Jenazah ayahku tiba pada sore hari tepat pukul tiga sore dan langsung dibawa menuju ke pemakaman. Abby menggandeng tanganku ketika memasuki area pemakaman tersebut, diikuti Damon yang berjalan beriringan disamping kami berdua. Disamping kananku ada Mommy yang berjalan bersama Athena. Di dekat liang lahad sudah berdiri beberapa kerabat kami yang menyambut kedatangan kami dengan tangis dan wajah yang penuh haru.
Beberapa pria dengan setelan jas hitam rapi dengan tatanan rambut klimis terlihat sedang berdiri dengan teratur mengelilingi kami. Mereka adalah bawahan ayahku. Dari beberapa pria tersebut, aku mengenali tiga orang yang datang di apartemenku beberapa hari yang lalu. Sambil meletakkan karangan bunga di atas peti, dengan hening kami mendengarkan seorang pendeta yang sedang berkhotbah.
Suasana haru makin terasa ketika peti diturun
Keesokan harinya, aku terlambat setengah jam ketika tiba di cafe. Ketika masuk ke dalam, terlihat para karyawan sedang memulai shift dengan sangat tekun dan diawasi oleh Bastian. Walaupun aku terlambat, aku tidak peduli. Aku langsung masuk saja tanpa menghiraukan Bastian yang baru masuk ke dalam ruangan kerjanya. Dengan santainya aku langsung masuk menuju ke ruangan loker hendak menaruh tas."Hey! Kau ini sudah terlambat main masuk saja! Kau sudah absen belum?!" berangnya dengan penuh emosi. "Ini sudah yang kesekian kalinya kau terlambat dalam bulan ini. Sekali lagi kau lakukan, akan kupecat kau! Ingat itu!"Sambil mengikat tali apron, aku menyeringai. Aku sama sekali tidak peduli dengan perkataan orang bodoh itu. Lagipula, perusahaan juga sudah menerima keuntungan dari pemotongan gaji jam terlambatku. Jadi kuanggap itu adil."Syd, kau ini kenapa? Bisa-bisanya kau hanya menyering
"Apa katamu? Percaya diri sekali kau beranggapan seperti itu? Virgie tidak akan mungkin mau dengan gembel sepertimu!" ledeknya dengan percaya diri pula."Kalau begitu kita lihat saja siapa yang akan dipilih Virgie. Jangan menyesal telah membuang kata-kata seperti itu padaku, bro," sindirku dengan nada santai walaupun sebenarnya aku memang sedikit emosi mendengar kata 'gembel' tadi.Tanpa menjawab perkataanku, lelaki itu langsung mengakhiri panggilan. Tak ada yang ku khawatirkan sama sekali. Tapi, jujur aku memang jatuh cinta pada wanita yang kelakuannya sedikit aneh itu. Tak apa dia sering menghilang, aku akan selalu menunggunya.Aku pun melanjutkan kegiatanku yang tadi tertunda. Dengan ce
Aku menghampiri Athena dan duduk tepat di sampingnya. Kemudian aku berkata, "jadi, ada apa dengan Athena kali ini? Kau terlihat sangat depresi," sindirku."Sialan kau!" jawabnya."Lalu apa? Kenapa wajahmu muram durja seperti itu?""Sydney! Bisakah kau diam dulu? Aku sedang pusing tau!" rengeknya.Sambil meneguk segelas vodka, aku hanya mengangguk, mengiyakan permintaannya itu. Malam ini Athena terlihat tak biasa. Sepertinya dia ada masalah, karena tak biasanya ia mengajak untuk bertemu. Apalagi hanya denganku."Jadi, bagaimana kabar sahabatku ini? Apa semua sudah baik-baik saja? I mean…," tanyanya."Yeah! Sejauh ini semua sudah baik-baik saja. Harusnya aku yang bertanya padamu!" ujarku sambil menepuk jidat Athena.Suasana yang tadinya
Sekarang sudah hampir jam sebelas malam. Athena terlihat sudah agak mabuk karena ia sudah mulai menggila dan berani turun ke lantai dansa. Beberapa kali aku mencoba memanggil namun tak dihiraukannya. Aku pun memutuskan untuk menyeretnya kembali ke tempat duduk, karena sudah ada beberapa lelaki mabuk yang terlihat menggodanya.Sambil memegang lengannya, aku berkata, "kamu di sini saja..., apa kau tidak sadar pria-pria itu sedang berusaha menggodamu?""Benarkah? umm, i kinda like that!" candanya sambil tertawa.Athena kemudian meraih botol minuman yang masih tersisa sedikit. Tanpa berpikir panjang, ia langsung meneguk isi botol tersebut dengan cepat. Aku yang melihat tingkahnya itu pun langs
Malam itu Athena mengantarku pulang dengan mobilnya. Ditengah perjalanan Abby menelponku, katanya ia khawatir dengan keadaanku yang tiba-tiba aneh. Aku hanya menjawab seadanya karena jujur aku tidak ingin main-main lagi dengan perasaan. Mungkin aku memang masih memiliki perasaan kepada Abby, tapi aku menghargai Virgie sebagai pasanganku sekarang. Walaupun kami jarang bertemu dan dia sedikit aneh, namun entah mengapa di sisi lain aku sangat tergila-gila padanya.Sesampaiku di apartemen, aku langsung meraih ponsel dari dalam kantong beniat untuk menghubungi Virgie. Ada sekitar tiga kali aku mencoba menghubunginya, namun tak kunjung diangkat. Akhirnya aku memutuskan untung langsung tidur saja karena ini memang sudah sangat larut. Beberapa kali aku berganti posisi agar bisa menemukan kenyamanan untuk tidur. Sampai hampir jam empat subuh baru aku bisa memejamkan mata. Namun, baru hampir sepuluh me
Siang ini cuaca terasa begitu panas. Aku baru kembali dari supermarket membeli bahan makanan untuk dimasak. Ditengah perjalanan Abby menghubungiku namun tak ku hiraukan. Aku pun melanjutkan perjalanan pulang dengan berjalan kaki, karena memang letak dari supermarket hanya dua blok dari apartemenku. Aku memacu langkahku lebih cepat agar bisa lebih cepat pula sampai di apartemen. Kunaiki anak tangga dengan cepat, satu langkah untuk dua anak tangga. Ketika tiba di dekat pintu kamarku, terdengar suara Virgie yang sedang berseru tidak jelas.Karena rasa penasaran yang begitu besar, aku belum langsung masuk ke dalam. Pelan-pelan ku hampiri pintu kamarku bermaksud untuk menguping pembicaraan Virgie. Sayup-sayup terdengar suara Virgie, sepertinya ia sedang berbicara ditelpon dengan seseorang. Ku coba menempelkan telinga ke daun pintu agar bisa mendengar lebih jelas. Ternyata mereka sedang berdebat. K
"Maksudku? Sempat-sempatnya kau masih bertanya apa maksudku? Apa kau tidak sadar? Alasan selama ini aku sering menghilang karena semata-mata aku tidak pernah yakin denganmu!" pekik Virgie dengan sangat lantang. "Selama kita dekat, apa kau pernah memberikanku sesuatu? Apa kau pernah mengajakku ke sesuatu tempat? Pernah?""Aku sungguh tidak mengerti maksudmu, Vi!""Aahh! Alasan saja kau! Kau saja yang memang tidak pernah peka denganku! Apa kau tahu selama ini aku capek? Aku capek bekerja, aku capek harus mencari nafkah untuk diriku sendiri! Aku ingin ada seseorang yang bisa melengkapiku, Syd!""Melengkapimu dengan uang? Begitu kan maksudmu? Hahaha!" jawabku sambil terkekeh."Bu-bukan begitu maksudku, sayang…,"
Dari atas sini terlihat Virgie yang sedang menuruni tangga menghampiri Omar yang sedang menunggu sambil bersandar di mobilnya. Omar pun menyambut Virgie dengan ciuman mesra di keningnya. Mereka terlihat sangat bahagia. Aku hanya bisa menahan rasa cemburu yang begitu besar ketika melihat adegan yang sudah seperti di film drama romantis itu.Aku mencoba menepis rasa yang mulai menyeruak dari dalam diriku. Ingin rasanya aku turun ke bawah dan memukul lelaki yang kini sedang membukakan pintu untuk wanita yang kusayangi, Virgie Petterson. Dan untuk pertama kalinya, aku marah dengan apa yang dilakukannya padaku. Tanpa kusadari, air mata mulai menggenang di pelupuk mata. Ingin sekali ku berteriak sekuat mungkin dan menumpahkan rasa kecewa yang kini terpatri dalam lubuk hatiku.*****