Saat kedua putra dan putriku menangis Felicia tiba-tiba datang dari rumah sakit dan melihat kakaknya di ambang pintu. Putri bungsuku itu melihat mereka dengan iba dan menatapku secara bergantian lalu hanya menarik nafasnya dengan dalam."Ayolah... Kenapa kalian menangis? jangan ciptakan mendung lagi dalam rumah ini, kita sudah terlalu banyak menghadapi cobaan dan sudah waktunya untuk menghapus air mata lalu bangkit menghadapi hari esok," ucap Felicia."Feli ...." Heri tidak mampu meneruskan kalimatnya ia tercekat melihat adik bungsunya, sementara felicia yang tidak sanggup menahan rasa ibanya lalu menghambur dan memeluk kakaknya."Kak, ya Allah, Kak. Kakak harus tegar.""Bagaimana aku akan tegar menghadapi semua ini sementara aku adalah satu-satunya laki-laki yang nantinya diharapkan akan melindungi kalian," ujar Heri."Kami bisa menjaga diri sendiri dan bahkan kami pun bisa menjaga Umi dan kakak." Feli menjawab sambil berusaha tersenyum meski air mata membasahi pipinya."Kakak masih
"Apa, Rima mengakui perbuatannya sudah meracuni Heri?? kalian tahu dari mana? Tolong jangan berbohong atau membuat fitnah," ucap Rika pada kedua keponakannya."Kebetulan kami punya rekaman pengakuannya Apa kalian mau mendengarnya!"tanpa menunggu lama lagi Felicia langsung mengeluarkan ponselnya dan menyalakan rekaman saat terima dan temannya berdiskusi di toko kue. Terdengar dengan jelas bahwa Rima sangat bahagia bisa melumpuhkan Heri dengan cairan pembunuh saraf.Sontak yang terjadi dalam rumah mantan mertuaku menjadi sangat hening, sangat hening sekali."Sungguhkah Rima melakukan itu?" tanya Neneknya."Untuk memastikan semua itu Abi membawakan Tante rima ke rumah lalu mendatangkan beberapa orang saksi untuk menegakkan sanggahan wanita itu dan hasilnya , ia mengaku," jawab Feli santai."Lalu di mana ia sekarang?""Di kantor polisi.""Astaghfirullah, menantu keluarga ini ditahan di kantor polisi?" tanya Nenek."Jika nenek begitu sayang dan ingin membelanya, maka nenek bisa menjenguk d
"Nak, kami sudah dapatkan musibah di atas musibah, aib dan bencana sudah mencoreng keluarga kami, hingga kami tidak mampu mengangkat wajah di depan kalian. Nak, Kami tidak akan membela Rima demi Reno, tapi kami akan menjemput Reno dan memeliharanya agar dia tidak dikuasai dendam dan pengaruh jahat.""Ya, kalian harus memikirkan maslahat anak itu, abaikan saja aku. Sekali lagi, alasannya karena sekarang ia akan jadi sebatang kara dan keuangan mereka tidaklah sebanyak uang kami. Alasan itu akan membuat kalian berat sebelah sekali lagi." Heri menggumam sambil melepaskan tangannya dari genggaman kakeknya.Ayah mertua yang merasa cucunya tak senang langsung menggeleng dan meyakinkan Heri."Tidak, sumpah demi Allah, kami bertekad untuk adil dan menyayangi kalian dengan porsi yang sama. Jujur, kemarahan sudah menguasai kami, panas hati kami membuat kami menjauhka diri dari kalian....""Apa yang membuat kakek dan nenek panas hati?" tanya Felicia dengan tatapan penuh keingin-tahuan."Perpisah
"Terima kasih sudah datang Mutia ....." Lelaki itu berkata dengan lirih padaku, setiap dua puluh detik ia merintih, jemarinya yang hancur nyaris putus dari telapak tangannya. Sungguh tak tega hati ini menyaksikan penderitaan Mas Faisal meski tadinya aku sebal padanya. Ya Tuhan, andai aku tahu formula menghilangkan rasa sakit, niscaya akan kubantu ia untuk meredakan penderitaannya."Aku datang menemani anak anak dan membawakan makanan, kau harus sembuh Mas," jawabku sambil menelan ludah. Andaipun ia sembuh, tangannya pasti cacat. Lelaki itu dulu kadang plin-plan, kadang juga begitu memegang prinsip dan martabatnya, ia tak mau anak anak meremehkannya sehingga ia tunaikan sumpahnya dengan cara menyakitkan. Sesuai dengan harapannya, ia akan sama sama akan punya kekurangan dengan Heri."Maafkan aku Mutiara, maafkan aku yang telah memberimu penderitaan tanpa akhir, ampuni dosa dosaku, maafkan aku mutiara...." Ia kembali meneteskan air mata. Kulit bibirnya yang mengelupas dan bola matanya
Banyak yang terjadi setelah aku pulang dari rumah sakit, aku dan ketiga putra putriku sempat duduk di ruang keluarga untuk membahas masalah ayah mereka yang sakit, dan tentang apa yang akan terjadi di masa depan, antara mereka, Reno dan ayah mereka."Kami tidak masalah memperbaiki hubungan dan menerima mereka baik baik, tapi kalau si Reno banyak tingkah tentu saja aku tidak akan tahan," ujar Rena."Dengan apa yang terjadi kurasa anak itu sudah banyak belajar Kak," ujar Felicia sambil menatap kedua kakaknya."Aku harap begitu, dalam konflik yang terjadi di keluarga kita ini ... tidak ada seorangpun yang menang, ibaratnya, menang jadi arang dan kalah jadi abu.""Hmm, benar, tapi Umi tidak pernah merasa berkompetisi dengan tante Rima. Tante rimalah yang menganggap Umi sebagai saingan dan selalu berusaha mengalahkannya, ujungnya dia pusing sendiri lalu putus asa dan mengambil jalan pintas yang tidak ia pikirkan konsekuensinya. Sekarang, setelah semuanya hancur barulah timbul penyesalan d
Hatiku memanas mendengar ungkapan dan kejujurannya, ternyata selama ini dia dan Mas Faisal mempermainkan perasaan dan akalku. Mereka memanfaatkan ketulusan hatiku untuk bersenang-senang dan menertawai kepolosanku yang selalu percaya pada suami, aku seperti mainan yang ditonton dari jauh dan ditertawakan. Aku seperti lelucon yang layak dijadikan komedi dan seperti hiburan gratis bagi mereka berdua. Miris dan menyakitkan sekali. Wanita itu masih tertawa di hadapanku sementara aku tetap tenang memperhatikan ia berbahagia dengan semua ilusi di dalam hatinya, kubiarkan ia mengenang masa lalu karena mungkin dengan begitu ia bisa meredakan penderitaan di hatinya atas kenyataan yang ada. Sekalipun dia bahagia telah menipuku tapi kenyataan yang ada di depan matanya tidak bisa dihindarkan, penjara dan hukuman sudah menunggu, tidak ada yang bisa menyelamatkan dia karena bukti sudah kuat dan saksi juga telah memberikan keterangannya.Dia masih tergelak, tergelak, menertawai kebodohanku yang sela
Minggu-minggu ini aku dan keluargaku sangat sibuk, setelah berkutat dengan kasus tentang Rima, anak-anakku disibukkan dengan bergantian menjenguk dan menjaga ayah mereka. Seminggu aku tidak keluar rumah karena sibuk mengurusi suami dan anak-anakku. Aku juga melakukan healing dengan membereskan perabotan dan menata koleksi piring keramik yang kusukai. Juga aku juga pergi menghabiskan waktu dengan mas Rusdi untuk menenangkan pikiranku dari beberapa konflik yang terjadi di minggu-minggu kemarin.Banyak hal yang sudah kami bicarakan, terkait rencana di masa depan, bagaimana kelancaran usaha serta pendidikan anak-anak. Aku dan suamiku berkomitmen untuk tetap bekerja keras demi keluarga kami. Meski suamiku sudah dibilang pensiun dengan semua usaha dan kekayaannya serta sudah punya banyak investasi tapi tidak menjadikan hal itu sebagai alasan untuk berleha-leha saja. Kami berkomitmen untuk tetap giat sambil menghabiskan masa-masa bersama dengan bahagia.Kami juga menyempatkan waktu untuk
Melihat sikap suamiku yang seolah berbeda dari kenyataannya, Aku jadi penasaran sudah sejauh apa yang dia lakukan untuk melindungi kami. Aku memang mencintainya dan percaya padanya aku yakin atas semua keputusan dan tindakannya tapi aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dan sampai berlumuran dosa.Dosa kemarin saja belum dicuci dan ditebus apalagi sekarang ditambahkan dengan dosa-dosa yang baru. Sungguh aku tak sanggup. Kini kami menyambangi Mas Faisal yang terlihat terbaring di sebuah kasur yang sudah disediakan di ruang tv. Dari dulu kebiasaannya Ia memang suka berada di ruang tengah kalau sedang sakit, agar dia bisa melihat aktivitas anggota keluarga dan tetap bersama dengan orang orang yang dia cintai sepanjang waktu. Tapi itu dulu, saat bersamaku. Kami basa basi sejenak, hingga akhirnya Mas Faisal meminta Reno untuk membuatkan minuman ke dapur."Reno, minta asisten untuk membuatkan kita minuman.""Si mbak lagi libur Pa, aku aja yang buatkan," jawabnya."Biar umi bantu," ujar