Elena menekankan kedua kakinya pada lantai, menahan tubuh itu agar tak terjatuh karena Alva yang tiba-tiba menghampiri dan merengkuhnya. Tapi, walaupun tak melakukan itu Elena yakin Alva tak akan membiarkannya terhempas ke lantai. Sekarang saja pelukan Alva begitu erat seakan tak ingin terlepas. Elena merasakan geli pada lehernya, karena Alva yang menyembunyikan wajahnya di sana. Hembusan nafas Alva tak beraturan, membuat Elena khawatir dengan kondisi Alva saat ini.
“Va, ada apa?” tanya Elena dengan tangan yang mulai terangkat membalas pelukan Alva, lalu mengusap punggung itu. Bukan jawaban yang Elena dapatkan, ia malah merasakan tangan Alva yang semakin melingkar sempurna pada tubuhnya. Tatapan mata Elena kini bertemu dengan manik mata Felic yang sama-sama memperlihatkan keterkejutannya. Bergeser ke samping kini pandangan Elena bertemu dengan Rachel yang beberapa detik setelahnya menolehkan pandangan ke arah lain seakan menghindar.
“Va.” Tangan
Elena mengunyah makanannya perlahan, matanya sesekali melirik ke arah Rachel yang duduk bersisian dengan Alva. Kursi yang tadinya Elena ingin tempati, diduduki lebih dulu oleh Rachel. Oke gak apa El, masih ada kursi lain kan, batin Elena saat menarik diri dari arah belakang Alva menuju kursi yang kini berseberangan dengan Alva. Elena duduk bersisian dengan Felic. Sejak awal acara makan, Rachel begitu telaten menghidangkan menu ke dalam piring Alva. Ia mengambilkan Alva nasi, bertanya Alva ingin makan dengan apa dan Rachel pun mengambilkannya. Senyum Elena tersungging melihat itu, walaupun entah kenapa ada rasa tak nyaman pada perasaanya apalagi Alva yang terlihat tak keberatan dengan perlakuan Rachel. Elena langsung tepis perasaan itu. Alva dan Rachel adalah saudara, kamu gak berhak cemburu El, batin Elena lagi mengingatkan diri sendiri.Bukan hanya Elena yang tak nyaman dengan pemandangan itu, rupanya Felic pun diam-diam memicingkan mataya. Merasa heran dengan Alva yang bias
Alva menekan beberapa tombol pin unit apartemennya dengan tangan lain yang masih menggenggam pergelangan tangan Elena. Pintu itu terbuka, Alva kembali menarik Elena untuk masuk ke dalam setelah itu membiarkan pintu tertutup dengan sendirinya sampai suaranya terdengar.Sofa lebar berwarna coklat menjadi tujuan kaki keduanya melangkah. Alva mendudukan Elena disana dan ia pun ikut duduk menghadap Elena.“Kamu gak serius dengan ucapanmu kan?” Elena mulai bertanya.“Tentang?” Alva balik bertanya.“Emm untuk tak mengizinkanku pulang.” Elena berucap dengan kegugupan yang menyertainya karena Alva yang menggenggam seraya memainkan jemarinya di bawah sana.Alva tersenyum miring, ia pun menunduk. “Aku serius,” jawabnya. Nafas Elena tertahan saat mendengar itu, ia ikut menunduk memperhatikan kedua tangan yang saling berpautan dengan kegugupan yang ia rasakan.“Aku ingin bersama mu malam ini,&rd
Mobil hitam itu berhenti tepat di depan pagar rumah Rachel yang beberapa hari lalu Alva datangi. Belum ada tanda-tanda Rachel akan beranjak dari kursi samping kemudi, Alva pun menoleh dan mendapati Rachel yang menunduk memainkan jemarinya.“Sudah sampai,” ucap Alva yang mengira bahwa Rachel sedang melamun.“Masuklah dulu.” Rachel menoleh membalas tatapan Alva.“Gak perlu, gue mau langsung pulang.”“Aku sendirian di rumah, bisa temani aku sebentar?” Rachel terdengar begitu ingin Alva mengunjungi rumahnya, rumah yang dimana dulu tinggalah seseorang yang Alva cari. Seseorang yang kini telah meninggalkannya.“Gue-““Aku mohon.” Alva hendak kembali menolak, tapi Rachel lagi-lagi memohon.Setelah mengetahui Rachel adalah adiknya, perasaan Alva kini berubah. Sikap cuek dan tak peduli begitu saja terkikis, apa karena Rachel adalah anak dari Kalina juga. Alva merasa ia mem
Elena kesal melihat Alva yang sedang mempermainkannya. Ia butuh kepastian apakah semalam dirinya dan Alva tidur seranjang atau tidak. Jawaban tidak sangat Elena harapkan, entahlah kalau jawabannya tak sesuai keinginan sungguh Elena merasa sangat bersalah. Tapi Alva lah orang yang perlu ia salahkan karena yang memindahkannya ke tempat ini kan Alva.“Jangan mempermainkanku Alva! Cepat jawab!” Elena melipatkan kedua tangannya di depan dada, dengan mata yang menatap tajam laki-laki yang terus tersenyum menyebalkan.Alva mulai beranjak dari ranjang, mendekat ke arah Elena dan ikut melipatkan kedua tangannya. Elena masih menatapnya tajam, tapi sama sekali tak membuatnya takut. Mata kecil Elena yang membulat begitu menggemaskan.“Memang kenapa kalau kita tidur seranjang?” tanya Alva kemudian, menantang Elena dengan sorot matanya.Elena yang tak dapat mempertahankan posisinya itu mulai mengerjap. “Ya, i..itu gak boleh Va,” jawa
“El.” Alva kembali memanggil Elena yang memandang ke arah luar. Elena masih diam belum menjawab pertanyaannya tentang permasalahan yang sedang mereka alami saat ini. Elena bilang tak ada masalah, tapi gadisnya ini mendiamkannya. Alva tak mengerti, apakah ada yang salah dengan dirinya?“Yang.” Kini Alva merengek, ia tak tahan jika Elena mendiamkannya seperti ini. Alva menarik-narik pakaian Elena, mencari perhatian agar Elena mau berbicara padanya.“El,” kini Alva menarik pipi Elena dan hal itu berhasil membuat Elena menggeram kesal.“Sakit Alva!” seru Elena marah.“Beritahu salahku apa El,” desak Alva agar Elena mau memberitahunya.“Ish! Aku kesel kamu yang malah memperburuk keadaan bukannya kasih penjelasan ke Felic kalau kita gak macam-macam!” Elena berbicara dengan nada ketusnya.“Memperburuk keadaan gimana?” Elena memutar bola matanya malas.“
Dua orang yang menempati meja dekat jendela itu masih saling diam. Rosie yang memandang keluar jendela memperhatikan keadaan di luar sana, sedangkan Rachel yang menunduk seraya mengaduk minumannya. Mulai tak nyaman dengan keadaan ini, Rachel pun menghembuskan nafas pelan seraya menempelkan punggungnya pada sandaran kursi. Ia mulai memandang lurus ke arah Rosie yang belum mengatakan alasannya kenapa mengajak bertemu pagi ini juga.“Apa yang anda ingin sampaikan Nyonya Rosie?” tanya Rachel yang sudah tak tahan dengan keadaan saling diam.Helaan nafas Rosie terdengar, masih dengan memandang keluar ia pun menjawab, “Aku penasaran kenapa kamu dan Alva bisa ada di pemakaman itu?” akhirnya Rosie mengatakan maksudnya.Hal yang sudah Rachel duga sebelumnya, dan dugaan itu benar rupanya. Beberapa saat Rachel terdiam, sampai Rosie mulai menoleh ke arahnya karena gadis itu yang tak langsung menjawab.“Kenyataan ini sangat mengejutkan, ha
“Ya, aku memiliki hubungan yang cukup dekat dengannya.”“Apa kalian pacaran? Kamu terlihat memasuki rumah Rachel Aditya malam tadi. Apakah itu benar kamu Alva?”Alva tersenyum tipis, ia menunduk sebentar dan kembali memperlihatkan wajahnya pada kamera. “Dia adikku,” jawaban itu mengejutkan semua awak media.“Adik? Bukannya adikmu adalah Felicia?” tanya salah satu reporter yang ada di sana. Alva tak langsung menjawab, ia hanya menampilkan senyumnya di sana membuat semuanya penasaran akan apa yang Alva katakan selanjutnya.“Aku baru mengetahui kenyataan yang cukup mengejutkan.” Apa yang Alva utarakan begitu membuat riuh.“Nyonya Rosie, pemilik Rosie boutique yang cukup terkenal dikalangan para selebriti itu adalah ibumu, bukan begitu?” Alva menoleh pada reporter yang baru saja bertanya dan kembali menampilkan senyum tipisnya di sana.“Ibu kandungku bernama Kalina,&rd
Roy mengusap bahu Rosie beberapa kali, ia mencoba menenangkan Rosie yang tak tenang semenjak penyampaian Alva pada media. Ponselnya berdering sejak tadi, beberapa pesan sempat Rosie terima tak lain mereka menanyakan kebenaran atas apa yang Alva sampaikan dan beberapa lainnya kembali mengulang masa lalu. Hal yang sangat Rosie khawatirkan saat ini, mereka yang tahu kembali mengungkit apa yang telah terjadi. Keterpurukan yang sudah Rosie kubur dalam-dalam dan menggantikannya dengan gemerlap yang merubah segalanya. Sungguh ia tak ingin masa itu kembali datang.Suara pintu terbuka membuat keduanya menoleh. Terlihat Reno yang hanya datang seorang diri tidak bersama seseorang yang ingin mereka temui saat ini.“Mana Alva?” tanya Rosie yang tak melihat keberadaan Alva memasuki ruang tunggu agensi musik itu.“Dia masih di studio, baru bisa ditemui 15 menit lagi. Maaf membuat Tuan dan Nyonya menunggu lama.” Reno menunduk memperlihatkan rasa hormatny