“Gimana? Ketemu?” pertanyaan Erick menyambut kedatangan Alva yang baru kembali dari kepergiannya hari kemarin. Alva langsung datang ke studio untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
“Dia pulang ke rumah mamanya,” jawab Alva yang mulai menghempaskan tubuhnya pada sofa panjang yang ada di sudut ruangan. Alva merebahkan tubuhnya di sana, perjalanan jauh yang cukup melelahkan, ia ingin sekali langsung pulang untuk beristirahat. Namun tak bisa, ia harus segera melanjutkan apa yang sempat tertunda.
Ia baru akan terjun ke dunia musik, tak ingin Alva menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia harus menjalankan semuanya dengan seimbang, pekerjaannya berjalan lancar dan permasalahan juga harus selesai.
“Pulang aja lah lo, kecapean gitu. Lanjut besok,” kata Erick yang melihat kondisi Alva saat ini.
“Gue cuman butuh rebahan sebentar, kasih gue waktu,” jawab Alva yang masih memejamkan matanya.
Tak hanya fisiknya yang
“Setelah ini, lo balik ke studio lagi?” tanya Reno seraya menoleh ke arah Alva yang sedang memejamkan matanya.Jawaban belum Alva berikan, ia terlihat begitu lelah. Pagi sampai sorenya ia habiskan berkutat dengan pekerjaan modelingnya. Hal yang sudah biasa untuk Alva memang, namun mungkin karena tubuhnya yang kurang baik membuat Alva merasa lebih lelah dari sebelumnya.“Gila si, gue yakin lo bakal go internasional kalau gini caranya,” ujar Reno yang kini sedang melihat beberapa cuplikan video pada layar ponsel miliknya. “Lihat, lo gak kalah sama Dave model asal amerika itu,” tutur Reno lagi yang kini mendekat dan memperlihatkan layar kecil itu pada Alva.Alva membuka matanya sebentar dan kembali terpejam. Manajernya ini terlihat sangat senang Alva bersanding dengan seorang model internasional asal Amerika Serikat bernama Dave. Tawaran menjadi model sebuah brand luar negeri itu datang tiba-tiba dan tentu Reno sangat antusias, b
Dalam hitungan menit mobil Alva sudah terparkir di basement apartemen. Ia segera keluar dan melangkah ke arah lift. Reno pun masih setia mengikutinya sejak tadi walaupun lelah ia rasakan karena Alva yang bergerak terlalu cepat.“Gini banget lo mau ketemu Elena Va, cape gue ikuti lo.” Reno bersandar di dinding lift dengan nafas yang tersengal-senggal.“Gue gak suruh lo ikutin, ngapain lo disini?” ketus Alva.“Ya iya, ngapain gue ngikutin lo ya,” kata Reno membuat Alva memutarkan bola matanya malas.Lift terbuka dan Alva keluar dengan tergesa. Ia berlari kecil menuju pintu apartemen yang ditempati Elena. Tangannya hendak menekan beberapa tombol itu, tapi Alva urungkan. Sebaiknya ia memencet bel dan membiarkan seseorang yang ada di dalam sana membuka pintu.Suara bel yang pertama itu terdengar. Alva menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya pelan. Menunggu seseorang yang sangat ia rindukan yang ada di dalam
“Siapa gadis yang ada di ruang tamu?” tanya Roy pada Rosie yang sedang bercermin mengenakan aksesorisnya.“Oh, apakah dia sudah datang?” Rosie balik bertanya seraya menampilkan senyum lebarnya.“Apa dia tamu undanganmu?” tanya Roy lagi yang masih penasaran dengan seseorang yang tak ia kenal berada di ruang tamu rumahnya.“Ya, dia Rachel. Seorang model satu agensi dengan Alva. Bagaimana menurutmu? Dia cantik bukan?” Rosie berucap masih berdiri di depan cermin merapikan penampilannya yang sebenarnya sudah terlihat sempurna. Roy mendekat dan memeluk pinggang Rosie dari belakang.“Apa tujuan kamu mengundangnya?” tanya Roy seraya melihat pantulan dirinya dan istri cantiknya pada cermin.“Aku ingin mendekatkannya dengan Alva, aku rasa gadis itu sangat serasi bersanding dengan putra kita,” penuturan Rosie membuat Roy mengerutkan kening.“Bukannya kamu menjodohkan Alva den
“Dia butuh istirahat yang cukup. Ingatkan Alva untuk membatasi aktivitasnya untuk sementara waktu ini,” tutur Dokter Rasyid. Anggukan Roy berikan, setelah itu mereka keluar meninggalkan Rosie, Rachel dan Felic yang masih menemani Alva di sana.Mata Alva perlahan terbuka, ia menoleh ke arah mereka yang berada tak jauh dari keberadaannya. Hanya sebentar Alva membuka matanya, setelah itu kembali terpejam.“Alva sayang, bangun dulu nak makan malam dulu,” ucap Rosie seraya mengusap kepala Alva. Gelengan Alva berikan, tangannya terangkat memijat area pelipisnya.“Va makan dulu ya, setelah itu minum obat supaya sakit kepalanya mereda.” Mendengar suara itu, Alva kembali membuka mata dan melihat keberadaan Rachel.“Elena mana? Apa dia udah pulang? Jam berapa sekarang?” tanya Alva yang menoleh ke arah Rachel dan Felic bergantian.“Kak Elena? Kak Elena gak ada pulang Kak,” jawab Felic. Hembusan
“Jadi kakak serius punya tempat tinggal baru?” Felic terus menanyakan hal itu sejak Elena menceritakan kemana ia semalam. Elena tak bisa menyembunyikannya dari Felic, ia tak bisa mengurai cerita lain untuk menyembunyikan kebenaran itu. Kata lain Elena tak ahli dalam berbohong.Anggukan pun kembali Elena lakukan untuk menjawab pertanyaan Felic. Hembusan nafas lemah terdengar, Felic melipatkan kedua tangannya di depan dada seraya menyandar pada dinding lift.Elena mengerutkan keningnya, Felic menekuk wajahnya seperti tak terima dengan jawaban yang entah berapa kali Elena sudah meyakinkan Felic bahwa dirinya memang memiliki tempat tinggal baru.“Kenapa harus cari tempat tinggal baru, kalau Kak Alva tahu dia pasti gak setuju,” tutur Felic membuat Elena terdiam. Kemungkinan besar memang seperti itu, Alva tak akan setuju kalau Elena pindah dari tempat ini karena itu Elena tak memberitahukannya.“Kapan-kapan Felic mau main ke tempat
Angin sore itu membawa asap yang mengepul dari mulut Alva ke arah dalam. Sampai menerpa wajah seseorang yang berdiri di ambang pintu balkon, mengawasi Alva yang sedang menikmati suasana sore dengan sebuah rokok elektrik yang berada di genggamannya sejak tadi. Rachel masih berada di apartemen Alva, kebetulan ia pun sedang tak ada pekerjaan membuatnya masih menahan diri untuk berada di tempat ini sejak kemarin malam.“Va,” panggil Rachel seraya menyentuh pundak Alva dengan salah satu telapak tangannya. Panggilan itu tak membuat Alva menoleh atau hanya sekedar merespon. Alva masih memandangi suasana sore di depan sana dengan sesekali menghisap asap beraroma manis.“Kenapa lo masih disini?” pertanyaan Alva membuat Rachel mengerjap. “A..aku aku khawatir ninggalin kamu Va?”“Ada Felic, lagi pula gue udah gede gak perlu diawasi kayak gini,” tutur Alva yang masih belum menoleh ke arah Rachel yang berdiri di sampingnya. Rac
Entah sudah berapa lama Alva berdiri di depan unitnya, memandangi pintu unit apartemen yang sempat Elena tempati. Alva merindukan saat dimana setiap pulang selalu bertemu dengan gadis itu, makan malam bersama dan merecoki waktu istirahatnya.Alva juga teringat saat dimana ia memergoki Elena yang hanya mengenakan sehelai handuk untuk menutupi tubuhnya. Alva ingat betul raut wajah ketakutan Elena saat itu, karena Alva yang mem perangkapnya. Senyuman Alva tersungging kala mengingatnya, gadisnya sungguh menggemaskan.Namun, saat ini dia memilih untuk menempati tempat tinggal baru. Meninggalkan tempat lama yang menyisakan banyak hal yang berkesan. Ya, begitulah menurut Alva. Seorang desainer butik Mei yang menarik perhatiannya dan begitu saja menimbulkan sebuah rasa dalam dadanya.“Aku akan membawamu kembali El, aku tak akan membiarkan tempat ini tak berpenghuni,” ucap Alva masih dengan mata yang tertuju pada pintu berwarna coklat yang ada di hadapa
Sudah tiga hari setelah ia datang ke apartemen Alva terakhir kali, Elena belum mengetahui kabar Alva lagi sampai sekarang. Dirinya juga belum mencoba menghubungi Alva lebih dulu, Elena enggan melakukannya. Melihat kedekatan Alva dan Rachel ditambah Rosie yang sedang berusaha mendekatkan keduanya membuat Elena tak berani untuk melangkah mendekat. Setelah hari itu pula Felic tak menemuinya lagi bahkan telepon pun tak ada, kejadian ini membuat Elena cemas.Apa Felic marah sama aku ya karena pergi gitu aja, batin Elena. Padahal dirinya kini sudah tidak tinggal di tempat Alva, ini artinya rasa tak enak karena sudah merepotkan itu sudah hilang. Seharusnya dirinya lega, tapi kenapa rasa ini berbeda. Elena merasa tak nyaman dengan keadaan ini, apa karena tak adanya kabar dari Alva.Sesuatu mengejutkannya, usapan pada pundak membuat Elena terperanjat.“Ops maaf aku mengagetkanmu ya?” kata Mei seorang penyebab keterkejutan itu. Memang tak main, sungguh Elena t
“Nunduk sedikit Va.”Alva menunduk mengikuti arahan Andres. Apalagi urusannya dengan Andres kalau bukan perihal pemotretan. Ya, Alva sedang melakukan pemotretan koleksi terbaru butik Meisie yang mengeluarkan rancangan terbaru edisi pria. Mei sendiri yang meminta Alva untuk menjadi modelnya dan Alva tak keberatan karena memang ia masih menjalani karirnya sebagai model. Walaupun profesi ini adalah profesi yang sempat Rosie paksakan padanya tapi seiring berjalannya waktu Alva pun mulai menikmatinya. Profesi ini sudah menjadikan namanya dikenal banyak orang, tak lupa Alva juga sudah berterima kasih sekaligus meminta maaf pada Rosie karena pernah ada perselisihan di antara mereka. Dengan senang Rosie menerima maaf dan terima kasih itu, dan terjadilah moment haru di antara mereka. Alva tersenyum tipis mengingat semua itu, ia bersyukur kini hubungannya dengan keluarga sudah membaik apalagi dilengkapi dengan seseorang yang sudah ia ikat beberapa bulan lalu.Waktu b
Elena menoleh ke arah samping, dimana Alva yang sedang mengemudikan mobilnya. Ia pun melirik ke bawah, dimana tangannya yang sejak tadi terus saja digenggam oleh Alva. Elena sudah beberapa kali melepaskan genggaman tangan itu karena ia takut Alva tak leluasa mengemudi. Tapi, Alva sendiri yang tak membiarkan itu. Ia kembali menarik tangan Elena ketika genggaman tangan itu terlepas. Ia menyimpan tangan Elena di pangkuannya saat perlu mengemudi dengan dua tangan dan selebihnya ia kembali menggenggam tangan Elena.“Va, lepas dulu ya, biar kamu leluasa,” ucap Elena yang masih membujuk Alva agar tak terus menggenggam tangannya.“Gak apa-apa, masih bisa ko. Tenang aja,” jawabnya yang selalu mengatakan tidak apa-apa saat Elena membujuknya.“Tapi Va-““Stttt, kamu ngantuk hm? Tidur aja nanti aku bangunin kalau udah sampe.” Alva malah mengalihkan pembicaraan.“Sebentar lagi juga sampe, tangg
Aku tidak akan membiarkanmu terlepas darikuAku akan membuatmu tak sanggup untuk pergiKarena aku membutuhkanmu dan ingin memilikimu seutuhnyaBisakah kamu menyukaiku , bersamalah dengankuKamu bilang tak mau bertemu lagi jika aku masih menahanmu seperti iniJustru dengan ini aku tak akan membiarkanmu pergiSepertinya banyak hal yang aku tak tahu tentangmumenolak karena takut dicampakkan setelah didapatkanApa kamu perlu waktu untuk memikirkan jawabannyaTolong jaga hati kamu untukku selama aku dalam proses meyakinkan kamuAku tak pernah main-main tentang perasaan, yang hanya bisa dirasakan tanpa alasan. Aku menyukaimu bahkan menyayangimu, entah kenapa dan bagaimanaIzinkan aku untuk berjalan bersamamuAkan aku kendalikan apa yang bisa ku kendalikanBerhara
Ini pertama kalinya Elena memasuki ruang kerja Rosie, ia mengagumi ruangan yang didesain sangat cantik dengan perpaduan warna putih dan gold yang memang merupakan tema warna butik Rosie. Namun, hal itu bukan yang menjadi fokusnya saat ini, tetapi tujuan Rosie melibatkan dirinya atas pertemuannya dengan Alva memberikan tanda tanda tanya besar untuknya. Ada apa ini, tidak seperti biasanya.“Jangan khawatir, ada aku disini,” ucap Alva tiba-tiba. Sepertinya ia mengetahui kekhawatiran dari raut wajah Elena.Elena tersenyum tipis, ia menunduk seraya mengulum bibirnya. Sungguh ini menegangkan baginya. Rasa penasaran membuatnya semakin tegang, apa kabar nanti? Elena berharap masih dapat bernafas dengan lancar.Pintu ruangan terbuka. Rosie yang tadi izin keluar sebentar kini sudah kembali. Elena semakin menunduk, rasanya ia segan untuk mengangkat wajahnya. Berbeda dengan Alva yang duduk santai dan terlihat biasa saja.“Maaf menunggu lama,”
Punggungnya terasa pegal, padahal sudah diganjal oleh bantal. Elena mulai membuka matanya, ia menunduk melihat Alva yang begitu pulas dipelukannya. Lengannya yang Alva tindih ingin sekali Elena gerakan tapi takut Alva terbangun. Elena mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan jam dinding. Pukul dua dini hari, waktu saat ini. Rupanya sudah beberapa jam mereka dalam posisi seperti ini. Sebelumnya Elena meminta Alva untuk tidur di kamar, tapi Alva ingin Elena menemaninya. Karena enggan dan tak enak jika harus berduaan di dalam kamar Elena pun menolak. Bersikukuh tak ingin tidur tanpa Elena, Alva pun mengatur posisi tidur dan hasil akhirnya seperti ini. Elena pikir Alva hanya akan bertahan sebentar saja dengan posisi tidur itu, tapi nyatanya tidak. Ia begitu pulas tidur di lengan Elena dengan tangan yang melingkar di pinggang Elena. Sungguh, Elena merasa memiliki bayi besar.Bagaimana tidak pulas, kalau di lihat-lihat Alva tidur dengan posisi cukup nyaman. Kakinya ia selonjork
Perasaan apa ini? Kenapa begitu sakit? Seharusnya aku tak merasa kecewa, kenapa malah sebaliknya, batin Elena dengan tangan yang terus menggenggam erat pegangan pintu. Emosi yang ia rasakan sedang tak dapat bekerja sama. Tangan Elena menutup pintu dengan kasar, gerakan di luar kendalinya membuat ia sendiri terkejut.Takut ketahuan, Elena pun bergegas menjauhi pintu dan masuk ke kamar mandi. Berharap kedua orang yang ada di luar tak mendengar suara itu. Tenang El, mereka pasti gak denger, batin Elena menenangkan diri sendiri.Elena menghadapkan tubuhnya ke arah cermin wastafel yang ada di kamar mandi. Ia mengusap wajahnya, memejamkan mata sebentar seraya menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar.“Kenapa sesakit ini sih liat mereka pelukan.”“Gak boleh El, kamu gak boleh kayak gini. Mereka saudara, tapi kenapa tatapan Rachel…” Elena menggelengkan kepalanya, ia membuang pikiran buruknya terhadap Rachel. Bayangan akan Al
Roy mengusap bahu Rosie beberapa kali, ia mencoba menenangkan Rosie yang tak tenang semenjak penyampaian Alva pada media. Ponselnya berdering sejak tadi, beberapa pesan sempat Rosie terima tak lain mereka menanyakan kebenaran atas apa yang Alva sampaikan dan beberapa lainnya kembali mengulang masa lalu. Hal yang sangat Rosie khawatirkan saat ini, mereka yang tahu kembali mengungkit apa yang telah terjadi. Keterpurukan yang sudah Rosie kubur dalam-dalam dan menggantikannya dengan gemerlap yang merubah segalanya. Sungguh ia tak ingin masa itu kembali datang.Suara pintu terbuka membuat keduanya menoleh. Terlihat Reno yang hanya datang seorang diri tidak bersama seseorang yang ingin mereka temui saat ini.“Mana Alva?” tanya Rosie yang tak melihat keberadaan Alva memasuki ruang tunggu agensi musik itu.“Dia masih di studio, baru bisa ditemui 15 menit lagi. Maaf membuat Tuan dan Nyonya menunggu lama.” Reno menunduk memperlihatkan rasa hormatny
“Ya, aku memiliki hubungan yang cukup dekat dengannya.”“Apa kalian pacaran? Kamu terlihat memasuki rumah Rachel Aditya malam tadi. Apakah itu benar kamu Alva?”Alva tersenyum tipis, ia menunduk sebentar dan kembali memperlihatkan wajahnya pada kamera. “Dia adikku,” jawaban itu mengejutkan semua awak media.“Adik? Bukannya adikmu adalah Felicia?” tanya salah satu reporter yang ada di sana. Alva tak langsung menjawab, ia hanya menampilkan senyumnya di sana membuat semuanya penasaran akan apa yang Alva katakan selanjutnya.“Aku baru mengetahui kenyataan yang cukup mengejutkan.” Apa yang Alva utarakan begitu membuat riuh.“Nyonya Rosie, pemilik Rosie boutique yang cukup terkenal dikalangan para selebriti itu adalah ibumu, bukan begitu?” Alva menoleh pada reporter yang baru saja bertanya dan kembali menampilkan senyum tipisnya di sana.“Ibu kandungku bernama Kalina,&rd
Dua orang yang menempati meja dekat jendela itu masih saling diam. Rosie yang memandang keluar jendela memperhatikan keadaan di luar sana, sedangkan Rachel yang menunduk seraya mengaduk minumannya. Mulai tak nyaman dengan keadaan ini, Rachel pun menghembuskan nafas pelan seraya menempelkan punggungnya pada sandaran kursi. Ia mulai memandang lurus ke arah Rosie yang belum mengatakan alasannya kenapa mengajak bertemu pagi ini juga.“Apa yang anda ingin sampaikan Nyonya Rosie?” tanya Rachel yang sudah tak tahan dengan keadaan saling diam.Helaan nafas Rosie terdengar, masih dengan memandang keluar ia pun menjawab, “Aku penasaran kenapa kamu dan Alva bisa ada di pemakaman itu?” akhirnya Rosie mengatakan maksudnya.Hal yang sudah Rachel duga sebelumnya, dan dugaan itu benar rupanya. Beberapa saat Rachel terdiam, sampai Rosie mulai menoleh ke arahnya karena gadis itu yang tak langsung menjawab.“Kenyataan ini sangat mengejutkan, ha