Share

Enam

Penulis: Catish13
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kami -- aku, Ash, dan kudaku -- pun berhasil turun dari Gunung Corava tepat sebelum badai salju ekstrem terjadi. Bukan hanya aku, tapi Ash dan kudaku juga terliht tegang ketika kami bergegas menuruni gunung dengan badai mengejar kami dari belakang.

Dua tahun lalu, Ayah pernah mengajakku untuk berkemah di Hutan Neathy ini selama tiga malam. Ayah mengajarkanku cara untuk bertaha hidup di alam. Ayah juga mengajarkanku tentang banyak hal, seperti monster apa saja yang hidup di hutan ini, kelemahan mereka, dan lainnya. Karena itu, aku tidak begitu cemas. Aku yakin aku akan mampu keluar dari hutan ini, meski harus ditempuh bermalam-malam lamanya.

Kata Ayah, hutan ini sering dipakai oleh tentara-tentara Kerajaan Zatadia untuk berlatih sekaligus melakukan pembasmian di panas ketika populasi monster sedang meningkat. Tapi, tak kusangka bahwa aku akan berkemah dengan mereka seperti ini.

"Wah, Nona pasti akan menjadi Beast Tamer yang hebat!" sanjung seorang perwira bernama Theodhore.

Ya, aku menggunakan alasan 'berlatih' agar dapat dengan mudah mencari alasan yang masuk akal. Umurku masih 10 tahun, terlalu dini untuk hidup berkeliaran sendirian tanpa orang dewasa.

"Jadi, Nona bermaksud ke Tsenkangal untuk pergi ke Pulau Suci dan menjadi pekerja di sana?" tanya perwira lainnya, Hein. "Apa orang tua Nona tidak khawatir? Nona masih sangat kecil. Seharusnya ada yang mengawasi Nona. Hutan Neathy tidak bisa diremehkan."

Aku mengangguk. "Orang tua saya sudah meninggal. Saya bermaksud ke Pulau Suci agar bisa bekerja di sana. Kebetulan, paman saya ada di sana," jawabku dengan lihai. Padahal, aku tak pernah berbohong sebelumnya. "Paman-Paman ini baru mau memulai pembasmian di sini?" tanyaku untuk mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya, kami baru saja tiba," jawab seorang petinggi pasukan yang dipanggil jenderal itu. Dia bernama Johan. "Saya akan menugaskan satu perwira untuk mengantarmu keluar dari hutan. Malam ini, kamu berkemahlah bersama kami." Dia pun berbalik dan melangkah pergi. Ia tidak tersenyum sama sekali. Tapi, ia memperlakukanku dengan hangat.

"Jenderal memang seperti itu," kata Hein. "Beliau memiliki Sihir Kegelapan yang besar. Dan, bayaran atas sihir besarnya itu adalah kehilangan rasa. Beliau tidak bisa berekspresi, juga tidak bisa merasakan sakit. Tapi, percayalah, Beliau orang yang hangat dan lembut."

Aku mengangguk, meski agak terkejut dengan penjelasannya. "Kalau begitu, saya pergi mendirikan tenda di sebelah sana." Aku menunjuk ke sebuah pohon tinggi dan lebar. "Selamat malam, Paman-Paman. Selamat beristitahat." Aku membungkuk, lalu bergegas pergi dari sana sambil memeluk Ash dan menarik tali kendali kudaku.

Pasukam berjumlah 30 orang itu mendirkan enam tenda besar, satu di antaranya adalah tenda anggota pasukan wanita yang hanya berjumlah lima orang. Aku pun mendirikan tenda mungilku sedikit di belakang tenda anggota pasukan wanita. Di dalam tenda mungilku ini, aku pun turut mengajak Ash tidur bersama. Sementara, kudaku tidur di sebelah tenda setelah aku mengikat tali di pohon dekatnya. Beralaskan tikar dan berselimutkan jubah tebal, aku pun berbaring untuk bergegas tidur. Mungkin, sekarang sudah jam 10 malam.

Namun, aku tidak bisa tidur karena teringat sengan penjelasan Hein mengenai kondisi jenderal mereka, Johan. Kekuatan besar memang pasti memiliki efek samping, sesuai penjelasan Ibu. Namun, sampai saat ini, meski sudah memiliki empat jenis Sihir Kegelapan, aku tak merasa adanya keanehan pada tubuhku. Aku tak begitu mengerti. Tapi, aku harap itu tidak begitu menyakitkan. Aku sangat senang dapat hidup setenang dan senyaman ini tanpa khawatir dengan sakit parah seperti di kehidupanku sebelumnya.

***

"Kalau begitu, kami pergi dulu." Aku menatap Jenderal Johan sambil tersenyum sebentar, lalu aku membungkuk padanya dan beberapa anggota pasukan yang mengantarku dan Hein pergi. "Terima kasih banyak, karena telah menerima saya dan memberi saya makan. Saya tidak akan melupakan kalian." Aku pun menegakkan tubuhku lagi dan melambaikan tangan. "Sampai jumpa."

Jederal Hein mengangguk singkat, sementara anggotanya turut melambaikan tangan.

Kudaku yang tak bernama ini sangat penurut. Dia yang bertubuh besar mau membungkukkan badannya agar aku dapat naik dengan mudah. Sepertinya, aku harus segera memikirkan nama untuk kuda ini.

Hein pun mengawalku dari belakang dengan kuda putih-coklat yang lebih besar dari kudaku. Dia tidak mengajakku bicara sepanjang perjalanan kami. Karena sulit untuk menoleh ke belakang, aku jadi tak tahu bagaimana ekspresk Hein yang ditugaskan jenderalnya untuk mengawalku. Padahal, dia akan melewatkan momen berburu selama tiga malam jika mengantarku sampai keluar dari Hutan Neathy ini. Sepertinya, aku harus memberikan imbalan.

"Sudah sampai."

"Eh? Oh?"

Well, memang kami sudah keluar dari Hutan Neathy. Tapi, bukankah ini terlalu cepat? Seingatku, kami baru berkuda selama setengah hari. Bahkan, bekal makan sang yang dibawakan pasukan itu untukku belum dimakan.

"Apa tadi kamu lihat batu prasasti di perjalanan?" tanya Hein tiba-tiba. Ia menatapku lembut, tapi jelas sekali bibirnya tersenyum lebar seperti sedang menertawakanku yang kebingugan.

Aku mengangguk. Memang aku melihat batu besar beberapa kali di sepanjang perjalana kami. Tapi, aku tak tahu kalau itu adalah prasasti. "Ah! Jangan-jangan, itu adalah batu teleportasi?"

Aku ingat Ibu pernah memberitahuku tengang benda-benda sihir yang dikembangka para Penyihir dan Alchemy di Menara Sihir, dan salah satunya adalah batu teleportasi.

"Benar." Hein mengangguk. "Kita berteleportasi dari prasati satu ke prasati satunya. Itu adalah batu teleportasi yang berhasil ditanam di Hutan Neathy untuk mempermudah akses. Batu itu hanya akan beraksi pada kunci." Hein mengeluarkan sesuatu dari balik kemejanya. Itu bukan kunci seperti yang aku bayangkan, tapi lebih seperti liontin batu kristal. "Ini kristal sihir."

Aku mengangguk. "Wah, keren! Saya kira, akan butuh dua malam untuk bisa keluar dari hutan. Saya benar-benar bersyukur bertemu dengan kalian." Aku membungkuk meski masih duduk di atas kuda. "Terima kasih banyak, Sir Hein. Tolong sampaikan rasa terima kasihku pada Sir Johan dan yang lainnya.:

Hein mengangguk dan melambaikan tangannya. "Hati-hati. Jangan mengikuti orang asing. Jangan menerima apapun dari orang asing. Dan, selamat jalan."

Aku mengangguk, lantas menarik tali kendali kuda untuk berputar dan bergegas pergi meninggalkan pinggiran hutan. Sungguh, hari bahkan masih terang. Mungkin, mlam ini aku bisa sampai di kota terdekat dan menginap untuk semala. Sepertinya, aku bisa sampai di Tsenkangal lebih cepat daripada keempt Pilar itu.

Kota Algerkhorov adalah kota kecil yang lebih seperti desa dibanding kota. Namun, kota kecil yang hanya berjarak 2 jam dari Hutan Neathy itu adalah pusat kerajinan tangan ukiran batu atau kayu. Meski dekat dengan hutan Neathy dan selalu mendapat masalah dari monster dan hewan buas dari hutan itu, kota ini tetap menjadi destinasi para wisatawan yang menyukai seni. Karena itu, tempat ini amat sangat ramai dan memiliki banyak sekali jenis penginapan. Maka, tak akan sulit bagiku harus mencari penginapan. Untunglah, aku memiliki koin emas cukup banyak.

"Hei!"

Aku berhenti melangkah dan berhenti menarik kudaku, lalu spontan membalikkan badan, karena aku merasa akulah yang dipanggil. Tampak segerombol lelaki berwajah mengerikan tengah berdiri sambil menatapku rendah.

"Bagaimana kau bisa keluar dari Neathy, hah?"

Melihat lelaki paling depan bertanya dengan nada yang dingin dan ekspresi yang mengerikan, sepertinya aku berada dalam masalah.

Bab terkait

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Tujuh

    Segerombol lelaki berwajah mengerikan itu anehnya tidak membuatku takut. Mereka memang berwajah mengerikan, tapi entah kenapa mereka malah terlihat menyedihkan di mataku. Dan, hal itu terbukti benar.Mereka menarikku tiba-tiba, bahkan kudaku dan Ash sampai diambil alih oleh lainnya. Mereka membawaku pergi, bukan ke jalan sempit dan gelap yang merupakan tempat paling cocok untuk melakukan kejahatan, melainkan ke jalan utama dan jalan besar yang ramai oleh orang-orang. Anehnya, tidak ada yang curiga ataupun menghentikan mereka. Dan, kami pun tiba di depan sebuah bangunan besar dan tinggi dengan papan nama bertuliskan 'Silver Flagon Guild, Inn & Tavern'. "Mohon bantuannya!!"Tiba-tiba saja mereka membungkuk dalam setelah menyuruhku duduk di sebuah kursi di restoran bangunan guild itu. Jujur, aku merasa sangat tidak nyaman dengan sikap mereka yang memperlakukanku seperti ini. Orang-orang di restoran ini pun memperhatikanku. Jujur, aku tidak mau mencari perhatian. Karena, jika orang-orang

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Delapan

    Selama aku hidup 10 tahun sebaai Aisha di dunia bernama Telluris ini, sudah dua kali aku jatuh pingsan. Pertama, saat aku kembali dari Leymar. Aku pingsan karena kelelahan di rumah Paman Jaden. Sekarang yang kedua, aku pingsan pasti karena kelelahan perjalanan dari Elsira untuk mengejar keempat Pilar Historian. Sepertinya, aku tidak bisa kelelahan dan memaksakan diri ketika otakku terus dipakai untuk berpikir keras. Sejak ramaan itu, aku merasa aku tidak memiliki waktu untuk beristirahat, baik mengistirahatkan fisik maupun pikiranku.Tapi, memang harapan tidak seindah kenyataan."Sebagai bayaran atas sihir yang besar, kamu pun mendapatkan efek samping dari sihir yang kamu miliki. Bisa dikatakan, jantungmu rusak," jelas Kaladin.Aku tertawa hambar. "Ternyata, tidak ada bedanya," gumamku lirih sambil menggaruk tengkuk karena canggung. "Yah, mau bagaimana lagi.""Kamu baik-baik saja, Aisha?" tanya Nymeria. Aku yakin pertanyaannya bukan untuk keadaan fisikku. Bukan hanya dia, yang lain pu

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Sembilan

    Selama dua malam perjalanan laut, aku pun mengenal keempat Pilar dengan sangat baik. Entah kenapa, aku yang di kehidupan sebelumnya sulit sekali berteman, kali ini aku merasa bahwa hubunganku dengan mereka akan baik, terlepas status kami adalah Historian dan Pilar-nya. Alaric ternyata adalah Pangeran I dari Kerjaan Sevelstan. Kalau saja dia tidak terpilih menjadi Pilar Historian, dia akan dinobatkan sebagai Putra Mahkota dan nantinya akan menjadi raja kerjaan itu. Meski begitu, Al -- begitu aku memanggilnya -- mengaku bahwa dia bersyukur tidak harus melakukan perebutan takhta yang mengerikan. Katanya, perebutan takhta keluarganya secara turun-temurun sangatlah kejam dan mengerikan. Tapi, aku sangat yakin bahwa dia akan menjai raja yang bijak dan baik yang bisa mengubah tradisi perebutan takhta yang kejam itu. Jika aku mati nanti, statusnya sebagai Mantan Pilar Hisotorian Mahkota yang melambangkan kebijakan akan memperkuat posisinya. Para bangsawan akan mendukungnya. Apalagi dia adala

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Sepuluh

    Rasanya seperti sudah berbulan-bulan tidak tidur di kasur, padahal baru beberapa hari berlalu sejak aku meninggalkan rumah penuh kenangan di Elsira dan tiba di Talova. Untunglah, aku diperbolehkan beristirahat lebih dulu hari itu. Tentu saja aku butuh istirahat. Perjalanan dari Elsira ke Pulau Suci Talova ini bukanlah perjalanan yang ringan untukku. Ketika aku bangun, ternyata matahari belum sepenuhnya terbit. Aku pun berkesempatan melihat pemandangan yang tak bisa kulihat di Elsira, yaitu matahari terbit. Di duniaku sebelumnya, Bali adalah salah satu tempat favorit orang-orang Indonesia untuk melihat matahari terbit di pantai. Tapi, tentu saja, aku lebih suka melihat pemandangan matahari terbit dari puncak gunung pada buku travelling yang aku baca. Setidaknya, di dunia ini aku akan menjadikan kamar Historian ini menjadi tempat favorit untuk melihat matahari terbit.Tok. Tok. Tok."Permisi, Nona. Saya masuk -- Oh!" Pelayan berseragam putih hitam khas budaya Eropa jaman dulu itu membe

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Sebelas

    Menurut catatan di dalam buku Historia, baik yang ditulis oleh Historian I, II, maupun Historian III, semua mempercayai bahwa bencana alam besar yang terjadi di Telluris akan menimbulkan retakan di langit dan menjadikan Dunia Manusia ini berada dalam kondisi terlemah, sehingga Bangsa Iblis yang dahulu adalah Bangsa Malaikat yang terbuang ke Dunia Bawah dapat masuk ke Dunia Manusia. Historian, Pilar, maupun Saintess adalah orang-orang pilihan Tuhan yang dipinjami kekuatan Bangsa Malaikat demi melindungi Dunia Manusia dari Bangsa Iblis yang serakah demi membalaskan dendam kebencian mereka terhadpa Tuhan yang telah mengusir mereka. Telah lama dipercaya bahwa ada tiga bangsa yang hidup atas kehendak Tuhan, yaitu Bangsa Manusia, Bangsa Malaikat, dan Bangsa Iblis. Historian, orang pilihan Tuhan dan Bangsa Malaikat, memiliki kemampuan untuk bisa merasakan keberadaan Bangsa Iblis dan Bangsa Malaikat, serta membedakannya dengan Bangsa Manusia. Bangsa Iblis dan Bangsa Malaikat yang turun ke Du

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Dua Belas

    Pendidikan yang aku jalani sangatlah padat, sampai rasanya setiap pelajaran yang aku terima pun terbawa ke dalam mimpi. Tak hanya itu. Rasanya, tubuhku akan remuk dan otakku akan meledak jika terus seperti ini selama seminggu lagi. Aku butuh istirahat!!"Kamu baik-baik saja, Sha?" tanya Kala.Aku masih membenamkan wajah di antara lipatan tangan dan dada. "Hm."Malam ini, Al, Nym, dan Deon tidak bisa ikut makan malam bersama, karena ada hal yang harus mereka lakukan di luar kastel. Saintess Elanora pun sedang sibuk mempersiapkan hari penobatan yang tinggal dua minggu lagi, jadi beberapa hari terakhir ini dia tidak pernah ikut makan malam bersama.Meski Kala tidak menunjukkan ekspresi, nada bicaranya pun datar, aku tahu bahwa dia mengkhawatirkanku. "Apa aku tidak bisa istirahat satu-dua hari? Ini sudah sebulan lebih aku terus belajar tanpa henti. Aku sampai bermimpi buruk," keluhku.Kala mengusap-usap kepalaku lembut. Dia seakan tahi bahwa aku hanya ingin mengeluh, karena itu dia tidak

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Tiga belas

    Dari Pulau Talova, kami harus menyeberangi lautan selama setengah hari untuk tiba di Kerajaan Baslama, sebelum kami harus berkuda berhari-hari ke Kerajaa Tatvan. Sungguh, ini akan menjadi perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan. Aku hanya bisa berharap tak akan ada hambatan dalam perjalanan kami, karena waktu yang kami miliki benar-benar terbaras.Perjalanan dengan berkuda sepertinya akan memakan enam hari jika kami mempersempit waktu istirahat. Entah bagaimana kami bisa membawa saintess itu, tapi kami harus bergegas kembali ke Talova dalam waktu kurang dari sehari setelah tiba di Amaya. Rasanya gemas karena terburu-buru seperti ini. Tapi, aku harus terbiasa. Historian dan Pilar bisa saja secara tiba-tiba harus melakukan perjalanan berhari-hari.Sebagai kota terujung di Dartan Barat, Kota Abuka menjadi kota perdagangan terbesar di Daratan Barat. Kerajaan Baslama adalah kerajaan terbesar yg menguasai perdagangan di Telluris ini. Selain karena wilayah mereka yang subur dan bagus u

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Empat belas

    Siapapun itu tahu. Ketika seorang saintess baru telah muncul, maka saintess sebelumnya akan menghadapi kematiannya. Meski tidak aneh dan memang sudah sewajarnya hal seperti itu terjadi. Namun, tentu saja, kesedihan tidak bisa disembunyikan. Bagiku yang baru mengenal Saintess Elanora, tentu tidak akan merasakan kesedihan yang sama seperti yang dirasakan keempat Pilar yang telah mengenal Saintess Elanora lebih lama.Sejak aku mengatakannya, suasana menjadi terasa berat dan sangat menyesakkan. Aku mungkin seperti orang yang tidak berperasaan, tapi aku melakukannya sesuai permintaan Nona Elanora. Aku hanya bisa diam, menunggu dengan sabar sampai keempat Pilar ini dapat menerima kenyataan, seperti mereka menerima kenyataan kematian Historian III Gavril dan kedua Pilarnya yang tewas di Dungeon Belzeebub."Apa tidak ada pesan dari Nona Elanora?"Aku yang sedang melamun menatap ke luar jendela kereta kuda untuk menghalau kebosanan pun menoleh menatap Nym, Pilar yang menemaniku kali ini. "Tida

Bab terbaru

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Dua Puluh Satu

    Pangeran III Aleoth de Alinzan adalah orang yang diam namun meghasilkan segudang prestasi dalam membantu pekerjaan negara Raja Alinzan. Orang yang terkenal ramah dan disukai semua bangsawa wanita se-Alinzan. Banyak rakyat jelata yang mendukungnya dengan sifat dan keloyalitasnya itu. Aku yakin, dia memang menginginkan takhta raja, karena itu dia sengaja membuat dirinya terkenal di sana-sini.Pangera Aleoth tidak pergi sendiri, melainkan ditemani tangan kanannya sekaligus pemimpin pasukan kesatria miliknya, Hildo. Namun, Hildo inilah yang sebenarnya menjadi target perhatianku, karena meski dia tampak seperti manusia, tapi di mataku dia terlihat seperti Bangsa Iblis, mirip dengan salah satu pelayan di kastel ini. Menurut penjelasan Historia III, ciri-ciri Bangsa Iblis sangat khas, seperti telinga runcing, mata merah, dan mayoritas berkulit pucat."Suatu kehormatan bagi Alinzan, saya bisa berbicara spesial seperti ini dengan Anda, Nona Historian," tutur Aleoth dengan manis dan senyum bisn

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Dua puluh

    Strategi untuk mendapatkan simpatu sekaligus lepercayaan pun berhasil. Orang-orang memang akan menilaiku sangat tinggi, karena aku seorang Peramal da anak dari seorang Penyihir Kegelapan berdarah Zoferine dan Swordmaster berdarah Chervenlott. Meski entah aku bisa memenuhi ekspektasi mereka atau tidak, tapi untuk saat ini aku sudah mendapat sedikit kepercayaan mereka. Aku hanya harus berusaha maksimal dan membuktikan kemampuanku.Tapi, ada satu masalah baru lagi yang harus dihadapi oleh seorang Historian. Dan, itu sudah diperingatkan oleh Historian-Historian sebelumnya."Yang Mulia, ini anak sulung saya. Umurnya suda 18 tahun. Kami akan mengirimkan undangan resmi untuk Yang Mulia agar bisa minum teh bersama dengan anak saya."Yah, kurang lebih, kalimat-kalimat itulah yang aku dengar hampir di setiap keluarga tamu kehormatan yang aku datangi untuk berkenalan. Ya, itu adalah cara untuk mencari jodoh. Entah sejak kaapan, tapi Historian III Gavril menganggap bahwa pesta-pesta yang akan di

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Sembilan belas

    Satu per satu orang-orang dari berbagai kerajaan datang menghampiri untuk memberi salam. Aku merasa seperti kaisar yang paling berkuasa, padahal hanya orang yang diutus Tuhan sebagai pencatat sejarah dunia dan membawa perubahan. Apalagi, aku hanya perempuan yang lahir dan besar selama 15 tahun tanpa tahu etika bangsawan. Meski di total dengan kehidupanku sebelumnya, umurku memang sudah 32 tahun. Tapi, tetap saja, pebampilanku yang seperti ini tak ada apa-apanya dibanding orang-orang hebat penguasa negara di hadapanku.Selaa hampir dua jam aku merasakan ketegangan setiap para penguasa kerajaan menghampiri dan mempersembahkan upeti sebagai bentuk penghormatan dan permohonan perlindungan dan kebijaksanaan. Bangku kebesaran yang aku duduki ini terasa berduri, menyiksa sekali. Kalau aku seorang pembuat onar, aku pasti sudah berdiri dan kabur begitu saja.Dan, akhirnya aku pun bisa berdiri. "Terima kasih, kepada seluruh tamu kehormatan yang telah hadir pada hari ini. Saya, mewakili keempat

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Delapan belas

    Malam keempat perjalanan kami, Lory pingsan dan demam tinggi. Inginnya kami beristirahat, tapi kami dikejar waktu. Terpaksa, kami tetap melanjutkan perjalanan meski kondisi Lory sangat mengkhawatirkan. Namun, aku tahu alasan Lory seperti ini. Semua karena Kekuatan Suci miliknya akan bangkit.Tepat malan sebelum kami tiba di Talova, Lory sadar dan kondisnya amat sangat baik-baik saja. Aura emas miliknya sudah padat dan pekat, alirannya pun stabil. Namun, satu hal yang membuat kami tidak bisa berhenti cemas."Pada malam penobatan, akan datang sesosok Iblis untuk menemui Aisha," kata Lory begitu ia bangun. Sepertinya, ia diperingatkan oleh Tuhan dan Dewa-Dewi. Layaknya ramalan, pesan dari Tuhan dan Dewa-Dewi biasanya datang di luar keinginan.Dan, saat ini aku sedang bersiap-siap untuk penobatan. Aku bahkan dibangunkan subuh saat langit masih segelap lanngit ketika kami tiba di kastel. Para pelayan begitu bersemangat untuk mendandaniku, sampai aku terkantuk-kantuk karena proses mereka men

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Tujuh belas

    Kalau diperhatikan, Lory bukanlah orang kaku yang sangat teguh pada sesuatu. Pada kenyataannya, dalam perjalanan kami meninggalkan desa dengan kereta kuda pemberian warga Amaya, Lory terlihat sangat tak nyaman dan canggung. Daripada elang, dia mirip kakatua yang menggemaskan."Kamu bisa bersikap lebih santai, Lory. Keempat Pilar saja tidak sekaku kamu. Yah, jangan lihat Kala. Dia seperti itu karena bayara atas sihir besar miliknya," ujarku tenang dan mencoba untuk membuat Lory sedikit lebih santai, disusul kekehan.Lory menatapku agak lama, lalu ia menunduk dan tampak ragu. "Apakah benar saya saintess? Saya ... bukan orang baik."Aku terdiam sejenak sambil menatapnya. Padahal, aura emasnya menguar-nguar dengan kuat, lebih kuat daripada milik Saintess Elanora. "Kalau sepenglihatanku, kamu memiliki Kekuatan Suci yang lebih kuat dari Saintess Elanora. Entah apa masa lalumu, tapi masa kini juga penting. Kalau kamu sadar bahwa kamu bukan orang baik di masa lalu, itu artinya kamu sudah menj

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Enam belas

    Aku berseru bukan karena aku mengenal Ratu Lebah yang mereka sebut. Aku berseru karena aku yakin dengan ingatanku, bahwa Ayah dan Ibu pernah menyebut nama itu ketika menceritakan salah satu pengalaman mereka. Aku tidak benar-benar tahu sosoknya, tapi aku yakin itu adalah iblis yang sama dengan yang pernah Ayah dan Ibu hadapi sebelum aku lahir."Kamu mengenalnya, Sha?" tanya Deon.Aku menggeleng. "Tidak, tapi sepertinya itu iblis yang sama dengan yang pernah Ayah dan Ibu hadapi sebelum aku lahir," jawabku. "Lalu, apakah kalian memang diperintahkan untuk menyerang kami?" tanyaku, kini kembali menatap kedua perampok babak belur itu.Mereka mengangguk. "Kami berani bersumpah, kami hanya disuruh menyerang ketika kau melewati jalan ini. Begitu kami mendapatkanmu, kami disuruh membawamu ke Ulzcak.""Hm? Aku?" tanyaku heran. Kedua lelaki itu saling bertatapan, lalu mengangguk. "Kami disuruh menangkap perempuan bernama Aisha yang memiliki rambut merah keemasan dan mata berwarna hijau kekuning

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Lima belas

    "Standznel!" Rasanya seperti jiwaku turut tersedot keluar melalui telapak tangan yang kuarahkan ke kuda-rusa yang terus-menerus menyerang seakan tak kenal lelah. Padahal, tubuhnya sudah terluka di sana-sini. Kaki kanan belakangnya pun telah putus hingga dia berdiri dengan tiga kaki. Satu tanduknya pun telah hancur. Dia benar-benar meyedihkan, harus hidup dalam kendali orang yang sama sekali tidak menyayanginya. Karena itulah, aku merapal mantera pengambilalihan. Dengan begitu, aku bisa menggunakan sihir 'Sumnumoir' untuk menidurkannya selamanya.Ini pertama kalinya aku menggunakan Sihir Pengambilalihan. Aku tidak tahu bahwa akan setersiksa dan semenyakitkan ini. Saking sakitnya, aku hanya bisa menggertakkan gigi sekuat-kuatnya. Dan, sepertinya sesuatu telah mengalir dari hidungku. Sudah pasti itu darah. Aku sampai sememaksa ini."Sha, hentikan. Kamu sudah mencapai batasmu," ujar Kala dengan berseru, sebab jarak bertarung kami agak berjauhan.Aku menggeleng, tak sanggup menanggapi uca

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Empat belas

    Siapapun itu tahu. Ketika seorang saintess baru telah muncul, maka saintess sebelumnya akan menghadapi kematiannya. Meski tidak aneh dan memang sudah sewajarnya hal seperti itu terjadi. Namun, tentu saja, kesedihan tidak bisa disembunyikan. Bagiku yang baru mengenal Saintess Elanora, tentu tidak akan merasakan kesedihan yang sama seperti yang dirasakan keempat Pilar yang telah mengenal Saintess Elanora lebih lama.Sejak aku mengatakannya, suasana menjadi terasa berat dan sangat menyesakkan. Aku mungkin seperti orang yang tidak berperasaan, tapi aku melakukannya sesuai permintaan Nona Elanora. Aku hanya bisa diam, menunggu dengan sabar sampai keempat Pilar ini dapat menerima kenyataan, seperti mereka menerima kenyataan kematian Historian III Gavril dan kedua Pilarnya yang tewas di Dungeon Belzeebub."Apa tidak ada pesan dari Nona Elanora?"Aku yang sedang melamun menatap ke luar jendela kereta kuda untuk menghalau kebosanan pun menoleh menatap Nym, Pilar yang menemaniku kali ini. "Tida

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Tiga belas

    Dari Pulau Talova, kami harus menyeberangi lautan selama setengah hari untuk tiba di Kerajaan Baslama, sebelum kami harus berkuda berhari-hari ke Kerajaa Tatvan. Sungguh, ini akan menjadi perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan. Aku hanya bisa berharap tak akan ada hambatan dalam perjalanan kami, karena waktu yang kami miliki benar-benar terbaras.Perjalanan dengan berkuda sepertinya akan memakan enam hari jika kami mempersempit waktu istirahat. Entah bagaimana kami bisa membawa saintess itu, tapi kami harus bergegas kembali ke Talova dalam waktu kurang dari sehari setelah tiba di Amaya. Rasanya gemas karena terburu-buru seperti ini. Tapi, aku harus terbiasa. Historian dan Pilar bisa saja secara tiba-tiba harus melakukan perjalanan berhari-hari.Sebagai kota terujung di Dartan Barat, Kota Abuka menjadi kota perdagangan terbesar di Daratan Barat. Kerajaan Baslama adalah kerajaan terbesar yg menguasai perdagangan di Telluris ini. Selain karena wilayah mereka yang subur dan bagus u

DMCA.com Protection Status