Saat keluar dari kamar mandi, Victoria berdiri di depan pintu, mengejutkanku dengan pakaian minimnya yang transparan dan menampakkan jelas lekuk tubuhnya.
“Hai, Adrian.”
Tampaknya, dia tengah berusaha menggodaku. Aku menghindari dirinya, sekuat tenaga agar kedua mata ini tidak melihat gundukan yang terpampang begitu jelas dengan dua bola kecil yang terlihat di sana.
Sayangnya, Victoria segera meraih tanganku dan memaksa agar aku memperhatikan dirinya.
“Bagaimana menurutmu?” tanyanya berusaha mendapatkan komentarku mengenai pakaian laknatnya yang telah berhasil membuat hasrat itu kembali menyerangku.
Sambil menelan saliva, aku menjawab, “Ya … bagus.”
“Terima kasih.”
Segera kulepaskan tangan dari cengkeraman Victoria. “Gue pasang pakaian dulu.”
Tentu, gadis berambut pirang dengan bola mata kuning tersebut tidak serta-merta membiarkanku pergi. Dia malah berjalan di
Victoria membuatku benar-benar kesusahan dan merasa panas-dingin setiap kali berusaha menggodaku. Keresahan semakin membalut diriku dan aku terpaksa harus menghindari segala pesonanya dengan keluar dari rumah.Meski pada akhirnya gadis itu sering kali memaksa ikut ke mana pun aku ingin pergi, kesempatan selalu kucuri saat dia akan mengganti pakaian. Hasilnya, aku berhasil bebas dari jerat godanya.Betapa menyebalkannya Elaine yang terus-menerus mengundur waktu syuting kami. Aku ingin cepat-cepat gadis bule itu enyah dari rumahku dan mendapatkan kembali kehidupan normal.Kuembuskan napas panjang, kemudian melangkah masuk ke minimarket demi membeli sebotol minuman dingin segar dan camilan yang rasanya ingin kunikmati sambil bertatap bosan di dalam mobil.Memang tidak ada yang bisa aku lakukan lagi. Bersenang-senang ke tempat hiburan pun akan percuma karena beberapa orang pasti akan mengenali wajahku.Untungnya, aku hanya seorang bintang film dewasa,
“Sebelum kita ke hotel, gue boleh nggak ngajak lo ke suatu tempat?”“Ke mana?”“Ke suatu tempat. Gue bakal tunjukin jalannya.”Sebenarnya aku telah tidak sabar untuk membalaskan dendam dan kebencianku selama ini pada Nindya. Betapa kurang ajar mulut tajam dan sikapnya yang seolah-olah memiliki derajat lebih tinggi dariku.Walau begitu, aku demikian menyetujui permintaannya untuk sekali ini saja. Maka, di persimpangan empat, aku berbelok ke kiri mengikuti instruksi Nindya.“Gue nggak sabar, sih, mau menikmati malam panjang nan indah sama lo.”Jangan berpikir dia berkata manis dengan senyuman yang begitu tulus seperti gadis-gadis dalam dongeng. Aku melihat dengan jelas kilatan cahaya di matanya yang menandakan betapa licik dan keji gadis berambut sebahu itu.Menanggapi perkataannya, aku hanya mengangkat satu sudut bibir. Memangnya dari mana kepercayaanku bisa tumbuh lagi padanya? Tak lagi
Victoria membuka pintu rumah, kuempaskan kepala di antara dua gundukan besarnya. Pastinya, dia akan bertanya-tanya tentangku. Seperti yang dia ketahui, aku begitu sulit diajak melakukan hal panas akhir-akhir ini.Namun, kini seolah-olah aku menginginkannya. Ini akibat stres yang menyerang saat semua cerca paling keji menghantam diriku hingga terlempar ke keadaan paling kosong.“Ada apa denganmu, Adrian?”Tak ada jawaban sama sekali dariku. Tak lama, Victoria menarikku masuk, lalu membaringkanku di sofa.“Matikan lampunya, Victoria.”Tanpa perlu bertanya, gadis berambut pirang itu menekan saklar yang terpasang di dinding. Dia kembali mendekati, menatap raut wajah kekosonganku dengan penuh selidik.“Gue nggak akan menjawab apa pun pertanyaan lo. Jadi, sebelum lo bertanya, sebaiknya gue katakan lebih dulu.”“It’s okay. Tapi, aku perlu tahu kamu habis dari mana?”&ldquo
Syuting film kedua berakhir dalam waktu satu bulan. Dan selama itu, aku banyak menghabiskan waktu bersama Victoria. Menurutku, dia jauh lebih baik dari beberapa gadis yang kukenal di agensi.Meskipun kadang sering menggodaku, tetapi itu tak menjadi masalah yang besar. Dia tidak punya niat buruk sama sekali dan hanya bertujuan menghiburku. Lagi pula, jika aku menolak, dia tidak pernah memaksa.Sayang sekali, dia harus kembali ke negaranya dan aku akan kembali hidup sendirian di rumah besar nan mewah bersama sunyi yang selalu kukutuk akhir-akhir ini.“Adrian, kamu baik-baik, ya. Jangan bersedih lagi. Aku harap kita bisa bertemu lagi dan melakukannya bersama. Kamu harus janji padaku untuk tidak bersedih lagi.”Itu yang dia katakan sambil menyentuh kedua pipiku dan tersenyum lebar begitu tulus. Sayang sekali, dia tidak akan lagi kutemui dalam wujud nyata. Dan sepertinya aku akan sedikit merindukan dua gundukan besarnya yang sangat kusukai.
“Apa yang sebenarnya terjadi di sini, Elaine?! Lo harus jelasin sama gue!”Sambil mengepal keras kedua tangan dan menatap Nindya yang berdiri di mulut pintu, aku menajamkan tatapan, seketika kebencian itu kembali mengoyak perasaan.Tidak kusangka akan bertemu dengan seorang perempuan pecundang yang telah merusak reputasiku. Bahkan dia telah mengatakan pada semua orang bahwa aku hanya seorang bintang film panas yang telah menjadi sampah masyarakat.Dia membuat-buat isu bahwa semua pilihan yang aku ambil merupakan akibat dirinya memutuskan hubungan kami.Bayangkan saja jika kalian dibicarakan seperti itu dan ratusan orang berkomentar hal yang sama, mengutuk kalian dengan kata-kata yang tidak pernah terbayangkan.“Oh, santai dulu, Adrian sayang. Kamu tidak perlu marah-marah begitu,” ucap Elaine berusaha menenangkanku.Dia mendekatiku dan memaksa diriku kembali duduk. Walau demikian, kebencian itu tak juga pudar. Aku tida
Bagi sebagian orang di dunia ini, memaafkan adalah perbuatan mulia yang bisa dilakukan untuk membuktikan kemuliaan hati. Namun, aku termasuk di dalam sebagian orang yang bertentangan dengan ideologi seperti itu. Bagaimanapun, telah banyak rasa sakit yang diciptakan Nindya dalam hidupku. Membuatku patah semangat, menyajikan pilihan bunuh diri, dan tidak memberikan pilihan bagiku untuk bertahan hidup atau sekadar meringankan beban di pilunya sebuah hati. Jangan tanya apakah nuraniku masih berfungsi dengan baik. Justru karena aku hanyalah manusia biasa yang punya hati, maka itulah yang membuatku mudah tersakiti. “Lo boleh membenci gue, Adrian! Tapi, tolong dengerin gue kali ini aja!” “Gue nggak mau mendengar kalimat busuk dari mulut busukmu, Nindya. Udah cukup gue merasa direndahkan. Gue udah nggak sanggup menahan semuanya. Dan lo masih meminta gue bertahan?” Tak lagi aku ingin berlama-lama menatap wajahnya. Sehingga itu, aku pun memutuskan masuk
Jadi, memang tak ada lagi yang bisa kami bicarakan. Waktu seolah-olah membeku di tengah derasnya hujan. Yang terdengar hanya deru rintik air yang jatuh ke bumi. Sementara itu, sesekali Nindya kulihat menyeka air mata.“Gue mau tidur,” kataku seraya beranjak pergi. Akan tetapi, segera tangan gadis itu menghalangiku.“Ada apa lagi?”“G-gue … boleh nginap di sini?”Aku heran, mengapa dia terdengar tak seperti Nindya keji yang aku kenal? Bahkan saat kulihat wajahnya, ekspresi jahanam yang selalu benci untuk kulihat itu kini seolah sirna.“Emangnya lo pikir bisa pulang saat hujan kayak gini?”Tentu, Nindya sudah tahu jawabanku. Meskipun aku sangat membenci momen saat hanya berdua dengannya dan seketika kenangan yang pernah kami jalani merasuk ke ingatan menghantui, aku tak akan tega membiarkannya berjalan di bawah deras hujan.“Temenin gue, Adrian.”Aku demikian hany
Setelah hari saat kami bersama-sama memberikan kenikmatan, aku dan Nindya semakin sering bersama. Aku memang penjilat pecundang yang hanya bisa berkata-kata, nyatanya perasaan nostalgia itu mampu menaklukkan diriku dalam sekejap mata.Namun, kali ini Nindya benar-benar berubah. Raut keji yang selalu kusaksikan tak lagi pernah terlihat. Itulah satu-satunya hal mengapa aku pada akhirnya dengan tulus memaafkan gadis tersebut.Seiring waktu berjalan, Nindya memiliki banyak relasi dan teman di agensi. Banyak pria yang menginginkan dirinya untuk dijadikan sekadar pelampiasan mengempas kenikmatan.Dan entah mengapa, saat film perdananya rilis dengan seorang laki-laki yang tentu bukan diriku, hatiku merasa tidak terima atas semua itu.Pencapaiannya sama sekali tidak membuatku bangga dan berkewajiban untuk mengucapkan kata-kata keju yang dapat memicu semangatnya dalam bekerja.Aku mulai meneliti hati sendiri. Tidak disangka, aku yang membenci, ternyata haru
“Aku udah bilang sama kamu, kan?”Sepasang tangan memelukku dari belakang. Sementara diriku masih saja tak bisa berpaling dari bayangan Carissa yang telah meninggalkanku dengan lelaki bernama Alex. Dia tak lagi terlihat di kedua mataku.Perempuan ini melepaskan dekapannya, lalu berdiri di hadapanku dengan sebuah senyuman. Sesekali, dia membenarkan kacamatanya yang sempat melorot.“Kita pulang, yuk.”Entah mengapa aku menurut begitu saja, lalu berjalan sambil bergandengan tangan dengannya. Kami masuk ke dalam mobilku. Namun, aku kembali bergeming.“Udah, nggak apa-apa. Sini, aku masih sama kamu.”Aku mengangguk pelan, lalu perempuan berkacamata ini membenamkan kepalaku dalam dekapannya. Sungguh hangat. Sungguh nyaman dan aku terbuai akan sebuah perasaan.“Kenapa semua harus terjadi sama gue? Kenapa orang-orang yang gue cintai nggak pernah bisa menetap dan menemani gue?”“Aku
“Kenapa, Carissa? L-lo bilang kalau kita akan selalu bersama. Tapi, kenapa sekarang kamu bilang kita nggak bisa bersama?”Begitulah aku bertanya pada Carissa yang sedang tertunduk di depanku. Mungkin aku sudah tidak bisa mengeluarkan air mata kesedihan. Sebab, ini terlalu sulit untuk dipercaya. Hanya karena sebuah kesalahan, kenangan yang telah kami jalani bersama akan sirna begitu saja.“Adrian, saya sudah memikirkan ini cukup lama. Atau tepatnya ketika saya jatuh cinta padamu. Saya merasa sangat mencintaimu, tapi rasanya sangat sulit jika kamu terus-menerus nggak bisa mengendalikan dirimu sendiri.”“B-bukannya semua gangguan yang aku alami atas Skizo ini udah perlahan-lahan berkurang? Maksudku, aku udah nggak mengalami Skizo lagi dalam beberapa bulan terakhir. Aku nggak mengalami ilusi dan delusi lagi,” jelasku.Terdengar bahwa napas Carissa begitu berat saat mengembus. Aku menduga bahwa dia pun begitu sulit untuk men
Tanpa pikir panjang setelah melihat bahwa lelaki bernama Alex ini melakukan hal yang tidak seharusnya pada Carissa, aku berlari dengan penuh amarah. Kemudian, tanganku yang terkepal melayang begitu saja hingga menghantam wajahnya.“Sialan lo! Berani-beraninya lo ngelakuin hal nggak pantes sama cewek gue!”Amarahku tidak terkendali. Aku menjadi orang yang sangat brutal dan emosi itu semakin lama semakin bergejolak.“Adrian! Jangan, Adrian!”Aku tahu aku mendengar suara Carissa yang berusaha menyabarkan hatiku. Hanya saja, aku sudah tidak terkendali lagi. Begitu lelaki bertubuh tinggi ini terjatuh, aku segera meraih kerah pakaiannya, lalu menghantamnya lagi dan lagi.“Lo cowok sialan! Lo nggak tahu kalau Carissa udah punya pacar?! Sialan lo! Goblok!”Secara terus-menerus kuhujani Alex dengan tinjuku. Sesekali, kakiku menendangnya tak tanggung-tanggung. Bagiku, dia sangat pantas mendapatkan perlakuan seperti
Aku tak tahu siapa laki-laki berambut pirang dan berbola mata kuning yang menyerukan nama Carissa barusan. Namun, dari gelagatnya, kurasa dia sangat mengenal Carissa.“Hai, Carissa! Kita bisa berjumpa lagi!” ucap laki-laki berambut pirang yang telah tiba di hadapanku dan Carissa.Sementara itu, perempuan ini terlihat cukup tegang dan khawatir.“A-Alex ….”“Yup! Ini saya. Alex. Apa kabar? Sudah cukup lama kita tidak bertemu.”Sembari mengalihkan pandangan padaku, Carissa menjawab, “B-baik. Saya baik. B-bagaimana denganmu?”Sepertinya, Carissa memang agak gugup berbicara dengan laki-laki bernama Alex ini. Entah, dia mungkin teman kekasihku yang telah lama tidak bertemu.Aku, sih, mengerti mengapa Carissa begitu khawatir dan terlihat gugup. Bisa saja dia sungkan berbicara karena ada diriku di tengah-tengah mereka.“Carissa, gue tunggu lo di mobil aja, ya,” ucapku k
Diana menjauhkanku dari Carissa.“Aku nggak akan menyerahkan Adrian sama kamu!”Mendengar nada tegas perempuan yang tengah mencengkeram erat lenganku ini, Carissa tersentak. Seketika, dia kembali naik pitam.“Apa maksudmu? Adrian itu kekasih saya!”“Kalian cuma sepasang kekasih, bukan suami dan istri. Saya masih punya hak merebut Adrian dari kamu!”Tentu saja, aku tidak bisa tinggal diam atas apa yang Diana lakukan. Dia sudah benar-benar kurang ajar dan tak tahu diri.“Lepasin gue, Diana!” Kutarik tangan dengan segera dan menatap perempuan ini penuh intimidasi.“Adrian! Kamu sebenarnya nggak sayang sama Carissa! Apa kamu yakin dengan perasaanmu? Gimana kalau perasaanmu cuma ilusi?!”Senyuman yang lebar terpahat di wajah Diana. Ini seolah-olah dia berusaha untuk melumpuhkan kepercayaan diriku.Bagaimana mungkin dia mengatakan bahwa perasaanku terhadap Carissa mer
Di mulut pintu gudang, telah berdiri Carissa yang menyaksikan Diana memeluk diriku. Hal ini tentu saja tidak bisa aku biarkan. Walau demikian, telah terjadi kesalahpahaman di antara kami. Tak diragukan lagi.“Carissa?!”Perempuan itu menggeleng-geleng seolah tak percaya dengan yang ia saksikan.“Gue … gue … nggak kayak yang lo lihat, Carissa!”Aku berusaha menjelaskan padanya. Entah mengapa, tak ada yang dapat aku ucapkan, sebab Diana semakin erat memeluk diriku.Segera kudorong Diana agar terlepas dari tubuhku. Tahu-tahu, pakaiannya telah compang-camping. Entah sejak kapan itu terjadi. Aku yakin bahwa dia sengaja melakukannya sendiri agar terkesan bahwa akulah yang telah melakukannya lebih dulu atas keinginan sendiri.“Jangan percaya apa yang lo lihat, Carissa!”Segera aku berlari untuk menggapai Carissa yang masih berdiri dengan tatapan nanar di mulut pintu. Dia tak bergerak sedikit
Ketika aku berjalan untuk menuju ruang syuting, seseorang mendorong tubuhku hingga masuk ke sebuah gudang penyimpanan alat dan barang-barang bekas.“Woi! Apa-apaan ini?!”Aku tak melihat apa pun di ruangan tersebut karena sangat gelap. Tubuhku didorongnya hingga mentok pada dinding. Sedangkan, mataku ditutup oleh sehelai kain. Sempurna sudah, aku tidak bisa melihat apa pun.“Siapa lo?! Apa-apaan, sih, ini?!”Tanganku berusaha meraba-raba, tetapi tak mendapatkan apa pun. Kudengar embusan napas dari orang yang menyekapku ke gudang ini.Sepasang tangan melingkar di pinggangku. Dari kelembutan kulit yang aku rasakan, kurasa pelakunya adalah seorang perempuan.“Siapa lo? Kenapa lo ngelakuin ini?”Masih tak ada jawaban. Kini, terasa bahwa tangannya meraba-raba dadaku, menelusup ke balik kemeja yang aku kenakan. Segera aku tepis dan berhasil menggenggam tangannya.Meskipun tak bisa melihat apa pun,
Aku membuka pintu ruangan Elaine dengan kasar.“Apa-apaan, sih, lo?! Kenapa si Diana cewek gila itu harus jadi partner gue?!” protesku sambil mendengkus kasar, lalu mengempaskan pantat di sofa.Elaine terlihat sedang bersantai sambil menikmati rokok putih kesukaannya. Dia menatapku sejenak dan tersenyum kecut. Ini seolah-olah dia melihat seorang lelaki bodoh.“Kenapa, Adrian? Kamu tiba-tiba datang dan berteriak seperti itu. Memangnya dia merepotkanmu selama ini?”“Udah jelas! Dia ngerepotin banget! Hubungan gue sama Carissa hampir aja berakhir gara-gara dia! Udah gila itu cewek. Bisa-bisanya lo … ahhh!”Kuembuskan napas panjang untuk sedikit meredakan kekesalan yang menyelimuti.Walau demikian, aku memang tak habis pikir dengan perempuan bernama Diana itu. Mulai dari sikapnya yang riang, lalu berubah jadi sangat licik dan merepotkan. Benar-benar tipe perempuan yang tidak pernah aku inginkan ada di d
Dengan langkah cepat, aku masuk dan mengunci pintu rumah. Tak lama kemudian, pintu diketuk-ketuk dengan keras oleh Diana dari luar.“ADRIAN! AKU NGGAK MAU PULANG! AKU MAU TETAP DI SINI!”Begitulah dia berteriak sambil membentur-benturkan tangannya di pintu, kurasa. Aku tak menanggapi semua yang dia ucapkan dengan teriakan pekak.Ini benar-benar tidak bagus. Semestinya aku sudah bermesra-mesraan sekarang dengan Carissa setelah selesai makan siang. Namun, kedatangan Diana menjadi sebuah malapetaka bagi kami.“Adrian! Please! Bukan pintunya! Aku nggak akan pulang sebelum kamu menerima aku jadi yang kedua!”Salahkah jika aku mengatakan perempuan ini murahan? Sebab, dia terlalu menuntut hati seseorang yang tidak memiliki perasaan padanya.Baru kali ini aku bertemu perempuan keras kepala seperti Diana. Ia bahkan tidak ragu mempermalukan dirinya di hadapanku. Jika benar dia mencintai dengan setulus hati, mengapa tidak memiki