pintu. Maka laki-laki yang telah berada di luar itu lalu mendekat ke pintu, membukanya. Satu tangannya lalu terulur ke arah Nadya. Wanita itu terenyak. Sempat dipandangnya tangan itu, lalu ragu-ragu menerimanya. “Tasya pasti senang melihat kau datang,” ucap Pramono sembari menutup pintu. Sebaliknya, keraguan justru mem

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   129. Permintaan (Mantan) Suami

    “Mas, di sini.” Annisa melambai pada laki-laki yang mengedar pandang di tepi alun-alun kota Bandung. Topi hitam di kepala. Jam di tangan kirinya. Laki-laki berkemeja putih itu menoleh. Lalu tersenyum. Dia melangkah mendekat. Namun perempuan dari arah sebaliknya melangkah lebih cepat. Gadis itu berhenti ketika jarak mereka hanya tersisa beberapa senti. Dengan teliti, dipandanginya wajah itu. Binar kebahagiaan terpancar jelas di matanya. Senyum jujur yang dibalut rasa malu. Satu lagi ... rasa yang sama. Annisa hampir tak percaya bisa melihat laki-laki itu datang begitu jauh hanya untuk menemuinya. Annisa melangkah maju dengan kedua tangan terbuka, dan merengkuh erat tubuh laki-laki itu. “Aku kangen, sama Mas.” Ragu, laki-laki itu mundur selangkah. Kedua tangannya sempat akan mengurai dekapan Annisa, namun akhirnya memilih membiarkan ketika dekapan itu terasa lebih erat. *** “Ratna!” Mendengar namanya dipanggil, wanita di pintu keluar bandara menoleh. Wajah yang semula sendu, beru

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   128. Kemarahan Pramono Bag. 2

    Beberapa menit sebelumnya. “Mas sarapanlah dulu.” Ratna meletakkan mangkuk sayur di meja. Satu piring dia ambil dan meletakkannya di depan Pramono. Di atasnya, nasi lengkap dengan sayuran telah tersaji. “Terima kasih,” jawab Pramono melirik wanita di seberang meja sebentar. Tampak sembab di wajah itu. Dia yakin, Ratna menangis belum lama tadi. Beralih ke piring, laki-laki itu meraih sendok di atasnya. “Kau baik-baik saja?” Ratna tertawa datar. “Apa ada yang baik-baik saja, setelah diceraikan suaminya?” Butuh waktu bagi Ratna untuk mendengar tanggapan laki-laki di depan meja. Wajahnya menunduk ke arah makanan di hadapan. “Aku hanya tak ingin membebanimu, Ratna,” ucap Pramono dengan nada begitu rendah. “Aku tahu.” Wanita itu mengangguk. “Itulah kenapa kuminta Kak Syarif datang untuk menjemput ke sini.” “Syarif? Asisten Ayah?” “Ya.” Pramono manggut-manggut. Kabari aku saat dia datang. Aku harus ke kantor sebentar. *** Usai mengantar Tasya ke sekolah, Pramono bergegas menuju kan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status