Guys, saya minta tolong sebelum membaca sambungan ceritanya agar kalian mau berkenan untuk mengikuti cerita saya yang berjudul menggiling kaca yang baru saja saya luncurkan. Saya akan membuat cerita yang lebih menarik dan yang pasti membela kaum perempuan.hihihi* POV FaisalAkan kuceritakan semuanya dari awal tapi jangan sebut ini pembenaran karena sebenarnya... Ya baiklah, aku akan mengaku aku akan mengakui kesalahanku.Aku mengenal Rima sejak duduk di bangku SMA dan kami dekat, dia yang merupakan bintang sekolah sekaligus siswi teladan membuat hatiku tergadaikan saat pertama kali bertemu dan berkenalan dengannya. Singkat cerita kami menjalani hubungan selama 3 tahun lalu terpisah karena jarak di mana Rima akhirnya diboyong oleh keluarganya karena papanya pindah tugas.Berlalu hingga aku pun bekerja dan punya tabungan. Keluargaku mulai mendesak dan aku harus menikah, namun mereka memberi ultimatum selama 1 tahun, kalau aku belum kunjung juga mendapatkan wanita yang kuidamkan, maka
Pernikahanku dengan rima lestari berlangsung dengan sederhana di rumah orang tuanya. Butuh perjuangan yang begitu besar bagi kami agar bisa meyakinkan orang tua Rima bahwa kami akan baik-baik saja dengan pernikahan poligami. Ketika Akad diucapkan ibunda dari Istriku itu menangis karena begitu khawatirnya dia kalau Putri yang sangat dia sayangi menjadi istri kedua.Aku dengan segala kesusahan di dalam hatiku dan ketakutan pada mutiara, tetap saja melangsungkan akad itu karena merasa yakin bahwa suatu hari mutiara akan menerima keputusanku dan mengerti bahwa lebih baik aku menikah daripada aku berselingkuh dan menghianatinya.Kuputuskan untuk membuat kesepakatan bahwa Rima tidak akan mengganggu jadwal dan waktuku untuk keluarga utama. Tadinya wanita itu menangis karena semua pengaturan yang ada hanya penting untuk maslahat mutiara sementara dia selalu dianak tirikan. Aku berusaha untuk memberinya pengertian dan mengingatkan bahwa inilah keinginan dia sejak awal. Dia sendiri yang bilang
Aku sangat bahagia menyambut Putraku yang begitu tampan, hidungnya mancung dan matanya besar juga rambutnya ikal perpaduan antara antara wajahku dan ibunya. Aku bangga menimangnya sebagai putra kedua, aku bahagia dan sangat terharu sekali karena anak dari cinta pertamaku akhirnya lahir ke dunia.Saat itu kebahagiaan kami lengkap, karena anggota keluarga Rima datang dan mengunjungi putra kami yang baru lahir. Mereka membawakan balon dan kue coklat, juga memberi banyak hadiah di mana kami mengadakan selebrasi dengan penuh sukacita atas kehadiran Reno Pramudya. Meski bahagia tetap saja ada sedikit miris di hatiku karena di seberang sana Mutia pasti sedang menangis lantaran pesta ulang tahun pernikahan kami tidak ada akunya.Sepulangnya dari rumah sakit kutitipkan rima pada asisten rumah tangga dan meminta dua orang perawat yang kubayar secara khusus untuk membantu Rima untuk menjaga putra dan istriku dengan baik. Aku meluncur pulang ke rumah dengan hati was-was dan lebaran jantung yang
Moms tolong bantu saya untuk subscribe cerita yang lain Happy reading ya ♥️♥️♥️Makan malam.Aku dan ketiga anakku serta mas Rusdi pergi makan malam ke sebuah hotel yang sudah kami booking tempatnya dari seminggu sebelumnya. Rencananya hari itu kami akan merayakan kelulusan Rena yang baru saja menjadi Bidan. Jadi kami ingin berbagi kebahagiaan dengan menikmati makanan enak.Ternyata di malam itu, di hotel yang sama, ada pesta pernikahan yang berlangsung di ballroom mereka sehingga hari itu pengunjung hotel agak banyak dan ramai. Terlihat tamu undangan adalah orang-orang kaya dan pejabat penting sehingga aku mulai berasumsi kalau yang menikah hari ini juga orang yang tak kalah penting."Kudengar pernikahan hari ini adalah pernikahan anak pemilik tambang di Kalimantan. Pantas ya,tamu hotelnya banyak sekali," bisik Mas Rusdi kepadaku ketika kami yang duduk dari balik kaca melihat beberapa tamu undangan yang lewat dan saling bergandengan.Tamu-tamu yang datang menggunakan kebaya dan song
Sepulangnya dari makan malam istimewa itu Mas Rusdi membelikan bunga dan hadiah boneka beruang untuk Felicia dan Rena. Ia tak anti-hentinya memuji dan memberikan kasih sayang kepada kedua putriku agar kehampaan di hati mereka karena kepergian ayahnya bisa terisi dengan kasih sayang yang baru.Ia benar-benar tulus dan tidak memperhitungkan pemberiannya. Dia juga tidak pernah membeda-bedakan antara anak kandung dan anak tiri. Begitupun dengan diriku yang juga memperlakukan anak tiri dengan istimewa. Aku sering menelpon mereka untuk memastikan keadaan mereka dan juga mengirimkan makanan-makanan lezat yang bisa mereka simpan di kosan mereka. Aku juga kadang memesankan hadiah, perhiasan dan pakaian yang bagus untuk Nindy agar hubunganku dan anak tiriku bisa terjalin dengan baik.*Setelah duduk sejenak di ruang keluarga dan anak-anak memutuskan untuk pergi ke kamar, mereka tiba-tiba Mas Rusdi memanggil Rena, Feli dan Heri untuk tetap duduk dan bicara dengannya."Kemarilah anak-anak. Abi i
Suamiku hanya menggeleng saat dia mendengarkan betapa ketusnya putri bungsu kami kepada kakak tirinya. Tak banyak yang bisa kami katakan kepada Reno karena kami harus menyusul ke ruang administrasi untuk melakukan pembayaran.Aku dan suamiku menaiki tangga meninggalkan pemuda yang masih berdiri dan menatap kami, mungkin dengan berjuta rasa dalam hatinya."Setelah bertemu dengan kakakmu Apa kau yakin akan tetap berkuliah di sini tanya Mas Rusdi kepada Felicia yang akan bersiap memasuki ruang ujian.""Aku beda angkatan dengannya Bi. Aku tetap ingin kuliah, lagi pula dia bukan dosennya.""Baiklah Abi pendukungmu tapi ya bisa tapi ingin kau memikirkan kenyamanan dan privasimu.""Tidak tenang saja, aku tidak memperdulikannya, kehadirannya sama sekali tidak menggangguku."Kami berbicara dengan anak kami dia masuk ke ruang kelasnya sementara kami langsung menuju ruang administrasi. Usai membayar uang masuk dan lain sebagainya, aku dan Mas Rusdi memutuskan untuk langsung pulang, sementara kam
Setelah sampai di rumah aku langsung menyiapkan makanan untuk anak-anak lalu memanggil timku yang bekerja di butik depan untuk bergabung dan makan juga. Usai makan, aku briefing tim untuk persiapan live lalu dilanjutkan dengan mengganti pakaian dan mulai berjualan secara live di sosmed.Saat aku sedang sibuk-sibuknya membalas komentar dan mempromosikan barang tiba-tiba beberapa pengunjung datang ke toko kami dan terlihat merangsek masuk begitu saja dari pintu kaca tanpa mengucapkan salam atau bersikap ramah. Tidak berhenti sampai di situ saja mereka juga membenturkan pintu kaca dengan keras hingga membuat kami yang sedang live teralihkan."Permisi, ada yang bisa dibantu?" tanya seorang stafku yang bernama Rini."Mana bosmu?!" Aku mendengar jelas suara wanita yang familiar di telingaku, tidak lain dan tidak bukan dirinya adalah istrinya Mas Faisal, wanita itu berdiri sambil berkacak pinggang dan mengedarkan pandangannya dengan kesal, saat berpapasan denganku wanita itu mendelik dan me
Merasa tidak enak dengan perkataanku salah seorang dari temannya Rima meminta kepada dua orang teman yang lain untuk mengajak Rima pergi, sementara dia masih ingin bicara padaku."Aku minta maaf sekali atas apa yang terjadi Mbak Mutia. Kami pikir bahwa kau lah yang menggoda suaminya."Aku hanya tergelak mendengar perkataan wanita itu, sambil menggelengkan kepala dan memijat kepalaku, aku kemudian berkata kepadanya."Untuk apa aku mengejar lelaki yang sudah kuceraikan. Apa untungnya bagiku masih berusaha untuk bersama dengan lelaki bangkrut? Tidak ada yang tersisa dari dirinya selain pekerjaan yang mati-matian ia pertahankan sekarang. Aku bersyukur dia mencampakkanku, karena dengan demikian Tuhan memberiku jodoh dan kehidupan yang lebih baik seperti yang kau lihat sekarang," jawabku dengan tenang. Aku tidak berusaha untuk membalas dengan kasar sekalipun teman rima yang ada di hadapanku ini bersikap kasar sebelumnya."Saya jadi malu sekali dan tidak enak....""Bukan cuma itu... Dengan c
Hari ini adalah hari Minggu dan minggu ini terasa terasa damai karena udara berhembus sejuk dan matahari bersinar dengan cerah. Daun-daun tumbuhan yang ada di sekitar rumah nampak hijau dan bunganya bermekaran, aku merasa senang menatapnya, perasaanku juga lebih cerah karena kelima anak kami berkumpul di rumah. Pukul 07.00 pagi kusiapkan sarapan lalu kami berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama dan membicarakan impian-impian kami di masa depan. Anak-anak juga mengutarakan harapan mereka tentang karir dan kehidupan pribadinya, termasuk Nanda dan Nindy yang sebentar lagi akan menyandang gelar sarjana kedokteran.Kami juga membicarakan strategi bisnis dan bagaimana Mas Rusdi bertahan dengan kencangnya krisis dan persaingan antar perusahaan. Seperti biasa suamiku selalu memberikan arahan dan contoh-contoh kebijakan kepada kelima anak kami agar mereka punya bekal di masa depan dan belajar dari pengalaman itu.Tring....Saat kami asik sarapan, tiba-tiba ponselku berdering dari atas
Ya, waktu bergulir digantikan dengan hari dan musim-musim yang baik. Hubunganku dengan orang-orang sekitar juga jadi lebih baik, pun hubunganku dengan keluarga suamiku, serta dengan keluarga ayahnya anak anak. Mantan mertua yang dulu pernah sangat membela rima dan menyudutkanku, kini berbalik arah menjadi seperti semula baik dan penuh perhatian.Di akhir pekan kami sudah canangkan untuk berkumpul dengan keluarga sebagai bentuk quality time kami. Kadang pergi ke keluarganya Mas Rusdi kadang juga pergi ke keluargaku atau mungkin kami semua akan pergi piknik ke suatu tempat. Senang rasanya mengumpulkan kerabat dan keluarga besar di satu tempat lalu kami makan nasi liwet atau menikmati Barbeque sambil bercanda tawa dan melepas kerinduan.Tidak ada lagi permusuhan dan pertengkaran, terlebih sekarang anak-anak mendewasa dan mulai sibuk dengan kegiatannya menghasilkan uang, Rina juga semakin giat bekerja karena dia yang paling punya rencana untuk segera menikah.*Suatu hari aku dan Mas
Tidak lama kemudian setelah aku mengatakan itu mas Faisal keluar dari ruang sidang dengan didorong oleh Reno. Polisi memberi kesempatan kepada Rima untuk berpamitan kepada suami dan anaknya. Saat baru saja selesai berdebat denganku wanita itu kemudian beralih kepada suaminya sambil memicingkan mata dengan kesal."Hah, suamiku ...." Wanita itu tertawa sih ini sambil memandang Mas Faisal sementara suaminya menjadi heran dengan tingkah istrinya."Rima, maaf karena tidak ada yang bisa kulakukan untuk mendukungmu.""Tentu aja tidak," ucap wanita itu sambil bertepuk tangan ke wajah suaminya. "Kau sedang berada di kubu mutiara, suami dan anakku sudah berpaling dariku dan lebih memilih mantan istrinya. Aku bisa apa?!" Ucapnya Sambil tertawa dan memukul dadanya sendiri. Reno merasa tidak enak pada kami segera mendekat dan mencoba merangkul ibunya."Mama, tenangkanlah diri mama, kami akan cari pengacara agar mama bisa mendapatkan sedikit keringanan hukuman dan tetaplah bersikap baik selama be
Aku masih terdiam memikirkan percakapan kami beberapa saat yang lalu di rumah Mas Faisal. Sementara suamiku di sisiku mengemudi dengan tenang sambil mengikuti beberapa senandung lagu yang diputar di radio."Aku minta maaf ya Mas, aku sempat berpikiran negatif tentang dirimu._"Suamiku hanya menarik nafasnya lalu tersenyum dan menggeleng pelan,"Siapapun bisa berprasangka jika tidak diberi keterangan dengan lengkap. Kalau hanya mendengar berita sepotong-sepotong saja kadang seseorang akan menjadi salah paham. Karena aku menyadarinya, maka aku meluruskannya.""Kenapa kau tidak merasa tersinggung sama sekali atau kecewa padaku yang sudah berprasangka?""Kenapa aku harus bersikap sensitif kepada istriku? Wanita adalah tulang rusuk, kalau dia dipaksa lurus, atau dengan kata lain dia dipaksa untuk selalu pengertian dan memahamiku, maka itu adalah keputusan yang salah.""Aku terkejut karena kau sangat pengertian Mas.""Aku selalu pengertian dari dulu," jawabnya sambil membelokkan kemudi mob
"Agak lama rupanya kalian membuat kopi ya," ucap Mas Rusdi sambil menatap diriku dan Reno yang canggung karena dicurigai olehnya."Kami berbincang sebentar, berbasa-basi sambil saling menanyakan kabar karena aku dan reno sudah sama tidak saling menyapa secara pribadi."Lelaki yang telah menjadi suamiku selama 2 tahun lebih itu menatap aku dan mantan suamiku secara bergantian lalu anak tiriku."Aku menangkap kecurigaanmu terhadapku dan aku tahu pasti Reno sudah memberitahu semuanya," ujar Mas Rusdi."Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Mas, ayo minum kopinya," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di depannya."Melalui kesempatan ini aku ingin bicara dari hati ke hati dengan kalian, terutama dengan Faisal.""Ada apa?" tanya Mas Faisal dengan wajah sedikit kaget dan bingung."Aku minta maaf karena apa yang kulakukan sudah sejauh ini cukup menyakiti perasaanmu tapi aku tidak punya pilihan lain untuk mengungkapkan kebenaran sehingga aku harus membawa istrimu ke rumahku. Percayalah,
Melihat sikap suamiku yang seolah berbeda dari kenyataannya, Aku jadi penasaran sudah sejauh apa yang dia lakukan untuk melindungi kami. Aku memang mencintainya dan percaya padanya aku yakin atas semua keputusan dan tindakannya tapi aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dan sampai berlumuran dosa.Dosa kemarin saja belum dicuci dan ditebus apalagi sekarang ditambahkan dengan dosa-dosa yang baru. Sungguh aku tak sanggup. Kini kami menyambangi Mas Faisal yang terlihat terbaring di sebuah kasur yang sudah disediakan di ruang tv. Dari dulu kebiasaannya Ia memang suka berada di ruang tengah kalau sedang sakit, agar dia bisa melihat aktivitas anggota keluarga dan tetap bersama dengan orang orang yang dia cintai sepanjang waktu. Tapi itu dulu, saat bersamaku. Kami basa basi sejenak, hingga akhirnya Mas Faisal meminta Reno untuk membuatkan minuman ke dapur."Reno, minta asisten untuk membuatkan kita minuman.""Si mbak lagi libur Pa, aku aja yang buatkan," jawabnya."Biar umi bantu," ujar
Minggu-minggu ini aku dan keluargaku sangat sibuk, setelah berkutat dengan kasus tentang Rima, anak-anakku disibukkan dengan bergantian menjenguk dan menjaga ayah mereka. Seminggu aku tidak keluar rumah karena sibuk mengurusi suami dan anak-anakku. Aku juga melakukan healing dengan membereskan perabotan dan menata koleksi piring keramik yang kusukai. Juga aku juga pergi menghabiskan waktu dengan mas Rusdi untuk menenangkan pikiranku dari beberapa konflik yang terjadi di minggu-minggu kemarin.Banyak hal yang sudah kami bicarakan, terkait rencana di masa depan, bagaimana kelancaran usaha serta pendidikan anak-anak. Aku dan suamiku berkomitmen untuk tetap bekerja keras demi keluarga kami. Meski suamiku sudah dibilang pensiun dengan semua usaha dan kekayaannya serta sudah punya banyak investasi tapi tidak menjadikan hal itu sebagai alasan untuk berleha-leha saja. Kami berkomitmen untuk tetap giat sambil menghabiskan masa-masa bersama dengan bahagia.Kami juga menyempatkan waktu untuk
Hatiku memanas mendengar ungkapan dan kejujurannya, ternyata selama ini dia dan Mas Faisal mempermainkan perasaan dan akalku. Mereka memanfaatkan ketulusan hatiku untuk bersenang-senang dan menertawai kepolosanku yang selalu percaya pada suami, aku seperti mainan yang ditonton dari jauh dan ditertawakan. Aku seperti lelucon yang layak dijadikan komedi dan seperti hiburan gratis bagi mereka berdua. Miris dan menyakitkan sekali. Wanita itu masih tertawa di hadapanku sementara aku tetap tenang memperhatikan ia berbahagia dengan semua ilusi di dalam hatinya, kubiarkan ia mengenang masa lalu karena mungkin dengan begitu ia bisa meredakan penderitaan di hatinya atas kenyataan yang ada. Sekalipun dia bahagia telah menipuku tapi kenyataan yang ada di depan matanya tidak bisa dihindarkan, penjara dan hukuman sudah menunggu, tidak ada yang bisa menyelamatkan dia karena bukti sudah kuat dan saksi juga telah memberikan keterangannya.Dia masih tergelak, tergelak, menertawai kebodohanku yang sela
Banyak yang terjadi setelah aku pulang dari rumah sakit, aku dan ketiga putra putriku sempat duduk di ruang keluarga untuk membahas masalah ayah mereka yang sakit, dan tentang apa yang akan terjadi di masa depan, antara mereka, Reno dan ayah mereka."Kami tidak masalah memperbaiki hubungan dan menerima mereka baik baik, tapi kalau si Reno banyak tingkah tentu saja aku tidak akan tahan," ujar Rena."Dengan apa yang terjadi kurasa anak itu sudah banyak belajar Kak," ujar Felicia sambil menatap kedua kakaknya."Aku harap begitu, dalam konflik yang terjadi di keluarga kita ini ... tidak ada seorangpun yang menang, ibaratnya, menang jadi arang dan kalah jadi abu.""Hmm, benar, tapi Umi tidak pernah merasa berkompetisi dengan tante Rima. Tante rimalah yang menganggap Umi sebagai saingan dan selalu berusaha mengalahkannya, ujungnya dia pusing sendiri lalu putus asa dan mengambil jalan pintas yang tidak ia pikirkan konsekuensinya. Sekarang, setelah semuanya hancur barulah timbul penyesalan d