Tidurnya nyenyak sekali, sampai ia belum bangun hingga saat ini. Alva sempat khawatir Elena akan terbangun ketika ia membawanya berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Di sini lah mereka sekarang, Alva membawa Elena ke unit apartemen yang sempat ditinggalkan penghuninya. Alva membawa Elena ke apartemennya. Tapi syukurlah Elena tak terbangun walau sempat terusik.
“Masih aja liatin Kak El,” suara Felic membuat Alva melirik sebentar dan kembali pada pusat perhatiannya sejak tadi.
“Tau Kok, Kak El cantik,” kata Felic lagi. Alva menyunggingkan senyumnya, masih dengan mata yang memandangi Elena yang bergerak mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping menghadap Alva yang duduk di sisinya.
“Mandi gih, baru bangun udah nongkrong aja liatin doi,” seru Felic yang mulai masuk menghampiri Alva. Felic hendak menarik tangan Alva, tapi Alva lebih dulu menghentikan pergerakannya. Felic memutar bola mata malas merasa geli dengan sikap Alva
“Sampai kapan kamu akan menganggap dirimu tak pantas El?” Alva berucap masih dengan memeluk Elena yang sesenggukkan.“Aku tak peduli apa profesimu, dari mana kamu berasal, dari keluarga mana pun kamu. Aku mencintaimu El, itu yang aku rasakan.” Alva mencium dan menghirup dalam puncak kepala Elena dengan mata terpejam.“Apa aku berhak mencintaimu Va?” Alva membuka matanya kembali dengan pelukan yang ia pererat.“Balaslah perasaanku El, beri aku ruang untuk bersamamu dan berjalan denganmu.” Alva melepaskan pelukan itu beralih menangkup sisi wajah Elena. Mata berair membasahi pipi, dan hidung memerah menjadi pemadangan Alva kali ini. Alva kembali mendekat dan mencium kening Elena beberapa detik. Setelah itu, ia membersihkan jejak air mata pada wajah Elena.“Maaf aku telah mengecewakanmu,” kata Alva yang kembali menangkup sisi wajah Elena. Tak membiarkan Elena mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Bagaimana keadaanmu?” Roy bertanya seraya berjalan mendekat ke arah Alva dan Elena.“Aku ada disini, itu berarti aku baik-baik saja,” jawab Alva yang malah ditimpali kekehan oleh Roy.Elena menunduk saat Roy melirik Alva dan dirinya secara bergantian. Bertemu dengan Roy mengingatkan Elena akan cerita masa lalu Naura. Ia jadi semakin canggung.“Halo Elena, apa kabar?” Elena mengerjap. Ia mengangkat wajah memberanikan diri membalas tatapan Roy.“Baik Tuan, Tuan Roy apa kabar?” Elena balik bertanya. Bukannya jawaban yang Roy berikan, pria paruh baya itu kembali terkekeh membuat Elena heran apakah ada yang salah dengan ucapannya.“Bagaimana kalau kamu panggil aku om saja,” ucapnya. Rupanya tawa renyah itu tertuju pada sebuah panggilan.“Saya takut tidak sopan Tuan,” timpal Elena yang kini kembali menunduk. Roy tersenyum melihatnya dan mendekat. Roy mengusap bahu Elena membu
Roy menggeleng kuat, ia tak habis pikir Rosie membayar orang untuk mengikutinya. Sangat keterlaluan, pikir Roy.“Kenapa kamu melakukan itu Ros?” Roy memegang kedua bahu Rosie, menuntut penjelasan.“Karena kamu orang yang sulit dipercaya.” Deg! Bahu tegap Roy meluruh, ia tertampar dengan jawaban yang dilontarkan istrinya.“Beralasan pergi untuk meeting ke luar kota, tapi nyatanya menemui perempuan lain.”“Kapan aku melakukan itu Rosie? Kamu jangan asal bicara!” Roy melepaskan cekalannya pada bahu Rosie.“Kau pikir aku tak tahu kamu yang diam-diam datang hanya untuk memperhatikan Naura dari jauh!” Mata Roy membulat, ia tak mampu berkata-kata lagi.Rosie berbalik membelakangi Roy, ia memijat keningnya. Bahunya bergetar, ia berusaha untuk menahan tangis namun tak bisa.“Menurutmu kenapa aku tak setuju dengan hubungan Alva dan desainer Mei itu?” lirih Rosie di sela tan
Mata Alva terpejam dengan tangan memijat kening. Pikirannya sedang liar dan tak karuan. Perihal apa yang tadi ia lihat sangat menganggunya. Kenyataan apalagi yang mengejutkannya kali ini, ada hubungan apa Rachel dengan kediaman yang katanya merupakan alamat dari Kalina, ibu kandungnya.Pintu mobil bagian samping terbuka, Erick datang dengan dua cup kopi yang ada di tangannya. Minuman yang baru saja ia beli dari kedai kopi yang berada diluar sana. Memang mobil Alva kini sedang berada pada parkiran kedai kopi tersebut.“Tadi gue sempet tanya John, orang suruhan gue untuk cari tahu tentang Kalina. Dia bilang, itu memang alamat yang ia temukan, namun perihal kehidupan dan keluarganya mereka belum dapatkan kabarnya. Mereka baru melacak sebatas tempat tinggal,” jelas Erick. Alva mulai membuka matanya dan menerima salah satu cup yang disodorkan Erick padanya.“Sorry informasi yang didapat belum lengkap. Gue akan suruh mereka untuk selidiki lebih dalam
Akibat pengakuan Alva tadi malam, Elena menjadi tak tenang di hari libur ini. Memang hari ini Mei memberikan beberapa karyawannya libur termasuk Elena. Ia yang berniat ingin menikmati pagi hari dengan merenggangkan otot-ototnya di depan kamar kost malah diserbu dengan berbagai pertanyaan dari teman-teman kostnya yang rupanya sedang berkumpul di area depan juga. Perihal hubungannya dengan Alva, bagaimana dirinya bisa dekat dengan seorang Alva, mereka jadi menanyakan banyak hal. Padahal sebelumnya Elena belum begitu dekat selain dengan Gisel tapi karena kejadian tadi malam Elena tiba-tiba menjadi seleb kost Putri Banurasmi. Ya ampun El jangan ketinggian deh kamu, batinnya mengelus dada.“Kapan si Tuan Muda akan mengunjungimu El?” tanya Luna yang paling banyak bicara sejak tadi.“Namanya Alva Lun.” Elena membenarkan. Luna tekekeh seraya mengangguk mengiyakan.“Aku tidak tahu,” jawab Elena, karena memang benar ia tak tahu Alva kap
Seseorang membukakan pintu kanan bagian belakang mobil tersebut. Seorang wanita dengan pakaian berwarna pastel keluar lebih dulu di susul dengan satu orang lainnya. Kedua wanita itu adalah desainer Meisie dengan seseorang yang datang bersamanya yaitu Elena Honora. Keduanya disambut hangat oleh para juru foto yang mengarah ke arah mereka. Semua tamu undangan mendapat perlakuan yang sama seperti halnya Mei dan Elena yang mulai memasuki gedung dengan banyak tamu yang sudah datang lebih dulu.Ini kali kedua Elena datang ke sebuah acara besar seperti ini, pertama kali saat dimana dirinya datang bersama Alva menjadi seorang tamu undangan pameran fotografi. Sungguh sebagai kehormatan baginya begitu juga dengan sekarang. Ia sangat senang Mei mengajaknya ke acara Fashion Week seperti ini. Elena tak menyangka salah satu mimpinya dapat terwujud, yaitu datang ke acara Fashion dimana ia akan melihat sebuah peragaan busana, melihat para model berjalan di atas panggung dan berlenggang mempe
Pintu dengan nomor kamar 18 itu mulai terbuka. Elena berjalan gontai dengan tas yang menggantung ditangan kanannya. Sepulang dari acara fashion week, Mei mengajak Elena untuk mampir ke salah satu restoran. Ingin segera pulang, tapi enggan untuk menolak. Alhasil Elena makan tak berselera. Elena memaksakan diri untuk tetap memakan hidangan itu walau tak banyak. Mei juga sempat bertanya perihal keadaannya, badan yang kurang fit pun menjadi alasan Elena.Mei menawarinya untuk periksa ke dokter terlebih dahulu, tapi Elena menolak dan meminta untuk pulang saja dan kini ia pun sudah pulang dengan diantar oleh Mei. Pakaian koleksi butik Meisie pun masih melekat pada tubuhnya, Mei mempersilahkan Elena untuk memilikinya. Sungguh Elena sangat berterimakasih.“Maafkan aku yang telah berbohong,” lirih Elena dengan tas tangan yang tadinya menggantung kini berada di pelukannya.“Tidak, aku tidak berbohong aku memang sedang sakit. Hatiku sakit,” lirihnya
Usapan masih Elena lakukan pada punggung seseorang yang masih terisak. Elena membiarkan Alva menangis di pundaknya. Kehilangan seseorang yang berarti dalam hidup tapi belum sempat bertemu dan kini mendapat kabar bahwa beliau sudah tiada, hanya mendengarnya saja itu sangat menyakitkan apalagi Alva yang mengalaminya sendiri. Tak bisa Elena bayangkan sesakit apa perasaannya, sehancur apa di dalam sana.Tak ada yang bisa Elena lakukan selain menemani Alva melewati semuanya dengan lapang dada. Siapa yang ingin ditinggalkan dan meninggalkan dalam konteks ini? Semua terjadi akan takdir tuhan. Manusia hanya bisa berencana dan berdoa untuk hasil tuhan yang menentukan.Kenyataan kali ini beberapa kali lipat lebih menyakitkan daripada kebenaran-kebenaran yang sebelumnya terbongkar. Elena melihat seorang Alva yang yang menyebalkan kini begitu rapuh, bahunya yang selalu tegap kini bergetar lemah.Apa yang bisa aku lakukan untukmu Va, batin Elena yang kini mengangkat kedua ta
“Nunduk sedikit Va.”Alva menunduk mengikuti arahan Andres. Apalagi urusannya dengan Andres kalau bukan perihal pemotretan. Ya, Alva sedang melakukan pemotretan koleksi terbaru butik Meisie yang mengeluarkan rancangan terbaru edisi pria. Mei sendiri yang meminta Alva untuk menjadi modelnya dan Alva tak keberatan karena memang ia masih menjalani karirnya sebagai model. Walaupun profesi ini adalah profesi yang sempat Rosie paksakan padanya tapi seiring berjalannya waktu Alva pun mulai menikmatinya. Profesi ini sudah menjadikan namanya dikenal banyak orang, tak lupa Alva juga sudah berterima kasih sekaligus meminta maaf pada Rosie karena pernah ada perselisihan di antara mereka. Dengan senang Rosie menerima maaf dan terima kasih itu, dan terjadilah moment haru di antara mereka. Alva tersenyum tipis mengingat semua itu, ia bersyukur kini hubungannya dengan keluarga sudah membaik apalagi dilengkapi dengan seseorang yang sudah ia ikat beberapa bulan lalu.Waktu b
Elena menoleh ke arah samping, dimana Alva yang sedang mengemudikan mobilnya. Ia pun melirik ke bawah, dimana tangannya yang sejak tadi terus saja digenggam oleh Alva. Elena sudah beberapa kali melepaskan genggaman tangan itu karena ia takut Alva tak leluasa mengemudi. Tapi, Alva sendiri yang tak membiarkan itu. Ia kembali menarik tangan Elena ketika genggaman tangan itu terlepas. Ia menyimpan tangan Elena di pangkuannya saat perlu mengemudi dengan dua tangan dan selebihnya ia kembali menggenggam tangan Elena.“Va, lepas dulu ya, biar kamu leluasa,” ucap Elena yang masih membujuk Alva agar tak terus menggenggam tangannya.“Gak apa-apa, masih bisa ko. Tenang aja,” jawabnya yang selalu mengatakan tidak apa-apa saat Elena membujuknya.“Tapi Va-““Stttt, kamu ngantuk hm? Tidur aja nanti aku bangunin kalau udah sampe.” Alva malah mengalihkan pembicaraan.“Sebentar lagi juga sampe, tangg
Aku tidak akan membiarkanmu terlepas darikuAku akan membuatmu tak sanggup untuk pergiKarena aku membutuhkanmu dan ingin memilikimu seutuhnyaBisakah kamu menyukaiku , bersamalah dengankuKamu bilang tak mau bertemu lagi jika aku masih menahanmu seperti iniJustru dengan ini aku tak akan membiarkanmu pergiSepertinya banyak hal yang aku tak tahu tentangmumenolak karena takut dicampakkan setelah didapatkanApa kamu perlu waktu untuk memikirkan jawabannyaTolong jaga hati kamu untukku selama aku dalam proses meyakinkan kamuAku tak pernah main-main tentang perasaan, yang hanya bisa dirasakan tanpa alasan. Aku menyukaimu bahkan menyayangimu, entah kenapa dan bagaimanaIzinkan aku untuk berjalan bersamamuAkan aku kendalikan apa yang bisa ku kendalikanBerhara
Ini pertama kalinya Elena memasuki ruang kerja Rosie, ia mengagumi ruangan yang didesain sangat cantik dengan perpaduan warna putih dan gold yang memang merupakan tema warna butik Rosie. Namun, hal itu bukan yang menjadi fokusnya saat ini, tetapi tujuan Rosie melibatkan dirinya atas pertemuannya dengan Alva memberikan tanda tanda tanya besar untuknya. Ada apa ini, tidak seperti biasanya.“Jangan khawatir, ada aku disini,” ucap Alva tiba-tiba. Sepertinya ia mengetahui kekhawatiran dari raut wajah Elena.Elena tersenyum tipis, ia menunduk seraya mengulum bibirnya. Sungguh ini menegangkan baginya. Rasa penasaran membuatnya semakin tegang, apa kabar nanti? Elena berharap masih dapat bernafas dengan lancar.Pintu ruangan terbuka. Rosie yang tadi izin keluar sebentar kini sudah kembali. Elena semakin menunduk, rasanya ia segan untuk mengangkat wajahnya. Berbeda dengan Alva yang duduk santai dan terlihat biasa saja.“Maaf menunggu lama,”
Punggungnya terasa pegal, padahal sudah diganjal oleh bantal. Elena mulai membuka matanya, ia menunduk melihat Alva yang begitu pulas dipelukannya. Lengannya yang Alva tindih ingin sekali Elena gerakan tapi takut Alva terbangun. Elena mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan jam dinding. Pukul dua dini hari, waktu saat ini. Rupanya sudah beberapa jam mereka dalam posisi seperti ini. Sebelumnya Elena meminta Alva untuk tidur di kamar, tapi Alva ingin Elena menemaninya. Karena enggan dan tak enak jika harus berduaan di dalam kamar Elena pun menolak. Bersikukuh tak ingin tidur tanpa Elena, Alva pun mengatur posisi tidur dan hasil akhirnya seperti ini. Elena pikir Alva hanya akan bertahan sebentar saja dengan posisi tidur itu, tapi nyatanya tidak. Ia begitu pulas tidur di lengan Elena dengan tangan yang melingkar di pinggang Elena. Sungguh, Elena merasa memiliki bayi besar.Bagaimana tidak pulas, kalau di lihat-lihat Alva tidur dengan posisi cukup nyaman. Kakinya ia selonjork
Perasaan apa ini? Kenapa begitu sakit? Seharusnya aku tak merasa kecewa, kenapa malah sebaliknya, batin Elena dengan tangan yang terus menggenggam erat pegangan pintu. Emosi yang ia rasakan sedang tak dapat bekerja sama. Tangan Elena menutup pintu dengan kasar, gerakan di luar kendalinya membuat ia sendiri terkejut.Takut ketahuan, Elena pun bergegas menjauhi pintu dan masuk ke kamar mandi. Berharap kedua orang yang ada di luar tak mendengar suara itu. Tenang El, mereka pasti gak denger, batin Elena menenangkan diri sendiri.Elena menghadapkan tubuhnya ke arah cermin wastafel yang ada di kamar mandi. Ia mengusap wajahnya, memejamkan mata sebentar seraya menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar.“Kenapa sesakit ini sih liat mereka pelukan.”“Gak boleh El, kamu gak boleh kayak gini. Mereka saudara, tapi kenapa tatapan Rachel…” Elena menggelengkan kepalanya, ia membuang pikiran buruknya terhadap Rachel. Bayangan akan Al
Roy mengusap bahu Rosie beberapa kali, ia mencoba menenangkan Rosie yang tak tenang semenjak penyampaian Alva pada media. Ponselnya berdering sejak tadi, beberapa pesan sempat Rosie terima tak lain mereka menanyakan kebenaran atas apa yang Alva sampaikan dan beberapa lainnya kembali mengulang masa lalu. Hal yang sangat Rosie khawatirkan saat ini, mereka yang tahu kembali mengungkit apa yang telah terjadi. Keterpurukan yang sudah Rosie kubur dalam-dalam dan menggantikannya dengan gemerlap yang merubah segalanya. Sungguh ia tak ingin masa itu kembali datang.Suara pintu terbuka membuat keduanya menoleh. Terlihat Reno yang hanya datang seorang diri tidak bersama seseorang yang ingin mereka temui saat ini.“Mana Alva?” tanya Rosie yang tak melihat keberadaan Alva memasuki ruang tunggu agensi musik itu.“Dia masih di studio, baru bisa ditemui 15 menit lagi. Maaf membuat Tuan dan Nyonya menunggu lama.” Reno menunduk memperlihatkan rasa hormatny
“Ya, aku memiliki hubungan yang cukup dekat dengannya.”“Apa kalian pacaran? Kamu terlihat memasuki rumah Rachel Aditya malam tadi. Apakah itu benar kamu Alva?”Alva tersenyum tipis, ia menunduk sebentar dan kembali memperlihatkan wajahnya pada kamera. “Dia adikku,” jawaban itu mengejutkan semua awak media.“Adik? Bukannya adikmu adalah Felicia?” tanya salah satu reporter yang ada di sana. Alva tak langsung menjawab, ia hanya menampilkan senyumnya di sana membuat semuanya penasaran akan apa yang Alva katakan selanjutnya.“Aku baru mengetahui kenyataan yang cukup mengejutkan.” Apa yang Alva utarakan begitu membuat riuh.“Nyonya Rosie, pemilik Rosie boutique yang cukup terkenal dikalangan para selebriti itu adalah ibumu, bukan begitu?” Alva menoleh pada reporter yang baru saja bertanya dan kembali menampilkan senyum tipisnya di sana.“Ibu kandungku bernama Kalina,&rd
Dua orang yang menempati meja dekat jendela itu masih saling diam. Rosie yang memandang keluar jendela memperhatikan keadaan di luar sana, sedangkan Rachel yang menunduk seraya mengaduk minumannya. Mulai tak nyaman dengan keadaan ini, Rachel pun menghembuskan nafas pelan seraya menempelkan punggungnya pada sandaran kursi. Ia mulai memandang lurus ke arah Rosie yang belum mengatakan alasannya kenapa mengajak bertemu pagi ini juga.“Apa yang anda ingin sampaikan Nyonya Rosie?” tanya Rachel yang sudah tak tahan dengan keadaan saling diam.Helaan nafas Rosie terdengar, masih dengan memandang keluar ia pun menjawab, “Aku penasaran kenapa kamu dan Alva bisa ada di pemakaman itu?” akhirnya Rosie mengatakan maksudnya.Hal yang sudah Rachel duga sebelumnya, dan dugaan itu benar rupanya. Beberapa saat Rachel terdiam, sampai Rosie mulai menoleh ke arahnya karena gadis itu yang tak langsung menjawab.“Kenyataan ini sangat mengejutkan, ha