Beranda / Romansa / Duka Cita / 28. Sekarang Juga

Share

28. Sekarang Juga

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-12 21:13:48

“Mami … ketemu papa?” tanya Cita sambil menutup resleting tas ranselnya. Karena Sandra langsung kembali ke Surabaya sore harinya, maka ia akan segera pulang kembali ke rumah. Tidak perlu menunda, karena Cita tidak ingin merepotkan keluarga Arkatama.

Sandra menggeleng tegas, dan memberi Cita senyum kecil. “Mami sudah nggak mau ketemu sama papamu.”

Selain tidak bertemu Harry, kedatangan Sandra ke Jakarta ternyata tidak menghasilkan apa pun. Pandu tidak bisa dihubungi, bahkan Tessa pun mengaku tidak tahu menahu tentang putranya selama satu minggu ke belakang.

Mulai saat ini, Sandra harus lebih waspada lagi dengan lingkungan sekitarnya. Karena apa pun bisa saja terjadi, saat kesempatan itu terbuka lebar.

Cita memakai ranselnya, lalu menghampiri Sandra yang duduk di sudut tempat tidur. “Aku tahu Mami masih sayang sama papa. Kalau—“

“Tapi mami lebih sayang sama kamu,” putus Sandra sambil mengusap puncak kepala Cita, yang baru duduk di sampingnya. “Mami bisa hidup tanpa papamu, tapi Mami ngg
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
wah lebih rumit nih kisah cintanya arya
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
jangan jangan bener nih Arya n Rashi pacaran...
goodnovel comment avatar
Siti Juli
jangan2 ntr arya putus, ntr nikah sama cita. takutnya cita juga kecewa sama arya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Duka Cita   29. Tidak Mungkin

    Aries menggeleng. Menolak untuk percaya dengan semua perkataan Gemi. Jika mengingat lagi ke belakang, Rashi lebih terlihat akrab dengan Leon, karena mereka seumuran. Bukan dengan Arya, seperti yang Gemi ceritakan.“Iya, Gem, coba diingat-ingat lagi,” sahut Geeta juga setuju dengan pendapat sang suami. “Kalau kami ke sini, atau kalian dan anak-anak liburan ke sana, Rashi lebih banyak dekat sama Leon.”“Tapi Mbak …” Gemi mengusap kasar rambutnya sebahunya ke belakang. Duduk membungkuk di tepi tempat tidur, sambil menatap Aries dan Geeta yang duduk berdampingan di sofa. “Leon sama Rashi memang dekat, tapi coba juga diingat lagi, kedekatan mereka itu biasa aja. Cara Leon sama Arya ngelihat Rashi itu beda. Begitu juga Rashi, cara dia ngelihat Arya itu … dahlah aku yakin mereka berdua itu backstreet. Apalagi Arya sudah punya rencana, mau ngelamar Rashi setelah dia wisuda.”“Gemi, kalau mereka pacaran, kenapa Arya nggak datang ke rumah waktu di Jakarta kemarin?” Aries menambahkan dan masih t

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-13
  • Duka Cita   30. Berusaha Tenang

    “Dengar baik-baik.” Pada akhirnya, semua kebenaranya yang sudah ditutup bertahun lamanya akan diungkap oleh Lee. Karena hanya Lee yang bisa menjadi penengah, dan bersikap netral daripada Gemi, ataupun Aries. Walaupun terasa sedikit menyakitkan, karena harus membuka luka lama yang seharusnya sudah tertutup rapat-rapat. “Kami semua tahu, ini semua pasti akan sulit diterima. Tapi, kami nggak punya jalan lain, kecuali menceritakan semua yang ada.”“Maksudnya, Pa?” Arya melihat Rashi yang juga menatap bingung padanya. Mengapa hanya mereka berdua yang diminta masuk ke ruang kerja Lee, sementara Leoni dan Leon tetap melakukan kesibukan mereka seperti biasa.Gemi mencengkram pergelangan tangan Lee begitu erat. Ia sudah tidak bisa berkata-kata dan menyerahkan semuanya pada sang suami. Yang Gemi khawatirkan ialah, respons Arya dan Rashi setelah mengetahui kebenarannya.“Kalian berdua saudara kandung.” Tidak perlu berpanjang-panjang, karena Lee tidak ingin menyimpan semuanya terlalu lama. Mereka

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-13
  • Duka Cita   31. Drama?

    “Aryaaa.”Entah sudah berapa kali Gemi mengetuk pintu, tetapi putranya tetap tidak mau menghiraukannya. Tidak ada jawaban, dan pintu kamar pun terkunci dari dalam. Hampir semalaman Gemi tidak bisa tidur memikirkan putranya dan Rashi. Andai tertidur pun, tidak lama kemudian Gemi akan terbangun dan kembali menangisi masa lalunya.“Ar, kamu nggak keluar?” Gemi bersandar pasrah pada pintu, lalu tubuhnya merosot dan kembali menitikkan air mata. Andai, Gemi memutuskan untuk tidak melahirkan Arya ….Tidak! Gemi tidak boleh berpikiran seperti itu.Arya merupakan anugerah terindah bagi Gemi, dan ia tidak pernah menyesal karena telah melahirkan putranya ke dunia.“Sarapan dulu, Ar,” lanjut Gemi masih berusaha membujuk Arya keluar dari kamar.“Mama yang harusnya sarapan.” Leon akhirnya keluar kamar, karena tidak tahan mendengar sang mama yang terus saja membujuk kakaknya. “Mas Arya sudah besar. Kalau dia lapar, nanti juga keluar.”Leon berjongkok di hadapan Gemi lalu mengulurkan tangannya. Ia ti

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-13
  • Duka Cita   32. Lebih Aman

    “Jadi, begitulah ceritanya.”Di satu sisi, Lee akhirnya merasa lega, karena Arya sudah mengetahui semua hal yang terjadi di masa lalu. Namun, di sisi lain, ada mental dan jiwa Arya yang harus diberi perhatian secara khusus. Arya memang sudah sangat dewasa, tetapi hal seperti ini tetap saja akan mengganggu cara berpikir, dan bersikap putranya itu ke depannya.Mau dari mana pun Arya berasal, pria itu sudah Lee anggap seperti anak sendiri. Lee sudah mengenal Arya sejak putranya itu bersemayam di perut Gemi, melihatnya dilahirkan, dan merawat sampai sebesar sekarang. Karena itulah, rasa sayang Lee pada Arya dan anak-anaknya yang lain tidak pernah beda. “Kalau sekarang kamu masih marah, itu wajar,” lanjut Lee yang sejak tadi duduk pada kursi beroda, yang biasa digunakan Arya untuk belajar, sekaligus bekerja. Sementara Arya, duduk bersandar dan bersedekap penuh amarah di sofa. “Tapi, Ar. Kalau kamu selalu melihat sesuatu dari sisi negatifnya, hidupmu—”“Papa nggak ada di posisiku,” putus A

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-14
  • Duka Cita   33. Pasti Berubah

    “Kalau Mama nggak mau makan, ujung-ujungnya nanti masuk rumah sakit.” Leoni menghela memandang bubur yang ada di pangkuan. Dari kemarin, kondisi sang mama sepertinya kurang sehat. Ditambah, Gemi sepertinya tengah memiliki masalah dengan Arya, juga keluarga Gautama.Namun, sekeras apa pun Leoni mencari tahu, tetap saja semua orang bungkam dan tidak ada yang memberinya jawaban sama sekali.“Biarin.” Gemi berbaring miring. Memunggungi Leoni, tetapi di hadapannya sudah ada Lee. “Keluar semua, Mama mau sendiri.”“Le, keluar dulu,” pinta Lee dengan anggukan kecil. “Biar Papa yang nyuapin Mama.”Gemi diam. Tidak berkomentar, lalu menutup mata. Namun, ketika ia mendengar pintu kamarnya terbuka, lalu kembali tertutup, Gemi kembali membuka matanya. Menatap Lee yang masih belum bergeser sedikit pun dari tempatnya.“Mau cari penyakit?” tanya Lee kemudian menyentuh dahi Gemi untuk yang kesekian kalinya. Lee hanya ingin memastikan, suhu tubuh sang istri tetap normal dan tidak demam. “Aku sudah pang

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-14
  • Duka Cita   Duka Cita ~ 34

    “Akhirnya, keluar juga.”Lee menggumam seraya menghampiri Arya, yang baru saja berada di teras depan. Putranya itu sudah terlihat rapi, tetapi bukan dengan pakaian formal. Hampir seminggu sejak kejadian itu, Arya tidak pernah keluar kamar dan berbaur seperti biasanya. Lee tidak heran bila hal tersebut dilakukan oleh Leon, karena putra bontotnya itu memang tidak terlalu banyak bicara. Berbeda dengan Arya, yang sifatnya hampir sama seperti Gemi. Terlalu ramah, dan terlalu baik.“Sudah baca chat di grup Utama, Ar?” tanya Lee berhenti di samping pilar.Arya menggeleng, sambil membenarkan tas selempang kecil, yang terjatuh di depan dada. Wajahnya masih saja kusut, dengan rambut yang tidak tertata rapi dan dibiarkan memanjang menyentuh kerah kaosnya.Lee menghela. “Kemarin, pak Pras sudah berbaik hati karena kamu masih bisa balik ke Metro Surabaya, tapi—”“Pecat aja,” putus Arya sambil melewati Lee, melewati tangga teras. “Bilang sama pak Pras, kalau mau pecat, pecat aja. Nggak usah pake dr

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-14
  • Duka Cita   Duka Cita ~ 35

    “Mobilmu di masukin aja, Mas,” kata Cita saat menyambut Arya di teras rumah barunya. Sambil memicing, Cita memperhatikan dengan seksama penampilan pria itu. Tetap rapi, tetapi sedikit kurus dengan rambut yang sudah mulai memanjang.Arya berjalan miring, sambil melihat penjaga yang menutup pintu pagar. Bila Arya tidak menghubungi Cita lebih dulu, penjaga yang bertubuh tambun dan lebih besar darinya itu pasti tidak akan mau membukakan pintu pagar. “Aku sudah nggak punya mobil,” jawab Arya saat berhenti di sisi teras, lalu melepas sneakernya. “Di ambil sama papa.”“Kamu buat masalah, ya?” Cita berbalik dan mempersilakan Arya masuk ke dalam rumah. “Makanya mobilmu disita sama pak Lee.”Arya hanya terkekeh sambil terus masuk dan berada di belakang Cita. Ia tetap menjaga jarak, karena tidak ingin membuat Cita merasa tidak nyaman. Begitu kakinya memasuki area ruang tengah, indra penciuman Arya langsung disuguhi aroma yang membuat perutnya berbunyi nyaring hingga membuat Cita spontan berbali

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-15
  • Duka Cita   Duka Cita ~ 36

    “Tante sama sekali nggak keberatan kamu tinggal di rumah kontrakan, tapi coba selesaikan dulu masalahmu sama papamu.”Sandra meletakkan telur balado tepat di tengah meja makan, lalu kembali pergi untuk mengambil sayur yang masih ada di kompor.Cita yang tengah mengaduk susu di depan dispenser, melirik pada Arya. Entah masalah apa yang terjadi pada pria itu, sehingga sampai diusir dan tidak diberi fasilitas sama sekali. Jangan-jangan, Arya tengah bermasalah dengan seorang wanita, hingga membuat malu keluarga. Sama halnya seperti Pandu. Diusir dari rumah, dan David mencabut semua fasilitas untuk putranya itu.Mungkinkah … kekasih Arya yang kini berada di Jakarta tengah hamil?“Jangan melarikan diri,” tambah Sandra sembari menuang sayur oseng dari wajan ke piring. “Daripada kamu luntang lantung begini? Sampai nggak punya kerjaan.”“Kalau begitu, ayo kita bikin usaha, Tan.” Arya berusaha menghibur diri, dan masih enggan menanggapi masalah yang terjadi dalam keluarganya. “Tante, kan, jago

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-15

Bab terbaru

  • Duka Cita   Duka Cita ~ 80 (FIN)

    “Cita … nggak ikut, Mi?” Sandra yang baru saja duduk, segera memberi gelengan untuk menjawab pertanyaan Arya tanpa senyuman. Sandra hanya sempat bersikap ramah pada Lee dan Gemi, yang kini duduk melingkar pada satu meja yang sama dengannya. “Cita harus istirahat.” “Pak Lee, maaf kalau harus merepotkan dan meminta Bapak datang ke Singapur dengan segera.” Tidak ingin berbasa basi, Harry pun segera mengutarakan maksud diadakannya pertemuan keluarga malam ini. “Untuk masalah anak kita, Bapak mungkin sudah tahu kronologinya dari bu Gemi. Dan kenapa saya minta Bapak datang, itu karena saya mau cabut semua investasi saya dari Arka Lukito. Bukan cuma itu, tapi saya mau menarik lisensi nama Lukito dari perusahaan tersebut. Untuk mekanismenya, nanti akan ditangani langsung sama Kasih. Dan setelah semua selesai, Lukito Grup sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan perusahaan yang dipimpin Arya.” “Pa—” Lee segera mengangkat tangan ke arah Arya. Meminta putranya tidak bersuara, agar permasa

  • Duka Cita   Duka Cita ~ 79

    “Dia? Dia siapa?” Mendengar suara Sandra yang mendadak terdengar di balkon, membuat Arya dan Cita spontan menoleh dengan mata yang terbelalak. Karena terlalu sibuk berdebat, Arya dan Cita sampai-sampai melupakan hal lain di sekitarnya. “Cita, nama “dia” siapa yang sering kamu lihat nelpon Arya?” buru Sandra segera menghabiskan jarak, dan tetap fokus pada putrinya. “Apa Arya selingkuh? Iya? Jadi karena itu kamu minta pisah? Begitu, kan? Arya punya perempuan lain di luar sana? Begitu?” Jika benar Arya berselingkuh, orang yang paling terpukul dengan kabar tersebut adalah Sandra sendiri. Dulu, Sandra adalah wanita selingkuhan Harry, dan sekarang? Putrinya justru diselingkuhi oleh suaminya sendiri. Karma apa lagi yang menimpa Sandra kali ini? Tidak cukupkah, Tuhan menghukum Sandra dengan membuat Cita terpuruk dengan kondisinya? Sampai-sampai, harus memberi cobaan tambahan seperti sekarang? Bertahun-tahun Sandra hidup seperti di neraka bersama Harry, tetapi, itu pun belum sanggup menebu

  • Duka Cita   Duka Cita ~ 78

    “Cita, semua nggak seperti yang kamu bayangkan.” Arya segera beranjak menghampiri Cita, lalu berlutut untuk menyamakan tubuhnya. “Aku … aku memang sibuk, aku capek, aku … ya! Aku jenuh dengan semua ini. Bolak balik Surabaya Singapur, Surabaya Jakarta, Jakarta Singapur, itu semua bikin aku muak.” Satu sudut bibir Cita tertarik tipis. “Semua yang kamu dapat sekarang, semua yang kamu jalani sekarang, itu semua adalah kemauanmu sendiri. Kamu bisa sukses dan berdiri seperti sekarang, itu semua juga hasil dari doa-doa orang yang sayang sama kamu, Mas. Kalau sekarang kamu mengeluh, itu artinya kamu nggak pernah bersyukur, karena di luar sana, banyak orang yang ingin ada di posisimu.” “Aku tahu itu, aku tahu, tap—“ “Sebenarnya, bukan itu inti dari pembicaraan kita malam ini, Mas.” Cita memundurkan kursi rodanya, ketika kedua tangan Arya hendak menyentuhnya. “Jadi nggak perlu melebar ke mana-mana. Aku tahu kamu capek, jenuh, dan … muak dengan semua ini. Aku juga tahu, kalau kamu sudah punya

  • Duka Cita   Duka Cita ~ 77

    “Sayang …” Sandra mengusap lembut puncak kepala Cita yang hanya duduk di tempat tidur, dan enggan keluar dari kamar. “Sarapan dulu, kita harus ke rumah sakit hari ini.”“Aku nggak mau terapi.” Cita menunduk, dan melanjutkan membaca bukunya. Kali ini, sudah tidak ada lagi yang bisa memengaruhi keputusannya. Cita ingin berpisah dari Arya, dan ingin melanjutkan hidupnya hanya seorang diri.“Cita, papa sudah telpon Arya tadi malam, dan—““Percuma,” putus Cita datar, lalu menutup bukunya. “Aku sudah nggak mau jadi beban mas Arya, atau siapa pun. Kalau Mami mau aku lanjut terapi, tolong ada di pihakku, dan ngerti dengan keadaanku.”“Mami selalu ada di pihakmu, Cit,” ucap Sandra meyakinkan. Di satu sisi, Sandra sangat mengerti dengan perasaan dan kondisi Cita saat ini. Namun di sisi lain, Sandra tidak ingin pernikahan putrinya berakhir, hanya karena kurangnya komunikasi antara keduanya.Sebenarnya, Cita masih bisa membicarakan masalahnya dengan Arya, dan mencari solusi yang terbaik untuk hub

  • Duka Cita   Duka Cita ~ 76

    “Pindah?” Sandra sontak berdiri, lalu menarik kursi besi yang sempat didudukinya ke arah Cita, yang duduk di samping pagar. “Maksudnya?”“Aku mau menyendiri, Mi.” Cita sudah memikirkan semuanya dengan matang. Hubungannya dengan Arya belakangan ini semakin berjarak, dan Cita melihat tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari semuanya.Sejak pembicaraan mereka terakhir kali, Arya tidak lagi datang ke Singapura satu bulan belakangan ini. Intensitas obrolan mereka melalui telepon pun, juga bisa dihitung dengan jari. Mereka hanya bicara dan bertukar kabar seperlunya, tanpa ada gurauan, rayuan, atau obrolan hangat seperti dahulu kala.Semuanya hambar.“Menyendiri?” Sandra menghadapkan kursinya pada Cita, lalu duduk di samping putrinya. “Sayang, Mami masih nggak ngerti. Kenapa? Apa ada hubungannya dengan Arya?”Cita membuang napas panjang, dan masih memandang teluk Marina yang terlihat begitu tenang. “Pernikahanku sama mas Arya, kayaknya sudah nggak bisa lagi diteruskan. Ak—““Cita, kenapa bic

  • Duka Cita   Duka Cita ~ 75

    Sibuk. Ketika perusahaan yang dipegang Arya semakin berkembang, ia merasakan waktu yang dimiliki untuk diri sendiri semakin sedikit. Dulu, Arya masih bisa pergi ke Negeri Singa di hari jumat malam, dan akan kembali pada senin paginya. Namun, tidak setelah semuanya berkembang semakin pesat. Arya baru bisa pergi ke Singapura pada sabtu pagi, dan akan kembali pada minggu malamnya. Rutinitas tersebut ternyata benar-benar melelahkan, dan semakin menjemukan. Memikirkannya saja, Arya bisa langsung sakit kepala. Bahkan, Arya tidak lagi memiliki kualitas dalam hubungannya dengan Cita. Ketika bertemu, yang Arya lakukan lebih banyak tidur dan beristirahat untuk melepas lelah. “Mas …” Cita menepuk pelan lengan Arya yang tertidur di sofa. Meskipun tidak tega, tetapi Cita harus tetap membangunkan sang suami, karena sudah tiba waktunya makan siang. “Ayo bangun bentar.” Arya menghela panjang nan lelah. Membuka sedikit matanya yang berat, sembari tersenyum tipis. “Bentar..” “Makan dulu, habis itu

  • Duka Cita   Duka Cita ~ 74

    Semakin hari perkembangan Cita terlihat semakin ada kemajuan. Meskipun Cita tidak pernah menceritakan detailnya pada Arya, tetapi ia selalu mendapat kiriman video dari Sandra. Dari situlah, Arya bisa melihat semua perjuangan Cita yang terkadang disertai dengan air mata.Ada waktunya Cita terlihat sangat lelah, dan hampir menyerah karena fisioterapi yang dilakukan sangatlah tidak mudah. Adakalanya juga, Cita ngambek dan tidak ingin melakukan terapi apa pun, karena merasa tidak sanggup menjalaninya.Namun, semua drama itu tetap saja akan berakhir, dan Cita kembali melanjutkan fisioterapinya dengan penuh semangat. Selain itu, Cita juga rutin melakukan konseling, karena ia masih butuh dukungan mental atas semua yang pernah terjadi di dalam hidupnya, serta apa yang tengah dijalankan saat ini.“Maaf, aku nggak bisa ke sana lagi jumat ini.” Arya mengolesi roti tawarnya dengan selai kacang, sembari menatap Cita yang berada di layar ponselnya. Sudah tiga kali ini Arya tidak bisa menjenguk Cita

  • Duka Cita   Duka Cita ~ 73

    Cita bersedekap. Duduk di kursi rodanya, di antara Harry dan Arya. Melihat kedua pria itu, tengah sibuk dengan laptopnya masing-masing. Sesekali, Arya akan bertanya beberapa hal, dan Harry akan menjelaskannya dengan perlahan dan mendetail.Sementara Sandra, sedang berada di dapur dan memasak seperti biasanya. Untuk urusan masak-memasak, Sandra tidak mau digantikan oleh siapa pun. Ia ingin memastikan sendiri asupan yang masuk ke dalam tubuh Cita, dibuat dengan bahan-bahan yang segar dan berkualitas.“Terus, aku ngapain di suruh duduk di tengah-tengah begini dari tadi?” protes Cita yang sudah bosan karena tidak melakukan apa-apa. Ia hanya duduk atas titah Harry, dan jadi pendengar yang baik sedari tadi.“Dengarkan semua diskusi Papa sama Arya,” ujar Harry masih menatap laptopnya. Sebelumnya, Harry sudah menjelaskan mengenai kerja sama yang akan dilakukan bersama Pras, dalam jangka waktu dua atau tiga bulan ke depan pada Cita. Untuk itulah, Harry ingin Cita mulai terlibat dalam dalam sem

  • Duka Cita   Duka Cita ~ 72

    “Jadi, nggak sempat ngobrol sama Rashi?”Cita mendengarkan cerita Arya dengan seksama. Padahal, setiap hari mereka pasti berkomunikasi dan suaminya pasti bercerita tentang banyak hal. Namun, Arya baru menceritakan masalah pertemuannya dengan Rashi kali ini.Arya menggeleng seraya mengambil sebuah kaos dan celana pendek dari kopernya. “Dia cuma datang sebentar ngantar cake, terus buru-buru pulang.”“Kenapa nggak diajak ngobrol?” Cita menyayangkan hal yang satu itu. Harusnya, kakak beradik itu bisa duduk berdua, lalu berdamai dengan masa lalu.Arya kembali menggeleng. Ia membuka kaos berkerah yang dipakainya, lalu melemparnya di atas tempat tidur Cita. “Dianya buru-buru pergi,” kata Arya sembari memakai kaos yang baru saja diambilnya di koper.“Masih deg-degan, nggak, waktu ketemu Rashi?” goda Cita hanya bisa menelan ludah, saat melihat Arya berganti pakaian di depannya. Sebagai wanita normal, tentu saja Cita memiliki sebuah gejolak yang tidak biasa saat melihat pria yang dicintainya ad

DMCA.com Protection Status