Kesuksesan besar film yang aku bintangi bersama Karina menuai banyak pujian dari para tim di agensi.
Oleh itulah, maka pesta malam ini terjadi.
Tiada yang bisa kukatakan untuk hal ini. Kebanggaan itu bahkan tidak bisa kusemarakkan karena aku merasa ini bukanlah pencapaian yang baik.
Di antara gemerlapnya lampu-lampu yang mengiringi musik di halaman agensi, aku hanya bisa duduk sembari menenggak minuman yang beberapa waktu lalu diberikan pelayan.
“Malam yang indah, kan, Adrian? Bagaimana perasaanmu saat ini?” tanya Elaine yang baru saja datang menghampiri setelah selesai memberikan sedikit kata pengantar di panggung kecil itu.
Sementara itu, meski memandang dengan lamat ke arah para wanita yang sebagiannya tak kukenal sedang bersorak-sorai dan bersulang, aku ditelikung hampa sedemikian rupa.
Sambil menunduk, aku menjawab, “Nggak ada perasaan istimewa, kok. Biasa aja.”
“Ini pencapaian besar, Adrian. Saya pi
Sekarang, aku bisa merasakan sebuah kesendirian dalam rasa sakit. Tanpa orang yang bisa kuandalkan. Tanpa perhatian dari seseorang. Aku terkapar lemah di atas ranjang dengan napas yang tak beraturan.Hidup sendiri memang adalah pilihanku sendiri. Namun, dalam keadaan-keadaan tertentu seperti ini, aku butuh bantuan orang lain.Manusia tak pernah bisa hidup dalam kesendirian. Sebab, sepi adalah musuh terbesar paling sengit yang harus dikalahkan.Untungnya, aku telah menghubungi Gladis beberapa waktu lalu. Dia akan datang melihat keadaanku. Dan jika memungkinkan, kuminta dia untuk merawatku dalam beberapa waktu kedepan.Terdengar suara pintu terbuka. Aku tahu itu pasti Gladis yang telah tiba dengan langkah tergesa.Beberapa waktu lalu, aku berusaha bangkit untuk membuka gembok yang terpasang pada gerbang dan membuka kunci pintu agar gadis itu dapat masuk dengan mudah.“Adrian! Ya, ampun, Adrian.”Dia datang dengan kepanikan t
Kasihan Gladis. Sepertinya dia bergadang tadi malam sehingga pagi ini belum bangun. Kurasa, dia bukan gadis yang sering terlambat bangun.Jadi, sudah semestinya kesimpulan itu yang bisa aku pikirkan.Maka, dengan ketulusan hati yang sama seperti yang ia berikan, kuselimuti dirinya.“Tidur yang nyenyak, Glad. Berkat lo, gue jadi sembuh sekarang.”Dengan begitu, aku berangkat ke agensi untuk melakukan aktivitas seperti biasa. Meskipun sebenarnya senjata kelelakianku belum bisa digunakan dengan benar. Untungnya, tidak ada jadwal syuting.Paling-paling hanya sesi pemotretan biasa untuk majalah mingguan.“Jadi, kamu sudah sehat hari ini?”Elaine bertanya, lalu menyesap kopi yang masih terlihat hangat karena asap mengepul dari mug.“Ya, tapi gue belum bisa anu. Ya, lo ngertilah.”Lantas, Elaine terkikik. “Anu apa maksudmu, Adrian?”“Anu, ya, anu. Emang apa lagi selai
Gladis menatap lamat kehadiran Sakura di rumahku. Dia terlihat seolah-olah sangat terganggu dan merasa tak nyaman.“Dia siapa, Adrian?”Sambil menggaruk tengkuk yang tak gatal sama sekali, aku menjawab, “Sorry, Glad. Dia partner gue. Atasan gue di agensi minta untuk menampungnya.”“Orang asing, ya?” Gladis memicingkan bola mata.Kali ini, dia terlihat sangat tak ramah. Sepertinya aku memang harus memaklumi hal itu. Sebab, bagaimanapun Gladis menerimaku sebagai seorang kakak, dia tetaplah masih memiliki perasaan lebih dari hubungan seperti itu.Sakura menyunggingkan senyuman manis pada Gladis, lalu membungkuk.“Hajimemashite! Sakura desu!”Semangat yang berapi-api. Kurasa orang Jepang memang seperti itu. Ketegasan adalah ciri khas mereka.Dengan ekspresi malas dan terbilang tak bergairah sama sekali, Gladis menyambut perkenalan diri Sakura.“Gladis.”Sekar
“Aduh! Kenapa, sih, lo keterlaluan banget, hah?! Gue udah bilang sama lo buat nggak anu malam ini!”Mungkin aku memang sudah gila mengomeli seorang perempuan yang bahkan tidak mengerti bahasa yang kugunakan.Sayang. Kekesalan ini sudah mencapai tingkat paling tinggi sehingga sulit sekali untuk bersikap lembut pada Sakura.Aku langsung duduk di sofa sambil memijat pelipis. Sedangkan Sakura berdiri di depanku dengan mode hanya mengenakan dalaman.Dia meraih tanganku perlahan dan menuntunnya ke gundukan miliknya.“Mau apa lo?”Dia tersenyum tipis dan begitu manis, lalu menggeleng pelan. Sakura seperti orang bisu karena tidak bisa berbicara dalam bahasa lokal. Walau begitu, kuyakin dia mengerti hanya dengan melihat ekspresi wajahku.Keadaan tidak memungkinkan dan dia paham betul sehingga kemudian duduk di sebelahku. Kami hanya diam setelah itu tanpa kata apa pun bisa diucapkan.Dalam keheningan itu, seketika
“Kiana, gue boleh tanya sesuatu sama lo?”Gadis yang saat ini kacamatanya tengah berembun itu mengangguk dengan senyuman yang terlihat masih sama.“Boleh. Tanya hal yang gampang aja, ya. Jangan yang sulit-sulit.” Dia terkikik pelan.Keramahannya tidak pernah habis. Bahkan meski dilucuti dingin yang menusuk, dia tetap bersikap seperti tak terjadi apa-apa.Andai aku membawa sweater atau jaket, akan kuselimuti tubuhnya yang menggigil. Namun, seperti yang kuduga, ini tak seperti cerita dalam drama atau novel yang selalu berputar di situ-situ saja.Kemesraan yang terjalin antara dua insan, lalu saling memendam perasaan. Lebih dari itu, aku merasa hidup dalam negeri dongeng dan hanya bersamanya.“Cinta”-Aku menatapnya kali ini-”Menurut lo cinta itu apa?”Dia tampak berpikir sejenak. Memiringkan kepala sehingga dagu lancipnya terlihat tepat di mataku.“Sebentar, ya.”S
Sakura sepertinya telah lama menungguku pulang sehingga tertidur di sofa dengan masih hanya menggunakan dalaman.Memang dasar gadis Jepang lancang!Walau begitu, mengapa aku jadi tersentuh oleh tindakannya, ya?Dia benar-benar gadis yang sangat baik dan polos. Namun, tetap saja Sakura seorang artis film dewasa. Jadi, aku juga tidak boleh lengah pada sikap pantang menyerahnya.Setelah mengambil selimut di kamar, kututupi tubuh gadis itu. Perlahan, matanya terbuka dan menggapai tanganku dengan spontan.Dia hanya memberikan sebuah senyuman, lalu menarikku untuk duduk di sebelahnya.“Tidur aja. Gue nggak akan gangguin lo. Atau lo pindah aja ke kamar biar nyenyak.”Ini, sih, aneh sebenarnya. Dia mungkin memahami kata-kataku dari semacam kontak batin, begitu. Jadi, tidak salah juga jika aku berasumsi bahwa si gadis polos berhidung mungil ini punya semacam kekuatan supranatural.Atau jangan-jangan dia seorang peri yang dat
Ada satu hal yang membuat hati resah dan selalu dikelilingi pertanyaan begitu sulit. Kehadiran Kiana yang kerap kali ada di saat-saat aku sedang dilanda kegalauan.Oleh pemikiran itu, aku berusaha mencari tahu alasan. Dan jika memungkinkan, ingin kubawa ia ke rumahku.Ide yang sangat bagus. Aku perlu mencoba ketulusan yang ia miliki. Seperti yang kutahu, Kiana ialah seorang penulis yang begitu idealis.Seperti apa kira-kira respons yang akan dia tunjukkan ketika mengetahui bahwa diriku berprofesi sebagai aktor bintang panas?Maka, dengan sengajalah aku pergi ke sebuah taman, berharap bisa menemukannya. Di hari-hari tertentu, taman ini memang akan sangat sepi.Hanya saja, bukan hal yang tidak mungkin jika seseorang seperti Kiana menyukai sebuah kesendirian. Walau kemungkinan kami bisa bertemu tidaklah banyak, setidaknya aku telah berusaha.Aku tidak berharap dugaanku benar tentang Kiana. Atau mengharapkan dirinya untuk tetap menghormati laki-
Kiana berlama-lama mereguk heran dalam diam. Mungkin pertanyaanku masih diproses otaknya. Atau mungkin juga tidak mengerti tujuanku bertanya seperti itu.Jika dia seseorang yang peka, seharusnya pertanyaan ini secara tidak langsung diketahuinya sebagai curahan hatiku.Dan di saat itu juga, secara sadar aku telah membongkar jati diriku yang sebenarnya.“Seorang aktor film dewasa?” Kiana tampak berpikir kembali, memiringkan kepala dilakukan berulang-ulang kali sambil membawa jemarinya ke dagu yang lancip.“Iya, gimana kalau kamu kenal sama orang yang jadi aktor film dewasa?”Tidak ada yang perlu disiapkan, karena aku telah betul-betul siap menerima kenyataan yang ada di dalam jawabannya nanti.Sekarang, dia terlihat menatapku begitu lurus. Tidak lagi terlihat berpikir karena mungkin sudah menemukan jawaban yang pas atas pertanyaanku.“Menurutku unik.”Hanya dua kata dan itu mampu membuat mataku
“Aku udah bilang sama kamu, kan?”Sepasang tangan memelukku dari belakang. Sementara diriku masih saja tak bisa berpaling dari bayangan Carissa yang telah meninggalkanku dengan lelaki bernama Alex. Dia tak lagi terlihat di kedua mataku.Perempuan ini melepaskan dekapannya, lalu berdiri di hadapanku dengan sebuah senyuman. Sesekali, dia membenarkan kacamatanya yang sempat melorot.“Kita pulang, yuk.”Entah mengapa aku menurut begitu saja, lalu berjalan sambil bergandengan tangan dengannya. Kami masuk ke dalam mobilku. Namun, aku kembali bergeming.“Udah, nggak apa-apa. Sini, aku masih sama kamu.”Aku mengangguk pelan, lalu perempuan berkacamata ini membenamkan kepalaku dalam dekapannya. Sungguh hangat. Sungguh nyaman dan aku terbuai akan sebuah perasaan.“Kenapa semua harus terjadi sama gue? Kenapa orang-orang yang gue cintai nggak pernah bisa menetap dan menemani gue?”“Aku
“Kenapa, Carissa? L-lo bilang kalau kita akan selalu bersama. Tapi, kenapa sekarang kamu bilang kita nggak bisa bersama?”Begitulah aku bertanya pada Carissa yang sedang tertunduk di depanku. Mungkin aku sudah tidak bisa mengeluarkan air mata kesedihan. Sebab, ini terlalu sulit untuk dipercaya. Hanya karena sebuah kesalahan, kenangan yang telah kami jalani bersama akan sirna begitu saja.“Adrian, saya sudah memikirkan ini cukup lama. Atau tepatnya ketika saya jatuh cinta padamu. Saya merasa sangat mencintaimu, tapi rasanya sangat sulit jika kamu terus-menerus nggak bisa mengendalikan dirimu sendiri.”“B-bukannya semua gangguan yang aku alami atas Skizo ini udah perlahan-lahan berkurang? Maksudku, aku udah nggak mengalami Skizo lagi dalam beberapa bulan terakhir. Aku nggak mengalami ilusi dan delusi lagi,” jelasku.Terdengar bahwa napas Carissa begitu berat saat mengembus. Aku menduga bahwa dia pun begitu sulit untuk men
Tanpa pikir panjang setelah melihat bahwa lelaki bernama Alex ini melakukan hal yang tidak seharusnya pada Carissa, aku berlari dengan penuh amarah. Kemudian, tanganku yang terkepal melayang begitu saja hingga menghantam wajahnya.“Sialan lo! Berani-beraninya lo ngelakuin hal nggak pantes sama cewek gue!”Amarahku tidak terkendali. Aku menjadi orang yang sangat brutal dan emosi itu semakin lama semakin bergejolak.“Adrian! Jangan, Adrian!”Aku tahu aku mendengar suara Carissa yang berusaha menyabarkan hatiku. Hanya saja, aku sudah tidak terkendali lagi. Begitu lelaki bertubuh tinggi ini terjatuh, aku segera meraih kerah pakaiannya, lalu menghantamnya lagi dan lagi.“Lo cowok sialan! Lo nggak tahu kalau Carissa udah punya pacar?! Sialan lo! Goblok!”Secara terus-menerus kuhujani Alex dengan tinjuku. Sesekali, kakiku menendangnya tak tanggung-tanggung. Bagiku, dia sangat pantas mendapatkan perlakuan seperti
Aku tak tahu siapa laki-laki berambut pirang dan berbola mata kuning yang menyerukan nama Carissa barusan. Namun, dari gelagatnya, kurasa dia sangat mengenal Carissa.“Hai, Carissa! Kita bisa berjumpa lagi!” ucap laki-laki berambut pirang yang telah tiba di hadapanku dan Carissa.Sementara itu, perempuan ini terlihat cukup tegang dan khawatir.“A-Alex ….”“Yup! Ini saya. Alex. Apa kabar? Sudah cukup lama kita tidak bertemu.”Sembari mengalihkan pandangan padaku, Carissa menjawab, “B-baik. Saya baik. B-bagaimana denganmu?”Sepertinya, Carissa memang agak gugup berbicara dengan laki-laki bernama Alex ini. Entah, dia mungkin teman kekasihku yang telah lama tidak bertemu.Aku, sih, mengerti mengapa Carissa begitu khawatir dan terlihat gugup. Bisa saja dia sungkan berbicara karena ada diriku di tengah-tengah mereka.“Carissa, gue tunggu lo di mobil aja, ya,” ucapku k
Diana menjauhkanku dari Carissa.“Aku nggak akan menyerahkan Adrian sama kamu!”Mendengar nada tegas perempuan yang tengah mencengkeram erat lenganku ini, Carissa tersentak. Seketika, dia kembali naik pitam.“Apa maksudmu? Adrian itu kekasih saya!”“Kalian cuma sepasang kekasih, bukan suami dan istri. Saya masih punya hak merebut Adrian dari kamu!”Tentu saja, aku tidak bisa tinggal diam atas apa yang Diana lakukan. Dia sudah benar-benar kurang ajar dan tak tahu diri.“Lepasin gue, Diana!” Kutarik tangan dengan segera dan menatap perempuan ini penuh intimidasi.“Adrian! Kamu sebenarnya nggak sayang sama Carissa! Apa kamu yakin dengan perasaanmu? Gimana kalau perasaanmu cuma ilusi?!”Senyuman yang lebar terpahat di wajah Diana. Ini seolah-olah dia berusaha untuk melumpuhkan kepercayaan diriku.Bagaimana mungkin dia mengatakan bahwa perasaanku terhadap Carissa mer
Di mulut pintu gudang, telah berdiri Carissa yang menyaksikan Diana memeluk diriku. Hal ini tentu saja tidak bisa aku biarkan. Walau demikian, telah terjadi kesalahpahaman di antara kami. Tak diragukan lagi.“Carissa?!”Perempuan itu menggeleng-geleng seolah tak percaya dengan yang ia saksikan.“Gue … gue … nggak kayak yang lo lihat, Carissa!”Aku berusaha menjelaskan padanya. Entah mengapa, tak ada yang dapat aku ucapkan, sebab Diana semakin erat memeluk diriku.Segera kudorong Diana agar terlepas dari tubuhku. Tahu-tahu, pakaiannya telah compang-camping. Entah sejak kapan itu terjadi. Aku yakin bahwa dia sengaja melakukannya sendiri agar terkesan bahwa akulah yang telah melakukannya lebih dulu atas keinginan sendiri.“Jangan percaya apa yang lo lihat, Carissa!”Segera aku berlari untuk menggapai Carissa yang masih berdiri dengan tatapan nanar di mulut pintu. Dia tak bergerak sedikit
Ketika aku berjalan untuk menuju ruang syuting, seseorang mendorong tubuhku hingga masuk ke sebuah gudang penyimpanan alat dan barang-barang bekas.“Woi! Apa-apaan ini?!”Aku tak melihat apa pun di ruangan tersebut karena sangat gelap. Tubuhku didorongnya hingga mentok pada dinding. Sedangkan, mataku ditutup oleh sehelai kain. Sempurna sudah, aku tidak bisa melihat apa pun.“Siapa lo?! Apa-apaan, sih, ini?!”Tanganku berusaha meraba-raba, tetapi tak mendapatkan apa pun. Kudengar embusan napas dari orang yang menyekapku ke gudang ini.Sepasang tangan melingkar di pinggangku. Dari kelembutan kulit yang aku rasakan, kurasa pelakunya adalah seorang perempuan.“Siapa lo? Kenapa lo ngelakuin ini?”Masih tak ada jawaban. Kini, terasa bahwa tangannya meraba-raba dadaku, menelusup ke balik kemeja yang aku kenakan. Segera aku tepis dan berhasil menggenggam tangannya.Meskipun tak bisa melihat apa pun,
Aku membuka pintu ruangan Elaine dengan kasar.“Apa-apaan, sih, lo?! Kenapa si Diana cewek gila itu harus jadi partner gue?!” protesku sambil mendengkus kasar, lalu mengempaskan pantat di sofa.Elaine terlihat sedang bersantai sambil menikmati rokok putih kesukaannya. Dia menatapku sejenak dan tersenyum kecut. Ini seolah-olah dia melihat seorang lelaki bodoh.“Kenapa, Adrian? Kamu tiba-tiba datang dan berteriak seperti itu. Memangnya dia merepotkanmu selama ini?”“Udah jelas! Dia ngerepotin banget! Hubungan gue sama Carissa hampir aja berakhir gara-gara dia! Udah gila itu cewek. Bisa-bisanya lo … ahhh!”Kuembuskan napas panjang untuk sedikit meredakan kekesalan yang menyelimuti.Walau demikian, aku memang tak habis pikir dengan perempuan bernama Diana itu. Mulai dari sikapnya yang riang, lalu berubah jadi sangat licik dan merepotkan. Benar-benar tipe perempuan yang tidak pernah aku inginkan ada di d
Dengan langkah cepat, aku masuk dan mengunci pintu rumah. Tak lama kemudian, pintu diketuk-ketuk dengan keras oleh Diana dari luar.“ADRIAN! AKU NGGAK MAU PULANG! AKU MAU TETAP DI SINI!”Begitulah dia berteriak sambil membentur-benturkan tangannya di pintu, kurasa. Aku tak menanggapi semua yang dia ucapkan dengan teriakan pekak.Ini benar-benar tidak bagus. Semestinya aku sudah bermesra-mesraan sekarang dengan Carissa setelah selesai makan siang. Namun, kedatangan Diana menjadi sebuah malapetaka bagi kami.“Adrian! Please! Bukan pintunya! Aku nggak akan pulang sebelum kamu menerima aku jadi yang kedua!”Salahkah jika aku mengatakan perempuan ini murahan? Sebab, dia terlalu menuntut hati seseorang yang tidak memiliki perasaan padanya.Baru kali ini aku bertemu perempuan keras kepala seperti Diana. Ia bahkan tidak ragu mempermalukan dirinya di hadapanku. Jika benar dia mencintai dengan setulus hati, mengapa tidak memiki