Runia membuka sedikit pintu untuk memotret Ayu dengan Ardian yang berada di rumah sakit, ia memiliki rencana sendiri untuk menghancurkan Ayu, karena ia memiliki dendam pribadi kepada Ayu. "Lihat Ayu, aku sendiri yang akan menghancurkan kamu, dua manusia itu ternyata tidak berguna, tapi tidak apa, yang terpenting kamu harus merasa rasa sakit yang aku rasakan karena kamu merebut cinta Kak Dika dari aku!"Runia berhasil mengambil gambar Ayu dengan Ardian, ia juga sudah berhasik mendapatkan video Ayu yang terekam oleh cctv dari ponsel Siska. Dewangga terkejut saat melihat kehadiran Runia yang berada di rumah sakit."Untuk apa dia kesini?" tanya Dewangga. Runia berjalan cepat untuk keluar segera dari rumah sakit, sebelum seseorang mengenalnya, dan rencananya tidak akan berjalan dengan lancar. Dewangga kehilangan jejak Runia, namun seseorang menepuk pundaknya sehingga Dewangga menoleh ke arahnya."Siska!" panggil Dewangga. Siska memberikan isyarat kepada Dewa agar ia tidak menyebut nama
Ayu membuka kedua matanya, tubuhnya sangat lelah, kepalanya terasa pusing dan rasanya berat sekali untuk membawa tubuhnya turun dari ranjang dipan. Siska masuk ke ruangan Ayu, ia bergerak cepat mendekati Ayu saat Ayu ingin melepas alat infusnya. Ayu terkejut melihat Siska datang, kedua matanya berkedip melihat Siska datang menghampirinya. "Sudah baikkan Mommy?" tanya Siska dengan ramah, membuat Ayu merasa bingung. "Mommy? Apa aku Mommymu?" tanya Ayu heran. "Ah, iya, aku anak sambung Mommy, sini biar aku bantu!" pinta Siska. Ayu dibantu Siska untuk kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ayu melihat ke arah cermin dan memandang wajahnya. "Umurku berapa? Apa aku masih muda?" tanya Ayu lagi, membuat Siska bingung untuk menjawab pertanyaan Ayu. "Tanyanya nanti saja ya, sebentar lagi Daddy akan datang menemui Mommy!" sahut Siska. Ayu memejamkan matanya, ia mengeluh jika kepalanya pusing dengan isi perut yang memberontak karena lapar. Ardian masuk dengan membawa buah-buahan unt
Siska mendekati oma Mora yang sibuk membawa koper besar milik Ayu, semua barang-barang Ayu terlempar di depan teras dimana Ayu melihat itu yang sedang duduk di atas kursi roda. "Oma jangan Oma, itu semua milik Mommyku, Siska mohon Oma!" pinta Siska. "Kamu memanggilnya Mommy? Dia itu sepantaran kamu, seharusnya ia menjadi anak Ardian, bukan istri!"Ardian yang mendengar ada suara kegaduhan segera membawa Ayu untuk menyingkir dari Oma Mora sebelum semuanya semakin kacau balau. "Siska, bawa Ayu pergi, biar ini menjadi urusan Daddy!" Siska mengangguk, ia membawa Ayu pergi keluar rumah dan masuk kembali ke dalam mobil. Ayu merasa bingung, ia bertanya kepada Siska, siapa wanita tua yang ingin memgusirnya dari rumah Ardian. Siska mengatakan jika ia adalah ibu dari Ardian, yakni nenek Siska yang tinggal di rumah Ardian. "Apa sebenarnya pernikahanku tidak direstui oleh keluarga Daddy kamu?" tanya Ayu menyelidik. Siska tidak bisa menjawab pertanyaan Ayu, baginya menjaga Ayu adalah hal ya
Siska berjalan menuju kelasnya, seketika tangannya seperti ditarik oleh seseorang, hampir saja ia ingin memberontak, tetapi seseorang menutup mulutnya dengan paksa, sehingga ia merasa sesak untuk bernapas. "Dewaaaa!" teriak Siska yang merasa kesal dengan sikap Dewa. "Iya, sayang,""Lepasin! Aku mau masuk!""Nanti dulu dong, aku masih rindu nih, kemarin kita dirumah sakit ketemu sebentar, nah sekarang di sekolah aku harus punya waktu dekat-dekat sama calon bidadariku!"Siska benar-benar merasa gondok, kaki kanannya menginjak kaki kiri Dewa yang saat ini mengukungnya dengan kedua tangannya. "Aw, Siska, sakit tahu!""Hem, bagus, cari mangsa lain sana, lagipula kamu bukan tipeku!" ucap Siska yang pergi meninggalkan Dewa. Dewangga hanya tersenyum, bukan seorang Dewa jika ia tidak bisa mendapatkan perhatian dan cinta dari setiap wanita yang menyukainya.Siska masuk ke kelasnya, di dalam kelas terlihat banyak teman-temannya yang melirik tajam ke arahnya. Mata Siska membola saat melihat fo
Ardian memilih untuk tidak membangunkan Ayu, ia melangkahkan kakinya ke kamar mandi dan membersihkan diri dahulu sebelum mendekati Ayu. Ayu yang mendengar suara Ardian sedang mandi, dengan cepat ia menghapus semua panggilan keluar di ponselnya, karena ia takut jika Ardian mencurigai dirinya. "Maafkan aku, aku harus bisa bersandiwara sampai seseorang mengaku kesalahannya sendiri!" ucapnya yang merebahkan tubuhnya kembali. Setelah selesai, Ardian mendekati Ayu dan membangunkan Ayu. "Sayang bangun, jangan tidur terus dong!" panggil Ardian lembut. Ayu terbangun, perlahan ia mengangkat tubuhnya dan menyandarkannya ke bantal sebagai penopang tubuhnya."Sudah pulang Mas, eh Om?" tanya Ayu dengan gugup. "Sudah, bagaimana kabar kamu hari ini? Sudah membaik? Apa masih terasa mual?" tanya Ardian."Aku masih mual, sampai kapan ya mualnya hilang?""Hem, biasanya usia kandungan lima atau enam bulan Sayang, jangan cemberut begitu dong!" timpal Satria yang masih merasa sedikit curiga dengan istr
Siska mencari Dewangga yang memintanya datang ke sebuah cafe ysng yang masih ramai dikunjungi oleh pengunjung di malam hari. Dewangga melambaikan tangannya, dan tersenyum melihat Siska yang datang menemuinya. "Datang juga si Ayang," ucapnya menyengir. "Kamu mau kasih tahu apa tentang tadi di telepon?""Hem, sabar dong Ayang, duduk dulu disini, mau pesan apa?""Dewa, ini itu sudah malam banget, cepat katakan rencana apa yang ingin kamu katakan?""Sebelumnya aku minta maaf ya, kalau ikut campur urusan pribadi keluarga kamu, tapi sebagai pria yang memiliki hati nurani, jujur aku enggak tega sama Ayu yang terus-terus jadi bulan-bulanan Runia.""Kamu tahu dari mana? Kalau Runia yang ...""Begini Siska, sebelum kamu menjadi teman Runia, aku sudah mengenal Runia dengan Ayu, mereka teman-temanku saat SMP, dan selama dua tahun Ayu harus mengikuti sekolah pergantian pelajar di Amerika, yang seharusnya Runia lah yang harus pergi, kenapa Ayu? Karena saat itu kedua orang tua Runia meninggal duni
Ayu merasakan pilu di hatinya melihat kondisi Dika yang kedua tangan, kedua kaki, dan wajahnya terbalut perban, dadanya terasa sesak mengingat ia tidak bisa menghentikan kepergian Dika saat Dika bertemu dengannya dan pamit untuk pergi menuju luar negeri.Hati Ayu bergetar, saat menyentuh tangan Dika, ia tidak bisa menahan tangisnya, ia sendiri termasuk manusia yang bersalah atas kondisi Dika saat ini. "Maafkan aku Kak, andai saja waktu itu, aku mencegah kakak untuk pergi!" ucapnya terisak. Tangisan Ayu membuat kekesalan ada pada hati Runia, adik angkat Dika, Runia benar-benar muak, selama ini ia sudah melakukan berbagai cara untuk menyingkirkan Ayu, agar Dika tidak bisa mengharapkan kehadiran Ayu juga cinta Ayu. 'Semua ini karena kamu Ayu, orang yang aku sayangi harus menderita, dan itu akibat ulahmu!'Runia mencoba melangkahkan kakinya untuk menyergap Ayu yang terlihat sedih keadaan Dika, sayangnya suara kedua orang tua angkatnya datang bersama dokter yang menangani Dika.Ayu terk
Ayu merebahkan tubuhnya, rasa sakit di kepalanya perlahan menghilang, ada rasa bersalah yang singgap dihatinya, ia membohongi Ardian, sementara ia sudah berjanji pada dirinya akan selalu membuka hatinya, namun saat ininia kembali bimbang, melihat Dika, cinta pertamanya berada dalam kondisi antara hidup dan mati. Ayu mendengar suara langkah seseorang yang ia kenal, Ardian masuk dengan menghela napasnya. Kekhawatirannya memang berlebihan, namun Ardian merasa takut untuk melihat Ayu kembali berjuang menghadapi masalah yang ia hadapi. Ayu memalingkan wajahnya, ia tidak sanggup melihat tatapan bola mata Ardian yang seperti memiliki makna tentang sikapnya. "Ayu, bisakah kamu melihat aku? Tatap aku Ayu!" pintanya saat berlutut dihadapan Ayu. Ayu memberanikan diri, ia benar-benar merasa sudah menghianati cinta Ardian, jika ia kembali menaruh hati kepada Dika. "Ayu, kamu itu siapa aku?"Pertanyaan Ardian, seketika membuat Ayu merasa heran, kenapa ia bertanya hal yang sudah ia tahu jawaban
Satya tersenyum saat Sekar sudah kembali sadar. Wanita itu menjadi bingung melihat keberadaanya di rumah sakit. "Aku di mana?" Selang darahnya masih terpasang pada lengannya. "Kau, mengapa kau malah menolongku! Asal kamu tahu, aku ingin mati! Aku tidak ingin hidup, tidak ada yang mengharapkanku! Kenapa lagi-lagi kau membantuku!"Wanita itu meronta-ronta kepada Satya, berusaha mencabut selang transfusinya. "Sadar Sekar! Apa bagusnya kamu menginginkan kematian? Nyatanya Tuhan memberimu kesempatan, semua manusia di takdirkan mati Sekar!""Tapi kenapa Tuhan tidak mengabulkan doaku, jika semua manusia di takdirkan mati!""Belum waktumu! Tuhan menyayangimu, dia ingin kamu bertaubat!""Untuk apa? Semua yang menyayangiku sudah pergi dan melupakan aku!""Kita tidak pernah tahu rencana Tuhan, hari ini kamu harus bisa membuktikan akan ada kebahagiaan untukmu!"Sekar terdiam, Satya menghapus air matanya perlahan. "Kenapa? Kenapa kau mau menolongku?""Karena aku peduli kepadamu!"Satya terseny
Langkah Sekar berhenti di kediaman Ardian, ia hanya bisa melihat betapa mewahnya rumah Ardian. Sungguh banyak sekali dosa yang telah ia lakukan pada pria itu. Dosa besar, menghianati cinta dan pernikahannya, juga mengandung anak perempuan yang nyatanya bukan anak biologis Ardian. Dadanya terasa sesak, ia melepas rompi yang di pakainya, jika dilihat semua yang pernah hadir dalam hidupnya kini perlahan meninggalkannya. Wanita ini menangis tersedu, ia mengingat semua memori cinta dan kasih sayang Ardian. Sikap acuh tak acuhnya kepada Siska, dan bodohnya lagi, ia tertipu akan investasi bodong yang sudah mengkuras seluruh aset miliknya. Hanya mobil ini satu-satunya harta Sekar untuk menghidupi kebutuhannya sehari-hari sebagai supir ojek online. "Ya Tuhan, aku kehilangan semua yang menyayangiku, aku terlalu tergiur harta dan kehidupan mewah yang tidak ada artinya, harus dengan siapa lagi aku mengadu! Aku sudah tidak bisa mengharapkan Ardian, apalagi Siska dia sudah bahagia dengan keluarga
Ardian berjalan tergesa-gesa mencari ruangan di mana Ayu di rawat. Siska melihat Roman tengah duduk menatap lurus dinding putih yang ada dihadapannya. Senyum Siska merekah setelah melihat pria itu. "Bagaimana keadaan istriku?" "Dokter belum keluar, tolong tunggu sebentar Bang!" Roman melirik ke arah Siska, yang terlihat terdiam. Ardian menjadi resah, kenapa begitu lama sekali Dokter memeriksa istrinya. "Kau sudah kembali? Bagaimana kabarmu? Roman memberanikan diri untuk bertanya kepada Siska, hatinya sungguh tidak karuan sedari tadi, ragu untuk mulai berbicara dengan Siska. "Aku baik Paman, Oh ya, aku ada sesuatu untuk Paman!" Roman mengerutkan keningnya, melihat Siska tengah sibuk mencari sesuatu yang berada di dalam tasnya. "Ini Paman, oleh-oleh dariku!" "Sarung?" "Ya, itu sarung batik dari Pekalongan, aku pas melihat itu teringat Paman, jadi aku beli saja!" Roman menjadi salah tingkah saat Siska mengatakan mengingat dirinya. Dan di saat yang bersamaan Ardia
"Jadi, bisa kau ceraikan Ayu? Aku ingin kita kembali" pinta Sekar. Ardian menggeleng, ia menatap Sekar dan membuang pandangannya. Ingatan masa-masa saat Sekar menghianatinya terulang kembali di memori ingatannya. Ardian sudah melupakan itu semua, dan berharap jika Sekar dapat mengerti perasaannya. "Tidak Sekar, aku bukanlah pria yang jahat, dulu sekali aku mengharapkan kamu kembali. Nyatanya tidak! Sekarang yang harus kau perjuangankan adalah Siska! Putrimu harus tahu jika ayah kandungnya berada di negara ini!""Aku tidak mau kembali pada laki-laki itu! Dia penghianat, aku tidak bisa!" jawab Sekar. "Pilihan ada dirimu Sekar! Setidaknya saat Siska menikah nanti, aku tidak berkewajiban untuk menjadi wali nikahnya!"Sekar kembali terdiam, yang dikatakan Ardian ada benarnya. Seharusnya ia berjuang untuk mendapatkan hak Siska sebagai seorang anak perempuan dari Aldi. "Hilangkan rasa nafsumu itu! Siska membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya!"Tidak ada jawaban dari bibir Sekar, seb
Sekar, wanita itu tampak geram, dari awal ia sudah membenci Ayu, dan tidak menyukai pernikahan Ardian bersama Ayu, ia menyesal tidak melanjutkan rencananya untuk mengambil Ardian dari Ayu, kesibukannya sebagai seorang pengusaha membuatnya buta harta dan tidak peduli lagi kepada Siska, putri kandungnya. Saat ini nasibnya berubah drastis, ia sudah tidak dikelilingi oleh kemewahan yang ia miliki, ia pun sudah menjadi seorang sopir taksi online yang harus menafkahi diri sendiri. Ingin sekali ia bertemu dengan Siska, putri yang sangat ia rindukan selama menjadi Sekar yang memulai hidup sederhana. Hati dan pikirannya kini tengah beradu, ia ingin memulainya kembali bersama Ardian, pria yang pernah mencintainya dengan tulus dan ikhlas. Setelah sekian lama ia mencari sosok Aldi, pria yang menghianatinya dan meninggalkannya saat ia tengah mengandung Siska. Sekar sudah tidak mau mencari sosok pria tersebut, baginya saat ini Ardian adalah pria terbaik yang pernah hadir di dalam hidupnya, kenang
Pagi ini Ayu merasakan tubuhnya begitu lelah, setiap pagi ia merasa malas untuk melakukan apapun. Ardian tengah bersiap untuk pergi ke kantor, ia pun melangkahkan kakinya menuju ranjang mereka, dan mendekati Ayu yang masih meringkuk dan tubuhnya tertutupi oleh selimut. "Sayang, kamu sakit?" tanya Ardian. "Hem, aku merasa mual, aku sedang malas, huekk ...!" jawab Ayu. Ardian terjengkit, suhu tubuh Ayu begitu hangat, wajahnya sedikit pucat. "Kita periksa saja ya!" ajak Ardian. "Tidak perlu, aku istirahat saja Mas, kamu kan harus bekerja!" jawab Ayu. Ardian tidak bisa memaksa istrinya itu, hari ini ia begitu sibuk sekali dengan urusan pekerjaannya di kantor. "Baiklah, tetapi jika kamu benar-benar ingin periksa, hubungi aku!" tukas Ardian. "Iya Sayang," jawab AyuArdian bergegas untuk pergi, ada rasa khawatir di benaknya karena harus meninggalkan Ayu. Siska saat ini sedang menjalani KKN di luar kota, sementara Arkana sedang berada di rumah neneknya. Ardian berlari menuruni anak
Roman hanya bisa pasrah, namun hidupnya harus terus berjalan sesuai keinginannya, usianya sudah begitu matang untuk memiliki sebuah keluarga. Namun, cintanya kepada Nafa tidak akan pernah pudar sampai detik ini, wajah cantik Nafa terus terbayang di ingatannya, dan sekilas wajah Nafa terlihat sama dengan Ayu di bagian mata, dan senyumnya yang begitu khas. "Ayu, wanita itu yang kemarin mencoba menolongku!" ucapnya. Roman tengah berdiri di balkon ruang tengah, ia tersenyum melihat pemandangan di sekitar teras rumah. "Keluarga yang sempurna!" celetuknya, yang ikut bahagia melihat kebahagiaan sang kakak. Ardian, Arkana dan Ayu tengah asik bermain di taman, mereka begitu ceria dan gembira, sangat serasi ketika Ardian memeluk Ayu dari belakang dan memberikan sebuket bunga mawar merah kesukaan Ayu. "Aku ikut bahagia, jika kau bahagia Bang!" ucap Roman. Roman berjalan menuju dapur, tadi pagi Ayu sudah mengajaknya untuk makan bersama, namun Roman belum merasakan lapar. Beranjak siang, Rom
Ardian dan keluarga kecilnya sudah sampai di rumah mereka, Roman begitu gembira, ia pun masuk lebih dulu dan terpesona melihat seisi rumah mewah sang kakak. "Maaf Roman, kau baru ku ajak ke rumahku!" ucap Ardian, walaupun Roman tidak menanggapi ungkapannya. Ayu mengusap pundak Ardian, ia sendiri merasa iba melihat sang suami yang harus bersabar merawat adik satu-satunya. "Daddy, Mommy, aku bawa Arkana ke kamar ya!" tutur Siska, yang terlihat sudah rindu dengan suasana rumahnya. "Baiklah, hati-hati menggendong Arkana!" timpal Ardian. Ayu pergi menuju dapur, ia mencoba membuat minuman untuk Ardian dan Roman. Ardian terlihat lelah, ia menyandarkan pundaknya di sofa. Sementara Roman sudah berlari ke kolam renang. "Hati-hati Roman, di sana licin!" teriak Ardian. Roman hanya mengangguk, ia merasa senang melihat kolam renang yang luas, tidak lama ia merendamkan kedua kakinya dan bermain air di kolam renang. Ardian melihat ke arah Ayu, ia tersenyum dan berjalan mendekati pujaan hatiny
Roman frustasi, wajah Ardian saat ini sungguh menakutkan, di dalam bayangannya Ardian adalah sosok monster yang menyeramkan, namun itu semua berada di dalam benak pikiran Roman yang sudah kacau. Ardian menghela napasnya, sungguh ia tidak bisa membayangkan jika ibu dan bapak begitu lelah menghadapi adiknya yang tiba-tiba memiliki kelainan. "Tenanglah Roman, aku tidak akan menyakitimu, ikuti aku ya, astagfirullah ..., astagfirullah."Roman menggeleng, ia beringsut menaiki kasur lantai dan memeluk dua kakinya dalam posisi duduk. Lagi, Ardian mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Ia pun membuka lemari yang tidak terlalu besar, namun warna catnya sudah terlihat pudar. "Pakai bajumu, aku berjanji akan membawamu pergi dari rumah ini!" ucap Ardian, membuat Roman menatap kedua matanya lekat-lekat. "Benarkah?" tanya Roman. Ardian mengangguk, memberikan kepastian pada Roman, seperti anak kecil, wajah Roman kembali ceria, ia memakai baju dan celananya lalu menghadap cermin sambil bersiul.