Pagi ini langkah Romy terburu-buru. Aroma parfumnya begitu menyengat. Salsa hanya memperhatikan dari meja makan.
"Mas Romy, sarapan dulu!"
"Aku buru-buru."
"Kalau gitu minum kopi susunya dulu, sama roti Mas."
"Enggak sempat. aku berangkat Mas!"
"Ta-tapi--"
Brakkk!
Pintu sudah tertutup. Untuk kesekian kali, hati Salsa terluka. Perih dan menyakitkan. Bola matanya yang indah, mulai berkaca-kaca. Air mata luruh membasahi pipinya yang memerah. Isak tangis tak tertahankan lagi.
"Aku harus bagaimana lagi menghadapinya? Aku harus bagaimanaaa ...?"
Tubuhnya lunglai, terduduk di kursi makan. Tatap matanya nanar. Semua usaha yang coba dia lakukan untuk merebut hati Romy seakan sia-sia.
Tak sedikit pun Romy memperhatikan dirinya. Bahkan hanya untuk menanyakan kabar dia hari ini. Tak pernah terlontar dari bibirnya. Walau hanya beberapa kata yang Salsa harapkan.
Namun ....
Bagai pungguk merindukan
Salsa masih melirik ke arah Melinda. Tatap matanya memandang lurus ke depan. Fokus pada jalanan yang sangat padat merayap."Kita keluar kota. Enggak jauh kok," ucap Melinda.""Haaahhh?""Tenanglah bentar lagi sampai kok. Enggak usah takut. Lagian aku yakin suami kamu datangnya malam.""Kok bisa kamu tau?""Tau ajalah."Pandangan Salsa masih belum bisa lepas dari Melinda. Hingga mobil mereka memasuki sebuah jalan kampung yang tak terlalu lebar. Rumah penduduk pun tak berjejal seperti di kota mereka."Kita ini mau ke mana Lin?""Lihat aja nanti."Sampai mobil itu berhenti di depan sebuah rumah. Yang terlihat sangat asri dan rindang."Ayo turun!"Salsa mengikuti langkah Melinda yang berjalan cepat. Dia sudah mengetuk pintu rumah yang tertutup rapat.Tok tok tok!"Permisiiii!"Melinda kembali mengulang ketukannya.Tok tok tok!Terdengar dari arah samping rumah. Suara langkah y
"Serius?" teriak Melinda."Iya. Kami tidur di kamar berbeda. Waktu malam pertama. Bahkan dia tidur di lantai.""Dia benar-benar menolak kamu?" tanya Tante Molly prihatin.Salsa hanya mengangguk."Jadi apa yang harus saya lakukan, Tante?""Kau harus menggodanya!""Menggoda Mas Romy?""Iya. Ajak dia main bersama kamu di ranjang. Suguhkan permainan panas yang tak bisa dia lupakan!"Salsa semakin tertunduk malu. Tampak dia tak mengerti maksud dari Tante Molly."Kenapa, Sal?" tanya Melinda."Jangan bilang kamu enggak ngerti semua yang aku ucapkan.""Memang saya enggak paham, Tante. Saya enggak tau semua itu."Tante Molly tak bisa menahan tawanya. Lalu melirik pada Melinda. Yang juga tergelak."Lucu ya?""Sangat lucu lah, Salsa. Di usia kamu ini, enggak paham apa yang aku bilang.""Saya benar-benar enggak paham, Tante."Terdengar Tante Molly menghembuskan napas keras."Se
Kendaraan mereka melaju cepat menembus padatnya jalan raya. Sesekali Salsa melihat ponselnya. Sangat berharap kalau sang suami memberi kabar walau hanya sekedar mengirim pesan."Kenapa lagi? Berharap suami kamu kirim pesan atau menelepon gitu?""Jujur iya, Lin. Aku berharap dia memberikan perhatian padaku. Walau hanya sebutir wijen, aku sudah senang.""Sepertinya kamu sangat mencintai suami kamu ya?""Awal enggak, Lin. Tapi ternyata dia mempunyai pesona yang luar biasa di mata aku. Membuat hati ini luluh dan--""Enggak usah kamu terusin aku juga udah tau."Salsa menoleh dengan tersenyum tipis."Lin, jangan marah ya?""Apa?""Aku mencoba menebak yang dibicarakan sama Tante Molly. Apa, kamu istri simpanan? Atau pacar kamu Om-Om? Atau--" Salsa tak melanjutkan lagi apa yang ada dalam pikirannya.Sedangkan Linda terlihat santai, dengan semua praduga Salsa."Aku pelayan Om-Om kaya, Sal.""Ka-kamu? Punya Pa
Adrian berjalan tegap di depannya. Lalu dia berhenti, saat menyadari Amelia masih tertinggal di belakang."Kita menemui klien kamu di hotel ini?""Iya, Mel. Dia minta kita temui di kamarnya.""Ohhh. Cowok apa cewek?"Seketika Adrian menyeringai dan tersenyum tipis."Karena dia cewek, makanya aku ajak kamu."Amelia tergelak."Bukannya lebih asyik kalau sendiri?""Enggaklah. Orang ganteng macam aku gini, takut diperkosa," ucapnya lantas tertawa.Amelia pun tertawa kencang. Lalu seperti biasa dia mencubit pinggang Adrian."Kamu sukanya nyubit ya," bisik Adrian, mendekatkan wajahnya."Cuman sama kamu.""Yakin? Sama Romy gimana?"Tak pelak Amelia kembali menghujani Adrian dengan cubitan mesra di lengan dan perutnya. Sampai pintu lift terbuka lebar."Adriaaan?" Sebuah suara yang sangat dikenalnya.Seorang wanita sudah berdiri di sebelah Adrian. Dia mengibaskan rambut blondenya.
Perkataan Santi sangat menusuk hati Amelia. Dia sangat tahu itu ditujukan untuk menyindir dirinya."Tapi yang terlihat menarik di mata, belum tentu menarik di hati. Iya 'kan Bu Santi?" ujar Adrian berusaha mementahkan ucapan wanita itu.Kembali Amelia dibuat terpana oleh ucapan dan sikap Adrian. Yang begitu membuat hati siap wanita siapa saja bisa berbunga-bunga. Tak lepas Amelia terus menatapnya. Adrian melirik dengan tersenyum tipis.Membuat Amelia merasa begitu diperhatikan. Dan membuat hatinya begitu indah seketika. Sedang dari ujung ruang. Sella melihat ke arahnya. Tampak dia begitu membenci Amelia."Kita bisa langsung ke urusan pekerjaan, Bu Santi?""Tentu Adrian."Mereka pun langsung berbincang soal kerja sama pengembangan properti di daerah kalimantan selatan. Dan beberapa kota yang berada di luar pulau Jawa.Beberapa pembicaraan mengenai kontrak, modal, dan keuntungan mereka bicarakan saat ini. Dari sini Amelia begitu kagum m
"Kenapa, Mel? Kamu kok diam aja.""Enggak apa-apa, Adrian.""Apa kamu marah? Karena aku cium kamu?"Amelia tak menjawab. Dia melempar pandangannya keluar jendela. Adrian terlihat gelisah dengan sikap Amelia yang hanya diam."Please, Mel. Aku tak bisa menahannya. Aku--""Kamu tau sendiri 'kan, Adrian. Permasalahan cintaku itu pelik. Dan aku juga melihat. Permasalahan kamu dengan para wanita yang ada di sekeliling kehidupanmu, juga jauh lebih pelik.""Lalu, hubungannya dengan ciuman tadi apa?"Amelia masih tak bergeming. Dia semakin memlaingkan wajahnya dari Adrian."Come on, Amelia. Please, i am so sorry. Aku minta maaf.""Hati aku ini sangat rentan, Adrian. Aku tak ingin untuk jatuh cinta sama kamu. Paham enggak?"Terdengar tawa Adrian yang kencang."Ja-jadi, hanya karena kamu takut jatuh cinta sama aku? Kenapa? Bukannya itu jauh lebih baik, dari pada kamu mencintai Romy."Kali ini Amelia yang tersen
Mereka berdua pun terdiam. Apalagi Romy. Yang terpaku oleh suara keras Amelia."Kamu pikir mudah melupakan semua ini? Hubungan kita yang dari awal aku menganggap suatu keseriusan bukan main-main, Rom!""Apa kamu kira aku juga main-main? Bahkan aku siap menikahi kamu, setelah apa yang kita lakukan waktu malam itu Mel!""Itu suatu kesalahan, Rom.""Kenapa kamu bilang itu kesalahan, Mel? Kita melakukannya penuh cinta. Bagiku bukan suatu kesalahan. Yang kita lakukan sesuatu yang indah, Mel."Amelia hanya terdiam. Kepalanya tertunduk menghindari tatapan Romy yang tajam. Bagai menembus relung hatinya."Katakan, Mel! Kalau kamu sudah tak mencintai aku sekarang?"Tangan Romy bergerak menarik lengan Amelia, agar mengarah padanya."Lihat aku, Mel! Katakan kebenarannya sekarang juga.""Aku enggak bisa, Rom!""Apa maksudnya enggak bisa? Tolong jawab!""Romy, semua sudah jelas di depan mata kita. Saat ini ada pembatas y
"Mamaaa! Ada Om Romy ya?" Terdengar suara langkah Dita yang berlari ke arahnya."Iya, Sayang.""Om Romy mana oleh-oleh buat aku?"Romy tersenyum lebar mendapat pertanyaan yang menohok dari Dita."Dita maunya apa?""Banyak, Om.""Habis ini kita ke mall Ya? Dita pilih sendiri mau beli apa?""Beneran Om?""Dita, jangan malakin Om Romy dong."Gadis kecil itu memedulikan teguran Amelia. Dia melempar tas dan sepatunya. Lalu pergi menuju kamar."Kalau ke mall pasti pulang kamu malam, Rom. Bagaiman Salsa? Jaga juga perasaannya.""Sudahlah Mbak. Jangan mengajari aku soal perasaan lagi."Lalu Romy memajukan tubuhnya. Lalu berbisik, "aku hanya ingin bercinta dengan mu. Mencintai kamu, sampai akhir hayat aku."Segera Amelia meletakkan ujung telunjuknya pada bibir Romy."Jangan pernah katakan itu lagi, Rom. Maaf aku tak ingin lagi larut seperti tadi.""Kenapa? Kita sama-sama menikmati hasrat