“A-alvian? Tidak. Aku hanya sedang duduk-duduk saja. Kau di sini?” tanya Flowie ketika sadar dari ketegunannya. “Hm. Kebetulan aku lewat dan melihatmu duduk di sini.” Jawab Alvian seadanya sambil mengambil posisi duduk di sebelah Flowie. “Oh,” gumam Flowie singkat tampak bingung harus berkata apa. “Bagaimana keadaanmu?” tanya Alvian lagi menolehkan padangannya kepada Flowie. “Sudah membaik,” jawab Flowie sambil tersenyum simpul. Alvian kembali menatap lurus ke depan dan tampak mengangguk. “Terima kasih Alv,” ujar Flowie yang membuat Alvian kembali menatap Flowie. Pandangan mereka bertemu cukup lama, sampai akhirnya Flowie membuang muka menatap lurus ke depan. “Terima kasih karena sudah menjadi penolongku berkali-kali,” lanjut Flowie lagi dengan tersenyum masih memandang lurus ke depan. Alvian kembali menatap lurus ke depan, dan dengan suara rendah ia berkata, “Tidak masalah. Aku akan selalu ada jika kau membutuhkanku,” Kata-kata yang membuat Flowie sedikit terkejut sekaligus
“Ini pesananmu,” kata Flowie sambil meletakan 2 buket bunga di atas meja. Luke memperhatikan bunga-bunga itu dan tersenyum puas. “Bisakah kau membantuku, nona Hillebrandt?” tanya Luke menatap Flowie. “Apa?” tanya Flowie bingung. Ia benar-benar jengah melihat Luke masih berada di sekitarnya. “Buket ini terlalu cantik. Aku takut akan menghancurkannya, jika membawanya sekaligus ke mobilku,” jelas Luke. “Jadi? Apa urusannya denganku?” tanya Flowie ketus. “Bisakah kau bantu membawakannya ke mobilku?” tanya Luke sedikit ragu kalau-kalau gadis di hadapannya ini akan mengamuk padanya. Flowie menatap tajam ke arah Luke. Sungguh rasanya ia ingin sekali mencampakan pria ini dengan buket bunganya ke mobil sialannya. “Please,” mohon Luke dengan wajah memelas. Tanpa sepata katapun, Flowie mengangkat salah satu buket bunga dan membawanya ke luar. Luke melakukan hal yang sama. Ia Mengikuti Flowie dari belakang. == “Letakan disini saja,” pinta Luke sambil membuka pintu penumpang mobilnya.
Flowie menghentikan langkahnya ketika menyadari bahwa ia mengenal pengunjung yang satu ini. Ia duduk menyenderkan badannya pada kursi dan pandangannya menembus kaca bening yang berada di sebelahnya. Ia tampak sedang tenggelam dalam pikirannya. Ada apa dengannya? Pakaiannya begitu formal meskipun tampak kusut. Flowie menarik nafas dan kemudian berjalan mendekat ke meja tersebut. “Permisi,” sapa Flowie memecah lamunan Luke. Luke menoleh ke arah Flowie. Tidak ada ekspresi apapun di wajahnya, ia bahkan tidak terkejut sama sekali berjumpa dengan Flowie. Di balik ekspresi datarnya, Flowie menyadari bahwa pria ini memiliki tatapan yang begitu sendu. Luke memperhatikan wajah Flowie dengan lamat-lamat, wajah yang entah mengapa sangat menenangkan hatinya. Pandangannya membuat Flowie sedikit salah tingkah. “Eh. Anda mau pesan sesuatu, pak?” tanya Flowie dengan sopan memberikan buku menu kepada Luke. Luke menghela nafas lelah. Baru saja ia merasa tentram memandang wajah Flowie, namun menga
‘Aku penasaran karena sepertinya aku menyukaimu.’ Flowie menggeleng kuat kepalanya. Ia pasti salah dengar. Luke tidak mungkin menyukainya. Ia hanya penasaran karena Flowie bisa menjatuhkan harga dirinya. Ya, hanya itu. Bagaimanapun Flowie tidak pernah berharap Luke menyukainya. Ia sedang tidak ingin memikirkan tentang mencintai dan dicintai. Ia hanya memikirkan bagaimana mendapatkan pekerjaan tambahan supaya ia bisa membantu ibu dan adik-adiknya. Flowie membasuh wajahnya setelah selesai menyikat giginya. Ia kemudian kembali berjalan menuju kamarnya sambil mengeringkan wajahnya dengan handuk kecil. Langkah Flowie terhenti saat melihat lampu dapur yang masih menyala. Flowie berjalan perlahan menuju dapur dan ia mendapatkan Anna sedang duduk sambil menulis-nulis. “Mama belum tidur?” tanya Flowie yang mengagetkan Anna. “Hm,” gumam Anna sambil melepas kacamata bacanya. “Mama sedang apa?” tanya Flowie. “Mama sedang menghitung pemasukan dan pengeluaran bulan ini,” jawab Anna. Flowie t
Flowie membelalakan matanya terkejut sekaligus panik melihat nama Luke tertera di layar ponselnya. Panggilan Luke telah berlalu dan Flowie sama sekali tidak mengangkatnya. Bagaimana bisa ia melupakan janjinya pada Luke? Flowie menepuk dahinya. “Kenapa Flow?” Tanya Alvian mengagetkan Flowie. Kini mereka tengah berada di dalam restoran mewah. Setelah mengajak Flowie ke cabang perusahaannya, Alvian mengajaknya makan siang dan entah mengapa, seperti terhipnotis, Flowie menyetujuinya. “Bukan apa-apa,” ucap Flowie berusaha tersenyum. Ia kemudian kembali fokus pada ponselnya. Ia segera mengetik pesan singkat untuk Luke. ‘Luke, maafkan aku. Aku tidak bisa makan siang denganmu. Aku harus bertemu bosku.’ Luke mengangkat sebelah alisnya membaca pesan Flowie. “Alvian?” tanya Luke dalam hati. Ia tampak berpikir. Kemudian ia meraih kunci mobilnya dan melangkah meninggalkan ruangan kerjanya. === Alvian melirik ke arah Flowie yang tampak gusar dan tidak nyaman. “Apa makanannya tidak enak?”
Jam sudah menunjukan pukul 00.00 malam. Hari ini Flowie pulang sungguh larut, karena ia harus membantu karyawan lain untuk membersihkan salah satu ballroom yang dipakai untuk pesta ulang tahun salah satu putri orang penting di kota ini. “Apa kau yakin akan pulang, Flow? Ini sudah sangat larut. Menginaplah di rumahku,” tawar Erica saat mereka berjalan keluar dari Rosseta. “Tidak apa-apa Erica. Aku harus mengurus sesuatu besok pagi,” tolak Flowie dengan lembut. “Baiklah kalau begitu. Hati-hati Flow. Hubungi aku jika terjadi sesuatu,” kata Erica yang di sambut anggukan dan senyuman Flowie dan merekapun berpisah di pintu depan. Flowie berjalan mengitari Rosseta menuju halaman belakang. Ia bermaksud untuk mengambil jalan pintas menuju halte bus, namun tiba-tiba saja sorotan lampu mobil yang sepertinya sedari tadi berada di parkiran belakang menyoroti Flowie. Mobil itu melaju dengan kencang menuju Flowie, seakan ia akan menabraknya. Flowie yang merasa silau, berhenti berjalan dan mengh
“Aku menyukaimu Flow,” ucap Luke lagi setengah berbisik yang membuat Flowie terasa tercekik. Ia bingung apakah harus senang atau malah sedih mendengar pengakuan Luke. “A-apa maksudmu?” tanya Flowie tidak percaya akan apa yang barusan saja ia dengar. Pastikan bahwa ia sedang salah dengar. Ayolah, pikirannya sedang kacau akhir-akhir ini dan dia sangat kelelahan, dia pasti salah dengar. “Aku menyukaimu. Aku menginginkanmu,” ucap Luke lagi dengan suara parau. Jemarinya masih mengelus lembut pipi Flowie. Flowie termanggu. Ia menatap ke dalam mata cokelat Luke dan siapa saja yang melihatnya pasti tahu ada hasrat yang sangat membara di dalam sana yang sulit untuk dipadamkan. “Luke, aku rasa kau salah,” kata Flowie menurunkan tangan Luke dengan lembut. Flowie merasa Ia harus segera meluruskan semuanya. Luke mengerutkan dahinya, pertanda ia tidak mengerti apa yang barusan Flowie katakan. “Itu seperti yang ada di film-film romantis. Seperti dongeng. Seorang ternama sepertimu menyukai gad
TETT.. TETT.. Bel rumah Flowie berbunyi. Flowie yang sedang sikat gigi di wastafel kamar mandi buru-buru menyudahi sikat giginya. Kini hanya tinggal dia seorang di rumahnya. Natalie sudah pergi kuliah, Tyo pergi sekolah dan Anna ke toko bunga mereka. Flowie berlari kecil menuju pintu depan untuk membukanya. CLEK Flowie tampak kaget melihat Luke yang sekarang berada di hadapannya. Oh Tuhan. Flowie sangat tidak siap dengan kedatangan Luke. Ia bahkan belum mandi dan masih menggunakan piyama tidurnya, bahkan rambutnya hanya diikat cepol begitu saja. “Apa kau akan membiarkan aku terus berdiri di sini, miss Hillebrand?” tanya Luke sambil melepas kacamata hitamnya yang memecah kepanikan Flowie. “Masuklah.” Ajak Flowie ketika tersadar dari pikirannya. Ia membuka pintu dengan lebar. Luke melangkah masuk. Dan Flowie kembali menutup pintu. “Kau sendirian?” tanya Luke sambil memutar tubuhnya, memperhatikan isi rumah kecil Flowie dan kemudian tatapannya berhenti pada wajah Flowie yang seka
DEGAlvian mematung. Ia sungguh tidak percaya akan apa yang ia lihat. Wanita yang sudah memporak porandakan hatinya kini berdiri di hadapannya. Bukankah Alice meninggalkannya demi cita-citanya? Bukankah Alvian merasa begitu sakit? Namun mengapa ia masih merasakan getaran yang sama saat seperti pertama sekali ia bertemu wanita ini bertahun-tahun yang lalu? Getaran yang membuatnya ingin menarik gadis ini ke dalam pelukannya.“Alice,” gumam Alvian dengan suara yang tidak kalah serak. Sepertinya sesuatu sedang tersangkut pada tenggorokannya.Luke yang tersadar lebih dahulu, menarik tangan Flowie dengan lembut dan melangkah keluar, meninggalkan mereka tanpa kata-kata pamitan. Luke hanya tidak ingin mengganggu momen yang menurutnya sangat pas untuk saling menyerukan kerinduan mereka.“Apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya Alvian memecah keheningan.“Aku merindukanmu. Apakah aku masih berhak berada di sisimu?” tanya Alice dengan mata berkaca-kaca.Alice menunggu dengan harapan Alvian m
“Maaf, apakah ini apartemennya Alvian Sanchez?” tanya wanita tersebut dengan sedikit ragu-ragu.“Benar. Silakan masuk,” kata Flowie mempersilakan masuk.Wanita itu menatapnya bingung. Ia menyeret kopernya memasuki apartemen Alvian.“Maaf, tapi kau siapa?” tanya wanita itu saat Flowie sudah menutup pintunya.“A-aku. Aku teman Alvian,” jawab Flowie terbata.Tunggu dulu. Mengapa ia harus terbata dan mengapa ia yang harus ditanya?Wanita itu menatap Flowie penuh selidik. Ia menatap Flowie dari bawah hingga ke atas. Flowie hanya menggenakan dress berwarna dark green dan flat shoes saat ini. Uhm, sepertinya ia lupa menata rambutnya yang hanya dikucir ekor kuda saat ini.“Dimana Alvian?” tanya wanita itu sedikit kesal.“Dia sedang keluar. Mungkin sebentar lagi kembali,” jawab Flowie mengikuti jawaban bibi Gissel padanya tadi.“Kau tinggal di sini? Siapa kau sebenarnya? Teman one night stand nya?” tanya wanita itu lagi yang membuat Flowie membulatkan matanya terkejut.“Tidak. Aku tidak tingga
“Mama?” Flowie membuka sedikit pintu kamar Anna dan mendapati Anna yang sedang duduk termenung memegang rajutanAnna hanya menoleh sesaat lalu membuang muka dan melanjutkan rahutannya. Sedangkan Flowie melangkahkan kakinya masuk dan menutup pintu kamar dengan sempurna sebelum ia mengambil posisi duduk di sebelah Anna.“Aku kangen sekali dengan mama,” kata Flowie sambil memeluk Anna dari belakang dan menyenderkan kepalanya di bahu Anna.Anna hanya menghela napas dan kemudian melanjutkan aktivitasnya.“Apa yang sedang mama buat? Baju hangat? Apa ini untuk Hans, ma?” tanya Flowie berusaha memecah kecanggungan karena ia tahu Anna senang membuatkan Hans baju hangan sarung tangan bahkan topi dari wool.“Hm,” gumam Anna singkat.“Apakah mama marah karena aku sama Luke akan menikah?” tanya Flowie yang membuat Anna menghentikan rajutannya dan menoleh ke arah Flowie.“Apa kau benar-benar ingin menikah dengannya?” tanya Anna.“Hm. Aku mencintainya ma,” jawab Flowie apa adanya.Anna sekali lagi m
“Aku tidak punya tujuan hidup ataupun impian. Aku tidak dicintai orangtuaku hingga aku memutuskan untuk pindah ke Madrid. Aku menghabiskan hari-hariku dengan bersenang-senang di sana dan aku sungguh tidak mau memikirkan persoalan kedua orangtuaku. Hingga aku pulang dan bertemu denganmu, aku kembali merasa hidup dan memiliki rencana masa depan denganmu,” Luke menatap lekat kedua mata hazel Flowie yang sudah dibanjiri air mata.“Namun belakangan, aku memahami satu hal. Ibumu tidak bersalah. Bahkan dia dan papa adalah korban permainan kotor mama dan nenekku dan mengetahuinya membuatku sangat sakit. Aku adalah rencana kotor itu, Flow. Aku adalah rencana kotor mama untuk memisahkan papa dan ibumu saat itu,” Luke terisak berusaha menekan rasa sakit di dadanya.Flowie menutup mulutnya tidak percaya, air mata tidak henti keluar dari mata cantiknya.“Sebelum kecelakaan, aku baru mengetahui bahwa kau adalah anak dari Mrs. Annabelline, dan aku merasa sangat sesak, Flow. Aku sudah sangat jatuh ci
Sepanjang makan malam mereka membicarakan hal-hal yang Flowie tidak mengerti, namun entah mengapa Flowie merasa Luke tidak terlalu menyukai pertemuan ini. Padahal sikap keluarganya tidak seburuk yang Flowie bayangkan, mengingat betapa mengerikannya Elya.“Jadi kalian sudah memutuskan tanggalnya?” tanya Diego tiba-tiba kepada Luke dan Flowie.“Dua minggu dari sekarang,” jawab Luke mantap yang membuat Flowie menoleh kearah Luke dengan tatapan tidak mengerti.“Kenapa cepat sekali, Luke?” tanya Alberto.“Kami sudah memutuskannya, pa. Jangan dipikirkan lagi. Aku akan mengurus semuanya.” jawab Luke kemudian mengelap lembut bibirnya dengan napkin.Flowie yang tidak mengerti apapun yang mereka bicarakan hanya diam saja dan kemudian ia meraih gelas berisi wine dan meneguknya cukup banyak. Entah mengapa wine ini sungguh terasa nikmat di tenggorokan Flowie.“Baiklah. Siapkan pesta yang besar untuk mereka Alberto,” kata Diego.“Baiklah pa,” kata Alberto mengangguk setuju.“Tidak perlu, kek. Aku s
Flowie mengerjapkan matanya berkali-kali. Hal pertama yang ia dapat adalah wajah Luke yang tampak sibuk dengan sesuatu di i-padnya. “Uhmm,” Flowie berdeham pelan. Tenggorokannya terasa begitu kering. Sudah berapa lama ia tidur? Bukankah sebelumnya ia tertidur di pesawat? Lalu kenapa ia sekarang tidur di paha Luke? Dan kenapa mereka berada dalam mobil? “Kau sudah bangun, sayang?” tanya Luke ketika menyadari Flowie yang sudah terbangun. “Kita di mana? Di mana Hans?” tanya Flowie sambil mengucek matanya. “Hans tertidur di kursi belakang. Kita sedang dalam perjalanan menuju apartemen,” jawab Luke sambil mengelus rambut cokelat Flowie. Mendengar kata apartemen, membuat Flowie tiba-tiba bangkit dari rebahannya dan menatap Luke tidak setuju. “Tidak, Luke. Aku tidak mau kembali ke apartemenmu!” Flowie menggeleng kuat. Luke menarik Flowie ke dalam pelukannya. “Ssst! Tenanglah, sayang. Aku tidak akan membawamu ke situ, kita sedang di Swiss, kita akan ke apartemenku yang ada di Swiss maks
“Mari kita pulang ke rumah kita sayang,” ajak Luke kepada Flowie sambil mengusap kepala Hans yang tengah tertidur di pangkuan Flowie.Flowie menggeleng lemah.“Kenapa? Apa karena ibuku?” tanya Luke menangkup kedua pipi Flowie dengan lembut.Hening.“Aku mencintaimu, Flow. Tidakkah kau mencintaiku? Apa kau akan memisahkanku dari anakku juga?” tanya Luke dengan sendu.Flowie kembali terisak. Sungguh ia tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi ia begitu ingin terus di samping Luke dan terus diperlakukan begini lembut olehnya. Ia begitu merindukan Luke, namun ia juga begitu takut jika Elya melakukan sesuatu terhadap anaknya.“Aku bersumpah, ibuku tidak akan pernah menyakitimu lagi. Aku bersumpah keluarga Croose tidak akan menyentuhmu dan anak kita sedikitpun,” ujar Luke penuh keyakinan sambil menarik Flowie ke dalam pelukannya.“Bagaimana caranya?” tanya Flowie ragu.Luke merapikan rambut Flowie.“Kita akan pergi jauh meninggalkan mereka,” jawab Luke sambil tersenyum hangat.===Luke ti
Sungguh ia membenci ini. Kenapa di saat ia ingin melupakan Luke, ia malah bisa sedekat ini dengan Luke. Aroma perfume Luke meruak di indera penciumannya. Aroma yang selalu ia rindukan, dan juga tangan kekar yang kini melingkar sempurna di perutnya, tangan yang selalu ia rindukan untuk memeluknya.Luke bisa merasakan tubuh Flowie yang menegang dan tangisan gadis itu memecah. Flowie menangis sejadi-jadinya dengan bahu yang naik turun. Luke membalikan badan Flowie dan menarik tubuh mungil itu masuk ke dalam pelukannya dan ia ikut menangis bersama wanita kesayangannya itu. Ia bisa merasakan kesedihan terdalam yang Flowie rasakan, dan entah mengapa mendengar tangisan Flowie membuat hatinya tercubit. Sakit.“The fault is not in our stars, babe, but in ourselves. Let’s fix it,” ujar Luke pelan sambil mengusap air mata di pipinya.Berkali-kali Luke menciumi pucuk kepala Flowie, meresapi aroma yang sudah lama ia rindukan. Luke mengelus punggung Flowie dengan lembut, seolah ia menyampaikan pesa
Luke merasa napasnya tercekat. Ia sungguh ingin segera menghampiri Flowie dan memeluk wanita itu, namun ia belajar dari pengalamannya. Bagaimana Flowie lari melihatnya, Luke ingin melakukannya dengan pelan kali ini. Ia mengikuti Flowie dari belakang sampai wanita itu menaiki lift. Ketika pintu lift tertutup sempurna Luke berlari menuju lift di sebelahnya dan melihat lantai yang dituju Flowie. Lantai 7. Dengan segera Luke menaiki lift di sebelahnya dan menekan tombol 7, namun sialnya pada saat pintu nyaris tertutup ada orang dari luar yang menekan tombol buka sehingga pintu lift kembali terbuka. “Oh shit!” Luke kembali mengumpat membuat pasangan yang baru saja masuk ke dalam lift menatapnya kaget. Pintu lift kembali tertutup dan mengantarkan mereka ke lantai 7. TING!! Luke melesat dengan cepat saat pintu lift terbuka di lantai 7. Ia berjalan tergesa mencari sesosok Flowie. “Sial mengapa lorongnya begitu panjang?” batin Luke. Namun sepertinya kali ini semesta berpihak pada Luke, d