Beranda / Romansa / FLOWIE / 3 – LITTLE STORY OF LUKE AND ALVIAN

Share

3 – LITTLE STORY OF LUKE AND ALVIAN

Penulis: Renjana Tira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Di tengah kegelapan, tampak seorang pria berdiri di balkon apartemennya. Pria yang tingginya sekitar 185 cm itu menyandarkan badannya di dinding, melipat kedua tangannya di dada dan melempar pandangannya ke hempasan lautan luas di hadapannya. Dia membiarkan angin laut menyapu pelan rambutnya. Suasana malam di tepi pantai tampak begitu indah dengan lampu kelap-kelipnya. Seketika dia menghela nafas panjang dan memejamkan matanya, merasakan hembusan angin menjelajah seluruh tubuhnya.

Tidak lama dia mengeluarkan ponsel pintar dari dalam sakunya dan jemari-jemarinya tampak sedang mengetik sebuah rangkaian kalimat. Setelah itu, dia melangkah masuk ke dalam kamarnya. Ah. Wajah tampannya kini terlihat jelas di bawah lampu kamarnya. Pria ini, berambut cokelat, bermata cokelat, dan sedikit berewokan. Dia tampak menatap kopernya yang masih terbuka dengan baju-baju yang sudah tersusun di dalamnya. Tidak lama setelah itu, dia menutup kopernya, menurunkannya ke lantai, meraih tas selempangnya dan mulai menyeret kopernya keluar dari kamarnya. "Bisakah aku tidak usah pulang?" tanyanya dalam hati.

===

Alvian melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk di pinggangnya, memperlihatkan dada bidang dengan abs di perutnya yang sempurna. Rambutnya yang masih basah meneteskan beberapa air di pundaknya. Dia melihat ponsel yang tadi ia letakan di atas kasurnya berkedip menunjukan ada suatu pemberitahuan. Alvian segera meraihnya dan memeriksanya. Ternyata ada pesan yang masuk.

‘Al, aku akan sampaidi besok. Jemput aku di airport. Karena aku tidak ingin pulang ke rumah.’

Alvian tersenyum membaca pesan dari sahabatnya -Luke-. Sudah 3 tahun terakhir kali dia berjumpa dengan Luke. Setelah tamat SMA, Alvian dan Luke melanjutkan sekolah mereka di Madrid. Bahkan setelah perkuliahan selesai, mereka tetap tinggal di Madrid. Masing-maing mempunyai Alasan untuk tetap tinggal di negara asing itu.

Luke memilih tetap tinggal karena ingin melarikan diri dari keluarganya yang tidak harmonis. Ayah dan ibunya yang selalu bertengkar setiap saat sangat membuat Luke tidak nyaman. Belum lagi sang ibu yang suka menjodohkannya dengan wanita-wanita pilihan ibunya, dan ini semua karena permainan konyol kakek Luke -Diego Croose-. Pria tua pemilik Ocean Group itu memberi pengumuman yang cukup mengejutkan keluarga besar Croose beberapa tahun silam. Pengumumannya adalah bahwa dia hanya akan mewarisi sahamnya -yang tentu saja adalah saham terbesar- kepada cucunya yang berhasil memberikannya cicit, tidak peduli apakah dia cucu pertama atau cucu paling bungsu. Hal ini membuat Elya ketakutan kalau saja sepupu-sepupu Luke berhasil menikah deluan, maka tamatlah riwayat Luke. Sebenarnya tidak benar-benar tamat, tapi paling tidak saham yang akan dia peroleh tidak sebesar sepupu-sepupunya yang lain. Namun, hal ini benar-benar tidak menarik perhatian Luke dan bahkan kedua sepupu, Gilbert yang berusia 27 dan Andreas yang berusia 29 untuk buru-buru menikah. Hanya para ibu mereka saja yang tergila-gila dengan saham itu. Elya salah satunya. Itu benar-benar membuat Luke mual dan pusing.

Sedangkan Alvian, dia memilih tinggal karena wanita yang sangat dicintainya -Alice Cassandra-. Gadis keturunan Spanyol-Indonesia ini begitu memikatnya hingga ia tak berkutik. Segala sesuatu ia lakukan untuk wanita terindah ini, wanita yang kini meninggalkannya untuk mengejar impian-impiannya. Ya. Alice meninggalkan pria tampan ini.

FLASH BACK

Alice Cassandra adalah junior Alvian saat kuliah di Madrid. Gadis yang berjarak 5 tahun darinya ini sungguh memikat. Di usianya yang baru 16 tahun, dia sudah resmi menjadi seorang mahasiswi. Kenapa tidak? Alice anak yang sangat pintar. Dia meyelesaikan SMP dalam 2 tahun dan SMA 2 tahun. Disamping kepintarannya, dia juga cantik. Benar-benar sempurna. Wajar saja Alvian jatuh cinta pada Alice. Setelah saling mengenal cukup lama, mereka berpacaran.

Sudah 6 tahun mereka berpacaran. Setelah Alice tamat, dia terjun ke dunia kerja. Tapi hanya sebentar, karena dia begitu tergila-gila untuk belajar, dan melanjutkan kuliahnya lagi. Hubungannya dan alvian sudah sangat dekat. Mereka tinggal di satu apartemen di Madrid. Menghabiskan waktu selalu bersama.

“Selamat atas wisudamu sayang,” ucap Alvian memeluk Alice erat pada saat acara wisuda S2 Alice di Madrid

“Terimakasih sayang,” balas Alice masih memeluknya erat.

Alvian mencium pucuk kepala Alice dan melepas pelukannya. Kedua tangannya menangkup pipi Alice dan memandang mata cokelat Alice lekat.

“Kau hebat sayang. Kau lulus dengan gelar Summa Cum Laude. Aku bangga memiliki wanita sepertimu,” kata Alvian dengan senyuman sumringahnya dan kemudian dia mencium bibir Alice sekilas.

“Mana hadiah untuk wisudaku?” tanya Alice manyun masih mengalungkan tangannya di leher Alvian.

“Tentu saja ada. Sebaiknya kau cepat bersiap-siap. Aku ingin mengajakmu makan malam,” jawab Alvian sambil menempelkan dahinya di dahi Alice.

“Baiklah tuan Sanchez-ku,” kata Alice tertawa renyah sambil menggesekan hidungnya ke hidung Alvian.

Malam itu, Alice menggenakan dress hitam polos dan heels silver. Ah, ia sungguh cantik. Pada dasarnya Alice memang gadis yang cantik. Tinggi semampai, rambut cokelatnya yang panjang terurai indah dan kulitnya yang seputih pualam. Pria manapun yang melihatnya pasti akan jatuh hati. Bahkan malam itu, Alvian yang melihatnya juga jatuh hati. Entah sudah berapa kali Alvian jatuh hati padanya.

“Aku mencintaimu Alice,” bisik Alvian di telinga Alice yang tersenyum malu pada saat mereka selesai makan malam.

“Maukah kau menikah denganku, Sayang?” tanya Alvian dengan sebelah tangan mengeluarkan kotak kecil dari saku jas nya.

Kotak itu memperlihatkan sebuah cincin berlian yang sangat memukau. Alice sedikit terkejut dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Mata cokelatnya membulat dan senyuman melebar di wajahnya, namun senyumannya perlahan memudar.

“Alvian, apakah kau benar-benar mencintaiku?” tanya Alice mentap mata Alvian dalam-dalam.

Tanpa menunggu jawaban Alvian pun Alice dapat merasakan dari pandangan mata Alvian bahwa Alvian sungguh-sungguh mencintainya.

“Tentu saja, sayang. Apakah aku tampak tidak sungguh-sungguh?” tanya Alvian sambil mengelus pipi Alice dengan sebelah tangannya.

“Jika kau mencintaiku, maukah kau menungguku?” tanya Alice.

Seketika senyum Alvian memudar. “Menunggumu untuk apa sayang?” tanya Alvian.

“Kau tau, Aku masih 24 tahun dan aku masih punya banyak keinginan,” jawab Alice sambil menggenggam tangan Alvian.

“Apa itu? Apakah aku tidak bisa mewujudkannya?” tanya Alvian.

“Alvian, aku mencintaimu. Tapi aku ingin berkarya dengan usiaku yang masih muda. Izinkan aku melanjutkan kuliah di Jerman, dan melakukan beberapa penelitian di beberapa negara. Maukah kau menungguku?” jawab dan tanya Alice yang membuat Alvian diam seribu bahasa.

“Maukah kau menungguku sebentar lagi saja?” tanya Alice memohon dan menatap dalam-dalam mata Alvian.

Alvian tersenyum tipis. “Setelah kita menikah, aku mampu mencukupi kebutuhanmu. Mengapa kau harus mengambil kuliah tinggi-tinggi? Dan jikapun kau ingin, mengapa harus ke Jerman? Kau masih bisa melanjutkan pendidikanmu di sini. Tetaplah bersamaku Alice,” ucap Alvian mempererat genggamannya. Ada sedikit permohonan di selah ucapannya.

“Alvian, bukankah kita selalu bersama selama ini? Kita saling melengkapi, bercinta dan menghabiskan waktu bersama. Kenapa kita harus buru-buru mengikat diri kita dengan penikahan? Tanpa menikahpun kita sudah melengkapi. Jadi, izinkan aku berkarya sebentar saja, ya?” permohonan Alice disampaikan dengan kata-kata yang begitu lembut namun menyayat hati Alvian.

Apa ini? Sebuah penolakan? Penundaan? Ah. Kekecewaan meliputi Alvian saat itu. Gadis yang sudah dicintainya lebih dari 6 tahun, memilih untuk melanjutkan pendidikannya ketimbang menikah dengannya. Seketika hati Alvian seperti teriris. Sakit dan perih. Alice, kau adalah wanita yang pintar dan cantik, tapi kau juga berhati dingin.

“Baiklah. Jika itu mau mu, aku akan menunggumu,” ucap Alvian tersenyum kecut menyembunyikan kekecewaannya sambil mengelus pipi Alice.

“Terimakasih sayang. Kau sungguh pengertian,” kata Alice mencium tangan Alvian.

Pengertian? Tentu saja. Alvian mencintai Alice. Tapi apakah Alice benar-benar mencintainya? Mengapa dia lebih memilih melanjutkan pendidikan ketimbang menikahi Alvian, pengusaha muda yang kaya raya? Ah, Alice. Kau membuat semuanya menjadi rumit.

Alvian menatap sekeliling apartemennya sepi. Hanya ada jejak-jejak dan bayangan Alice yang tertinggal. Alice baru saja meninggalkannya 3 hari, namun Alvian sungguh merindukannya.

Tiba-tiba saja suara ponselnya membangunkan Alvian dari lamunan panjangnya. Alvian melihat nomor yang menghubunginya dan ia tersenyum tipis.

“Ya pa?” sahut Alvian saat mengangkat ponselnya.

“Apa kabarmu nak? Aku dengar Alice sudah pergi ke Jerman untuk melanjutkan study-nya? Benarkah?” tanya Louis dari seberang.

“Ya pa. Itu benar,” jawab Alvian singkat sambil menghembuskan nafas berat.

“Lalu apa yang kau lakukan di Madrid? Pulanglah nak. Keluargamu di sini. Verdant Group membutuhkanmu," ajak Louis.

Alvian memijat batang hidungnya dengan ringan sambil memejamkan mata. Semua terasa lelah dan menyedihkan. Dulu dia lebih memilih tinggal dengan wanita kesayangannya dari pada memimpin verdant Group, perusahaan ayahnya, namun balasan Alice sungguh membuatnya berantakan.

“Baiklah pa. Aku akan pulang besok,” jawabnya dengan suara rendah.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
hellomysillyone
semangat trs nulisnya kk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • FLOWIE   4 – LITTLE STORY OF FLOWIE

    “Kalian bekerja sangat baik hari ini. Omset kita naik hingga 40% dari biasanya. Kalian boleh pulang dan beristirahat," kata Bobby mengakhiri briefing malam itu.Jam menunujukan pukul 11.30 malam. Flowie dan karyawan lain tampak kelelahan. Bagaimana tidak, di akhir pekan seperti ini, jumlah konsumen meningkat dan seperti yang sudah dijelaskan tadi, Rosetta adalah restoran yang diminati. Ya. Rosetta, satu-satunya Restoran ala Spanyol yang ada di kota ini.“Apa kau besok jadi off Flow?” tanya Erica saat mereka mengambil tas dan barang-barang lainnya di loker.“Ya. Aku akan pergi dengan Tyo," jawab Flowie dengan senyuman sumringahnya.“Enak sekali kau dapat jatah off saat gajian,” lanjut Erica sambil memanyunkan bibirnya yang membuat Flowie tert

  • FLOWIE   5 – FINDING YOU LITTLE BOY

    SRUTTTTT!!Tyo menyedot habis minuman dingin di gelasnya. Kini yang tersisah hanya beberapa es batu dalam gelasnya. Flowie hanya menatapnya sambil melipat kedua tangannya di dada, dan menyandarkan badannya di kursi. Sebenarnya Flowie sudah makan. Tapi dia tahu kalau Tyo pasti sangat lapar.“Dari mana saja kau selama 2 hari ini? Mengapa HP-mu tidak pernah aktif?” tanya Flowie sedikit marah yang membuat Tyo berhenti menyerumput minumannya dan mengalihkan pandangan ke arahnya.“A-aku menginap di apartemen Edward. HP-ku-” jawab Tyo tidak menuntaskan perkataannya Dia bahkan belum menyiapkan jawaban yang pas mengapa ponselnyanya tidak aktif, karena sudah pasti memang sengaja dinonaktifkan olehnya.Flowie yang sepertinya tau apa yang dipikirkan adiknya hanya berdecak sebal. Dia melemparkan pandangan ke arah lain.“Maaf kak. Aku hanya tidak ingin di rumah,” kata Tyo dengan liri

  • FLOWIE   6 – MEET BY ACCIDENTS

    Setelah melakukan perjalanan yang ditempuh 10 menit, Flowie dan Tyo tiba di mal terdekat. Tyo melepas kemeja sekolahnya, kini dia hanya menggenakan baju dalamnya yang berwarna hitam. Baju hitam ketat yang membentuk otot-ototnya tubuhnya membuatnya terlihat keren. Tentu saja Tyo keren. Dia memiliki mata yang sama dengan Flowie, hanya rambutnya saja yang cokelat tua kehitam-hitaman, seperti Anna, ibu mereka. Kulitnya yang putih dan tinggi badannya yang 180 melengkapi ketampananya. Flowie yang tingginya hanya 160 tampak hanya sebahunya. “Kau mau beli sepatu apa?” tanya Flowie kepada Tyo sambil melangkah menuju mal di hadapan mereka. “Sepatu basket kak, Tapi kenapa kita tidak beli di Sport Corner tempat kau bekerja saja kak?” tanya Tyo kepada Flowie sambil melihat kanan kiri untuk melihat mobil yang lalu lalang saat mereka hendak menyeberang. “Apa kau ingin memerasku? Barang-barang di Sport Corner itu mahal semua. Harga sepasang sepatunya saja sama dengan 1 bulan gajiku,” kata Flowie m

  • FLOWIE   7 – DISASTER

    HUP! Luke bertelut dan menangkap tubuh Flowie dalam pelukannya. Flowie yang dari tadi memejamkan mata karena takut, membuka matanya perlahan dan melihat sesosok Luke yang menggeram. Pemandangan itu kontan membuatnya meloncat dari pelukan Luke. “Ma- Maaf pak,” kata Flowie sambil menunduk dalam-dalam kini berdiri menghadap Luke yang tampak kesal. Luke berdiri dari lantai, dan menatap Flowie tajam. Flowie memberanikan diri mendongakan wajahnya untuk melihat pria yang ada di hadapannya. Luke tampak sedang menepuk-nepuk celana dan bajunya seolah-olah dia baru saja disiram dengan debu. "Dia?" tanya Flowie dalam hati. Seketika mata hazel Flowie melotot dan kembali menunduk. "Astaga. Dia adalah pria yang kemarin," batin Flowie dalam hati. “Terim akasih sudah menolong saya,” ucap Flowie berusaha menenangkan debaran jantungnya. “Apakah kau bodoh?” tanya Luke yang spontan membuat Flowie mengangkat kepalanya untuk melihat pria itu. “Apa?” tanya Flowie kaget. “Kejadian kemarin sore dan se

  • FLOWIE   8 – ANOTHER DISASTER

    Langkah Luke terhenti saat menuju mobil yang terpakir di depan rumahnya. Dia melihat sebuah mobil hitam melaju ke arahnya. Itu adalah mobil ayah Luke, Alberto Croose.“Kau sudah pulang?” tanya Alberto dengan senyuman kaku kepada anaknya.“Hallo, pa. Aku baru saja sampai,” jawab Luke juga dengan senyuman yang tidak kalah kaku.Apa-apan ini? Apakah ini adalah sambutan dari Ayah dan anak setelah tidak jumpa cukup lama? Tidak ada pelukan ataupun senyuman mengembang? Astaga!“Kau sudah melihat mama?” tanya Alberto lagi.“Hmm,” jawab luke dengan sedikit anggukan kecil.“Baguslah. Dia sangat merindukanmu,” kata Alberto sambil menghela nafas.Seketika keheningan terjadi di antara mereka.“Kau mau kemana? Kau tidak menginap disini?” tanya Alberto yang memperhatikan kunci mobil yang dipegang Luke.“Ah. Maaf pa, aku tidur di apartemen Alvian dan aku sudah ada janji makan malam dengannya,” jawab Luke.“Oh begitu,” ujar Alberto pelan. Ada tersirat sedikit kekecewaan di wajah Alberto.“Aku pergi du

  • FLOWIE   9 – THE KNIGHT

    Flowie berlari sekencang-kencangnya. Ia menyesal mengapa hari ini menggunakan sepatu flat bukannya sepatu kets. Dia tidak bisa berlari lebih cepat karena merasa kakinya mulai lecet akibat kebanyakan berjalan seharian ini. Belum lagi rok hitam yang digunakannya. Walaupun itu bukan rok sepan, melainkan rok kembang yang sama sekali tidak menghambat menghambat langkahnya, tetapi tetap saja terpaan angin di rok ini membuat larinya semakin berat. Sesekali Flowie menoleh ke belakang, pria itu masih mengejarnya. "Hua! kenapa taman ini begitu luas?" batin Flowie saat berlari ke arah berlawanan dengan arah dia memasuki taman tadi. Dia tidak terlalu tahu daerah di sini, yang ada dibenaknya hanyalah kabur karena dia perlu keluar. Dia perlu berlindung. Seandainya ada polisi yang lalu lalang, dia pasti akan berteriak minta tolong. Flowie terus berlari tak memperdulikan sakit yang diakibatkan lecet di kedua kakinya. Kini dia berhasil keluar dari taman itu dan masih berlari mengikuti jalan. Jalan

  • FLOWIE   10 – WHY DO YOU CARE?

    Luke sedang melakukan ciuman panas dengan seorang wanita di ruangan kerjanya. Dia baru saja kembali bekerja di perusahaan ini kurang lebih seminggu yang lalu setelah Alberto memintanya bergabung. Selama ia bekerja di perusahaan ini, entah sudah berapa wanita datang ke ruangannya. Luke membelai pipi wanita itu lembut dan kemudian belaian itu berubah menjadi cengkraman. Seketika juga Luke menghentikan ciumannya, dan menatap mata wanita tersebut dengan jarak yang sangat dekat. “Berapa yang telah dibayar ibuku padamu, huh? Aku akan membayar dua kali lipat dan enyalah dari hadapanku untuk selama-lamanya!” desis Luke ketus. Wanita itu berbusana long dress hitam dengan belahan sampai ke paha. Dress itu memiliki bagian dada yang berbentuk V dan mengekspos keindahan yang tersembunyi di baliknya. Kulitnya yang putih begitu kontras dengan pakaiannya. Kesempurnaannya semakin kental dengan rambut pendeknya yang kecokelatan dan mata abu-abunya yang menyala. Ia lebih terlihat seperti bintang film

  • FLOWIE   11 – BETWEEN TWO GUYS

    Seolah masalah tidak sampai di situ saja, tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Dengan sigap Alvian mengangkat tubuh Flowie kedalam dekapannya dan membawa gadis itu masuk ke dalam mobilnya. Ketika di dalam mobil, Alvian melepaskan jasnya dan membungkus badan Flowie dari depan. Ia juga memegang dahi Flowie memastikan seberapa tinggi demam wanita itu. “Astaga! Badanmu panas sekali!’ batin Alvian. Ia segera menginjak pedal gas mobilnya melaju menuju apartemennya. Tangan kanannya menekan beberapa tombol yang ada di ponselnya. “dr. Kevin, bisakah kau datang ke apartemenku 10 menit dari sekarang?” tanya Alvian kepada seseorang di seberang. “.......” “Baiklah dok, terima kasih. Tidak, tidak. Bukan aku, tapi teman-” jelas Alvian sambil melihat Flowie di sebelahnya. “Teman wanitaku,” lanjutnya lagi. “…..” “Aku masih tidak yakin dok. Hanya saja dia pingsan dan badannya sangat panas,” ujar Alvian lagi. “…..” “Baiklah dok. Sampai jumpa di apartemenku,” kata Alvian kemudian memutus perca

Bab terbaru

  • FLOWIE   58 – THE END, BUT NOT THEIR END

    DEGAlvian mematung. Ia sungguh tidak percaya akan apa yang ia lihat. Wanita yang sudah memporak porandakan hatinya kini berdiri di hadapannya. Bukankah Alice meninggalkannya demi cita-citanya? Bukankah Alvian merasa begitu sakit? Namun mengapa ia masih merasakan getaran yang sama saat seperti pertama sekali ia bertemu wanita ini bertahun-tahun yang lalu? Getaran yang membuatnya ingin menarik gadis ini ke dalam pelukannya.“Alice,” gumam Alvian dengan suara yang tidak kalah serak. Sepertinya sesuatu sedang tersangkut pada tenggorokannya.Luke yang tersadar lebih dahulu, menarik tangan Flowie dengan lembut dan melangkah keluar, meninggalkan mereka tanpa kata-kata pamitan. Luke hanya tidak ingin mengganggu momen yang menurutnya sangat pas untuk saling menyerukan kerinduan mereka.“Apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya Alvian memecah keheningan.“Aku merindukanmu. Apakah aku masih berhak berada di sisimu?” tanya Alice dengan mata berkaca-kaca.Alice menunggu dengan harapan Alvian m

  • FLOWIE   57 – ALICE IS BACK

    “Maaf, apakah ini apartemennya Alvian Sanchez?” tanya wanita tersebut dengan sedikit ragu-ragu.“Benar. Silakan masuk,” kata Flowie mempersilakan masuk.Wanita itu menatapnya bingung. Ia menyeret kopernya memasuki apartemen Alvian.“Maaf, tapi kau siapa?” tanya wanita itu saat Flowie sudah menutup pintunya.“A-aku. Aku teman Alvian,” jawab Flowie terbata.Tunggu dulu. Mengapa ia harus terbata dan mengapa ia yang harus ditanya?Wanita itu menatap Flowie penuh selidik. Ia menatap Flowie dari bawah hingga ke atas. Flowie hanya menggenakan dress berwarna dark green dan flat shoes saat ini. Uhm, sepertinya ia lupa menata rambutnya yang hanya dikucir ekor kuda saat ini.“Dimana Alvian?” tanya wanita itu sedikit kesal.“Dia sedang keluar. Mungkin sebentar lagi kembali,” jawab Flowie mengikuti jawaban bibi Gissel padanya tadi.“Kau tinggal di sini? Siapa kau sebenarnya? Teman one night stand nya?” tanya wanita itu lagi yang membuat Flowie membulatkan matanya terkejut.“Tidak. Aku tidak tingga

  • FLOWIE   56 – I AM COMING HOME

    “Mama?” Flowie membuka sedikit pintu kamar Anna dan mendapati Anna yang sedang duduk termenung memegang rajutanAnna hanya menoleh sesaat lalu membuang muka dan melanjutkan rahutannya. Sedangkan Flowie melangkahkan kakinya masuk dan menutup pintu kamar dengan sempurna sebelum ia mengambil posisi duduk di sebelah Anna.“Aku kangen sekali dengan mama,” kata Flowie sambil memeluk Anna dari belakang dan menyenderkan kepalanya di bahu Anna.Anna hanya menghela napas dan kemudian melanjutkan aktivitasnya.“Apa yang sedang mama buat? Baju hangat? Apa ini untuk Hans, ma?” tanya Flowie berusaha memecah kecanggungan karena ia tahu Anna senang membuatkan Hans baju hangan sarung tangan bahkan topi dari wool.“Hm,” gumam Anna singkat.“Apakah mama marah karena aku sama Luke akan menikah?” tanya Flowie yang membuat Anna menghentikan rajutannya dan menoleh ke arah Flowie.“Apa kau benar-benar ingin menikah dengannya?” tanya Anna.“Hm. Aku mencintainya ma,” jawab Flowie apa adanya.Anna sekali lagi m

  • FLOWIE   55 – TRULY HOME

    “Aku tidak punya tujuan hidup ataupun impian. Aku tidak dicintai orangtuaku hingga aku memutuskan untuk pindah ke Madrid. Aku menghabiskan hari-hariku dengan bersenang-senang di sana dan aku sungguh tidak mau memikirkan persoalan kedua orangtuaku. Hingga aku pulang dan bertemu denganmu, aku kembali merasa hidup dan memiliki rencana masa depan denganmu,” Luke menatap lekat kedua mata hazel Flowie yang sudah dibanjiri air mata.“Namun belakangan, aku memahami satu hal. Ibumu tidak bersalah. Bahkan dia dan papa adalah korban permainan kotor mama dan nenekku dan mengetahuinya membuatku sangat sakit. Aku adalah rencana kotor itu, Flow. Aku adalah rencana kotor mama untuk memisahkan papa dan ibumu saat itu,” Luke terisak berusaha menekan rasa sakit di dadanya.Flowie menutup mulutnya tidak percaya, air mata tidak henti keluar dari mata cantiknya.“Sebelum kecelakaan, aku baru mengetahui bahwa kau adalah anak dari Mrs. Annabelline, dan aku merasa sangat sesak, Flow. Aku sudah sangat jatuh ci

  • FLOWIE   54 – THE PAIN

    Sepanjang makan malam mereka membicarakan hal-hal yang Flowie tidak mengerti, namun entah mengapa Flowie merasa Luke tidak terlalu menyukai pertemuan ini. Padahal sikap keluarganya tidak seburuk yang Flowie bayangkan, mengingat betapa mengerikannya Elya.“Jadi kalian sudah memutuskan tanggalnya?” tanya Diego tiba-tiba kepada Luke dan Flowie.“Dua minggu dari sekarang,” jawab Luke mantap yang membuat Flowie menoleh kearah Luke dengan tatapan tidak mengerti.“Kenapa cepat sekali, Luke?” tanya Alberto.“Kami sudah memutuskannya, pa. Jangan dipikirkan lagi. Aku akan mengurus semuanya.” jawab Luke kemudian mengelap lembut bibirnya dengan napkin.Flowie yang tidak mengerti apapun yang mereka bicarakan hanya diam saja dan kemudian ia meraih gelas berisi wine dan meneguknya cukup banyak. Entah mengapa wine ini sungguh terasa nikmat di tenggorokan Flowie.“Baiklah. Siapkan pesta yang besar untuk mereka Alberto,” kata Diego.“Baiklah pa,” kata Alberto mengangguk setuju.“Tidak perlu, kek. Aku s

  • FLOWIE   53 – CROOSE FAMILY

    Flowie mengerjapkan matanya berkali-kali. Hal pertama yang ia dapat adalah wajah Luke yang tampak sibuk dengan sesuatu di i-padnya. “Uhmm,” Flowie berdeham pelan. Tenggorokannya terasa begitu kering. Sudah berapa lama ia tidur? Bukankah sebelumnya ia tertidur di pesawat? Lalu kenapa ia sekarang tidur di paha Luke? Dan kenapa mereka berada dalam mobil? “Kau sudah bangun, sayang?” tanya Luke ketika menyadari Flowie yang sudah terbangun. “Kita di mana? Di mana Hans?” tanya Flowie sambil mengucek matanya. “Hans tertidur di kursi belakang. Kita sedang dalam perjalanan menuju apartemen,” jawab Luke sambil mengelus rambut cokelat Flowie. Mendengar kata apartemen, membuat Flowie tiba-tiba bangkit dari rebahannya dan menatap Luke tidak setuju. “Tidak, Luke. Aku tidak mau kembali ke apartemenmu!” Flowie menggeleng kuat. Luke menarik Flowie ke dalam pelukannya. “Ssst! Tenanglah, sayang. Aku tidak akan membawamu ke situ, kita sedang di Swiss, kita akan ke apartemenku yang ada di Swiss maks

  • FLOWIE   52 – KISS ME ON THE JET PLANE

    “Mari kita pulang ke rumah kita sayang,” ajak Luke kepada Flowie sambil mengusap kepala Hans yang tengah tertidur di pangkuan Flowie.Flowie menggeleng lemah.“Kenapa? Apa karena ibuku?” tanya Luke menangkup kedua pipi Flowie dengan lembut.Hening.“Aku mencintaimu, Flow. Tidakkah kau mencintaiku? Apa kau akan memisahkanku dari anakku juga?” tanya Luke dengan sendu.Flowie kembali terisak. Sungguh ia tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi ia begitu ingin terus di samping Luke dan terus diperlakukan begini lembut olehnya. Ia begitu merindukan Luke, namun ia juga begitu takut jika Elya melakukan sesuatu terhadap anaknya.“Aku bersumpah, ibuku tidak akan pernah menyakitimu lagi. Aku bersumpah keluarga Croose tidak akan menyentuhmu dan anak kita sedikitpun,” ujar Luke penuh keyakinan sambil menarik Flowie ke dalam pelukannya.“Bagaimana caranya?” tanya Flowie ragu.Luke merapikan rambut Flowie.“Kita akan pergi jauh meninggalkan mereka,” jawab Luke sambil tersenyum hangat.===Luke ti

  • FLOWIE   51 - FAMILY REUNION

    Sungguh ia membenci ini. Kenapa di saat ia ingin melupakan Luke, ia malah bisa sedekat ini dengan Luke. Aroma perfume Luke meruak di indera penciumannya. Aroma yang selalu ia rindukan, dan juga tangan kekar yang kini melingkar sempurna di perutnya, tangan yang selalu ia rindukan untuk memeluknya.Luke bisa merasakan tubuh Flowie yang menegang dan tangisan gadis itu memecah. Flowie menangis sejadi-jadinya dengan bahu yang naik turun. Luke membalikan badan Flowie dan menarik tubuh mungil itu masuk ke dalam pelukannya dan ia ikut menangis bersama wanita kesayangannya itu. Ia bisa merasakan kesedihan terdalam yang Flowie rasakan, dan entah mengapa mendengar tangisan Flowie membuat hatinya tercubit. Sakit.“The fault is not in our stars, babe, but in ourselves. Let’s fix it,” ujar Luke pelan sambil mengusap air mata di pipinya.Berkali-kali Luke menciumi pucuk kepala Flowie, meresapi aroma yang sudah lama ia rindukan. Luke mengelus punggung Flowie dengan lembut, seolah ia menyampaikan pesa

  • FLOWIE   50 – THE APPLE OF MY EYES

    Luke merasa napasnya tercekat. Ia sungguh ingin segera menghampiri Flowie dan memeluk wanita itu, namun ia belajar dari pengalamannya. Bagaimana Flowie lari melihatnya, Luke ingin melakukannya dengan pelan kali ini. Ia mengikuti Flowie dari belakang sampai wanita itu menaiki lift. Ketika pintu lift tertutup sempurna Luke berlari menuju lift di sebelahnya dan melihat lantai yang dituju Flowie. Lantai 7. Dengan segera Luke menaiki lift di sebelahnya dan menekan tombol 7, namun sialnya pada saat pintu nyaris tertutup ada orang dari luar yang menekan tombol buka sehingga pintu lift kembali terbuka. “Oh shit!” Luke kembali mengumpat membuat pasangan yang baru saja masuk ke dalam lift menatapnya kaget. Pintu lift kembali tertutup dan mengantarkan mereka ke lantai 7. TING!! Luke melesat dengan cepat saat pintu lift terbuka di lantai 7. Ia berjalan tergesa mencari sesosok Flowie. “Sial mengapa lorongnya begitu panjang?” batin Luke. Namun sepertinya kali ini semesta berpihak pada Luke, d

DMCA.com Protection Status