"Katya, please... aku ingin sekali merasakanmu," pintanya dengan suara serak dan berat karena letupan gairah. "Boleh?" Katya menatap Ibram dalam-dalam, merasakan bahwa ada rasa membutuhkan dan juga sebersit perasaan kalut di mata coklat lelaki itu.Ia tidak ingin bertanya saat ini, hanya ingin menghapus semua masalah apapun yang membuat Ibram tertekan.Lalu gadis itu pun akhirnya mengangguk pelan. Sambil menggeram puas akan jawaban Katya, Ibram pun langsung menyerang leher lembut kekasihnya. Menghisap, melumat dan menggigit kecil kulit putih yang semanis madu. Katya pun mendongak, memberikan akses agar Ibram lebih leluasa bermain di lehernya. "Ibram?" panggil lirih Katya pada lelaki itu yang masih saja sibuk di lehernya."Ya, sayang?""Sakit sekali," keluhnya."Kamu ingin aku berhenti?"Katya menggeleng. "Tidak, jangan berhenti."Ibram tersenyum, dan kali ini ia membuka kancing piyama rumah sakit Katya satu persatu. "Aku ingin sekali menyecap tubuh tunanganku yang cantik," bisikn
Katya terperanjat mendengar ucapan Ibram itu. Apa dia bersungguh-sungguh? Gadis itu kembali memeluk erat tubuh kekar yang sekarang terlihat goyah, memberikan ketenangan untuk meredakan gejolak perasaan yang membuat Ibram seperti terguncang."Aku tidak akan meninggalkanmu, Ibram. Aku berjanji," ucap Katya akhirnya. Ia jadi teringat permintaan David untuk meninggalkan Ibram. Meskipun rasa bersalahnya pada David cukup besar karena tidak bisa memenuhi keinginan orang yang telah menyelamatkannya, namun Katya yakin akan ada cara lain untuk membalas budi kepada David. Tapi ia tidak akan pernah meninggalkan Ibram.Pelukan Katya dan ucapan janjinya sedikit memberi ketenangan pada jiwa gelisah Ibram dan membuat bebannya sedikit terangkat. Meskipun ia juga tahu, bahwa ucapan hanyalah suara yang dihasilkan oleh benda tidak bertulang, yang bisa diingkari di kemudian hari dengan mudahnya.Tidak, ia tidak boleh berpikiran negatif. Ia harus mempercayai kata-kata gadis itu, jika masih ingin tetap
"Kamu tidak sendiri, Katya. Ada aku di sini." Ibram mengecup pipi mulus Katya yang telah dibasahi oleh air mata dan rintik hujan. Pelukannya pun semakin erat, seakan ingin mempertegas ucapannya barusan. Seseorang tiba-tiba memayungi mereka, melindungi tubuh mereka dari hujan yang turun semakin deras. Ibram pun menengadah. Toni rupanya. Ibram mengajak Katya untuk berdiri, namun sepertinya tubuh gadis itu masih goyah dan gemetaran karena kesedihan yang mendalam. Serta-merta Ibram langsung menggendongnya. Kali ini Katya tidak protes. Ia hanya diam, membiarkan lelaki itu membopong tubuhnya menuju mobil hitam yang terparkir di dekat pemakaman, dan pelan-pelan memasukkannya ke dalam mobil serta memasang sabuk pengaman. Kemudian Ibram menutup pintu mobil, lalu membalikkan badan menatap Toni yang masih memayungi bosnya."Toni, cari tahu Silvia dimana, dan apakah dia tahu jika Sienna meninggal," perintahnya pada Toni. "Juga siapkan semua bukti-bukti untuk ke pengadilan. Sepertinya pere
"Bagaimana jika kutawarkan keperawananku?" bisik Katya lirih. David mencengkram erat ponselnya hingga buku jarinya pun memutih. Jika material benda itu tidak terbuat dari bahan yang kokoh, pastinya sudah hancur berantakan di tangannya. 'Apa katanya?? KEPERAWANAN??? DAMNED!!!'Pikiran David pun seketika bercabang. Di satu sisi, ia begitu berhasrat mendengar tawaran yang menggiurkan tersebut. Jiwa lelaki normal dalam dirinya merasa tergugah, dan ingin menuntaskan rasa panas di tubuhnya bersama Katya, wanita yang dicintainya.Namun sisi baik dalam dirinya berusaha untuk mencegah langkah impulsifnya itu. Jika ia meniduri Katya dalam kondisi mabuk, David akan merasa sangat bersalah setelahnya, karena melakukan perbuatan yang lebih mirip dengan lelaki brengsek dan oportunis seperti Ibram.Ya, IBRAM.Ibram yang David kenal, sangat brengsek, senang mempermainkan wanita hanya untuk bisa tidur dengan mereka. Lelaki yang memiliki pacar lebih dari selusin selama mereka kuliah. Dan saat ini j
"Jangan bilang kalau kau sudah melakukan hal yang keji itu padanya! Aku benar-benar akan membunuhmu, Dave!" bentak Ibram penuh kemurkaan yang dahsyat di dalam hatinya. "Kenapa kau marah padaku?! Katya sendiri yang menawarkan tubuhnya, jadi kau tidak berhak melarangnya!" David pun ikut membentak. "Lepaskan tanganmu dariku!" tepisnya kasar pada tangan Ibram yang masih mencengkram kerah bajunya."Katya milikku! Hanya milikku. Kau dengar?!" Ibram kembali merenggut baju David dengan keras. Ia ingin sekali menghancurkan David hingga berkeping-keping saat ini, namun untung saja akal sehatnya masih mampu untuk berpikir."I-Ibram..." Sontak, kedua pasang mata itu pun menoleh pada suara serak dan lemah yang berasal dari sofa. Ibram melihat Katya yang berusaha untuk duduk dengan susah payah."Katya!" seru kedua lelaki itu dengan kompak. Mereka pun saling memandang untuk sesaat, namun saling memalingkan wajah pada detik berikutnya. Ibram melepaskan cengkeramannya pada baju David dan segera m
Katya masih terdiam membisu di dalam mobil Ibram, begitu pun dengan lelaki itu. Keheningan yang menggelisahkan melingkupi mereka berdua semenjak keluar dari apartemen David. Anak manusia itu pun sibuk dengan pikirannya masing-masing, sama-sama menahan diri untuk tidak memuntahkan apa yang ingin mereka ungkapkan karena takut lawan bicaranya salah sangka. Katya takut jika Ibram marah padanya, karena mengetahui bahwa Katya meminta David untuk tidur dengannya. Ampun!! Wajar saja Ibram marah, ia memang benar-benar keterlaluan! Tapi... di sisi lain, Katya mengatakan hal itu dalam keadaan tidak sadar karena mabuk, dan sama sekali bukan karena disengaja. Mana mungkin ia ingin tidur dengan David! Katya sama sekali tidak punya perasaan spesial pada lelaki itu selain sebagai seorang teman saja, karena ia hanya mencintai Ibram. Mungkin karena pengaruh alkohol yang cukup keras, membuat semua masalah yang menjadi pikirannya selama ini bercampur-baur dan membuatnya mengatakan hal yang
Mereka tiba di rumah Ibram pukul 1 dinihari, Katya yang sudah tertidur di kursi mobil pun bahkan tak menyadari bahwa telah sampai. Ibram mematikan mesin mobil, dan menatap kekasihnya dengan lekat. Tubuh Katya bersandar di mobil dengan wajah yang tertoleh menghadap Ibram dalam tidur, hingga lelaki itu pun bisa puas memandanginya.Cantik sekali. Bahkan dengan kondisi berantakan setelah mabuk dan ketakutan seperti tadi, Katya tetap saja ia terlihat seksi dan menggoda.Tatapan Ibram pun beralih pada bibir merah basah yang mengatup rapat, dan gairahnya pun seketika bergejolak. Napasnya memburu seiring dengan hasrat ingin memagut keras bibir manis itu. Persetan. Ia akan mencium Katya sekarang juga!Dengan suara geraman rendah, Ibram pun menangkup dagu Katya dan mendongakkan wajahnya, lalu mendaratkan bibirnya dengan keras penuh damba di bibir Katya.Merasakan sesuatu yang hangat dan basah menerpa mulutnya, Katya sontak terbangun. Dan terkejut.Ibram... menciumnya? Apakah ini hanya mimpi?
Katya benar-benar bingung. Taksi yang dinaikinya sudah tiga kali berputar-putar di jalan yang sama, namun alamat yang diberikan David masih saja sulit untuk ditemukan. Tidak ada rumah di sini, hanya ada beberapa bangunan terbengkalai dan rusak dimakan usia. Serta sawah luas yang hijau membentang sepanjang jalan."Nona, kita sudah memutari jalan ini dari tadi. Mungkin alamatnya masuk ke dalam sana," ujar sopir taksi yang mulai terlihat kesal, menunjuk asal ke arah sawah.Katya menggigit bibirnya. Kenapa alamat David tidak bisa ditemukan? Sudah lima kali ia juga berusaha menelepon David, namun lelaki itu tidak juga mengangkatnya.Katya menarik napas pelan. Sepertinya ia harus berhenti dan mulai berjalan kaki dari sini. Katya pun menyetop taksi dan membayarnya. Ia lalu menatap ke sekeliling, berusaha mencari seseorang untuk bertanya. Namun hanya semilir angin dan suara jangkrik yang terdengar. Aneh. Dimana ini? Kenapa daerah ini begitu sepi dan hening?Tiba-tiba Katya mendengar suara
"Lebih cepat, Toni!" bentak Ibram gusar. Toni pun semakin mempercepat laju mobilnya, menyelip sana-sini mencari celah di antara lalu-lalang kendaraan yang masih memenuhi jalanan. Alarm dari alat penyadap yang ditempelkan pada anting-anting Katya telah berbunyi. Wanita itu dalam bahaya. Ibram benar-benar kecolongan untuk yang kedua kalinya, saat ia mendapati istri dan keponakannya telah menghilang entah kemana. Polisi sudah bertindak dan dikerahkan untuk mencari Katya dan Adel, dengan mengikuti sinyal yang dipancarkan alat penyadap itu. "BRENGSEK! BAJINGAN! LELAKI BIADAB!" Ibram terus memaki sambil memukul dasbor di depannya. "Kali ini kau benar-benar akan kubunuh!" "Pak, orang-orang kita sudah berada dekat dengan Kean, mungkin mereka akan sampai duluan di tempat itu," lapor Toni setelah ia mendapatkan info dari wireless earphone di telinganya. "Serang dia jika Katya dan Adel berada dalam bahaya," perintah Ibram. Beberapa belas menit kemudian, Ibram dan Toni telah s
Ibram, David dan Toni duduk di depan meja bar, sementara Katya, Brissa dan Zizi berada di meja restoran di seberang mereka. "Halo, temanku ini baru saja menikah, tolong berikan minuman yang terbaik dan termahal di sini," ucap David pada bartender yang menghampiri mereka. "Tidak, Dave," tolak Ibram tegas. "Aku harus menyetir pulang nanti." David berdecak kesal. "Ibram, kamu benar-benar tidak menyenangkan! Bukankah Toni yang akan mengantarmu pulang nanti?" "Tidak. Toni akan mengantarmu, Brie dan Zizi. Aku hanya ingin menjaga Katya," tegasnya. David mendesah dan tertawa pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu benar-benar telah berubah, Ibram. Apa itu karena Katya?" Ibram tersenyum. "Aku sekarang seorang suami, Dave. Akulah yang bertanggung jawab atas keselamatan istriku," tukasnya. David mengangkat gelas berisi minuman keras untuk bersulang pada Ibram. "Untuk suami paling beruntung di dunia," ucap David, ada rasa bangga atas perubahan positif pada sahabatnya itu, nam
Katya terlihat sangat cantik dalam balutan gaun panjang putih dan sederhana. Gaun itu berlengan panjang dengan deretan kancing berlian di sepanjang siku hingga pergelangan tangan, menutup hingga batas bawah lehernya, dan terulur jauh menutupi kaki. Meskipun terkesan sopan dan menutup, namun karena jatuh mengikuti bentuk tubuh Katya, tetap saja terlihat sangat sangat seksi. Ibram bolak-balik menatap Katya sambil menggeleng-gelengkan kepala, tidak rela jika garis tubuh kekasihnya itu dinikmati oleh beberapa pasang mata pria brengsek dan dijadikan fantasi liar mereka. "Nggak ada gaun yang lebih sopan?" tanya Ibram sambil mengerutkan wajah tidak suka pada stylist yang bertugas mengatur kostum pengantin mereka. Wanita berambut bob berkacamata itu hanya bisa menggaruk-garuk kepala bingung. Katya telah bergonta-ganti baju lima kali, dan ini adalah pakaian tersopan yang mereka punya. "Maafkan saya, Pak Ibram... tapi kami tidak memiliki gaun yang lebih tertutup lagi. Masalahnya adalah
Ibram melepaskan ciumannya dan memeluk tubuh Katya, untuk memberikan kesempatan pada gadis itu agar bisa mengatur napasnya. "Katya, menikahlah denganku," ucap Ibram lembut. "Dulu aku pernah melamarmu dan kamu menolaknya karena merasa belum ada cinta di hatiku, bukan?" Ibram mengingat saat-saat dirinya dan Katya berada di rumah pantai miliknya. "Apa sekarang kamu masih juga belum yakin jika aku mencintaimu?" ada nada murung di suara Ibram. "Diriku yang sekarang dan diriku yang dulu sudah jatuh begitu dalam padamu, Katya." lelaki itu pun melepaskan pelukannya untuk menatap lekat Katya yang terdiam membisu. "Jadilah istriku, pendamping hidupku, dan pelindungmu seumur hidup," ucapnya dengan suara parau, sarat akan emosi yang membuncah di dalam dada. "Aku mencintaimu, Katya Lovina. Wanita tercantik di dunia yang beraroma vanilla." Dan Katya pun merasa dadanya meledak dalam kebahagiaan. Tentu saja ia sangat yakin sekarang kalau Ibram benar-benar mencintainya, bukan karena obs
Ibram terbaring di sebelah Katya, berusaha meredakan rasa sakit hebat yang menyerang kepala dan membuatnya kesulitan untuk bernafas. Ingatan-ingatan yang datang padanya bagai ribuan paku yang menghujam deras ke dalam otaknya, membuatnya gemetar menahan rasa sakit yang hampir tak tertahankan. Namun Ibram berusaha untuk menerima dan tidak menolak seluruh pesan dari pikirannya itu, meskipun acak dan berupa kilasan-kilasan cepat bagaikan kilat yang menyambar-nyambar dirinya. Jessi yang menyelingkuhi Gamal. Gamal yang meninggal akibat kanker nasofaring. Kuliahnya yang sempat kacau karena ia sangat berduka. Adel yang masih kecil namun sudah ditinggalkan ayahnya selamanya dan ibunya yang entah kemana. Mengasuh Adel. Mendirikan One Million. Mengakuisisi beberapa perusahaan. Menemukan Katya Lovina. Dan jatuh cinta padanya. Dengan napas yang masih memburu, ia pun menatap ke arah samping. Katya. Gadis itu berbaring di sisinya, dan membalas tatapannya dengan wajah bingung. "Pak Ibram
'APAA??? Dia mengira ada sesuatu antara aku dan Toni??' Katya menepis kasar tangan Ibram dari bahunya. "Pak Ibram, apa maksudmu bertanya seperti itu?" "Kau selingkuh dengan Toni, kan? Mengakulah! Toni memang jauh lebih muda dariku dan kau pasti merasa lebih cocok dengan lelaki yang tidak terlalu jauh perbedaan usianya denganmu!" ucap Ibram ketus. "Hah! Entah apa yang sudah kalian berdua lakukan di belakangku, menjijikkan sekali." "Apa anda sudah puas menghinaku? Sepertinya memang percuma, apa pun yang kukatakan, anda pasti tidak akan pernah percaya bukan? Aku akan selalu jelek di matamu," tukas Katya pelan. Ia sudah benar-benar lelah sekarang. "Anda sudah menuduhku hanya mengincar uangmu, dan kini menuduhku selingkuh dengan orang kepercayaanmu? Selanjutnya apa lagi? Apa lagi yang anda tuduhkan? Begitu sulitkah bagimu menerima bahwa aku benar-benar mencintaimu dengan tulus tanpa ada maksud apa pun?" tanya Katya dengan suara yang mulai parau karena menahan tangis. "Jika memang
Ibram terdiam, namun tubuhnya tetap saja memunggungi Katya. 'Hahh... gadis ini benar-benar keras kepala! Sepertinya dia hanya ingin menggangguku saja.''Meskipun... yah, tidak bisa disalahkan juga karena diriku yang dulu sangat bodoh karena telah memberikan harapan pada gadis ini.' Seketika ada setitik rasa kasihan terbit di dada Ibram saat mengingat ekspresi wajahnya pada acara pertunangan melalui Youtube tadi. Pantas saja gadis ini salah paham, karena Ibram memang bersikap seakan benar-benar mencintainya! 'Apa itu benar? Apa aku pernah mencintainya? AKU?? IBRAM MAHESA??' Perlahan Ibram pun membalikkan badannya menatap Katya. "Apa kau yakin dengan semua ucapanmu itu?" cetus Ibram. "Tidak akan ikut campur urusanku, tidak mengharapkan apa pun dariku, dan hanya merawatku hingga sembuh lalu pergi dari hadapanku?" Ibram mengulang ucapan Katya tadi. Katya mengangguk mantap. "Ya. Aku sangat yakin dengan semua ucapanku, Ibram." Hmm... menarik. "Baiklah. Kau boleh melakukannya. Tapi
Katya menangis dalam kesendirian di teras rumah sakit yang sepi. Ia ingin sekali menjerit kuat-kuat, memuntahkan segala kesedihan yang terus menimpanya bertubi-tubi. Setelah ayahnya, Sienna, dan sekarang Ibram pun juga telah meninggalkannya. Bukan meninggalkan secara harfiah karena tubuhnya masih berada di dunia fana ini, hanya saja ingatannya pada Katya yang telah pergi. Ibram mengalami amnesia retrograde karena cedera akibat benturan keras di kepalanya, dan ingatannya hanya sampai saat ia kuliah di Amerika bersama David... Ia tidak mengingat apa pun setelah itu. Bahkan saat ia diberitahu bahwa Gamal, kakaknya yang telah meninggal, Ibram pun sangat terkejut dan masih tidak percaya. Lalu ketika Katya mengatakan bahwa mereka telah bertunangan, Ibram hanya terdiam dan menatap gadis itu dengan tatapan kosong. Seketika itu juga Katya mengerti, bahwa lelaki itu telah hilang. Lelaki yang ia cintai dan mencintainya. Ibram yang Katya cintai telah pergi, tergantikan oleh Ibram lai
Katya berada di dalam ambulans yang membawa Ibram menuju rumah sakit. Sejak tadi air matanya tidak dapat berhenti mengalir, melihat tubuh kekasihnya yang diam tak bergerak serta darah segar yang terus mengalir dari kepalanya. Wajah dan tubuh Katya telah penuh bersimbah darah, namun ia sudah tidak peduli lagi. Ia hanya ingin Ibram selamat. Katya sangat takut kehilangan lelaki yang begitu dicintainya. Ia telah kehilangan ayahnya dan juga adiknya Sienna, dan ia tidak akan sanggup untuk bernafas lagi jika ia juga kehilangan Ibram. Tidak! Lebih baik ia ikut ke alam yang sama dengan mereka, karena di dunia ini sudah tidak akan ada cinta lagi untuknya. Katya segera menelepon Zizi, Toni, dan David dari ponsel Ibram. Namun hanya ponsel David yang sulit dihubungi. Lagipula, ini semua karena David! Karena pesan dari David yang membingungkan itu, membuat Katya terperangkap sebagai umpan untuk menjebak Ibram. Apakah ponsel David telah di hack? Ibram harus segera dioperasi, kare